Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu diantara sediaan oral yang banyak digunakan adalah tablet. Tablet adalah
sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler,
kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau
tanpa zat tambahan (Ditjen POM, 1979).
Perkembangan teknologi terkini dalam dunia farmasi telah mendorong para ilmuan
untuk mengembangkan orally disintegrating tablet (ODT). ODT adalah tablet yang didesain
untuk cepat hancur didalam rongga mulut ketika diletakkan pada lidah dan berkontak dengan
saliva tanpa perlu dikunyah atau tanpa bantuan air minum untuk kemudian dapat melepaskan
obat (Fu, et al.,2004). ODT memberikan keuntungan terutama untuk pasien geriatri dan
pediatri yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet konvensional dan kapsul sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan pasien geriatri dan pediatri. ODT juga menawarkan
keuntungan pada beberapa kasus seperti pada saat serangan alergi tiba-tiba, dimana onset
obat yang sangat cepat dibutuhkan (Bhowmik, et al., 2009). Selain itu, sejumlah bagian obat
juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring, dan esophagus ketika air
ludah turun ke lambung sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya
juga meningkatkan efektivitas terapi (Sharma, et al., 2011).
Untuk memformulasikan ODT tersebut diperlukan bahan penghancur untuk
memperoleh waktu hancur yang singkat (Kucinskaite, et al., 2009). Saat ini ODT dibuat
dengan superdisintegran seperti karboksil metil selulosa tertaut silang (Crosscarmellosa),
natrium pati glikolat (Primogel®, Explotap®), krospovidon (Kollidon®, Polyplasdone®)
(Velmuragan dan Vinushitha., 2010).
Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti mencoba membuat formulasi ODT dengan
menggunakan superdisintegran krospovidon dan natrium pati glikolat dengan maksud untuk
mempercepat hancurnya tablet ketika terjadi kontak dengan saliva. Dimana dengan pecahnya
tablet menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil maka akan meningkatkan luas permukaan
tablet yang berkontak dengan saliva sehingga dapat mempercepat kelarutan bahan aktif dari
tablet. Serta penggunaan filler-binders campuran laktosa:avicel PH 102 (75%:25%) untuk
memperbaiki sifat alir dari bahan aktif yang sulit dikempa, pembentukan tablet yang lebih
baik dengan biaya yang lebih rendah (Marwana,et al., 2010).
Dasar pemilihan kedua superdisintegran ini yaitu berdasarkan mekanismenya, dimana
natrium pati glikolat bekerja dengan cara mengembang 7-12 kali lipat dalam waktu < 30 detik
dan krospovidon bekerja dengan cara mengabsorbsi cairan ke dalam pori-pori tablet melalui
aksi kapiler yang memperluas pori-pori dalam tablet (Bhowmik, et al., 2009).
ODT dapat diformulasi dengan berbagai metode, diantaranya cetak langsung, yaitu
merupakan metode paling mudah dan murah, karena proses pembuatannya dapat
menggunakan peralatan cetak tablet konvensional, bahan tambahan yang umumnya telah
tersedia, dan membutuhkan prosedur kerja yang singkat (Kundu dan Sahoo, 2008). Hal ini
kemudian mendorong peneliti memanfaatkan metode cetak langsung untuk membuat ODT.
Tablet dibuat dengan mengunakan beberapa formulasi dengan perbandingan superdisintegran
yang berbeda-beda dan menggunakan natrium diklofenak sebagai model obat. Natrium
diklofenak merupakan obat turunan asam fenil asetat yang digunakan sebagai analgesik,
antipiretik dan antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini dikontraindikasikan untuk pasien
tukak lambung karena dapat menyebabkan iritasi lambung. Diharapkan setelah diformulasi
menjadi ODT dapat mengurangi resiko iritasi lambung, karena sejumlah besar zat aktif sudah
di absorbsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring dan esofagus ketika air ludah turun ke
lambung. Selanjutnya tablet yang dihasilkan dievaluasi berdasarkan persyaratan USP dan
Farmakope Indonesia Edisi III & IV.

1.2 Perumusan Masalah


a. Apakah Orally Disintegrating Tablet (ODT) natrium diklofenak yang dibuat dengan
menggunakan campuran superdisintegran krospovidon dan natrium pati glikolat dengan
perbandingan tertentu memenuhi persyaratan USP.
b. Apakah ada perbedaan waktu hancur antara Orally Disintegrating Tablet (ODT) yang
dibuat dengan superdisintegran tunggal dibandingkan dengan ODT yang dibuat
menggunakan superdisintegran campuran krospovidon dan natrium pati glikolat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT)


2.1.1 Pengertian
Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh
pasien. Tablet dan kapsul merupakan bentuk sediaan obat solid (padat) yang paling banyak
digunakan saat ini, termasuk di dalamnya tablet konvensional dan pelepasan terkontrol
hingga kapsul gelatin keras dan lunak (hard and soft gelatin capsules) (Sharma, et al., 2011).
Namun di antara penggunaan keduanya tablet merupakan bentuk sediaan yang paling disukai
karena mudah diproduksi, mudah pengemasan begitu juga penggunaannya (Rao dan Gandhi.,
2006).
Bentuk sediaan padat banyak digunakan karena mudahnya pemberian, memiliki dosis
yang akurat dan dapat digunakan sendiri tanpa adanya rasa sakit. Bentuk sedian padat yang
umum adalah tablet dan kapsul, bentuk sediaan ini bagi beberapa pasien sulit untuk ditelan.
Pasien harus minum air untuk dapat menelan bentuk sediaan tersebut. Pasien sering sekali
merasa kesulitan dan tidak nyaman dalam menelan tablet konvensional (Parmar, et al., 2009).
Adanya berbagai perubahan fungsi fisiologis terkait usia, termasuk kesulitan menelan
tablet secara utuh, akan menurunkan tingkat kepatuhan. Kelompok pasien yang menjadi
perhatian atas isu ini terutama adalah pediatri dan geriatri (Rao dan Gandhi., 2006). Banyak
penelitian yang kemudian dikembangkan untuk mengatasi masalah ini dan tablet cepat
hancur di mulut (OrallyDisintegrating Tablet) telah ditemukan sebagai salah satu bentuk
sediaan paling bermanfaat (Koseki, et al., 2008)
Sediaan ODT ini mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dari bentuk
sediaan yang lain. Penutupan rasa adalah hal yang sangat penting dalam formulasi ODT yang
bisa diterima. Umumnya formulasi tablet tidak dipengaruhi oleh penutupan rasa, karena
diasumsikan bahwa sediaan tersebut tidak akan melarut sampai sediaan tersebut melewati
rongga mulut. Kebanyakan suspensi oral, sirup, dan tablet kunyah hanya mengandung flavor
dan pemanis lain untuk menyamarkan rasa pahit obat pada sediaan (Kundu dan Sahoo, 2008).
ODT ini dimaksudkan untuk mengalami disintegrasi di mulut ketika kontak dengan air
ludah/saliva dalam waktu kurang dari 60 detik (Kundu dan Sahoo, 2008). Untuk proses ini,
jumlah saliva yang sedikit telah cukup untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet.
Oleh karena tidak diperlukan air untuk menelan obat, pasien dapat memakan obat tanpa
minum air (Koseki, et al., 2008). Hal ini tentu akan mempermudah dan meningkatkan
kepatuhan pasien pediatrik, geriatri maupun pasien yang mengalami gangguan mental yang
mengalami kesulitan menelan tablet konvensiol. Selain itu, sejumlah bagian obat juga
mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring dan esofagus ketika air ludah
turun ke lambung sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan dosis obat dapat
dikurangi; peningkatan terapi sebagai hasil pengurangan dari efek yang tidak diinginkan
(Sharma, et al., 2011).
2.1.2 Karakteristik ideal ODT
Oleh karena sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, sediaan ODT
hendaknya memiliki beberapa karakteristik yang ideal diantaranya yaitu (Fu, et al., 2004):

a. Disintegrasi yang cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa disintegrasi tablet ODT harus
terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih disukai bila
disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. ODT harus mengalami
disintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk
melarut dengan air ludah pasien sendiri.
b. Penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan obat ODT akan
melarut atau mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut, sediaan diharapkan
tidak atau sedikit meninggalkan residu. Rasa yang enak di mulut kemudian menjadi
persoalan yang kritis. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu
menghasilkan mouth-feel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di
mulut.
c. Kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang memiliki waktu
disintegrasi/disolusi yang cepat, dibutuhkan zat tambahan (excipients) dengan derajat
keterbasahan (wettability) yang tinggi dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi
guna memastikan absorpsi air yang cepat ke dalam tablet. Kekerasan tablet berbanding
terbalik dengan porositasnya, maka adalah hal penting untuk mendapatkan porositas tablet
dengan absorpsi air yang cepat tanpa mengurangi kekerasan tablet sehingga tidak mudah
rusak selama pengemasan dan pendistribusian dalam blister atau botol tablet konvensional.
d. Sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap
kelembapan, hal ini dikarenakan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang tinggi
banyak digunakan dalam formulasi ODT. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi
pengemasan yang baik untuk melindungi tablet dari berbagai pengaruh lingkungan.

2.1.3 Kelebihan dan kekurangan formulasi ODT

ODT memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tablet ODT
diantaranya adalah (Bhowmik, et al., 2009):

a. Diberikan tanpa air kapan pun dan dimana pun


b. Mudah diberikan kepada pasien yang sulit menelan seperti penderita stroke, pasien
geriatri dan pediatri.
c. Keuntungan pada beberapa kasus seperti pada saat serangan alergi tiba-tiba, dan pada
saat mabuk perjalanan, dimana onset obat yang sangat cepat dibutuhkan.
d. Peningkatan bioavailabilitas pada obat-obat yang sukar larut dan hidrofobik, karena
disintegrasi dan disolusi yang cepat dari sediaan ini.
e. Rasa yang enak dimulut sehingga dapat mengurangi persepsi bahwa obat itu pahit
untuk anak-anak dan dengan rasa yang enak tersebut dapat pula meningkatkan
kepatuhan pasien.
f. Absorbsi pra-gastrik akan menghindari zat aktif dari metabolisme lintas pertama di hati,
sehingga dapat meningkatan bioavailabilitas obat dan dosis obat dapat dikurangi;
peningkatan terapi sebagai hasil pengurangan dari efek yang tidak diinginkan.
Kekurangan dari tablet ODT diantaranya adalah:

a. Tablet biasanya tidak mempunyai kekuatan mekanik yang cukup. Oleh karena itu
penanganan yang hati-hati sangat dibutuhkan.
b. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak dimulut jika tidak diformulasi
dengan baik.

2.2 Metode Pembuatan Tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol
atau mesin slug) dan kempa langsung (Ditjen POM, 1995).

a. Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan
larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan
dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh
granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan
mesin pencetak tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi kering
Disebut juga slugging atau prekompresi. Metode ini digunakan pada obat yang peka
terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, dkk, 1994). Setelah
penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slagging atau dikompresi menjadi tablet.
Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan banyak serbuk.
Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan ayakan yang
sesuai, lalu ditambahkan pelicin kemudian dicetak menjadi tablet (Ansel, 1989).
c. Kompresi Langsung
Cetak langsung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat, bahan
pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk bahan-bahan
tertentu saja yang berbentuk kristal/butir-butir granul yang mempunyai sifat-sifat yang
diperlukan untuk membuat tablet yang baik dan memungkinkan untuk dikompresi langsung
(Voigt, 1994). Metode kempa langsung memberikan beberapa keuntungan diantaranya
tahapan produksinya sangat singkat (hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang
dibutuhkan tidak banyak, ruangan yang dibutuhkan kecil dan tenaga yang dibutuhkan juga
tidak banyak karena prosesnya singkat (Ansel,1989).

2.3 Komposisi tablet

Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat,
bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan bahan pewangi
(flavoring agent), bahan pewarna (coloring agent) dan pemanis (Ansel, 1989).

a. Pengisi
Diperlukan dalam formulasi tablet agar tablet memiliki ukuran untuk menambah massa
tablet yang mengandung bahan aktif dengan jumlah kecil. Sifatnya harus netral secara kimia,
selain itu juga dapat dicernakan dengan baik (Voigt, 1995). Pengisi dapat juga ditambahkan
karena alasan kedua yaitu memperbaiki daya alir sehingga dapat dikempa langsung. Contoh
bahan-bahan pengisi yaitu: laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, amilum, bolus alba, kalsium
sulfat, natrium sulfat, natrium klorida, magnesium karbonat (Soekemi, dkk., 1987).
b. Pengikat
Ditambahkan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga untuk
menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granul (Voigt, 1994). Pengikat
yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin, glukosa, gom arab, natrium alginat, cmc,
polivinilpirolidon, dan veegum (Soekemi, dkk., 1987).
c. Penghancur
Ditambahkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan
saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi (Lachman, dkk., 1994). Bahan yang
digunakan sebagai pengembang yaitu: amilum, gom, derivat selulosa, dan alginat (Soekemi,
dkk., 1987).
d. Pelicin
Ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi,
mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir
granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : Mg-stearat, talk,
asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Soekemi, dkk., 1987).

2.4 Uji Preformulasi

Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah memenuhi syarat
untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet,
meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap.

Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong.
Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik untuk 100 g granul, jika tidak maka akan
dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan bahan pelicin (Cartensen,1977).

Pengukuran sudut diam dilakukan dengan menggunakan alat flowmeter. Granul


dibiarkan mengalir bebas dari corong. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut
kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, semakin kecil sudut diam,
semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1994). Indeks tap adalah uji yang mengamati
penurunan volume sejumlah serbuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Serbuk atau
granul yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Cartensen, 1977).

2.5 Evaluasi tablet


a. Kekerasan tablet
Ketahanan tablet terhadap goncangan saat pengangkutan, pengemasan dan peredaran
bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang
bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar
dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya waktu hancur. Kekerasan dinyatakan dalam kg
tenaga yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu
4-8 kg, tablet hisap 10-20 kg, tablet kunyah 3 kg (Soekemi, dkk., 1987). Kekerasan tablet
dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi die pada saat pencetakan tablet dan
tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi
jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah
contoh bahan tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila
digunakan terlalu pekat (Lachman, dkk., 1994).
b. Friabilitas
Tablet mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan gesekan, selain
itu juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet. Pengujian
dilakukan pada kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh 6 inci pada setiap putaran,
dijalankan sebanyak 100 putaran. Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5
sampai 1% (Lachman, dkk., 1994).
c. Waktu hancur
Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-partikel
kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi. Menyatakan waktu yang diperlukan untuk
tablet dapat hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui
saringan mesh-10 (Lachman, dkk., 1994).
d. Kadar zat berkhasiat
Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet harus dipantau
pada setiap tablet atau batch, begitu juga kemampuan tablet untuk melepaskan zat atau obat
yang dibutuhkan harus diketahui (Lachman, dkk., 1994). Persyaratan kadar berbeda-beda,
dan tertera pada masing-masing monografi masing-masing bahan obat.
2.6 Uraian Tentang Bahan
2.6.1 Natrium diklofenak
Natrium diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenil asetat yang menyerupai
flurbiprofen dan meklofenamat. Potensinya lebih besar dari indometasin atau dari naproksen.
Obat ini memiliki sifat-sifat antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Obat ini digunakan
untuk efek-efek analgetik dan antipiretik pada symptom artritis reumatoid. Struktur natrium
diklofenak dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur natrium diklofenak

Nama kimia : Sodium [2-(2,6-dichloroanilino)phenyl] asetat

Rumus Molekul : C14H10Cl2NO2Na

Berat Molekul : 318,1

Pemerian : Serbuk kristalin, berwarna putih kekuningan dan tidak berbau


Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam metanol, larut
dalam etanol, sedikit larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam eter,
kloroform dan asetat encer.

Natrium Diklofenak cepat diabsorpsi melalui saluran cerna setelah pemberian oral,
efek analgetik dimulai setelah 1 jam dan mempunyai waktu paruh 1-2 jam (Katzung, 2002).
Obat ini mengalami metabolisme lintas pertama di hati (first pass effect = FPE)..

Efek samping yang terjadi pada kira-kira 20% penderita meliputi pendarahan saluran
cerna dan timbulnya tukak lambung (Tan dan Rahardja, 2007). Pemakaian obat ini harus
berhati–hati pada penderita tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan
(Ganiswarna, 1995).

2.6.2 Natrium pati glikolat


Natrium pati glikolat adalah serbuk putih, atau hampir seluruhnya putih, tidak berbau,
tidak berasa, dan sebuk mengalir bebas. Struktur Natrium pati glikolat dapat dilihat pada
Gambar 2.2

Gambar 2.2 Struktur natrium pati glikolat

Natrium pati glikolat banyak digunakan dalam oral farmasetik sebagai bahan
penghancur dalam formulasi kapsul dan tablet dengan kempa langsung atau granulasi basah.
Konsentrasi yang sering digunakan dalam formulasi adalah antara 2-8% dengan konsentrasi
optimum adalah 4 % untuk tablet konvensional dan lebih dari 10% untuk tablet fast
disintegrating. Serbuk sodium starch glycolat berwarna putih sampai putih kelabu, tidak
berbau, tidak berasa, serbuk mudah mengalir. Kelarutan mudah larut dalam etanol (95%),
praktis tidak larut air (Rowe, et al., 2009).

2.6.3 Krospovidon
Krospovidon mempunyai nama kimia 1-ethenyl-2-pyrolidinone. Serbuk putih sampai
putih kekuningan, mengalir bebas, praktis tidak berasa, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, bersifat higroskopis, praktis tidak larut dalam air dan dalam sebagian besar pelarut
organik. Krospovidon memiliki aktivitas kapiler yang tinggi dan cepat (Rowe, et al., 2009).
2.6.4 Selulosa mikrokristalin
Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial, berwarna putih,
tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang menyerap
(Rowe, et al., 2009). Selulosa mikrokristalin sering juga disebut dengan avicel, suatu zat yang
dapat dicetak langsung. Sifat mengalirnya baik, dan sifat pencetakan langsungnya juga bagus
sekali. Harganya cukup mahal bila digunakan sebagai pengisi dengan kadar tinggi, karena itu
sering dikombinasi dengan zat lain. Zat ini merupakan bahan pengisi yang banyak digunakan
(Lachman, dkk., 1994).

Struktur selulosa mikrokristalin dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Selulosa mikrokristal secara luas digunakan dalam farmasi, terutama sebagai


pengikat/pengisi dalam formulasi tablet dan kapsul yang dapat digunakan dalam proses
granulasi basah dan kempa langsung. Selain digunakan sebagai pengikat/pengisi, selulosa
mikrokristalin juga mempunyai sifat lubrikan dan disintegran yang dapat berguna dalam
pembuatan tablet (Rowe, et al., 2009).

2.7 Superdisintegrants

Bahan penghancur atau superdisintegrants merupakan bahan utama dalam formulasi


ODT. Superdisintegrants ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet
saat kontak dengan air. Daya mengembang superdisintegrants sangat tinggi dan cepat
sehingga mampu mendesak kearah luar secara cepat yang akan menyebabkan tablet cepat
hancur. Beberapa aksi superdisintegrants dalam mendistegrasikan tablet, antara lain
(Bhowmik, et al.,2009):

1. Aksi kapiler (Wicking)


Tablet yang merupakan hasil pengempaan dari granul, memiliki poripori kapiler. Dan
pada saat tablet bersinggungan dengan medium air, maka air akan berpenetrasi masuk ke
dalam pori-pori tablet. Akibatnya ikatan antar partikel menjadi lemah dan pada akhirnya
tablet akan pecah (Bhowmik, et al., 2009).

2. Pengembangan (Swelling)
Beberapa bahan penghancur apabila terkena air maka akan mengembang, akibatnya
partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah. Hancurnya tablet dengan mekanisme ini
dipengaruhi oleh struktur pori-pori tablet. Semakin kecil pori-pori granul yang ada di dalam
tablet, maka semakin besar tenaga untuk menghancurkan tablet (Bhowmik, et al., 2009).
3. Perubahan bentuk (Deformation)
Partikel yang mengalami penekanan pada proses pengempaan akan berubah bentuknya.
Apabila tablet terkena air maka partikel yang membentuk tablet akan kembali ke bentuk
asalnya, maka partikel tablet akan berdesakan sehingga tablet dapat hancur (Bhowmik, et al.,
2009).

4. Perenggangan (Repulsion)
Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi dengan adanya air
yang masuk melalui jaringan kapiler yang tersusun di dalam tablet maka partikel akan tolak
menolak sehingga akan saling memisahkan diri kemudian lepas dari susunannya di dalam
tablet. Proses ini akan membantu terjadinya disintegrasi (Bhowmik, et al., 2009).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pencetak tablet (Erweka),
disintegration tester tipe dayung (Copley), dissolution tester (Veego), hardness tester
(Copley), friabilator (Copley), spektrofotometer UVVisible (UV Mini 1240 Shimadzu),
stopwatch, neraca listrik (Boeco), alat-alat gelas dan alat laboratorium lainnya.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium diklofenak (PT. Dexa
Medica), krospovidon, natrium pati glikolat, avicel PH 102, talk, Mg-stearat, laktosa, NaOH,
KH2PO4.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Orally Disintegrating Tablet natrium diklofenak
Formulasi ODT natrium diklofenak dibuat dengan metode cetak langsung
menggunakan krospovidon dan natrium pati glikolat dengan perbandingan yang berbeda-
beda. Komposisi dari formula ODT natrium diklofenak dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Perhitungan pembuatan ODT natrium diklofenak dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 61.

Pembuatan filler-binders:

Ditimbang laktosa dan avicel PH 102 dengan perbandingan 75%:25% (150 g:50 g)
dihomogenkan di dalam lumpang. Lalu dikompres atau dislugging, lalu slug dipecah
kemudian diayak hingga menjadi butiran granul dengan ayakan mesh 14.

Pembuatan Orally Disintegrating Tablet natrium diklofenak:

Ditimbang semua bahan sesuai dengan Tabel 3.1 di atas. Dimasukkan sebagian filler-
binders yang telah dipersiapkan terlebih dahulu ke dalam lumpang, lalu tambahkan natrium
diklofenak, aduk sampai homogen. Setelah homogen tambahkan superdisintegran (untuk
formula yang menggunakan campuran superdisintegran terlebih dahulu krospovidon dan
natrium pati glikolat dihomogenkan). Tambahkan talk, Mg-stearat, aspartam dan sisa
fillerbinders lalu dicampur homogen. Dilakukan uji preformulasi yang meliputi sudut diam,
waktu alir, dan indeks tap. Kemudian massa dicetak menjadi tablet. Gambar ODT natrium
diklofenak dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 101.

3.3.2 Uji preformulasi


Uji preformulasi dilakukan terhadap granul natrium diklofenak yang meliputi sudut
diam, waktu alir, dan indeks tap.

3.3.2.1 Sudut diam

Penetapan sudut diam dilakukan dengan menggunakan corong flowmeter. Granul


dimasukkan ke dalam corong, permukaannya diratakan, lalu penutup bawah corong dibuka
dan dibiarkan granul mengalir melalui corong dan ditentukan besar sudut diamnya, dengan
rumus sebagai berikut (Cartensen, 1977):
tg θ = 2h/D

Keterangan:

θ = sudut diam

h = tinggi kerucut (cm)

D = diameter (cm)

Syarat: 20° < θ < 40°

3.3.2.2 Waktu alir

Penetapan laju alir dilakukan dengan menggunakan corong flowmeter. Granul


dimasukkan ke dalam corong yang telah dirangkai, permukaannya diratakan. Penutup bawah
corong dibuka dan tutup kembali setelah seluruh granul telah habis melewati corong dan
dicatat waktu alirnya (Cartensen,1977). Syarat : waktu alir < 10 detik (untuk 100 g granul)

3.3.2.3 Indeks tap

Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml dan diukur volume awalnya (V1) lalu
dihentakkan sehingga diperoleh volume akhirnya (V2) yang konstan. Indeks tap dihitung
dengan rumus (Cartensen, 1977):

I = 1−2 1x 100%

Keterangan :

V1 = volume sebelum hentakan

V2 = volume setelah hentakan

Syarat: I ≤ 20%

3.3.3 Pembuatan pereaksi

3.3.3.1 Akua bebas CO2

Akuades yang telah dididihkan 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan
tidak boleh menyerap CO2 dari udara (Ditjen POM, 1995).

3.3.3.2 Natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N

Dilarutkan 4 g NaOH dalam akua bebas CO2 secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen
POM, 1995).

3.3.3.3 Natrium hidroksida (NaOH) 0,2 N

Dilarutkan 8 g NaOH dalam akua bebas CO2 secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen
POM, 1995).
3.3.3.4 Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 0,2 M

Larutkan 27,218 g kalium dihidrogen fosfat dalam akua bebas CO2 dan encerkan
sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995)

3.3.3.5 Dapar fosfat pH 6.8

Dimasukkan 50,0 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2 M kedalam labu tentukur 200 ml,
kemudian ditambahkan dengan NaOH 0,2 N sebanyak 22,4 ml lalu diencerkan dengan akua
bebas CO2 hingga 200 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.4 Penentuan kurva serapan dan linieritas kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam larutan
NaOH 0,1 N

3.3.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I (LIB I)

Ditimbang natrium diklofenak baku sebanyak 50 mg, dimasukkan kedalam labu 100
ml. Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan
NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Konsentrasi teoritis 500 μg/ml (LIB I).

3.3.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II (LIB II)

Dipipet 10 ml LIB I dimasukkan kedalam labu 50 ml, ditambahkan larutan NaOH


0,1N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan NaOH 0,1N sampai garis tanda.
Konsentrasi teoritis 100 μg/ml (LIB II).

3.3.4.3 Penentuan kurva serapan natrium diklofenak dalam larutan NaOH 0,1 N

Dipipet 3 ml LIB II dimasukkan kedalam labu 25 ml, ditambahkan larutan NaOH 0,1
N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan NaOH 0,1 N sampai garis tanda.
Konsentrasi teoritis 12 μg/ml.

3.3.4.4 Penentuan linieritas kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam larutan NaOH 0,1 N

Pipet LIB II (100 μg/ml) berturut-turut 2 ml; 2,5 ml; 3 ml; 3,5 ml: 4 ml masing–
masing masukkan kedalam labu tentukur 25 ml ditambahkan larutan NaOH 0,1 N sampai
garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi berturut-turut 8 μg/ml; 10 μg/ml; 12 μg/ml;
14μg/ml; 16 μg/ml. Masing-masing larutan kemudian diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum.

3.3.5 Penentuan kurva serapan dan linearitas kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar
fosfat pH 6,8

3.3.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I (LIB I)

Ditimbang natrium diklofenak baku sebanyak 50 mg, dimasukkan kedalam labu 100
ml. Ditambahkan larutan dapar fosfat pH 6,8 dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi
larutan dapar fosfat pH 6,8 sampai garis tanda. Konsentrasi teoritis 500 μg/ml (LIB I)
3.3.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II (LIB II)

Dipipet 10 ml LIB I dimasukkan kedalam labu 50 ml, ditambahkan larutan NaOH


0,1N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan NaOH 0,1N sampai garis tanda.
Konsentrasi teoritis 100 μg/ml (LIB II).

3.3.5.3 Penentuan kurva serapan natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 6,8

Dipipet 3 ml dari LIB II dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, lalu ditambahkan
larutan dapar fosfat pH 6,8 sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 12 μg/ml.
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm.

3.3.5.4 Penentuan kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 6,8

Dipipet LIB II sebanyak 2,5 ml; 3 ml; 3,5 ml; 4 ml dan 4,5 ml masing-masing
dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml lalu diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,8
hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi berturut-turut 10 μg/ml; 12 μg/ml; 14
μg/ml; 16 μg/ml dan 18 μg/ml . Masing-masing larutan kemudian diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer, UV pada panjang gelombang maksimum. Kurva kalibrasi
antara jumlah serapan dengan konsentrasi dibuat dari data yang diperoleh, lalu dihitung
persamaan regresi dan koefisien korelasinya.

3.4 Evaluasi Tablet

3.4.1 Uji kekerasan tablet

Alat: Hardness Tester (Copley)

Cara: Diambil 6 tablet, masing-masing diletakkan pada tempat yang tersedia pada alat dengan
posisi tidur, alat diatur, kemudian ditekan tombol start. Pada saat tablet pecah angka
yang tertera pada layar digital dicatat. Syarat kekerasan tablet cepat hancur adalah 0,1 -
3 kg (Abu-Izza, et al., 2004).

3.4.2 Uji friabilitas

Alat: Friabilator (Copley)

Cara: Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu, dicatat beratnya (a gram). Tablet
dimasukkan ke dalam alat friabilator, lalu alat dijalankan selama 4 menit (100 kali
putaran). Setelah batas waktu yang ditentukan tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari
debu, lalu ditimbang beratnya (b gram).

Friabilitas (F) = (a – b)/a x 100%.

Ketentuan umum: Kehilangan berat ≤ 0,9% (Sharma, et al., 2011).


3.4.3 Uji Keseragaman Ukuran

Uji keseragaman ukuran dilakukan terhadap 6 tablet dari masing-masing formula


dengan mengukur ketebalan dan diameter tablet dengan menggunakan jangka sorong. Tablet
yang memenuhi persyaratan keseragaman ukuran adalah jika diameter tablet tidak lebih dari
3 kali dan tidak kurang dari 4/3 tebal tablet (Ditjen POM, 1979).

3.4.4 Uji waktu hancur

3.4.4.1 Uji waktu hancur menggunakan disintegration tester

Alat: Disintegration Tester (Copley)

Cara: Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet. Dimasukkan 1 tablet pada masing–masing


tabung dari keranjang, kemudian alat dijalankan. Digunakan air dengan suhu 37˚±2˚C
sebagai media. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera pada monografi, angkat
keranjang dan amati keenam tablet. Semua tablet harus hancur sempurna.

Persyaratan: Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 1 menit
(Manivannan, 2009)

3.4.4.2 Uji waktu hancur di rongga mulut

Uji ini menggunakan 6 sukarelawan untuk 5 kode formula ODT dan 1 kode formula
kontrol tanpa superdisintegran. Sebelum memulai uji, setiap sukarelawan diharuskan mencuci
mulut terlebih dahulu, lalu diletakkan satu tablet di atas lidah mereka dan dibiarkan tablet
hingga hancur sempurna. Waktu yang dibutuhkan agar tablet hancur tanpa mengunyah
dicatat, setelah itu tablet segera diludahkan. Titik akhir untuk waktu hancur dimulut adalah
waktu dimana tablet yang diletakkan di lidah menjadi hancur (tablet tidak utuh lagi).

3.4.4.3 Uji waktu hancur termodifikasi

Kertas saring yang berbentuk lingkaran diletakkan di kedalam cawan petri


berdiameter 9 cm yang telah berisi 9 ml air suling. Satu tablet diletakkan perlahan-lahan
dibagian tengah cawan petri tersebut, kemudian dicatat waktu tablet untuk hancur sempurna.

3.4.5 Uji waktu pembasahan (weeting time)

Kertas saring yang berbentuk lingkaran diletakkan di kedalam cawan petri


berdiameter 9 cm yang telah berisi 9 ml larutan warna metilen biru 0,1% b/v dalam air suling.
Satu tablet diletakkan perlahan-lahan dibagian tengah cawan petri tersebut, kemudian dicatat
waktu pembasahan sempurna dari tablet. Waktu pembasahan (wetting time) adalah waktu
yang dibutuhkan untuk membuat permukaan atas dari tablet menyerap warna (Bhowmik, et
al., 2009).
3.4.6 Uji rasio absorbsi air

Kertas saring yang berbentuk lingkaran diletakkan di kedalam cawan petri berdiameter
9 cm yang telah berisi 9 ml larutan warna metilen biru 0,1% b/v dalam air suling. Satu tablet
diletakkan perlahan-lahan dibagian tengah cawan petri tersebut, kemudian dicatat waktu
pembasahan sempurna dari tablet, kemudian ditimbang berat tablet sebelum dan sesudah
terbasahi. Rasio absorbsi air dihitung dengan rumus sebagai berikut (Bhowmik, et al., 2009):

R = 100 x (wa-wb)/wb

Keterangan:

Wa = berat tablet sebelum menyerap air

Wb = berat tablet setelah menyerap air

3.4.7 Penetapan kadar natrium diklofenak dalam ODT

Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang seksama sejumlah serbuk
setara dengan 50 mg natrium diklofenak (penimbangan serbuk dilakukan sebanyak 6 kali
pengulangan), dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml. Kemudian ditambahkan NaOH
0,1 N, dikocok hingga larut dan dicukupkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda.
Kemudian disaring, 10 ml filtrat pertama dibuang. Dipipet 1,2 ml filtrat, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda, lalu dikocok
sampai homogen hinggga diperoleh konsentrasi 12 μg/ml. Diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum yang diperoleh. Tablet natrium diklofenak mengandung zat berkhasiat
tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari hingga 101,0% dari yang tertera pada etiket
(USP, 2007).

3.4.8 Uji keseragaman kandungan

Tablet yang dibuat yaitu tablet natrium diklofenak dengan berat satu tablet 300 mg dan
mengandung natrium diklofenak 50 mg, berarti bobot zat berkhasiat lebih kecil dari 50%
bobot sediaan karena itu penetapan keseragaman sediaan dilakukan dengan menetapkan
keseragaman kandungan (Ditjen POM, 1995) yang dilakukan sebagai berikut:

Satu tablet digerus lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dan
diencerkan dengan larutan NaOH 0,1 N hingga garis tanda. Kemudian disaring, 10 ml filtrat
pertama dibuang. Dipipet 1,2 ml filtrat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,
diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen hinggga
diperoleh konsentrasi 12 μg/ml. Larutan ini lalu diukur serapannya dengan menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis.

Tablet memenuhi persyaratan dalam keragaman bobot jika kadarnya terletak antara
85% hingga 115% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau
sama dengan 6,0%. Jika tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji 20 satuan tambahan, dan
persyaratan di penuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 terletak di luar rentang 85%
hingga 115% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan yang tertera pada etiket dan
tidak ada satuan yang terletak di luar rentang 80,0% hingga 120,0% dari yang tertera pada
etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8% (Ditjen POM,
1995).

3.4.9 Uji disolusi tablet

Untuk menguji laju disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan alat Dissolution
Tester.

Medium: 900 ml dapar fosfat pH 6,8

Alat: tipe 2 (metode dayung)

Kecepatan putaran: 50 rpm

Waktu: 30 menit

Cara: Satu tablet dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah berisi 900 ml medium
disolusi yang bersuhu 37º ± 0,5ºC. Kemudian dayung diputar dengan kecepatan 50
rpm. Pada interval waktu 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28 dan 30 menit larutan
dipipet sebanyak 5 ml cuplikan lalu dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml lalu
diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 sampai garis tanda.

Setiap kali pengambilan cuplikan maka dimasukkan kembali medium disolusi


sebanyak volume cuplikan yang diambil. Pengambilan cuplikan dilakukan pada posisi yang
sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak
kurang 1 cm dari dinding wadah (DitjenPOM,1995). Larutan cuplikan ini lalu diukur
serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum
terhadap medium dapar fosfat sebagai blanko.

Persyaratan:Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q)
C14H10Cl2NNaO21 dari jumlah yang tertera pada etiket (Moffat, 2005).

Interpretasi: Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji
sesuai dengan tabel penerimaan. Apabila tidak memenuhi persyaratan maka
pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap, kecuali bila hasil pengujian memenuhi
tahap S1 atau S2. Kriteria penerimaan zat aktif yang larut dengan disolusi dapat
dilihat pada Tabel 3.2.

Anda mungkin juga menyukai