PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
a. Disintegrasi yang cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa disintegrasi tablet ODT harus
terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih disukai bila
disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. ODT harus mengalami
disintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk
melarut dengan air ludah pasien sendiri.
b. Penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan obat ODT akan
melarut atau mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut, sediaan diharapkan
tidak atau sedikit meninggalkan residu. Rasa yang enak di mulut kemudian menjadi
persoalan yang kritis. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu
menghasilkan mouth-feel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di
mulut.
c. Kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang memiliki waktu
disintegrasi/disolusi yang cepat, dibutuhkan zat tambahan (excipients) dengan derajat
keterbasahan (wettability) yang tinggi dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi
guna memastikan absorpsi air yang cepat ke dalam tablet. Kekerasan tablet berbanding
terbalik dengan porositasnya, maka adalah hal penting untuk mendapatkan porositas tablet
dengan absorpsi air yang cepat tanpa mengurangi kekerasan tablet sehingga tidak mudah
rusak selama pengemasan dan pendistribusian dalam blister atau botol tablet konvensional.
d. Sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap
kelembapan, hal ini dikarenakan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang tinggi
banyak digunakan dalam formulasi ODT. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi
pengemasan yang baik untuk melindungi tablet dari berbagai pengaruh lingkungan.
ODT memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tablet ODT
diantaranya adalah (Bhowmik, et al., 2009):
a. Tablet biasanya tidak mempunyai kekuatan mekanik yang cukup. Oleh karena itu
penanganan yang hati-hati sangat dibutuhkan.
b. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak dimulut jika tidak diformulasi
dengan baik.
Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol
atau mesin slug) dan kempa langsung (Ditjen POM, 1995).
a. Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan
larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan
dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh
granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan
mesin pencetak tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi kering
Disebut juga slugging atau prekompresi. Metode ini digunakan pada obat yang peka
terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, dkk, 1994). Setelah
penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slagging atau dikompresi menjadi tablet.
Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan banyak serbuk.
Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan ayakan yang
sesuai, lalu ditambahkan pelicin kemudian dicetak menjadi tablet (Ansel, 1989).
c. Kompresi Langsung
Cetak langsung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat, bahan
pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk bahan-bahan
tertentu saja yang berbentuk kristal/butir-butir granul yang mempunyai sifat-sifat yang
diperlukan untuk membuat tablet yang baik dan memungkinkan untuk dikompresi langsung
(Voigt, 1994). Metode kempa langsung memberikan beberapa keuntungan diantaranya
tahapan produksinya sangat singkat (hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang
dibutuhkan tidak banyak, ruangan yang dibutuhkan kecil dan tenaga yang dibutuhkan juga
tidak banyak karena prosesnya singkat (Ansel,1989).
Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat,
bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan bahan pewangi
(flavoring agent), bahan pewarna (coloring agent) dan pemanis (Ansel, 1989).
a. Pengisi
Diperlukan dalam formulasi tablet agar tablet memiliki ukuran untuk menambah massa
tablet yang mengandung bahan aktif dengan jumlah kecil. Sifatnya harus netral secara kimia,
selain itu juga dapat dicernakan dengan baik (Voigt, 1995). Pengisi dapat juga ditambahkan
karena alasan kedua yaitu memperbaiki daya alir sehingga dapat dikempa langsung. Contoh
bahan-bahan pengisi yaitu: laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, amilum, bolus alba, kalsium
sulfat, natrium sulfat, natrium klorida, magnesium karbonat (Soekemi, dkk., 1987).
b. Pengikat
Ditambahkan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga untuk
menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granul (Voigt, 1994). Pengikat
yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin, glukosa, gom arab, natrium alginat, cmc,
polivinilpirolidon, dan veegum (Soekemi, dkk., 1987).
c. Penghancur
Ditambahkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan
saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi (Lachman, dkk., 1994). Bahan yang
digunakan sebagai pengembang yaitu: amilum, gom, derivat selulosa, dan alginat (Soekemi,
dkk., 1987).
d. Pelicin
Ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi,
mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir
granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : Mg-stearat, talk,
asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Soekemi, dkk., 1987).
Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah memenuhi syarat
untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet,
meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap.
Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong.
Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik untuk 100 g granul, jika tidak maka akan
dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan bahan pelicin (Cartensen,1977).
Natrium Diklofenak cepat diabsorpsi melalui saluran cerna setelah pemberian oral,
efek analgetik dimulai setelah 1 jam dan mempunyai waktu paruh 1-2 jam (Katzung, 2002).
Obat ini mengalami metabolisme lintas pertama di hati (first pass effect = FPE)..
Efek samping yang terjadi pada kira-kira 20% penderita meliputi pendarahan saluran
cerna dan timbulnya tukak lambung (Tan dan Rahardja, 2007). Pemakaian obat ini harus
berhati–hati pada penderita tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan
(Ganiswarna, 1995).
Natrium pati glikolat banyak digunakan dalam oral farmasetik sebagai bahan
penghancur dalam formulasi kapsul dan tablet dengan kempa langsung atau granulasi basah.
Konsentrasi yang sering digunakan dalam formulasi adalah antara 2-8% dengan konsentrasi
optimum adalah 4 % untuk tablet konvensional dan lebih dari 10% untuk tablet fast
disintegrating. Serbuk sodium starch glycolat berwarna putih sampai putih kelabu, tidak
berbau, tidak berasa, serbuk mudah mengalir. Kelarutan mudah larut dalam etanol (95%),
praktis tidak larut air (Rowe, et al., 2009).
2.6.3 Krospovidon
Krospovidon mempunyai nama kimia 1-ethenyl-2-pyrolidinone. Serbuk putih sampai
putih kekuningan, mengalir bebas, praktis tidak berasa, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, bersifat higroskopis, praktis tidak larut dalam air dan dalam sebagian besar pelarut
organik. Krospovidon memiliki aktivitas kapiler yang tinggi dan cepat (Rowe, et al., 2009).
2.6.4 Selulosa mikrokristalin
Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial, berwarna putih,
tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang menyerap
(Rowe, et al., 2009). Selulosa mikrokristalin sering juga disebut dengan avicel, suatu zat yang
dapat dicetak langsung. Sifat mengalirnya baik, dan sifat pencetakan langsungnya juga bagus
sekali. Harganya cukup mahal bila digunakan sebagai pengisi dengan kadar tinggi, karena itu
sering dikombinasi dengan zat lain. Zat ini merupakan bahan pengisi yang banyak digunakan
(Lachman, dkk., 1994).
2.7 Superdisintegrants
2. Pengembangan (Swelling)
Beberapa bahan penghancur apabila terkena air maka akan mengembang, akibatnya
partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah. Hancurnya tablet dengan mekanisme ini
dipengaruhi oleh struktur pori-pori tablet. Semakin kecil pori-pori granul yang ada di dalam
tablet, maka semakin besar tenaga untuk menghancurkan tablet (Bhowmik, et al., 2009).
3. Perubahan bentuk (Deformation)
Partikel yang mengalami penekanan pada proses pengempaan akan berubah bentuknya.
Apabila tablet terkena air maka partikel yang membentuk tablet akan kembali ke bentuk
asalnya, maka partikel tablet akan berdesakan sehingga tablet dapat hancur (Bhowmik, et al.,
2009).
4. Perenggangan (Repulsion)
Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi dengan adanya air
yang masuk melalui jaringan kapiler yang tersusun di dalam tablet maka partikel akan tolak
menolak sehingga akan saling memisahkan diri kemudian lepas dari susunannya di dalam
tablet. Proses ini akan membantu terjadinya disintegrasi (Bhowmik, et al., 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pencetak tablet (Erweka),
disintegration tester tipe dayung (Copley), dissolution tester (Veego), hardness tester
(Copley), friabilator (Copley), spektrofotometer UVVisible (UV Mini 1240 Shimadzu),
stopwatch, neraca listrik (Boeco), alat-alat gelas dan alat laboratorium lainnya.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium diklofenak (PT. Dexa
Medica), krospovidon, natrium pati glikolat, avicel PH 102, talk, Mg-stearat, laktosa, NaOH,
KH2PO4.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Orally Disintegrating Tablet natrium diklofenak
Formulasi ODT natrium diklofenak dibuat dengan metode cetak langsung
menggunakan krospovidon dan natrium pati glikolat dengan perbandingan yang berbeda-
beda. Komposisi dari formula ODT natrium diklofenak dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Perhitungan pembuatan ODT natrium diklofenak dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 61.
Pembuatan filler-binders:
Ditimbang laktosa dan avicel PH 102 dengan perbandingan 75%:25% (150 g:50 g)
dihomogenkan di dalam lumpang. Lalu dikompres atau dislugging, lalu slug dipecah
kemudian diayak hingga menjadi butiran granul dengan ayakan mesh 14.
Ditimbang semua bahan sesuai dengan Tabel 3.1 di atas. Dimasukkan sebagian filler-
binders yang telah dipersiapkan terlebih dahulu ke dalam lumpang, lalu tambahkan natrium
diklofenak, aduk sampai homogen. Setelah homogen tambahkan superdisintegran (untuk
formula yang menggunakan campuran superdisintegran terlebih dahulu krospovidon dan
natrium pati glikolat dihomogenkan). Tambahkan talk, Mg-stearat, aspartam dan sisa
fillerbinders lalu dicampur homogen. Dilakukan uji preformulasi yang meliputi sudut diam,
waktu alir, dan indeks tap. Kemudian massa dicetak menjadi tablet. Gambar ODT natrium
diklofenak dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 101.
Keterangan:
θ = sudut diam
D = diameter (cm)
Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml dan diukur volume awalnya (V1) lalu
dihentakkan sehingga diperoleh volume akhirnya (V2) yang konstan. Indeks tap dihitung
dengan rumus (Cartensen, 1977):
I = 1−2 1x 100%
Keterangan :
Syarat: I ≤ 20%
Akuades yang telah dididihkan 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan
tidak boleh menyerap CO2 dari udara (Ditjen POM, 1995).
Dilarutkan 4 g NaOH dalam akua bebas CO2 secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen
POM, 1995).
Dilarutkan 8 g NaOH dalam akua bebas CO2 secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen
POM, 1995).
3.3.3.4 Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 0,2 M
Larutkan 27,218 g kalium dihidrogen fosfat dalam akua bebas CO2 dan encerkan
sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995)
Dimasukkan 50,0 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2 M kedalam labu tentukur 200 ml,
kemudian ditambahkan dengan NaOH 0,2 N sebanyak 22,4 ml lalu diencerkan dengan akua
bebas CO2 hingga 200 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.4 Penentuan kurva serapan dan linieritas kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam larutan
NaOH 0,1 N
Ditimbang natrium diklofenak baku sebanyak 50 mg, dimasukkan kedalam labu 100
ml. Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan
NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Konsentrasi teoritis 500 μg/ml (LIB I).
3.3.4.3 Penentuan kurva serapan natrium diklofenak dalam larutan NaOH 0,1 N
Dipipet 3 ml LIB II dimasukkan kedalam labu 25 ml, ditambahkan larutan NaOH 0,1
N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan NaOH 0,1 N sampai garis tanda.
Konsentrasi teoritis 12 μg/ml.
3.3.4.4 Penentuan linieritas kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam larutan NaOH 0,1 N
Pipet LIB II (100 μg/ml) berturut-turut 2 ml; 2,5 ml; 3 ml; 3,5 ml: 4 ml masing–
masing masukkan kedalam labu tentukur 25 ml ditambahkan larutan NaOH 0,1 N sampai
garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi berturut-turut 8 μg/ml; 10 μg/ml; 12 μg/ml;
14μg/ml; 16 μg/ml. Masing-masing larutan kemudian diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum.
3.3.5 Penentuan kurva serapan dan linearitas kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar
fosfat pH 6,8
Ditimbang natrium diklofenak baku sebanyak 50 mg, dimasukkan kedalam labu 100
ml. Ditambahkan larutan dapar fosfat pH 6,8 dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi
larutan dapar fosfat pH 6,8 sampai garis tanda. Konsentrasi teoritis 500 μg/ml (LIB I)
3.3.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II (LIB II)
3.3.5.3 Penentuan kurva serapan natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 6,8
Dipipet 3 ml dari LIB II dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, lalu ditambahkan
larutan dapar fosfat pH 6,8 sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 12 μg/ml.
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm.
3.3.5.4 Penentuan kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 6,8
Dipipet LIB II sebanyak 2,5 ml; 3 ml; 3,5 ml; 4 ml dan 4,5 ml masing-masing
dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml lalu diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,8
hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi berturut-turut 10 μg/ml; 12 μg/ml; 14
μg/ml; 16 μg/ml dan 18 μg/ml . Masing-masing larutan kemudian diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer, UV pada panjang gelombang maksimum. Kurva kalibrasi
antara jumlah serapan dengan konsentrasi dibuat dari data yang diperoleh, lalu dihitung
persamaan regresi dan koefisien korelasinya.
Cara: Diambil 6 tablet, masing-masing diletakkan pada tempat yang tersedia pada alat dengan
posisi tidur, alat diatur, kemudian ditekan tombol start. Pada saat tablet pecah angka
yang tertera pada layar digital dicatat. Syarat kekerasan tablet cepat hancur adalah 0,1 -
3 kg (Abu-Izza, et al., 2004).
Cara: Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu, dicatat beratnya (a gram). Tablet
dimasukkan ke dalam alat friabilator, lalu alat dijalankan selama 4 menit (100 kali
putaran). Setelah batas waktu yang ditentukan tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari
debu, lalu ditimbang beratnya (b gram).
Persyaratan: Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 1 menit
(Manivannan, 2009)
Uji ini menggunakan 6 sukarelawan untuk 5 kode formula ODT dan 1 kode formula
kontrol tanpa superdisintegran. Sebelum memulai uji, setiap sukarelawan diharuskan mencuci
mulut terlebih dahulu, lalu diletakkan satu tablet di atas lidah mereka dan dibiarkan tablet
hingga hancur sempurna. Waktu yang dibutuhkan agar tablet hancur tanpa mengunyah
dicatat, setelah itu tablet segera diludahkan. Titik akhir untuk waktu hancur dimulut adalah
waktu dimana tablet yang diletakkan di lidah menjadi hancur (tablet tidak utuh lagi).
Kertas saring yang berbentuk lingkaran diletakkan di kedalam cawan petri berdiameter
9 cm yang telah berisi 9 ml larutan warna metilen biru 0,1% b/v dalam air suling. Satu tablet
diletakkan perlahan-lahan dibagian tengah cawan petri tersebut, kemudian dicatat waktu
pembasahan sempurna dari tablet, kemudian ditimbang berat tablet sebelum dan sesudah
terbasahi. Rasio absorbsi air dihitung dengan rumus sebagai berikut (Bhowmik, et al., 2009):
R = 100 x (wa-wb)/wb
Keterangan:
Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang seksama sejumlah serbuk
setara dengan 50 mg natrium diklofenak (penimbangan serbuk dilakukan sebanyak 6 kali
pengulangan), dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml. Kemudian ditambahkan NaOH
0,1 N, dikocok hingga larut dan dicukupkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda.
Kemudian disaring, 10 ml filtrat pertama dibuang. Dipipet 1,2 ml filtrat, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda, lalu dikocok
sampai homogen hinggga diperoleh konsentrasi 12 μg/ml. Diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum yang diperoleh. Tablet natrium diklofenak mengandung zat berkhasiat
tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari hingga 101,0% dari yang tertera pada etiket
(USP, 2007).
Tablet yang dibuat yaitu tablet natrium diklofenak dengan berat satu tablet 300 mg dan
mengandung natrium diklofenak 50 mg, berarti bobot zat berkhasiat lebih kecil dari 50%
bobot sediaan karena itu penetapan keseragaman sediaan dilakukan dengan menetapkan
keseragaman kandungan (Ditjen POM, 1995) yang dilakukan sebagai berikut:
Satu tablet digerus lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dan
diencerkan dengan larutan NaOH 0,1 N hingga garis tanda. Kemudian disaring, 10 ml filtrat
pertama dibuang. Dipipet 1,2 ml filtrat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,
diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen hinggga
diperoleh konsentrasi 12 μg/ml. Larutan ini lalu diukur serapannya dengan menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis.
Tablet memenuhi persyaratan dalam keragaman bobot jika kadarnya terletak antara
85% hingga 115% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau
sama dengan 6,0%. Jika tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji 20 satuan tambahan, dan
persyaratan di penuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 terletak di luar rentang 85%
hingga 115% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan yang tertera pada etiket dan
tidak ada satuan yang terletak di luar rentang 80,0% hingga 120,0% dari yang tertera pada
etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8% (Ditjen POM,
1995).
Untuk menguji laju disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan alat Dissolution
Tester.
Waktu: 30 menit
Cara: Satu tablet dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah berisi 900 ml medium
disolusi yang bersuhu 37º ± 0,5ºC. Kemudian dayung diputar dengan kecepatan 50
rpm. Pada interval waktu 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28 dan 30 menit larutan
dipipet sebanyak 5 ml cuplikan lalu dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml lalu
diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 sampai garis tanda.
Persyaratan:Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q)
C14H10Cl2NNaO21 dari jumlah yang tertera pada etiket (Moffat, 2005).
Interpretasi: Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji
sesuai dengan tabel penerimaan. Apabila tidak memenuhi persyaratan maka
pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap, kecuali bila hasil pengujian memenuhi
tahap S1 atau S2. Kriteria penerimaan zat aktif yang larut dengan disolusi dapat
dilihat pada Tabel 3.2.