Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan antara satu

dengan yang lain. Dalam berhubungan tersebut manusia memerlukan

komunikasi agar dapat menjalin hubungan yang baik. Komunikasi dapat

dilakukan melalui bahasa. Bahasa memegang peranan penting dalam

kehidupan kita. Bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari

seseorang kepada orang lain, dari pembaca kepada pendengar, atau dari

penulis ke pembaca, sehingga manusia dapat berinteraksi dan menyampaikan

informasi kepada sesamanya. Selanjutnya, orang dapat mengemukakan ide-

idenya, baik secara lisan maupun secara tulisan dan sebagainya.

Bahasa juga berfungsi personal atau pribadi (disebut fungsi emotif)

maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si

penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga

memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini

pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah atau

gembira. Dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi

direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya

membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai

dengan yang diminta si penutur. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan

menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan,

1
2

permintaan, maupun rayuan. Jika dikaitkan antara penutur dan lawan tutur

akan terbentuk suatu tindak tutur dan peristiwa tutur. Peristiwa tutur ini pada

dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasi

untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut merupakan isi dari pembicaraan.

Seseorang dapat dikatakan menguasai bahasa tidak hanya mengetahui

arti ribuan kata, tetapi orang dapat dikatakan menguasai bahasa apabila ia

mampu menghasilkan kalimat-kalimat yang belum pernah didengar

sebelumnya. Oleh karena itu, agar dapat berbahasa dengan baik orang perlu

belajar berbahasa. Belajar berbahasa tidak cukup hanya mempelajari

pengetahuan tentang bahasa, tetapi bagaimana bahasa itu digunakan. Bidang

bahasa yang mengkaji bahasa dan bagaimana bahasa tersebut digunakan

adalah pragmatik. Dalam belajar pragmatik dapat memanfaatkan bidang

sastra. Percakapan-percakapan yang terdapat dalam karya sastra dapat

dimanfaatkan dalam pengajaran pragmatik., novel misalnya. Percakapan-

percakapan dalam novel juga merupakan percakapan yang memenuhi konteks

situasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2013:313) yang

menyatakan bahwa percakapan yang hidup dan wajar walau hal itu terdapat

dalam sebuah novel adalah percakapan yang bersifat pragmatik. Dengan

demikian, wacana pragmatik bisa terdapat dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Yule (dalam Marzuqi, 2016, p.6) mendefinisikan pragmatik sebagai

bidang yang mengkaji makna pembicara, makna menurut konteksnya, makna

yang diujarkan, makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh

pembicara, dan bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial
3

yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tersebut. Manfaat

belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata

tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan

mereka, dan jenis-jenis tindakan yang mereka perlihatkan ketika mereka

sedang berbicara. Kerugian yang besar adalah bahwa semua konsep manusia

sulit dianalisiskan dalam suatu cara yang konsisten dan objektif. Pragmatik

merupakan pelajaran yang sangat menarik, karena melibatkan orang saling

memahami satu sama lain secara linguistik (Yule, 2014, p.5—6), maka dari itu

peneliti tertarik untuk mengkaji tindak tutur dengan tinjauan pragmatik.

Dalam ruang lingkup pragmatik secara garis besar mengkaji tentang deiksis,

implikatur percakapan, kerja sama, praanggapan, dan tindak ujaran. Dalam hal

ini pragmatik akan sangat membantu dalam pengajaran bahasa (khususnya di

sekolah) yaitu pada tindak tutur yang terdapat pada lingkungannya.

Dalam kehidupan, manusia tidak lepas dari tuturan yang diujarkan

untuk melakukan percakapan dengan orang lain. Salah satu cara penyampaian

pesan penutur kepada mitra tutur yakni diwujudkan dengan bertutur satu sama

lain. Oleh karena itu, setiap orang tentunya memiliki ciri atau karakter yang

khas dalam mengutarakan percakapannya, karena antara orang yang satu

dengan yang lain jelas memiliki perbedaan dalam berbicara, sehingga hal ini

menyangkut pada tindak tutur.

Menurut Yule (2014:83), tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

ditampilkan lewat tuturan. Penutur biasanya berharap maksud tuturannya akan

dimengerti oleh pendengar. Richard (dalam Marzuqi, 2016:107) menjelaskan


4

bahwa kegiatan bertutur adalah suatu tindakan. Jika kegiatan bertutur

dianggap sebagai tindakan, berarti setiap kegiatan bertutur atau menggunakan

tuturan terjadi tindak tutur. Dengan demikian, dapat diperjelas oleh Marzuqi

(2016:108) tindak tutur adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa

kepada mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu. Apa makna

yang dikomunikasikan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan penggunaan

bahasa dalam bertutur tersebut, tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspek

situasional komunikasi (konteks).

Untuk mengetahui maksud dan tujuan berkomunikasi peristiwa tutur

diwujudkan dalam sebuah kalimat. Dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh

seorang penutur dapat diketahui apa yang dibicarakan dan diinginkan penutur

sehingga dapat dipahami oleh mitra tutur. Akhirnya mitra tutur akan

menanggapi kalimat yang dibicarakan oleh penutur. Misalnya, kalimat yang

hanya sekedar memberikan informasi saja, kalimat yang memerlukan

jawaban, dan kalimat yang meminta lawan tutur untuk melakukan suatu

tindakan atau perbuatan.

Searle (dalam Marzuqi, 2016, p.108) membagi tindak tutur menjadi

tiga macam tindakan yang berbeda yakni lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan sesuatu,

biasanya dipandang kurang penting dalam kajian tutur. Dalam tindak tutur

lokusi, makna kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus dan

makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya. Tindak tutur ilokusi adalah

tindak untuk melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam
5

kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Tarigan (2009:34) menyatakan secara

singkat bahwa tindak ilokusi merupakan melakukan suatu tindakan dalam

mengatakan sesuatu. Selanjutnya, Searle (dalam Marzuqi, 2016, p.109)

menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima macam wujud tuturan

yaitu, (1) asertif/representatif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5)

deklarasi.

Sebuah novel memiliki alur kisah kehidupan. Kisah ini dapat

diungkapkan dengan gaya (style), narasi, atau percakapan tokoh. Percakapan

dalam sebuah novel mempunyai konteks sesuai situasi yang terdapat dalam

novel tersebut. Percakapan seperti ini dapat dianalisis dengan pendekatan

pragmatik. Leech dan Short (dalam Nurgiyantoro, 2013, p.314) menyatakan

bahwa untuk memahami sebuah percakapanyang memiliki konteks tertentu,

kita tidak hanya mengandalkan pengetahuan leksikal dan sintaksis saja,

melainkan harus pula disertai dengan interpretasi pragmatik. Dengan

demikian, jelas bahwa novel yang berisi banyak percakapan dapat dianalisis

tindak tuturnya. Kajian pragmatik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kajian pragmatik lingustik pada karya sastra. Penelitian ini akan membahas

tindak tutur yang terdapat dalam karya sastra dengan pendekatan pragmatik

bukan membahas makna karya sastranya.

Pengkajian karya sastra yang meliputi unsur-unsur bersifat primer

adalah bahasa yang digunakan oleh karya sastra itu sendiri. Penelitian ini juga

dimaksudkan untuk mengkaji karya sastra pada bidang primernya atau

bahasanya. Hal ini disebabkan karena cara pengucapan bahasa dalam prosa
6

(stile) sangat berpengaruh terhadap kualitas estetika karya sastra dan hanya

karya sastra yang berkualitas yang mampu membangkitkan tanggapan

emosional pembaca.

Dengan demikian, peneiliti bertujuan untuk lebih memperluas dan

menambah wawasan dengan mengkaji percakapan yang terjadi dalam novel

Wasripin dan Satinahdengan analisis tindak tutur lokusi, ilokusi beserta

jenisnya serta tindak tutur perlokusi dengan harapan dapat menambah

wawasan bahwa dalam percakapan novel tersebut terdapat berbagai macam

penggunaan bentuk dan jenis tindak tutur. Alasan kedua, penelitian yang

sudah ada mayoritas yang dianalisis adalah tindak tutur yang berupa bahasa

lisan dan tuturan secara langsung, sedangkan peneliti saat ini akan berusaha

mencari objek lain yakni percakapan yang ada dalam novel yang merupakan

bahasa tulis dan tuturan tidak langsung.Dari berbagai paparan di atas, peneliti

tertarik untuk mengkaji tindak tutur dalam novel dengan judul Tindak Tutur

dalam Dialog Novel Wasripin dan Satinah Karya Kuntowijoyo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah umum yang

didapat adalah “Bagaimanakah penggunaan tindak tutur dalam dialog novel

Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo?” Rumusan masalah umum

tersebut, diperinci ke dalam rumusan masalah khusus sebagai berikut.

1) Bagaimana tindak tutur lokusi dalam novel Wasripin dan Satinah

karya Kuntowijoyo?
7

2) Bagaimana tindak tutur ilokusi dalam novel Wasripin dan Satinah

karya Kuntowijoyo yang meliputi asertif, direktif, ekspresif,

komisif, dan deklaratif?

3) Bagaimana tindak tutur perlokusi dalam novel Wasripin dan

Satinah karya Kuntowijoyo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian umum adalah

mendeskripsikan penggunaan tindak tutur dalam dialog novel Wasripin

dan Satinah karya Kuntowijoyo. Adapun tujuan khusus sebagai berikut:

1) mendeskripsikan penggunaan tindak tutur lokusi dalam dialog

novelWasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo;

2) mendeskripsikan penggunaan tindak tutur ilokusi dalam dialog

novelWasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo yang meliputi

asertif,direktif,ekspresif, komisif, dan deklaratif;

3) mendeskripsikanpenggunaan tindak tutur perlokusidalam dialog novel

Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori dan

wawasan bagi perkembangan ilmu pragmatik, khususnya pada

penggunaan tindak tutur dalam dialog novel Wasripin dan Satinah

karya Kuntowijoyo.
8

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan secara praktis dapat bermanfaat sebagai

berikut.

1) Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan tentang

bentuk penggunaan tindak tutur dalam dialog novel.

2) Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan pengertian dan

pemahaman dengan tepat tentang penggunaan tuturan dalam dialog

novel.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terhadap istilah

dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah berikut.

1) Pragmatik adalah telaah mengenai bagaimana sebuah konteks

memengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan makna kalimat yang

disampaikan penutur.

2) Tindak tutur adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu

maksud dari pembicara diketahui pendengar.

3) Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan

sesuatu. Dalam tindak tutur lokusi makna kalimat sesuai dengan

makna kata itu dalam kamus dan kaidah sintaksisnya.

4) Tindak tutur ilokusi merupakan melakukan suatu tindakan dalam

mengatakan sesuatu.

5) Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penutur pada

kebenaran proposisi yang sedang diungkapkannya.


9

6) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan oleh

penuturnya untuk membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan

tindakan-tindakan yang dikehendakinya.

7) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang berfungsi menyatakan

sikap psikologis penutur terhadap keadaan tertentu, seperti berterima

kasih, memberi selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji, berbela

sungkawa, menyanjung, dan mengkritik.

8) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang digunakan untuk

menyatakan janji atau penawaran tertentu seperti berjanji, bersumpah,

menyatakan kesanggupan dan menawarkan sesuatu.

9) Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan

antara isi tuturan dengan kenyataannya misal berpasrah, memecat,

memberi nama, memutuskan, mengucilkan, menggolongkan,

mengangkat, mengampuni, dan menghukum.

10) Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang menumbuhkan

pengaruh kepada mitra tutur oleh penutur.

11) Dialog adalah percakapan yang terjadi antara dua tokoh atau lebih

dalam suatu adegan.

12) Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang menyuguhkan tokoh-

tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa secara tersusun dan

ceritanya dapat menjadi suatu pengalaman yang nyata.

13) Novel Wasripin dan Satinah adalah novel karya Kuntowijoyo yang

terbit pada tahun 2003 dan dicetak ulang pada tahun 2013.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian tidak terlepas dari penelitian yang lain. Banyak

peneliti terdahulu yang meneliti tentang penggunaan tindak tutur. Adapun

penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Niswati

(2013), Cahyani (2015), Sari (2012), dan Waldiyati (2012).

Niswati (2013) berjudul Tindak Tutur Guru dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia di Kelas VII SMP Ma’arif Pucuk dengan tujuan penelitian

untuk mendeskripsikan (1) penggunaan tindak tutur ilokusi, dan (2) fungsi

penggunaan tindak tutur ilokusi. Adapun metode yang digunakan adalah

longitudinal dan cross-sectional yakni waktunya adalah suatu titik tertentu.

Teknik pengambilan data penelitian ini adalah simak-rekam-catat. Data yang

diperoleh adalah dari kalimat-kalimat yang digunakan oleh guru bahasa

Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas. Dari penelitian ini dapat

dihasilkan bahwa penggunaan bentuk tindak tutur ilokusi yang digunakan oleh

guru bahasa Indonesia berfungsi sebagai kalimat perintah, tanya, dan berita.

Penelitian Cahyani (2015) dengan judul

AnalisisTindakTuturIlokusidalamBahasaJepang bertujuan untuk mengetahui

(1) apa saja tindak tutur tidak langsung ilokusi, dan (2) tujuan penggunaan

tindak tutur ilokusi dalam film berbahasa Jepang. Penelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari tuturan-tuturan yang

10
11

terdapat dalam film Great Teacher Onizuka Special Graduation yang

mengandung tindak tutur tidak langsung ilokusi. Metode pengambilan data

menggunakan metode simak dan teknik catat. Analisis data menggunakan

pendekatan fungsionalisme. Berdasarkan hasil dari analisis yang telah

dilakukan dari 21 data bahwa tindak tutur tidak langsung ilokusi memiliki

empat jenis yaitu tindak tutur direktif,tindak tutur ekspresif, tindak tutur

komisif, dan tindak tutur deklarasi. Tujuan penggunaan dari tindak tutur

direktif yaitu untuk menyuruh, meminta, dan mengajak. Tujuan penggunaan

tindak tutur ekspresif yaitu untuk memuji. Tujuan

penggunaantindaktuturkomisifyaituuntukberjanjidanmengancam. Tujuan

penggunaan tindak tutur deklarasi yaitu untuk melarang.

Sari (2012) dengan judul AnalisisTindakTuturPenjualdanPembeli di

PasarSatwadanTanamanHias Yogyakarta (KajianPragmatik)bertujuan untuk

mendeskripsikan bentuk tindak tutur dan jenis tindak tutur lokusi, ilokusi, dan

perlokusi yang terdapat dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Satwa

dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Settingpenelitian ini dilakukan di

PASTY. Subjek penelitian ini adalah tuturan penjual dan pembeli di PASTY.

Objek penelitian ini adalah tindak tutur. Sampel percakapan yang diambil

sebanyak 50 percakapan. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

menggunakan metode simak. Data disimak dengan menggunakan teknik

rekam dan catat. Sementara itu, analisis data yang digunakan adalah melalui

kriteria penentu jenis tindak tutur. Hasil penelitian dapat dijabarkan sebagai

berikut. 1) Bentuk tindak tutur yang ditemukan dalam komunikasi antara


12

penjual dan pembeli di PASTY yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi

dan tindak tutur perlokusi. 2) Jenis tindak tutur lokusi yang ditemukan dalam

komunikasi penjual dan pembeli di PASTY yaitu lokusi pernyataan, lokusi

perintah dan lokusi pertanyaan. 3) Jenis tindak tutur ilokusi yang ditemukan

dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY yaitu asertif, direktif,

komisif dan ekspresif. Dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di

PASTY tidak ditemukan jenis deklarasi. Hal tersebut disebabkan tidak

ditemukan bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan.

4) Jenis tindak tutur perlokusi yang terdapat dalam komunikasi penjual dan

pembeli di PASTY yaitu perlokusi verbal dan perlokusi nonverbal.

Waldiyati (2012) dengan judul

TindakTuturdalamWacanaIklanBerbahasa Indonesia di Radio SuaraGiri

FMbertujuan (1) untuk mendeskripsikan jenis tindak tutur ilokusi yang

digunakan dalam wacana iklan di radio suara Giri FM, dan (2) untuk

mengidentifikasi fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam wacana

iklan di radio suara Giri FM. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan tehnik simak,

rekam, dan catat. Data penelitian ini diperoleh dari tuturan wacana iklan dan

sumber datanya berupa jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi di radio suara Giri

FM. Data dianalisis dengan menggunakan metode heuristik, yaitu jenis tugas

pemecahan masalah yang dihadapi penutur dalam menginterprestasi sebuah

tuturan atau ujaran, kemudian dipaparkan dengan menggunakan metode

informal, yaitu pemaparan data yang berbentuk tuturan dan bukan data yang
13

berupa angka, tanda-tanda, atau lambang-lambang. Berdasarkan hasil analisis

data, jenis dan fungsi tuturan ilokusi dalam wacana iklan di radio suara Giri

FM terdapat lima jenis tindak ilokusi dan empat jenis fungsi tindak tutur

ilokusi. Kelima jenis tindak ilokusi adalah representatif, komisif, ekpresif,

direktif, dan deklaratif. Fungsinya adalah untuk menyatakan, menawarkan

sesuatu, memuji, dan mengajak. Untuk lebih jelasnya terkait penelitian yang

relevan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Penelitian yang Relevan

NO PENELITI JUDUL METODE HASIL

Metode yang Dari penelitian ini dapat dihasilkan


digunakan adalah bahwa penggunaan bentuk tindak
Tindak Tutur longitudinal dan tutur ilokusi yang digunakan oleh
Guru dalam cross-sectional guru bahasa Indonesia berfungsi
Pembelajaran yakni waktunya sebagai kalimat perintah, tanya,
1 Niswati Bahasa adalah suatu titik dan berita.
(2013) Indonesia di tertentu. Teknik
Kelas VII pengambilan data
SMP Ma’arif penelitian ini
Pucuk adalah simak-
rekam-catat.

Berdasarkan hasil dari analisis


yang telah dilakukan dari 21 data
bahwa tindak tutur tidak langsung
ilokusi memiliki empat jenis yaitu
tindak tutur direktif,tindak tutur
ekspresif, tindak tutur komisif, dan
tindak tutur deklarasi. Tujuan
Metode
penggunaan dari tindak tutur
pengambilan data
direktif yaitu untuk menyuruh,
menggunakan
14

Analisis metode simak meminta, dan mengajak. Tujuan


Tindak Tutur dan teknik catat. penggunaan tindak tutur ekspresif
2 Cahyani Ilokusi Analisis data yaitu untuk memuji. Tujuan
(2015) dalam menggunakan penggunaantindaktuturkomisifyaitu
Bahasa pendekatan untukberjanjidan mengancam.
Jepang fungsionalisme. Tujuan penggunaan tindak tutur
deklarasi yaitu untuk melarang.

Pengumpulan Hasil penelitian dapat dijabarkan


data penelitian sebagai berikut. 1) Bentuk tindak
Analisis dilakukan dengan tutur yang ditemukan dalam
Tindak Tutur menggunakan komunikasi antara penjual dan
Penjual dan metode simak. pembeli di PASTY yaitu tindak
3 Sari (2012) Pembeli di Data disimak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi
Pasar Satwa dengan dan tindak tutur perlokusi. 2) Jenis
dan Tanaman menggunakan tindak tutur lokusi yang ditemukan
Hias teknik rekam dan dalam komunikasi penjual dan
Yogyakarta catat. Sementara pembeli di PASTY yaitu lokusi
(Kajian itu, analisis data pernyataan, lokusi perintah dan
Pragmatik) yang digunakan lokusi pertanyaan. 3) Jenis tindak
adalah melalui tutur ilokusi yang ditemukan dalam
kriteria penentu komunikasi antara penjual dan
jenis tindak tutur. pembeli di PASTY yaitu asertif,
direktif, komisif dan ekspresif.
Dalam komunikasi antara penjual
dan pembeli di PASTY tidak
ditemukan jenis deklarasi. Hal
tersebut disebabkan tidak
ditemukan bentuk tuturan yang
menghubungkan isi tuturan dengan
kenyataan. 4) Jenis tindak tutur
perlokusi yang terdapat dalam
komunikasi penjual dan pembeli di
PASTY yaitu perlokusi verbal dan
perlokusi nonverbal.
15

Pendekatan yang Berdasarkan hasil analisis data,


digunakan adalah jenis dan fungsi tuturan ilokusi
Tindak Tutur pendekatan dalam wacana iklan di radio suara
dalam deskriptif Giri FM terdapat lima jenis tindak
4 Waldiyati Wacana
(2012) kualitatif. ilokusi dan empat jenis fungsi
Iklan Metode tindak tutur ilokusi. Kelima jenis
Berbahasa pengumpulan tindak ilokusi adalah representatif,
Indonesia di data komisif, ekpresif, direktif, dan
Radio Suara menggunakan deklaratif. Fungsinya adalah untuk
Giri FM tehnik simak, menyatakan, menawarkan sesuatu,
rekam, dan catat. memuji, dan mengajak.
Data dianalisis
dengan
menggunakan
metode heuristik,
yaitu jenis tugas
pemecahan
masalah yang
dihadapi penutur
dalam
menginterprestasi
sebuah tuturan
atau ujaran,
kemudian
dipaparkan
dengan
menggunakan
metode informal,
yaitu pemaparan
data yang
berbentuk tuturan
dan bukan data
yang berupa
angka, tanda-
tanda, atau
lambang-
lambang
16

Persamaan keempat penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada

objeknya yakni tindak tutur. Adapun perbedaannya terletak pada subjeknya yakni

pada penelitian (1) menggunakan subjek guru bahasa Indonesia, (2)subjek

tuturan-tuturan yang terdapat dalam film Great Teacher Onizuka Special

Graduation, (3) subjeknya tuturan penjual dan pembeli di pasar satwa dan

tanaman hias Yogyakarta, (4) tuturan yang ada dalam wacana iklan di radio suara

Giri FM. Perbedaan kedua terletak pada pendekatan yang digunakan yakni pada

penelitian pertama ketiga dan keempat menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif dan peneliti kedua menggunakan pendekatan fungsionalisme. Perbedaan

ketiga terletak pada tujuan penelitian yakni pada penelitian pertama bertujuan

untuk mendeskripsikan penggunaan tindak tutur ilokusi, dan fungsi penggunaan

tindak tutur ilokusi. Penelitian kedua bertujuan untuk mengetahui apa saja tindak

tutur tidak langsung ilokusi, dan tujuan penggunaan tindak tutur ilokusi dalam

film berbahasa Jepang. Peneliti ketiga bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk

tindak tutur dan jenis tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang terdapat

dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Satwa dan Tanaman Hias

Yogyakarta (PASTY). Adapun peneliti keempat bertujuan untuk mendeskripsikan

jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam wacana iklan di radio suara Giri

FM, dan untuk mengidentifikasi fungsi tindak tuturi lokusi yang digunakan dalam

wacana iklan di radio suara Giri FM. Adapun perbedaan terakhir pada metode dan

teknik pemerolehan data yakni pada peneliti pertama, ketiga dan keempat sama

menggunakan metode dan teknik simak-rekam-catat, sedangkan pada penelitian

kedua menggunakan metode simak-catat.


17

Adapun sumbangan yang diberikan oleh peneliti terdahulu yang relevan

yakni (1) memberikan wawasan yang lebih luas mengenai konsep-konsep tindak

tutur dari para ahli beserta jenis dan fungsinya masing-masing, (2) memberikan

wawasan baru mengenai subjek yang dikaji dalam tindak tutur bisa bervariasi,

tidak hanya tuturan secara langsung yang melibatkan tatap muka, melainkan

tuturan tidak langsung yang melalui media juga bisa dianalisis tindak tuturnya,

dan (3) memberikan pengetahuan tentang berbagai macam metode dan teknik

pengumpulan data, sehingga mampu menjadi referensi buat peneliti selanjutnya.

Dengan berbagai paparan di atas, peneliti berinisiatif untuk mencari subjek yang

berbeda pula yakni menggunakan dialog-dialog dalam novel dan dengan tujuan

untuk mendeskripsikan bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta

menggunakan metode dan teknik simak-catat.

B. Novel sebagai Karya Sastra

Sastra sering dikatakan sebagai “tulisan yang indah”, juga dikaitkan

dengan sebagai “pembentuk budi pekerti” (Sutardi, 2011, p.1). Sastra dikatakan

sebagai karya yang indah dan bermanfaat karena karya sastra dapat memberikan

kesenangan kepada pembaca. Selain itu, karya sastra juga memberikan

pengetahuan dan pengalaman yang sangat menarik kepada pembaca yang

sebelumnya belum ia ketahui.

Sastra merupakan suatu karya seni kreatif yang berobjek manusia dan

bermedium bahasa dalam kehidupan masyarakat. Sebagai karya kreatif, sastra

harus mampu menghasilkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan

kebutuhan keindahan manusia. Sastra juga sebagai seni kreatif yang


18

mempergunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya untuk

menyampaikan ide, teori, atau sistem berfikir.

Secara umum karya sastra dibagi menjadi tiga macam, yaitu berbentuk

prosa, puisi, dan drama. Karya sastra yang berbentuk prosa terdiri atas novel dan

cerpen, novel dapat dikaitkan sebagai hasil karya sastra. Karena novel karya sastra

yang menawarkan sebuah dunia yang berisi modul yang diidealkan dunia

intrinsiknya. Banyak pengalaman dan berbagai kejadian dalam perjuangan hidup

manusia dimunculkan oleh pengarang untuk kelahiran sebuah novel sebagai reaksi

terhadap keadaan. Nurgiyantoro (2013:29) menjelaskan bahwa novel merupakan

rekaan yang panjang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian

peristiwa dan latar secara tersusun, sebuah novel merupakan sebuah totalitas,

sesuatu keseluruhan yang bersifat artistik, sebagai totalitas novel mempunyai

bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara

erat dan saling menguntungkan.

Novel merupakan karya yang bersifat realistis yang lebih tinggi

sehingga novel dapat berkembang dari bentuk-bentuk nonfiksi, misalnya surat,

biografi, kronik, atau, sejarah. Jadi, novel berkembang dari dokumen-dokumen

dan secara stilistik menekankan pentingnya detil dan bersifat mimesis

(Nurgiyantoro, 2013, p.18). Novel yang baik haruslah memenuhi kriteria

kepaduan. Artinya, segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi

mendukung tema utama. Walaupun tidak bersifat kronologis, tetapi harus saling

berkaitan secara logika. Maka dari itu, novel dikatakan dunia dalam skala yang

lebih besar dan kompleks yang mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang
19

dipandang actual namun semuanya tetap saling berjalinan. Novel umumnya terdiri

dari sejumlah bab yang masing-masing berisi cerita yang berbeda. Hubungan

antarbab kadang-kadang merupakan hubungan sebab akibat dan dapat diketahui

setelah membaca semua bab dari novel tersebut (Nurgiyantoro, 2013, p.17).

Dari berbagai paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel

merupakan karya sastra yang berisikan cerita fiktif yang menggambarkan atau

melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif

tidak hanya sebagai cerita yang mengandung imajinasi belaka, namun juga bisa

diangkat dari kisah nyata kehidupan seseorangyang kemudian diolah sedemikian

rupa oleh pengarang menjadi cerita fiktif yang berbentuk mimesis (tiruan).

C. Hakikat Pragmatik

Pragmatik mempunyai kaitan erat dengan semantik. Leech (1983:22)

menyebutkan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya

dengan situasi-situasi ujar (speech situations) yang meliputi unsur-unsur penyapa

dan yang disapa, konteks, tujuan, tindak ilokusi, tuturan, waktu dan tempat. Selain

itu, Wijana (dalam Marzuqi, 2016, p.7) mengatakan bahwa pragmatik adalah

cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni

bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi.

Levinson (dalam Marzuqi, 2016, p.6) mendefinisikan pragmatik sebagai

(1) kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan

pengertian bahasa. Di sini, pengertian/pemahaman bahasa merujuk pada fakta

bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga

pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungan
20

dengan konteks pemakaiannya; dan (2) kajian tentang kemampuan pemakai

bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi

kalimat-kalimat itu.

Sejalan dengan pendapat di atas, Yule (dalam Marzuqi, 2016, p.6)

menyebutkan 4 definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna

pembicara, (2) makna menurut konteksnya, (3) bidang yang melebihi kajian

tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau

terkomunikasikan oleh pembicara, dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi

menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan

tertentu.

Selain pendapat pakar pragmatik dunia di atas, para pakar pragmatik

Indonesia juga mencoba mendefinisikan ilmu pragmatik secara jelas. Purwo

(dalam Marzuqi, 2016, p.7) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai

makna tuturan menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan

memperlakukan bahasa secara pragmatik adalah memperlakukan bahasa dengan

mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi

(Purwo dalam Marzuqi, 2016, p.7).

Berdasarkan teori dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari bahasa yang digunakan

untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu yang terikat konteks/mengkaji maksud

penutur. Konteks didefinisikan oleh Leech (1983:13) sebagai latar belakang

pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur
21

dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada

waktu membuat tuturan tertentu.

D. Aspek-Aspek Situasi Ujar

Leech (1983:19—21) membagi aspek-aspek situasi ujar menjadi 5 bagian,

yaitu: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai

bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai tindakan verbal.

1. Penutur dan Mitra Tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi

pragmatis tertentu di dalam proses komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah

orang yang menjadi sasaran atau sekaligus kawan penutur di dalam penuturan. Di

dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih

berganti, yang semula berperan sebagai penutur dalam tahap bertutur selanjutnya

dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek terkait dengan

komponen penutur dan mitra tutur antara lain: usia, latar belakang sosial,

ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat keakraban.

2. Konteks Tuturan

Konteks tuturan dalam tata bahasa mencakup semua aspek fisik atau

latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresikan. Konteks yang

bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks.

Sementara itu, konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam

pragmatik, konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang

dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks itu berperan
22

membantu mitra tuturnya, konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam

menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.

3. Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan

melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang

melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan. Leech

mengatakan bahwa sering sekali lebih berguna untuk memakai istilah tujuan

atau fungsi daripada makna suatu tuturan. Istilah tujuan lebih netral daripada

maksud, karena tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau

motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-

kegiatan yang berorientasi tujuan seperti halnya dalam kegiatan bertutur.

4. Tindak Tutur sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas

Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa

tindak tutur itu merupakan suatu tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu

tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya

saja, pada tindakan mencubit dan menendang, bagian tubuh yang berperan

berbeda dengan tindak bertutur. Pada tindakan mencubit tanganlah yang

berperan, pada tindakan menendang kakilah yang berperan, sedangkan

tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan.

5. Tuturan sebagai Bentuk Tindak Verbal

Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu

dibedakakn menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal.

Berbicara atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Karena tercipta melalui
23

tindakan verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekspresikan kata-kata

atau bahasa.

E. Hakikat Tindak Tutur

Leech (dalam Marzuqi, 2016, p.106) mengatakan bahwa tindak tutur

merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga

merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang pragmatik seperti

praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama dan prinsip

kesantunan. Yule (2014:83) menjelaskan bahwa tindak tutur adalah tindakan-

tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Penutur biasanya berharap maksud

tuturannya akan dimengerti oleh pendengar. Searle (1975) menjelaskan bahwa

pada hakikatnya semua tuturan mengandung arti tindakan, dan bukan hanya

tuturan yang mempunyai kata kerja performatif. Selain itu, Searle juga

berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak

tutur. Seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah,

menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan

selamat, dan lain-lain.

Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah

Kridalaksana ‘pertuturan’/ speech act, speech event) adalah pengujaran

kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui

pendengar (Kridalaksana dalam Marzuqi, 2016, p.107). Selain itu, Richard

(dalam Marzuqi, 2016, p.107) menjelaskan bahwa kegiatan bertutur adalah

suatu tindakan. Jika kegiatan bertutur dianggap sebagai tindakan, berarti setiap

kegiatan bertutur atau menggunakan tuturan terjadi tindak tutur.


24

Dengan demikian, dapat diperjelas oleh Marzuqi (2016:108) tindak

tutur adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur

dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu. Apa makna yang

dikomunikasikan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan penggunaan bahasa

dalam bertutur tersebut, tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspek situasional

komunikasi (konteks).

F. Jenis-Jenis Tindak Tutur

Searle (dalam Marzuqi, 2016, p.108) menyatakan bahwa secara

pragmatis, setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan

oleh seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur lokusi,

tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi.

J.L Austin (dalam Tarigan, 2009, p.109) dalam bukunya yang berjudul

“How to do things with words” telah membedakan tiga jenis tindak tutur,

yaitu : (1) tindak lokusi (melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu), (2)

tindak ilokusi (melakukan suatu tindakan dalam menyatakan sesuatu), (3)

tindak perlokusi (melakukan sesuatu tindakan dengan mengatakan sesuatu).

Untuk lebih jelasnya tentang ketiga teori tindak tutur tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut.

1. Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan

sesuatu, biasanya dipandang kurang penting dalam kajian tutur. Dalam tindak

tutur lokusi makna kalimat sesuai dengan makna kata itu dalam kamus dan

menurut kaidah sintaksisnya. Fokus lokusi adalah makna tuturan yang


25

diucapkan, bukan memermasalahkan maksud atau fungsi tuturan itu. Rahardi

(dalam Marzuqi, 2016, p.108) mendefinisikan bahwa lokusi adalah tindak

bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung

oleh kata, frasa, dan kalimat itu.

Sehubungan dengan tindak lokusi, Leech (1983:316) memberikan

rumus tindak lokusi bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur menuturkan

kepada mitra tutur bahwa kata-kata yang diucapkan dengan suatu makna dan

acuan tertentu.Dari batasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak

lokusi hanya berupa tindakan menyatakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya

tanpa disertai unsur nilai dan efek terhadap mitra tuturnya. Tindak lokusi

merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi karena dalam

pengidentifikasiannya tidak memerhitungkan konteks tuturan (Rohmadi dalam

Marzuqi, 2016, p.109).

Contoh tuturan yang mengandung tindak lokusi dalam novel yakni,

nama saya Wasripin. Kalimat tersebut dituturkan oleh Wasripin kepada

satpam. Dilihat dari segi lokusinya, penutur hanya menyatakan hal tersebut

kepada mitra tutur. Kalimat tersebut hanya memberikan informasi dan

memperkenalkan diri jika namanya adalah Wasripin.

2. Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur melakukan sesuatu dengan maksud

dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Dalam

tindak ilokusi, terdapat semacam daya (force) yang dikuatkan sebuah makna

tuturan. Lubis (dalam Setiawan, 2005, p.22) memberikan definisi lebih rinci
26

dengan beberapa batasan mengenai tindak ilokusi yaitu pengucapan suatu

pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan, permintaan maaf dan sebagainya. Ini

erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu

ungkapan. Tindak ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang

lain yang terungkap dengan kata-kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte

kepada dan sebagainya. Contoh tuturan yang mengandung tindak ilokusi, ada

anjing gila.Kalimat tersebut yang biasa ditemui di pintu pagar atau di bagian

depan rumah pemilik anjing tidak hanya berfungsi untuk membawa informasi,

tetapi untuk memberi peringatan apabila ditujukan kepada pencuri, tuturan itu

pula ditujukan untuk menakut-nakuti.

Tarigan (2009:34) menyatakan secara singkat bahwa tindak ilokusi

merupakan melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Selanjutnya,

Searle (dalam Marzuqi, 2016, p.109) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke

dalam lima macam wujud tuturan yaitu, (a) asertif, (b) direktif, (c) ekspresif,

(d) komisif, dan (e) deklaratif. Adapun rinciannya sebagai berikut.

a) Asertif

Asertif yakni tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran

proposisi yang sedang diungkapkannya. Wujud tindak tutur asertif

mencakup menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, menuntut,

mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian,

menyebutkan, berspekulasi dan mengklaim. Contoh kalimatnya: Hujan

sedang turun.
27

Kalimat tersebut dituturkan oleh teman kepada teman yang

lainnya. Tuturan tersebut tidak hanya memberikan informasi kalau sedang

hujan melainkan kalimat tersebut dimaksudkan untuk menyatakan bahwa

tuturan tersebut sesuai dengan penggambaran fenomena cuaca dunia yang

sering hujan. Dengan kata lain, kalimat tersebut mengandung nilai

kebenaran dan dibuat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

b) Direktif

Direktif yakni tindak tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya

untuk membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan-tindakan

yang dikehendakinya. Adapun yang termasuk ke dalam tindak tutur

direktif adalah tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan,

mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, memohon, menantang, dan

memberi aba-aba.

Contoh kalimat: Angkat tanganmu! Kalimat tersebut memiliki

maksud bahwa penutur meminta mitra tutur agar mengikuti perintah

penutur untuk melakukan tindakan yang diperintahkan. Tuturan tersebut

tidak hanya memberikan informasi agar mitra tutur mengangkat tangannya

melainkan mitra tutur harus melakukan tindakan mengangkat tangan

sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh penutur.

c) Ekspresif

Ekspresif yakni tindak tutur yang berfungsi menunjukkan atau

menyatakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan tertentu, seperti


28

berterima kasih, minta maaf, memuji, menyalahkan, berbela sungkawa.

Contoh kalimat: Terima kasih.

Kalimat di atas bila dituturkan oleh perempuan kepada laki-laki

yangmemberikan hadiah kepada perempuan, tuturan tersebut berfungsi

untukmengekspresikan perasaan senang perempuan itu karena telah diberi

hadiah. Kalimat tersebut tidak hanya memberikan informasi saja tetapi

juga dimaksudkan agar ujaran tersebut diartikan sebagai evaluasi terhadap

tindakan laki-laki yang telah memberikan hadiah tersebut.

d) Komisif

Komisif yakni tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan janji

atau penawaran tertentu, seperti berjanji, bersumpah, menyatakan

kesanggupan, dan menawarkan sesuatu. Contoh kalimat: Saya akan

menepati janji. Kalimat tersebut bila diutarakan oleh teman yang sering

mengingkari janji, maka kalimat tersebut tidak hanya memberikan

informasi bahwa ia akan menepati janji tetapi tuturan tersebut mengikat

penuturnya agar melaksanakan apa yang telah diujarkan.

e) Deklaratif

Deklaratifyakni tindak tutur yang menghubungkan antara isi

dengan kenyataannya, misal berpasrah, memecat, memberi nama,

memaafkan, mengucilkan, menggolongkan, dan menghukum. (Marzuqi,

2016:110—112). Contoh kalimat: Mulai besok tidak perlu datang lagi.

Kalimat di atas apabila dituturkan pemilik toko kepada pegawainya

yang sedang atau telah melakukan kesalahan. Kalimat ini selain


29

memberikan informasi agar tidak perlu datang lagi tetapi juga

dimaksudkan bahwa pegawai tersebut dipecat dari pekerjaannya dan

pemilik toko melarang pegawainya itu untuk datang lagi besok dan

seterusnya.

3. Tindak Perlokusi

Tindak perlokusi merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada

mitra tutur oleh penutur. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang

mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur yang mendengar tuturan

itu. Maka dari itu tindak perlokusi sering disebut sebagai the act of affective

someone (tindak yang memberi efek pada orang lain). Secara singkat dapat

dikatakan bahwa tindak perlokusi mengacu pada hasil dari tuturan tersebut.

Menurut Wijana (dalam Marzuqi, 2016, p.113) tindak perlokusi adalah

tindak tutur yang pengaturannya dimaksud untuk memengaruhi lawan tutur.

Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam kategori tindak perlokusi

bila memiliki daya ilokusi yang kuat yaitu mampu menimbulkan efek tertentu

bagi mitra tutur. Verba tindak ujar yang membentuk tindak perlokusi,

diantaranya dapat dipisahkan dalam tiga bagian besar, yakni : (1) mendorong

mitra tutur untuk: meyakinkan, menipu, memerdayakan, membohongi,

menganjurkan, membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu,

mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan, menggelikan hati;

(2) membuat mitra tutur melakukan, mengilhami, memengaruhi, mencamkan,

mengalihkan, mengganggu, membingungkan; (3) membuat mitra tutur


30

memikirkan tentang : mengurangi ketegangan, memalukan, memersukar,

menarik perhatian, menjemukan, membosankan.

Contoh kalimat tindak perlokusi: Jangan bermain api nanti akan

terjadi kebakaran!. Kalimat tersebut mengandung tindak perlokusi yakni mitra

tutur melakukan tindakan tidak bermain api karena tuturan di atas tidak hanya

memberikan informasi tetapi juga memperingatkan dan menakuti mitra tutur.


BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam melakukan sebuah penelitian diharuskan memilih metode yang

baik, agar menghasilkan penelitian yang baik pula. Agar penelitian ini memeroleh

hasil yang optimal digunakan metode yang mencakup beberapa hal, yaitu (a) jenis

penelitian, (b) data dan sumber data penelitian, (c) pengumpulan data penelitian,

(d) prosedur pengumpulan data, dan (e) teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan fakta

yang ada pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan berupa bahasa seperti

apa adanya (Sudaryanto, 1990, p.18—19). Penelitian deskriptif digunakan karena

data yang diperoleh berupa tuturan-tuturan yang tidak dianalisis secara statistik.

Pendekatan kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka-angka melainkan

penggunaan bentuk-bentuk bahasa. Penelitian kualitatif bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong, 2016, p.6).

Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang terdapat dalam karya sastra yang kemudian

disusul dengan menafsirkannya serta menyajikannya dalam bentuk

deskripsi.Sejalan dengan pernyataan di atas, Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,

2016, p.4)mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

31
32

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan prilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada

latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh

mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi

perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

B. Sumber Data dan Data Penelitian

Perlu diketahui bahwa pengertian sumber data dan data penelitian itu

berbeda. Sumber data adalah tempat asal data diperoleh. Adapun data penelitian

adalah suatu alat untuk memerjelas pikiran yang sesungguhnya merupakan

sumber informasi yang diperoleh dari narasi dan dialog dalam novel atau cerita

pendek.

1. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah karya fiksi yang berupa novel yang

berjudul Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo. Hal ini sebagaimana yang

dikatakan Arikunto (2013:172)bahwa dalam penelitian yang menggunakan teknik

dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedang

isi catatan merupakan subjek penelitian. Lofland (dalam Moleong 2016, p.157)

juga mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-

kata dan tindakan,selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

2. Data Penelitian

Data adalah bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan,

gerak-gerak atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya,

dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang berkenaan dengan variabel
33

yang diteliti (Arikunto, 2006, p.22). Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis

datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan

statistik (Moleong, 2016, p.157).

Data pada penelitan ini berupa kalimat-kalimat dialog dalam

novelWasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo. Dalam penelitian ini, data

penelitian sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana yang

mencerminkan tindak tutur yang terdapat dalam novel Wasripin dan Satinah

karya Kuntowijoyo.

C. Pengumpulan Data Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan berbagai tehnik

berikut: dokumentasi, simak, dan catat. Adapun paparan masin-msing

tehnik berikut:

a. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi yaitu pengumpulan dengan cara peneliti

menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,

peraturan-peraturan, dan sebagainya (Arikunto, 2013, p.201). Teknik ini

digunakan untuk mengumpulkan data yang terdapat dalam dokumen-

dokumen tertulis yang sudah tersedia dan tersimpan. Dalam penelitian ini,

dokumen tertulis yang dimaksud adalah percakapan yang mencerminkan

tindak tutur dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo.

b. Teknik Simak
34

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak

karena untuk mengumpulkan data diperlukan kata-kata atau kalimat

dengan cara membaca atau menyimak. Adapun data yang perlu disimak

dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo antara lain: kalimat

yang mencerminkan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

c. Teknik Catat

Teknik catat yaitu mencatat data-data yang ditemukan sesuai dengan

masalah yang dikaji:

1) membaca dan memahami keseluruhan novel yang berjudul

Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo secara berulang-ulang;

2) mengidentifikasi dengan menandai bagian-bagian yang

berhubungan dengan masalah yang hendak dikaji, yaitu tindak

tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi;

3) mengodifikasi dari bagian-bagian yang sudah diidentifikasi;

4) mengklasifikasikan berdasarkan jenis yang hendak dikaji, meliputi

tindak tutur lokusi, perlokusi, dan ilokusi.

2. InstrumenPengumpulan Data

Instrumen merupakan alat-alat yang digunakan untuk menjaring

data yang diperoleh dan berhubungan dengan masalah penelitian.

Penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari peran sang peneliti.

Karena itulah selain teks sebagai instrumen pengumpul data, peneliti

sendiri berperan sama. Lembar korpus data digunakan untuk mencatat data
35

yang yang diperoleh dari pembacaan novel Wasripin dan Satinah karya

Kuntowijoyo.

Adapun instrumen pengumpulan data berupa tabel pengumpul data

yang digunakan adalah sebagai berikut:

No. Kode Data Jenis Tindak Tutur

1. SJ/P/B/H

2. SJ/P/B/H

3. SJ/P/B/H

Keterangan SJ/P/B/H:

SJ : Sub judul

P : Paragraf

B : Baris

H : Halaman

D. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur dalam pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) membaca dan menyimak teks novel Wasripin dan Satinah karya

Kuntowijoyo yang dilakukan dengan membaca pemahaman secara

berulang-ulang;
36

2) menyimpan data yang berkaitan dengan kutipan kalimat yang

mencerminkan tindak tutur dalam novel;

3) mengecek ulang hasil penyimakan;

4) memberi kode pada data yang diperoleh;

5) memasukkan data dalam korpus data.

E. Teknik Analisis Data

Sebagaimana dipaparkan di atas bahwa pendekatan penelitian ini

adalah kualitatif. Karena itu, penganalisisan datanya juga dilakukan secara

kualitatif. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (dalam

Moleong, 2016, p.248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain. Pada penelitian ini, teknik analisis

data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dan content analysis.

1. Teknik AnalisisDeskriptif

Teknik analisis deskriptif akan lebih memusatkan perhatian pada

data penelitian yang terdapat pada sampel. Teknik ini digunakan untuk

mendeskripsikan data-data yang telah diperoleh dan bukan data yang berupa

angka-angka selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan.

2. Teknik Content Analysis

Teknik content analysisdigunakan untuk menemukan makna isi

pertuturan yang terdapat dalam objek penelitian. Secara teknis, teknik ini
37

mencakup klasifikasi, interpretasi, dan simpulan. Klasifikasi dilakukan

untuk mengelompokkan data-data penelitian berdasarkan instrumen yang

telah ditentukan. Setelah itu, data yang ada diinterpretasi atau ditafsiri

dengan kajian teori. Penelitian ini berobjek satu, yaitu novel Wasripin dan

Satinah, sehingga hasil analisis data dari sumber tersebut dapat

memermudah untuk menyimpulkan. Interpretasi data merupakan upaya

untuk memeroleh arti atau makna yang lebih mendalam dan luas terhadap

hasil penelitian yang sedang dilakukan. Dengan cara ini, akan memermudah

peneliti melakukan penelitian. Akhirnya simpulan penelitianpun mudah

didapat.

Adapun langkah-langkah secara umum dalam teknik analisis data

adalah:

1) mencermati data yang ada dalam korpus data;

2) mengklasifikasikan data berdasarkan jenis tindak tutur terkait tindak

tutur lokusi yang sebelumnya telah dikaji;

3) mengklasifikasikan data berdasarkan jenis tindak tutur terkait tindak

tutur ilokusi yang sebelumnya telah dikaji;

4) mengklasifikasikan data berdasarkan jenis tindak tutur terkait tindak

tutur perlokusi yang sebelumnya telah dikaji;

5) menginterpretasi jenis tindak tutur lokusi;

6) menginterpretasi jenis tindak tutur ilokusi;

7) menginterpretasi jenis tindak tutur perlokusi;


38

8) menyimpulkan data berdasarkan jenis tindak tutur yang ada dalam

novelWasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo yang keterkaitan

dengan jenis tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian beserta pembahasan

mengenai bagaimana analisis tindak tutur dalam novel Wasripin dan Satinah yang

meliputi tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Hal ini dapat dilihat dari

berbagai data dan hasil analisis peneliti sebagai berikut.

A. Tindak Tutur Lokusi dalam Novel Wasripin dan Satinah Karya

Kuntowijoyo

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan sesuatu,

biasanya dipandang kurang penting dalam kajian tutur. Dalam tindak tutur lokusi

makna kalimat sesuai dengan makna kata itu dalam kamus dan menurut kaidah

sintaksisnya. Seperti yang sudah dipaparkan pada bab II bahwa tindak lokusi

merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi karena dalam

pengidentifikasiannya tidak memperhitungkan konteks tuturan. Berikut pemaparan

data beserta analisis tindak tutur lokusi yang terdapat dalam novel Wasripin dan

Satinah karya Kuntowijoyo.

(1) Mak angkat Wasripin: “Kita sungguh beruntung, jelek-jelek kita


punya rumah. Coba kalau tidak, kita akan tidur di tepi jalan, di
bawah jembatan, di emperan toko.” (TTL/P1/B6/3)
(2) Wasripin: “Nama saya Wasripin. Dari Jakarta.” (TTL/P2/B24/7)
(3) Satpam: “TPI, Tempat Pelelangan Ikan.” (TTL/P1/B7/8)
(4) Pak Modin: “Surau adalah rumah Tuhan, rumah siapa saja.”
(TTL/P3/B9/13)
(5) Paman Satinah: “Mataku buta, Nak. Tapi bisa melihat tanda-
tanda itu.” (TTL/P2/B3/15)
(6) Satinah: “Ini permainan. Namanya Joko Tarub-Nawang Wulan.”
(TTL/P5/B27/25)

39
40

(7) Pak Modin: “Begitulah. Engkau dapat tempat mulia di sini.”


(TTL/P3/B15/30)
(8) Mak Angkat: “Hidup itu berputar, sekali engkau boleh di bawah,
tapi percayalah suatu kali engkau akan naik.” (TTL/P1/B7/35)
(9) Tukang cat tembok: “Saya ingin jadi penjaga toko.”
(TTL/P2/B6/37)
(10) Kepala TPI: “Tugasmu ialah kerja delapan jam sehari.”
(TTL/P1/B1/38)
(11) Satinah: “Saya hanya lulusan SD. Tidak bisa jadi bintang
film atau guru.” (TTL/P4/B11/57)
(12) Satpam TPI: “Kau tergeletak di pantai. Ada apa?”
(TTL/P2/B12/63)
(13) Camat: “Saudara-saudara. Kita sedang mencari tanggal
yang pas. Pak Bupati sedang ke Jakarta, dipanggil Bapak
Presiden untuk mendapat petunjuk.” (TTL/P3/B9/84)
(14) Wasripin: “Tidak. Pak. Kata Pak Modin hidup ini hanya
untuk mencari ridha Tuhan.” (TTL/P1/B1/127)
(15) Komandan: “Ini bukan interogasi, Pak. Hanya omong-
omong biasa.” (TTL/P1/B3/141)
(16) Camat: “Bapak-bapak. Kayu-kayu itu adalah kayu illegal.
Nah, kebakaran itu disengaja oleh sindikat kayu illegal yang lain.
Persaingan usaha.” (TTL/P3/B24/174)
(17) Wasripin: “Besok pagi saya berhenti dan menjadi penjual
ketoprak.” (TTL/P3/B15/215)
(18) Warga Nelayan: “Di tengah laut ada ombak besar, saya
teriakkan nama Wasripin, ombak itu menghilang.”
(TTL/P2/B15/235)
(19) Tukang Sapu: “Mereka sedang ke luar negeri. Studi
banding.” (TTL/P5/B23/241)
(20) Pak Modin: “Kenalkan saya Mister Mudin, Presiden NII.”
(TTL/P3/B12/246)

Pada tuturan (1) konteks percakapan terjadi antara Wasripin dan Mak

angkatnya ketika masih hidup di Jakarta. Mak angkat wasripin menyatakan kepada

Wasripin bahwa mereka beruntung memiliki rumah meskipun jelek seperti itu,

sebab hidup di Jakarta tidak semudah yang dibayangkan. Tuturan tersebut tidak

dilandasi dengan maksud tertentu dan hanya sekedar memberikan informasi


41

kepada mitra tutur sehingga tuturan tersebut digolongkan ke dalam bentuk tindak

tutur lokusi.

Pada tuturan (2) konteks tuturan melibatkan Wasripin dengan Satpam.

Sesampainya di suatu tempat yang dianggapnya sebagai desa ibu kandungya dia

bertemu dengan satpam dan kemudian dia memperkenalkan dirinya. Satpam

sebagai mitra tutur tidak memberikan tindakan apapun melainkan dia juga

membalas perkenalan Wasripin. Percakapan yang terjadi tersebut tergolong tindak

tutur lokusi karena penutur hanya memberitahu tentang identitas dirinya kepada

mitra tutur tanpa ada maksud yang lain.

Pada tuturan (3) konteks percakapan masih melibatkan antara Wasripin dan

satpam. Satpam menjawab dan memberi tahu bahwa tempat yang ditanyakan oleh

Wasripin itu adalah TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Percakapan ini termasuk

tindak tutur lokusi karena penutur murni menyatakan informasi kepada mitra tutur

tanpa ada tendensi agar mitra tutur berbuat sesuatu.

Pada tuturan (4) percakapan terjadi antara Wasripin dan seorang Modin di

tempat tersebut. Wasripin awalnya tidak mau untuk tinggal di surau tersebut,

namun Pak Modin memberitahukan kepadanya bahwa suarau adalah rumah

Tuhan, jadi siapapun berhak tinggal di sana. Dengan informasi tersebut Wasripin

jadi mengerti bahwa dirinya juga berhak tinggal di surau tersebut. Tuturan tersebut

termasuk tindak tutur lokusi karena penutur hanya sebatas memberi tahu tanpa ada

maksud agar mitra tutur bertindak sesuatu.

Pada tuturan (5) percakapan terjadi antara Wasripin dan Paman Satinah.

Paman satinah mengatakan sekaligus memberi tahu kepada Wasripin yang belum
42

tahu bahwa Paman Satinah buta, tetapi dia tetap bisa melihat tanda-tanda cahaya

kesaktian yang ada pada diri Wasripin. Dengan tuturan tersebut Wasripin jadi

mengerti bahwa Paman Satinah itu buta namun mata hatinya tetap hidup. Tuturan

tersebut masuk dalam jenis tindak tutur lokusi karena penutur hanya sebatas

memberitahukan kepada mitra tutur tentang kondisinya tanpa maksud agar mitra

tutur melakukan sesuatu kepadanya.

Pada tuturan (6) percakapan terjadi antara Wasripin dan Satinah. Satinah

memberi tahu Wasripin bahwa mereka sedang melakukan permainan namanya

Joko Tarub-Nawang Wulan. Konteks percakapan di atas tidak mempengaruhi

karena Satinah hanya memberi tahu kepada Wasripin bahwa permainan tersebut

bernama Joko Tarub-Nawang Wulan tanpa maksud agar Wasripin melakukan

tindakan setelah tuturan yang disampaikan oleh Satinah.

Pada tuturan (7) percakapan terjadi antara Pak Modin dan Wasripin. Saat

itu Wasripin terheran-heran dengan sikap para warga tempat tersebut yang

seketika langsung bisa menerimanya dengan baik, kemudian Pak Modin

menyampaikan tuturannya bahwa dia mendapatkan tempat mulia di tempat

tersebut. Makna tuturan tersebut sesuai dengan makna kamus dan kaidah

sintaksisnya tanpa ada makna dan maksud lain, sehingga tuturan tersebut

digolongkan ke dalam tindak tutur lokusi.

Pada tuturan (8) tuturan terjadi antara Mak angkat dan Wasripin. Wasripin

teringat dengan kata-kata Mak angkatnya yang memberikan informasi kepada

Wasripin bahwa hidup ini berputar, jika saat ini dia ada di bawah, maka suatu saat

dia akan ada di atas. Hal itupun terjadi ketika Wasripin berada di suatu tempat
43

yang dianggapnya sebagai desa ibu kandungnya tersebut. Tuturan yang

disampaikan tersebut termasuk dalam tindak tutur lokusi dengan alasan sama

dengan tuturan-tuturan di atas, yakni penutur tidak mengharapkan suatu tindakan

oleh mitra tutur sebagai balasan dari tuturannya.

Pada tuturan (9) percakapan terjadi antara Tukang Cat Tembok yang

awalnya bisu dengan Wasripin. Setelah Wasripin mencoba memijat tukang cat

tembok tersebut ia menanyakan apa cita-citanya jika sembuh? Dan tukang cat

tembokpun seketika bisa menjawab bahwa dia ingin jadi penjaga toko. Tuturannya

tersebut hanya memberitahukan kepada Wasripin bahwa jika dia sembuh dia ingin

jadi penjaga toko tanpa ada harapan Wasripin melakukan suatu hal untuk

membantu dia menggapai cita-citanya tersebut. Tuturan tersebut tergolong dalam

tindak tutur lokusi karena hanya murni menyampaikan informasi kepada mitra

tutur.

Pada tuturan (10) percakapan melibatkan antara Kepala TPI dengan

Wasripin. Kepala TPI menyampaikan kepada Wasripin tentang tugas barunya

yakni menjadi satpam dengan jam kerja delapan jam sehari. Penutur murni

menyampaikan informasi agar mitra tutur mengetahui dan memahami apa yang

disampaikannya tanpa maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang lain,

sehinggaa tuturan tersebut masuk pada jenis tindak tutur lokusi.

Pada tuturan (11) percakapan terjadi antara Satinah dengan seorang ibu-ibu

di koplakan. Satinah memberi tahu kepada ibu tersebut bahwa dia hanya lulusan

SD yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjadi bintang film atau guru.

Penututur hanya sekedar memberitahukan informasi tersebut kepada mitra tutur


44

tanpa dilandasi dengan maksud tertentu. Dengan demikian, tuturan tersebut

termasuk tindak tutur lokusi.

Pada tuturan (12) percakapan antara Satpam TPI dengan wasripin yang

semalam tak sadarkan diri dan tergeletak di pantai. Wasripin bertanya apa yang

terjadi pada dirinya? Kemudian Satpam menjawab dan memberi tahu bahwa

semalam dia tergeletak di pantai dan menanyakan kembali apa yang terjadi kepada

Wasripin? Tuturan tersebut termasuk tindak lokusi karena penutur menjawab dan

memberitahukan kepada mitra tutur tentang informasi yang ingin didapatnya.

Pada tuturan (13) percakapan terjadi antara warga dengan Camat. Camat

menginformasikan kepada warga bahwa perangkat pemerintahan sedang mencari

tanggal yang pas untuk melantik kepala desa yang baru. Tuturan tersebut

tergolong tindak lokusi karena penutur hanya menginformasikan kepada mitra

tutur tentang hal yang ingin disampaikannya tanpa ada maksud agar mitra tutur

berbuat sesuatu.

Pada tuturan (14) percakapan terjadi antara Wasripin dengan Kepala Polisi

Kabupaten. Wasripin mendapat fitnahan dari orang-orang yang membencinya

dengan anggapan Wasripin adalah dukun santet. Wasripin menjawab pertanyaan

Kepala Polisi dengan menginformasikan bahwa dia tidak pernah berniat seperti

itu, tetapi niatnya adalah untuk menolong sesama yang membutuhkan tanpa

meminta balasan apapun melainkan hanya mengharap ridha Tuhan. Tuturan

tersebut termasuk tindak lokusi karena penutur murni menyampaikan informasi

tersebut kepada mitra tutur tanpa ada maksud agar mitra tutur bertindak sesuatu.
45

Pada tuturan (15) percakapan terjadi antara Komandan dengan Pak Modin.

Komandan menjelaskan kepada Pak Modin bahwa percakapannya hanyalah

sebuah omong-omong biasa, bukan interogasi. Penutur hanya menyatakan

informasi tersebut tanpa ada maksud agar mitra tutur berbuat sesuatu sehingga

tuturan tersebut sama dengan tuturan-tuturan sebelumnya yakni tergolong dalam

tindak lokusi.

Pada tuturan (16) percakapan terjadi antara Camat dengan bapak-bapak

warga nelayan. Camat memberitahukan kepada bapak-bapak bahwa kebakaran

yang terjadi adalah karena persaingan usaha sindikat kayu illegal. Camat hanya

menyampaikan informasi tersebut agar bapak-bapak mengerti dan mengetahui

dengan baik bahwa kebakaran yang terjadi adalah karena persaingan usaha, bukan

sebuah musibah atau bencana alam. Tuturan tersebut termasuk tindak lokusi.

Pada tuturan (17) percakapan terjadi antara Wasripin dengan Kepala TPI.

Wasripin yang sebentar lagi akan menikah dengan Satinah memutuskan untuk

berhenti dari pekerjaannya menjadi satpam dan akan beralih menjadi penjual

ketoprak. Informasi tersebut disampaikannya kepada Kepala TPI sehari sebelum

dia akan berhenti bekerja. Tuturan Wasripin tersebut adalah tindak lokusi karena

murni menyampaikan informasi kepada mitra tutur tanpa ada alasan lain.

Pada tuturan (18) percakapan melibatkan antara warga nelayan yang satu

dengan yang lainnya. Mereka saling menyampaikan informasi bahwa setelah

menghilangnya Wasripin banyak kejadian aneh yang mereka alami. Mereka

menganggap bahwa Wasripin masih hidup. Tuturan mereka termasuk tindak


46

lokusi karena semuanya hanya sebatas memberikan informasi satu sama lain tanpa

ada maksud agar lawannya bertindak sesuatu.

Pada tuturan (19) percakapan terjadi antara Tukang sapu dengan Bupati.

Bupati menanyakan tentang keberadaan Ketua Dewan dan Tukang Sapu

menjawab derta memberi tahu bahwa Ketua Dewan beserta istrinya sedang

melakukan studi banding ke luar negeri. Tuturan tersebut termasuk tindak lokusi

karena penutur hanya menuturkan tuturan dengan maksud memberi informasi

tanpa ada maksud yang lainnya.

Pada tuturan (20) percakapan antara Pak Modin dengan seseorang yang

mengendarai sepeda motor. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Mister Mudin

yang merupakan Presiden NII setelah kejadian perang politik berlangsung.

Tuturan Pak Modin hanyalah memberi tahu kepada seseorang tersebut mengenai

identitas dirinya yang baru tanpa ada maksud agar seseorang itu melakukan suatu

hal untuknya.

Berdasarkan hasil analisis peneliti di atas, dapat diketahui bahwa

keseluruhan data tersebut tergolong dalam tindak tutur lokusi karena tuturan-

tuturan tersebut jika diidentifikasi atau dianalisis tidak memperhitungkan konteks,

serta makna yang tersampaikan pada tuturan-tuturan di atas apa adanya sesuai

dengan makna kamus atau makna sesungguhnya tanpa ada makna atau maksud

yang lainnya. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Rohmadi (dalam

Marzuqi, 2016:109) bahwa tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah

diidentifikasi karena dalam pengidentifikasiannya tidak memperhitungkan

konteks tuturan. Marzuqi (2016:108) juga mengatakan bahwa dalam tindak tutur
47

lokusi makna kalimat sesuai dengan makna kata itu dalam kamus dan menurut

kaidah sintaksisnya. Tarigan (2009:34) juga menjelaskan bahwa tindak lokusi

merupakan melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu. Dengan

demikian,dapat disimpulkan bahwa data-data yang telah dianalisis di atas sesuai

dengan beberapa teori yang relevan sehingga kebenarannya tidak perlu diragukan

lagi.

B. Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Wasripin dan Satinah Karya

Kuntowijoyo

Tindak ilokusi adalah tindak tutur melakukan sesuatu dengan maksud dan

fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Tarigan (2009:34)

menyatakan secara singkat bahwa tindak ilokusi merupakan melakukan suatu

tindakan dalam mengatakan sesuatu. Selanjutnya, Searle (dalam Marzuqi,

2016:109) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima macam wujud

tuturan yaitu, (1) asertif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5) deklaratif.

Adapun rinciannya sebagai berikut.

1) Asertif

Asertif yakni tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi

yang sedang diungkapkannya. Wujud tindak tutur asertif mencakup menyatakan,

menyarankan, membual, mengeluh, menuntut, mengakui, menunjukkan,

melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi dan mengklaim.

Berikut data percakapan dalam novel Wasripin dan Satinah yang mencerminkan

tindak tutur asertif beserta pembahasannya.


48

(1) Mak Angkat: “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di


bawah,” dan “Tentang rezeki jangan lihat ke atas, lihatlah ke
bawah.” (TTI/P1/B2/7)
(2) Satpam: “Itu, tapi hanya surau.” Ia menunjuk ke bangunan
yang terpisah dari laut. (TTI/P3/B27/7)
(3) Wasripin: “Tetapi saya tidak bisa sembahyang, Pak.”
(TTI/P5/B10/13)
(4) Warga Nelayan: “Jangan-jangan jin penunggu surau.”
(TTI/P2/B18/20)
(5) Pak Modin: “Wasripin, saya tunjukkan kamarmu yang baru.”
(TTI/P2/B5/33)
(6) Satinah: “Maaf, bukan itu soalnya. Soalnya saya sudah
bertunangan.” (TTI/P3/B11/55)
(7) Kepala TPI: “Aku tidak salah pilih. Aku tidak salah pilih.”
(TTI/P1/B10/68)
(8) Intel Polisi: ”Lapor! Tidak ada keresahan. Laporan selesai!”
(TTI/P1/B10/100)
(9) Saksi (Warga Nelayan): “Ya, Pak. Saya juga memasang
Rhoma Irama, Titik Puspa, Elvy Sukaesih, dan penyanyi
Amerika.” (TTI/P1/B21/103)
(10) Bupati: “Sudah jelas, orang-orang ekstrem kanan dan
golput yang mengacau pertunjukkan. Kami punya buktinya.”
Ia menyertakan fotokopi dari selebaran-selebaran itu.
(TTI/P1/B1/170)

Pada tuturan (1) konteks tuturan terjadi ketika Mak Angkat Wasripin

memberikan nasihat atau menyarankan kepada Wasripin agar dia tidak melihat ke

atas tentang rezeki melainkan melihat ke bawah, sebab tangan di atas lebih baik

daripada tangan di bawah. Tuturan Mak Angkat Wasripin tersebut bermaksud

agar Wasripin tidak melihat rezeki orang-orang yang di atasnya sehingga

membuatnya tidak bersyukur. Tuturan tersebut tergolong dalam tindak ilokusi

karena memiliki maksud dalam pertuturan yang disampaikan.

Pada tuturan (2) konteks percakapan terjadi ketika Satpam menunjukkan

kepada Wasripin bangunan yang terpisah dari laut itu hanyalah sebuah surau.
49

Penutur satpam bertutur seperti itu sesuai dengan kebenaran yang ada mengenai

letak surau. Satpam menunjukkan surau itu dengan maksud agar Wasripin bisa

beristirahat di sana. Dengan demikian, tuturan tersebut dikatakan sebagai tidak

ilokusi karena dalam tuturan yang disampaikan tidak hanya sekedar

memberitahukan tetapi mengandung maksud tertentu.

Pada tuturan (3) konteks percakapan terjadi ketika Pak Modin menyuruh

Wasripin untuk tinggal di surau, tetapi Wasripin menolak dengan mengakui

bahwa dirinya tidak bisa sembahyang sehingga dia merasa tidak berhak tinggal di

surau tersebut. Pengakuan dirinya tersebut bermaksud agar Pak Modin tidak terus

memaksanya untuk tetap tinggal di surau yang dianggapnya sebagai tempat yang

mulia. Tuturan Wasripin tersebut termasuk tindak ilokusi karena mempunyai

maksud tertentu terhadap Pak Modin.

Pada tuturan (4) percakapan terjadi antarwarga nelayan satu sama lain.

Mereka mengklaim Wasripin dengan berbagai macam tuduhan, entah jin

penunggu surau, jin laut, Nabi Hidhir, dll. Tuturan mereka memiliki maksud

agarpara warga nelayan yang lain bisa mengetahui dan mempercayai serta

memuliakan Wasripin yang dianggapnya memiliki kesaktian dan merupakan

warga baru di desanya tersebut. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak ilokusi

sebab memiliki maksud agar menimbulkan efek tertentu kepada lawan tutur.

Pada tuturan (5) konteks percakapan terjadi ketika Pak Modin

menunjukkan kamar barunya Wasripin dengan maksud agar Wasripin mau untuk

tinggal di kamar yang berada di dalam surau tersebut. Tuturan tersebut tergolong

tindak ilokusi karena penutur memiliki maksud tertentu dengan lawan tuturnya.
50

Pada tuturan (6) konteks percakapan terjadi antara Satinah dengan seorang

pemuda yang ingin melamarnya. Satinah berspekulasi bahwa dia sudah

bertunangan dengan maksud agar pemuda tersebut membatalkan lamarannya

terhadap Satinah. Tuturan di atas termasuk tindak ilokusi karena penutur memiliki

maksud dalam pertuturannya tersebut.

Pada tuturan (7) konteks percakapan antara Kepala TPI dengan Wasripin.

Kepala TPI mengakui bahwa dia tidak salah pilih karena sudah mempekerjakan

Wasripin sebagai satpam TPI miliknya. Tuturan Kepala TPI tersebut bermaksud

untuk memuji hasil kerja Wasripin dan agar Wasripin tetap setia dengan

pekerjaannya tersebut. Tuturan di atas merupakan tindak ilokusi karena penutur

memiliki maksud lain dalam kegiatan bertuturnya.

Pada tuturan (8) percakapan terjadi antara intel polisi dengan kepala

kepolisian daerah setempat. Intel polisi melaporkan bahwa tidak ada keresahan

yang terjadi terkait adanya berita ajaran sesat yang meresahkan masyarakat.

Tuturan Intel Polisi tersebut bermaksud agar Kepala Polisi menyampaikan ke

lembaga Badan Pengawas Agama agar tidak khawatir dengan adanya berita ajaran

sesat tersebut. Tuturan di atas termasuk tindak ilokusi karena penutur memiliki

maksud tertentu dalam kegiatan bertuturnya.

Pada tuturan (9) konteks percakapan antara salah satu warga nelayan yang

menjadi saksi ketika Wasripin dipanggil oleh kejaksaan atas kasus dugaannya

sebagai penyebar jimat dan aliran sesat. Saksi tersebut memberikan kesaksian

bahwa dia tidak hanya memasang foto Wasripin tetapi juga foto artis-artis lainnya

dikarenakan saksi tersebut menyukai foto-foto tersebut. Maksud dari tuturan yang
51

disampaikan oleh saksi itu adalah agar hakim percaya dan membebaskan

Wasripin yang tidak bersalah. Dengan demikian, tuturan di atas merupakan tindak

ilokusi karena penutur memiliki maksud tertentu dalam kegiatan bertuturnya.

Pada tuturan (10) konteks percakapan terjadi ketika Bupati menyebutkan

kepada Kepala Polisi bahwa orang-orang ekstrem kanan dan golputlah yang

mengacau pertunjukkan yang diadakan oleh Partai Randu. Tuturan Bupati tersebut

bermaksud agar polisi menindaklanjuti laporannya yang disertai dengan bukti-

bukti tersebut. Tuturan tersebut merupakan tindak ilokusi karena penutur memiliki

maksud agar mitra tutur bertindak sesuatu.

Berdasarkan hasil analisis peneliti di atas, terdapat sepuluh data yang

tergolong dalam tindak tutur ilokusi jenis asertif. Data-data tersebut menggunakan

tuturan yang penuturnya tidak hanya sekedar bertutur melainkan penutur memiliki

maksud agar mitra tutur berbuat sesuatu atas tuturannya tersebut. Sejalan dengan

pendapat Tarigan (2009:34) yang menyatakan secara singkat bahwa tindak ilokusi

merupakan melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Adapun

tuturan-tuturan di atas sesuai dengan wujud tindak tutur asertif yakni mencakup

menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, menuntut, mengakui,

menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi

dan mengklaim (Marzuqi, 2016:110).Searle (dalam Tarigan, 2009:42)

mendefinisikan tindak asertif yakni melibatkan penutur pada kebenaran proposisi

yang diucapkannya, misal menyatakan, menyarankan, membanggakan, mengeluh,

memberitahukan, dan melaporkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa


52

data yang tergolong dalam tindak ilokusi jenis asertif tersebut merupakan data

yang telah dianalisis dengan sebenar-benarnya dan sesuai dengan teori yang ada.

2) Direktif

Direktif yakni tindak tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya untuk

membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan-tindakan yang

dikehendakinya. Adapun yang termasuk ke dalam tindak tutur direktif adalah

tuturan meminta, mengajak, memaksa, mendesak, menyuruh, menagih,

memerintah, memohon, menantang, dan memberi aba-aba. Berikut data

percakapan yang mencerminkan tindak tutur direktif dalam novel Wasripin dan

Satinah karya Kuntowijoyo beserta analisisnya.

(1) Pak Lurah: “Pergi ke Puskesmas, minta dokter datang.”


(TTI/P2/B8/10)
(2) Pak Modin: “Minum dulu, Nak. Lalu makan yang halus-
halus.” (TTI/P2/B6/12)
(3) Pak Modin: “Bapak-bapak, sudah waktu sembahyang ashar.
Bagaimana kalau pertemuan ditutup?” (TTI/P1/B3/33)
(4) Kepala TPI: “Kalau begitu besok siang datanglah ke kantor.”
(TTI/P3/B8/36)
(5) Paman Satinah: “Kalau ada apa-apa, panggil saya!”
(TTI/P1/B5/54)
(6) Perempuan: “Tuit, tuit.” Sambil memasukkan jari-jarinya ke
mulut.” (TTI/P4/B23/66)
(7) Camat: “Saudara-saudara berduyun-duyunlah datang ke TPS
(Tempat Pemungutan Suara). Gunakan hak saudara-saudara,
dhung-dhung…” (TTI/P1/B8/79)
(8) Mandor Tebu: “Ada mayat membusuk!” (TTI/P1/B4/123)
(9) Pemuda Nelayan: “Pergi, bilang pemuda sini kalau kami
menanti di perempatan!” (TTI/P5/B29/129)
(10) Satinah: “Tentu saja, Paklik. Kang Wasripin, ajaklah
teman barang lima orang.” (TTI/P4/B19/191)
53

Pada tuturan (1) konteks percakapan terjadi ketika Pak Lurah

memerintahkan agar hansip pergi ke puskesmas untuk memanggil dokter dan

memeriksa Wasripin yang tergeletak di emperan. Tuturan Pak Lurah tersebut

tergolong tindak ilokusi karena bermaksud agar hansip segera bertindak dan

melakukan sesuatu yang diperintahkannya. Tuturan tersebut berfungsi untuk

memerintah

Pada tuturan (2) konteks percakapan terjadi ketika Pak Modin meminta

agar Wasripin minum dulu baru makan makanan yang halus-halus. Tuturan

tersebut disampaikan Pak Modin kepada Wasripin yang baru sadar dari tidur

panjangnya selama tiga hari. Pak Modin selaku penutur memiliki maksud agar

Wasripin minum dahulu setelah itu baru makan makanan yang halus-halus.

Tuturan tersebut termasuk tindak ilokusi karena penutur memiliki maksud tertentu

terhadap mitra tuturnya. Tuturan tersebut berfungsi untuk meminta mitra tutur

berbuat sesuatu atas tuturan yang disampaikan penutur.

Pada tuturan (3) percakapan terjadi antara Pak Modin dengan Bapak-bapak

nelayan dan pimpinan partai-partai. Tuturan Pak Modin terjadi ketika ada

pertemuan bapak-bapak nelayan dengan pimpinan partai yang ingin menawarkan

sesuatu pekerjaan terhadap Wasripin. Pak Modin memiliki maksud agar

pertemuan segera ditutup karena sudah tiba waktu sembahyang ashar dan

diharapakan para bapak-bapak melakukan sholat ashar terlebih dahulu. Tuturan

tersebut termasuk tindak ilokusi karena penutur memiliki maksud agar mitra tutur

melakukan suatu tindakan.


54

Pada tuturan (4) konteks percakapan terjadi antara Kepala TPI dengan

Wasripin. Setelah Wasripin memutuskan untuk menjadi Satpam TPI, Kepala TPI

pun memintanya agar besok siang Wasripin datang ke kantor. Tuturan Kepala TPI

tersebut memiliki maksud agar Wasripin segera datang ke kantor dan memulai

pekerjaan barunya sebagai Satpam TPI. Dengan demikian, tuturan di atas

tergolong tindak ilokusi karena penutur memiliki maksud agar mitra tutur

melakukan tindakan.

Pada tuturan (5) konteks percakapan terjadi ketika Paman Satinah

menyuruh Satinah untuk memanggilnya kalau ada apa-apa. Hal itu dikatakannya

ketika mereka tinggal di suatu koplakan yang tidak sedikit laki-laki nakal di

dalamnya. Tuturan Paman Satinah bermaksud agar Satinah waspada dan tidak

usah takut jika menghadapi para lelaki hidung belang sebab Paman ada

bersamanya. Tuturannya tersebut termasuk tindak ilokusi karena memiliki maksud

agar mitra tutur melakukan sesuatu atas apa yang dituturkannya.

Pada tuturan (6) konteks percakapan terjadi antara seorang perempuan

penggoda dengan tukang ojek. Perempuan itu memberikan aba-aba kepada tukang

ojek agar segera datang dan menyerang Wasripin yang tidak berhasil digodanya.

Tuturan perempuan tersebut termasuk tindak ilokusi karena memiliki maksud agar

mitra tutur betindak sesuatu sesuai dengan yang diharapakannya.

Pada tuturan (7) konteks percakapan terjadi ketika Camat memberikan

pengumuman kepada warga masyarakat untuk datang dan menggunakan hak suara

mereka. Tuturan Camat bermaksud agar warga masyarakat ikut berpartisipasi

dalam pemilihan Lurah baru dengan datang ke TPS dan menggunakan hak suara
55

mereka dengan memilih calon Lurah baru bagi desa mereka. Tuturan tersebut

termasuk tindak ilokusi karena memiliki maksud agar mitra tutur melakukan

sesuatu dari yang dituturkannya.

Pada tuturan (8) konteks percakapan terjadi ketika seorang Mandor Tebu

menemukan ada mayat membusuk di kebunnya. Ia memberitahukan kepada warga

tentang ditemukannya mayat membusuk tersebut dengan maksud agar warga

datang melihat kondisi mayat tersebut. Tuturan tersebut termasuk tindak ilokusi

karena penutur tidak hanya sebatas memberitahukan melainkan memiliki maksud

agar mitra tutur bertindak sesuatu.

Pada tuturan (9) konteks percakapan terjadi ketika pemuda warga nelayan

menantang warga desa sebelah yang telah membuat kekacauan di desa nelayan

tersebut. Pemuda nelayan meminta kepada seorang perempuan untuk mengatakan

kepada pemuda desanya bahwa pemudanya ditunggu di perempatan oleh pemuda

warga nelayan. Tuturan di atas termasuk tindak ilokusi karena penutur bermaksud

untuk menantang mitra tutur agar melakukan sesuatu.

Pada tuturan (10) konteks terjadi ketika Satinah menyetujui saran

Pamannya agar Wasripin mengajak temannya lima orang untuk datang ke rumah

Satinah dengan maksud melamarnya. Tuturan Satinah tersebut bermaksud agar

Wasripin melakukan sesuai dengan apa yang diminta oleh Satinah dalam

tuturannya tersebut sehingga tuturan di atas termasuk dalam tindak ilokusi.

Berdasarkan hasil analisis peneliti di atas, dapat diketahui bahwa terdapat

sepuluh data yang mencerminkan tindak tutur ilokusi jenis direktif. Data-data

tersebut menggunakan tuturan yang penuturnya tidak hanya sekedar bertutur


56

melainkan penutur memiliki maksud sesuatu agar mitra tutur berbuat sesuatu atas

tuturannya tersebut. Sejalan dengan pendapat Yule (2014:84) yang menyatakan

secara singkat bahwa tindak ilokusi merupakan tuturan yang mengandung makna

dan fungsi tertentu. Marzuqi (2016:110) menggolongkan tuturan-tuturan yang

termasuk dalam tindak tutur direktif adalah tuturan meminta, mengajak, memaksa,

menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, memohon,

menantang, dan memberi aba-aba. Data-data di atas menggunakan wujud tuturan

yang sesuai dengan wujud tuturan dalam tindak tutur direktif. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa data yang tergolong dalam tindak ilokusi jenis direktif

tersebut merupakan data yang telah dianalisis dengan sebenar-benarnya dan sesuai

dengan teori yang ada.

3) Ekspresif

Ekspresif yakni tindak tutur yang berfungsi menunjukkan atau menyatakan

sikap psikologis penutur terhadap keadaan tertentu, seperti berterima kasih, minta

maaf, memuji, menyalahkan, berbela sungkawa. Adapun data percakapan yang

mencerminkan tindak ekspresif dalam novel Wasripin dan Satinah karya

Kuntowijoyo berikut ini beserta analisisisnya.

(1) Mak Angkat: “Kata semua orang, engkau laki-laki jempol.”


(TTI/P1/B4/5)
(2) Wasripin: “Terima kasih.” (TTI/P2/B3/15)
(3) Paman Satinah: “Maaf, Satiyem. Saya khilaf.” (TTI/P1/B3/48)
(4) Kepala TPI: “Salah sendiri, sudah kubilang bahwa urusannya
ialah mengamankan TPI, bukan yang lain.” (TTI/P5/B27/63)
(5) Kapten: “Terima kasih atas kunjungan Bapak.”
(TTI/P3/B7/89)
(6) Warga Nelayan: “Pak, kami datang untuk minta maaf.”
(TTI/P2/B3/90)
57

(7) Pemadam Kebakaran: “Terima kasih, Bapak-bapak.”


(TTI/P2/B17/174)
(8) Tetangga: “Inna lillahi wa inna iliahi raaji’un.”
(TTI/P4/B24/207)
(9) Mak Angkat: “Maafkan, emakmu. Maafkan, Mas.”
(TTI/P1/B5/246)

Pada tuturan (1) konteks percakapan terjadi ketika Mak Angkat Wasripin

menyampaikan pujian kepada Wasripin yang diberikan oleh wanita-wanita yang

telah dilayani oleh Wasripin. Bentuk tuturan di atas menunjukkan sikap psikologis

para wanita yang merasa puas atas layanan Wasripin dan memberikan pujiannya.

Tuturan di atas bermaksud agar Wasripin merasa bangga atas pujian yang

diterimanya tersebut sehingga tuturan di atas tergolong dalam tindak ilokusi jenis

ekspresif yang berfungsi untuk memuji.

Pada tuturan (2) konteks percakapan terjadi ketika Paman Satinah

menyatakan bahwa dia melihat tanda-tanda bahwa Wasripin akan menjadi orang

sukses yang dicari-cari banyak orang. Setelah Paman Satinah bertutur, Wasripin

pun menyatakan terima kasih atas informasi yang disampaikan oleh Paman

Satinah sebagai wujud ungkapan psikologisnya telah dipuji seperti itu. Tuturan di

atas tergolong tindak ilokusi bagian ekspresif karena penutur menyatakan sikap

psikologisnya terhadap mitra tutur.

Pada tuturan (3) konteks percakapan terjadi ketika masa lalu Satinah yang

suram dengan Pamannya. Paman meminta maaf karena telah berbuat khilaf yakni

menodai Satinah pada waktu itu. Permintaan maaf yang disampaikannya tersebut

sebagai wujud rasa menyesal dan rasa bersalahnya terhadap Satinah. Tuturan

tersebut tergolong dalam tindak ilokusi jenis ekspresif karena penutur bermaksud
58

agar mendapatkan maaf dari mitra tutur dan berfungsi untuk menghukum dirinya

sendiri.

Pada tuturan (4) konteks percakapan terjadi ketika Kepala TPI merasa

kesal atas perilaku Wasripin yang dianggap ikut campur dengan urusan yang lain

di luar tugasnya sebagai Satpam TPI. Kepala TPI menyatakan sikap psikologisnya

dengan menyalahkan Wasripin yang kemudia bermaksud agar Wasripin tidak

mengulangi kesalahannya lagi. Tuturan di atas termasuk tindak ilokusi jenis

ekspresif karena tuturan yang disampaikan menunjukkan sikap psikologis penutur

yang berfungsi untuk menyalahkan.

Pada tuturan (5) konteks percakapan terjadi antara Kapten dengan Pak

Modin. Saat itu Pak Modin telah dipanggil ke kantor kepolisian untuk diperiksa,

namun ternyata pihak kepolisian mengalami kesalahpahaman dalam pemanggilan

Pak Modin tersebut. Pak Modin pun dipersilahkan kembali ke rumah dan Kapten

mengucapkan terima kasih atas kunjungan Pak Modin tersebut. Tuturan tersebut

dimaksudkan agar mitra tutur tidak merasa kesal atas kesalahan yang terjadi dan

tuturan tersebut tergolong tindak ilokusi jenis ekspresif yang berfungsi untuk

mengucapkan terima kasih.

Pada tuturan (6) konteks percakapan antara Warga nelayan dengan Pak

Camat. Warga awalnya menuduh Camat yang membuat Pak Modin dipanggil ke

kantor kepolisian hingga akhirnya mereka ternyata salah duga atas apa yang

terjadi terhadap Pak Modin. Sebagai bentuk penyesalan dan rasa bersalah mereka

pun datang untuk menyampaikan minta maaf pada Camat dengan maksud agar

Camat mau memaafkan mereka. Tuturan di atas termasuk tindak ilokusi jenis
59

ekpsresif karena menyatakan sikap psikologis penutur yakni berfungsi untuk

minta maaf.

Pada tuturan (7) konteks percakapan terjadi antara petugas pemadam

kebakaran dengan Warga Nelayan. Saat terjadi kebakaran kayu di teluk para

warga panik kemudian datang petugas pemadam kebakaran dan meminta warga

untuk minggir. Setelah warga memenuhi perintah tersebut para petugas

mengucapkan terima kasih kepada warga sebagai wujud rasa bangga karena sudah

mau memenuhi perintahnya. Tuturan di atas termasuk tindak ilokusi jenis

ekspresif karena penutur menunjukkan sikap psikologisnya berupa rasa terima

kasih.

Pada tuturan (8) konteks percakapan terjadi ketika tetangga Satinah

mengetahui bahwa Pamannya telah meninggal. Mereka semua mengucapakan

“Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un” sebagai bentuk rasa bela sungkawa mereka

terhadap keluarga yang ditinggalkan. Tuturan tersebut merupakan tindak ilokusi

jenis ekspresif karena penutur menyampaikan sikap psikologisnya melalui ucapan

sebagai bentuk bela sungkawa.

Pada tuturan (9) konteks percakapan terjadi ketika Mak Angkat Wasripin

mencari-cari Wasripin yang sudah dinyatakan hilang dan meninggal oleh warga

nelayan. Mak ingin menyampaikan rasa bersalahnya terhadap Wasripin selama

hidup di Jakarta. Pasalnya, saat di Jakarta Mak membuat Wasripin menjadi lelaki

penghibur dan pelayan wanita-wanita girang. Tuturan tersebut termasuk tindak

ilokusi jenis ekspresif karena penutur menunjukkan sikap psikologisnya sebagai

wujud rasa bersalah dengan cara ingin meminta maaf.


60

Berdasarkan hasil analisis peneliti di atas, dapat diketahui bahwa data-data

di atas tergolong dalam tindak tutur ekspresif. Tuturan-tuturan yang terdapat

dalam data tersebut menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap situasi yang

ada. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Marzuqi (2016:111) bahwa tindak tutur

ekspresif yakni tindak tutur yang berfungsi menunjukkan atau menyatakan sikap

psikologis penutur terhadap keadaan tertentu, seperti berterima kasih, minta maaf,

memuji, menyalahkan, berbela sungkawa. Hal itu juga sesuai yang didefinisikan

oleh Searle (dalam Tarigan, 2009:43) yakni mempunyai fungsi untuk

mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologis

penutur.Tuturan-tuturan di atas juga menggunakan tuturan berupa ucapan terima

kasih, minta maaf, memuji, menyalahkan, berbela sungkawa dengan maksud

menyatakan sikap psikologisnya terhadap keadaan yang ada serta sesuai dengan

teori yang relevan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tuturan-tuturan di

atas telah dianalisis dengan benar dan sesuai dengan teori yang relevan kemudian

digolongkan dalam tindak tutur ekspresif.

4) Komisif

Komisif yakni tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan janji atau

penawaran tertentu, seperti berjanji, bersumpah, menyatakan kesanggupan, dan

menawarkan sesuatu. Adapun data percakapan yang mencerminkan tindak

komisif dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo berikut ini beserta

analisisisnya.

(1) Wasripin: “Ya, janji.” (TTI/P3/B19/26)


(2) Ketua Partai Langit: “Bagaimana kalau Wakil Ketua Partai
Langit?” (TTI/P7/B26/31)
61

(3) Kepala TPI: “Bagaimana kalau jadi satpam TPI?”


(TTI/P2/B12/35)
(4) Wasripin: “Saya jadi satpam saja.” (TTI/P1/B6/36)
(5) Paman Satinah: “Aku bersumpah demi Tuhan, Mas-Mbakyu!
Saksikan, bahwa seumur hidup aku tidak akan menyentuh
perempuan lagi!” (TTI/P5/B16/47)
(6) Paman Satinah: “Aku bersedia jadi budakmu, Yem. Untuk
menebus dosaku padamu.” (TTI/P2/B6/48)
(7) Wasripin: “Sumpah, Pak!” (TTI/P2/B16/126)

Pada tuturan (1) konteks percakapan terjadi ketika Wasripin dan Satinah

bermain Joko Tarub-Nawang Wulan. Wasripin berada di posisi Nawang Wulan

sedang Satinah berada di posisi Joko Tarub. Satinah pun membuat Wasripin untuk

berjanji bahwa jika ada yang mengembalikan bajunya jika laki-laki akan dijadikan

saudara dekat dan jika perempuan akan dijadikan istrinya. Akhirnya Wasripin pun

berjanji sesuai dengan yang dikatakan Satinah. Tuturan di atas termasuk tindak

ilokusi jenis komisif karena tuturan yang digunakan adalah untuk berjanji.

Pada tuturan (2) konteks terjadi ketika Ketua Partai Langit menawarkan

suatu pekerjaan terhadap Wasripin yang dianggapnya akan memberikan

keberuntungan. Tuturan tersebut merupakan tindak ilokusi jenis komisif karena

tuturan yang disampaikan bermaksud untuk menawarkan sesuatu kepada mitra

tutur dengan harapan mitra tutur mau menerima tawaran tersebut.

Pada tuturan (3) konteks percakapan sama dengan tuturan (2) yakni ketika

Kepala TPI memberikan penawaran pekerjaan terhadap Wasripin. Tuturan

tersebut merupakan tindak ilokusi jenis komisif karena tuturan yang disampaikan

bermaksud untuk menawarkan sesuatu kepada mitra tutur dengan harapan mitra

tutur mau menerima tawaran tersebut.


62

Pada tuturan (4) konteks percakapan terjadi ketika wasripin memilih dan

menyatakan kesanggupannya untuk menjadi Satpam TPI saja. Tuturan Wasripin

tersebut termasuk tindak ilokusi jenis komisif karena tuturan digunakan untuk

menyatakan kesanggupan dalam menjalankan tugas baru sebagai Satpam TPI dan

bermaksud untuk menolak tawaran-tawaran lain yang masih datang kepadanya.

Pada tuturan (5) konteks percakapan terjadi ketika Paman Satinah

bersumpah untuk tidak menyentuh perempuan lagi setelah dia menodai Satinah

yang tidak lain adalah keponakannya sendiri. Tuturan di atas termasuk tindak

ilokusi jenis komisif karena tuturan yang digunakan adalah untuk bersumpah

dengan harapan mitra tutur percaya dengan sumpah yang diucapkan penutur

kepadanya.

Pada tuturan (6) konteks percakapan terjadi ketika Paman Satinah

menyatakan kesanggupannya untuk menjadi budak Satinah sebagai penebus dosa-

dosanya. Tuturan tersebut tergolong tindak ilokusi jenis komisif karena tuturan

digunakan untuk menyatakan kesanggupan penutur dan bermaksud membuat

mitra tutur yakin atas kesanggupannya.

Pada tuturan (7) konteks percakapan terjadi ketika Wasripin ditanyai oleh

Kepala Polisi tentang identitas lengkapnya. Saat ditanya mengenai nama

bapaknya Wasripin bersumpah bahwa dia tidak tahu nama bapaknya. Tuturan

tersebut termasuk tindak ilokusi jenis komisif karena penutur bertutur dengan

maksud meyakinkan mitra tutur sehingga menggunakan tuturan bersumpah.

Berdasarkan hasil analisis peneliti, data-data di atas digolongkan dalam

tindak tutur komisif karena tuturan yang disampaikan berwujud untuk


63

menawarkan sesuatu dan berjanji (bersumpah). Analisis ini dilakukan oleh

peneliti sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Marzuqi (2016:111-112) bahwa

komisif adalah tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan janji atau

penawaran tertentu, seperti berjanji, bersumpah, menyatakan kesanggupan, dan

menawarkan sesuatu.Yule (2014:94) mendefinisikan komisif sebagai tindak tutur

yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-

tindakan di masa datang. Dengan didukungnya teori tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa data-data tuturan di atas sudah dianalisis dengan benar oleh

peneliti serta kebenarannya bisa dibuktikan dengan teori-teori lain yang relevan.

5) Deklaratif

Deklaratifyakni tindak tutur yang menghubungkan antara isi dengan

kenyataannya, misal berpasrah, memecat, memberi nama, memaafkan,

mengucilkan, menggolongkan, dan menghukum. (Marzuqi, 2016:110—112).

Adapun data percakapan yang mencerminkan tindak deklaratif dalam novel

Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo berikut ini beserta analisisisnya.

(1) Mak Angkat: “Puluh-puluh begjaning awak (Alangkah buruk


keberuntungan diriku), beginilah nasib orang melarat!”
(TTI/P6/B16/6)
(2) Satinah: “Malam itu aku melihat jembatan, ingin mencebur
sungai. Melihat pohon tinggi, ingin memanjat kemudian terjun.
Melihat kereta api, ingin menabrakkan diri.” (TTI/P2/B9/28)
(3) Camat: “Ya, ta?” semua orang bersalaman dengan camat,
mereka berdamai. (TTI/P1/B7/90)
(4) Belantik: “Ikhlas.” (TTI/P1/B6/109)
(5) Hakim: “Mengingat… Menimbang… Memutuskan: satu, Pak
Modin bersalah karena tingkah lakunya mencurigakan. Dua,
menjatuhkan hukuman: nihil……” (TTI/P6/B17/144)
(6) Paman Satinah: “Kita orang kecil hanya bisa berdoa.”
(TTI/P10/B5/178)
64

(7) Seseorang memukul kepalanya, “Begitulah hukumannya jika


kau bohong.” (TTI/P2/B4/180)
(8) Wasripin: “Tidak ada penghargaan tak apalah.”
(TTI/P1/B1/183)
(9) Wasripin: “Tidak apa-apa Bu.” (TTI/P1/B11/198)
(10) Pak Modin: “Saya berani sumpah. Pengangkatan sudah
saya tanda tangani. Disaksikan dua kopral, bersenjata
lengkap.” (TTI/P2/B14/246)

Pada tuturan (1) konteks terjadi ketika Mak Angkat Wasripin kehilangan

jejak Wasripin yang telah meninggalkan Jakarta dan juga kehidupan kelamnya.

Tuturan tersebut menyatakan kepasrahan yang dialami Mak Angkat Wasripin

dengan nasibnya yang melarat sepeninggal Wasripin. Tuturan tersebut tergolong

tindak ilokusi jenis deklaratif karena antara isi dengan kenyataannya masih

berhubungan yakni kepasrahan Mak Angkat tentang nasibnya yang melarat.

Pada tuturan (2) konteks percakapan terjadi ketika Satinah menceritakan

masa lalunya kepada Wasripin. Saat itu ia ingin menghukum dirinya sendiri yang

sudah ternodai oleh pamannya. Tuturan Satinah tersebut tergolong tindak ilokusi

jenis deklaratif karena tuturan yang disampaikan yakni menghukum dirinya

dengan cara ingin melakukan bunuh diri dan masih terdapat hubungan antara isi

dan kenyataannya.

Pada tuturan (3) konteks percakapan terjadi antara Camat dengan Warga

Nelayan. Warga datang untuk meminta maaf kepada Camat atas kesalahan mereka

yang menduga bahwa Camat yang berada di balik penangkapan Pak Modin.

Permintaan maaf mereka pun diterima oleh Camat dengan maksud agar mereka

bisa mengintropeksi diri dan tidak melakukan hal yang serupa lagi. Tuturan
65

Camat termasuk tindak ilokusi jenis deklaratif karena tuturannya bersifat nyata

sesuai dengan tuturan yang disampaikan yakni memaafkan warga Nelayan.

Tuturan (4) konteks percakapan terjadi ketika ada seorang Belantik yang

kehilangan sapi saat berada di pasar. Kemudian Wasripin menjelaskan bahwa

sapinya telah dicuri oleh bangsa halus dan berharap agar Belantik mengikhlaskan

dan pasrah atas hal tersebut. Belantik pun menerima dan berpasrah serta

mengikhlaskan sapinya yang hilang tersebut. Tuturan tersebut termasuk tindak

ilokusi jenis deklaratif karena tuturan ysng disampaikan penutur memiliki

hubungan antara isi dengan kenyataannya, yakni berupa tuturan pasrah.

Pada tuturan (5) konteks percakapan terjadi ketika Hakim membacakan

keputusan untuk menghukum Pak modin. Dengan berbagai pertimbangan dan

bukti yang diterima bahwa Pak Modin tidak bersalah, untuk itu tidak ada

hukuman yang diberikan kepadanya. Tuturan Hakim tersebut termasuk tindak

ilokusi jenis deklaratif karena antara isi dengan kenyataannya berhubungan yakni

bermaksud untuk membacakan hukuman buat Pak Modin.

Pada tuturan (6) konteks percakapan terjadi Paman mencoba untuk

menenangkan Satinah yang sedang resah mendengar Wasripin ditangkap oleh

kelompok geng. Tuturan Paman bermaksud untuk menenangkan Satinah agar

tetap berdoa dan berpasrah pada Allah untuk keselamatan Wasripin. Tuturan

tersebut termasuk tindak ilokusi jenis deklaratif karena antara isi dengan

kenyataannya masih berhubungan.

Pada tuturan (7) konteks terjadi ketika seseorang memberikan hukuman

kepada Wasripin dengan memukul kepalanya karena Wasripin dianggap telah


66

berbohong. Saat itu Wasripin ditanyai tentang identitas serta pekerjaannya yang

kemudian mereka merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh

Wasripin. Tuturan seseorang tersebut tergolong tindak ilokusi jenis deklaratif

karena tuturan yang disampaikan sesuai dengan kenyataan yang ada.

Pada tuturan (8) konteks percakapan terjadi ketika aparat Kepolisian

menunda-nunda untuk memberikan penghargaan kepada Wasripin. Wasripin pun

merasa berpasrah dengan adanya kejadian tersebut. Tuturan Wasripin tergolong

tindak ilokusi jenis deklaratif yang menyatakan masih ada hubungan antara isi

dengan kenyataannya.

Pada tuturan (9) konteks percakapan terjadi ketika Wasripin mencoba

mengobati seorang bapak-bapak yang sedang sakit. Namun, bapak tersebut

merasa tidak mau dan tidak sudi diobati oleh Wasripin dan kemudian

mengeluarkan perkataan tidak enak terhadap Wasripin. Istri dari bapak tersebut

pun langsung meminta maaf kepada Wasripin atas perilaku suaminya. Wasripin

dengan senang hati memaafkan bapak tersebut tuturan Wasrpin termasuk tindak

ilokusi jenis deklaratif karena antara tuturan yang disampaikan sesuai dengan

kenyataan yang ada.

Pada tuturan (10) konteks percakapan terjadi ketika semua Warga Nelayan

mengalami perubahan setelah hilangnya Wasripin dan pesta politik yang terjadi.

Seseorang melihat Pak Modin yang sedang tertatih-tatih dalam berjalan. Pak

Modin pun memberitauhkan kepadanya bahwa dia bukan Modin yang

dianggapnya sebagai imam surau dulu, tetapi seseorang itu tidak

mempercayainya. Pak Modin lalu bersumpah untuk meyakinkan seseorang


67

tersebut bahwa dirinya bukanlah Pak Modin yang seperti dikiranya. Tuturan

tersebut termasuk tindak ilokusi jenis deklaratif karena antara tuturan yang

disampaikan memiliki hubungan dengan kenyataan yang ada.

Berdasarkan hasil analisis peneliti di atas, dapat diketahui bahwa data-data

tersebut tergolong tindak tutur deklaratif karena antara tuturan yang disampaikan

sesuai dengan kenyataan yang ada pada waktu tuturan disampaikan. Sesuai

dengan teori yang disampaikan oleh Searle (dalam Tarigan, 2009:43) yakni

ilokusi yang bila performansinya berhasil akan menyebabkan korespondensi yang

baik antara isi proposional dengan realitas. Contoh: berpasrah, memecat, memberi

nama, memaafkan, mengucilkan, menggolongkan, dan menghukum. Tuturan-

tuturan di atas berbentuk seperti memaafkan, berpasrah dan menghukum. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa data-data di atas telah dianalisis dengan benar

dan berpanduan sesuai teori yang ada dan relevan.

C. Tindak Tutur Perlokusi dalam Novel Wasripin dan Satinah Karya

Kuntowijoyo

Tindak perlokusi merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada mitra

tutur oleh penutur. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai

pengaruh atau efek terhadap lawan tutur yang mendengar tuturan itu. Maka dari

itu tindak perlokusi sering disebut sebagai the act of affective someone (tindak

yang memberi efek pada orang lain). Secara singkat dapat dikatakan bahwa tindak

perlokusi mengacu pada hasil dari tuturan tersebut.Adapun data percakapan yang

mencerminkan tindak perlokusi dalam novel Wasripin dan Satinah karya

Kuntowijoyo berikut ini beserta analisisisnya.


68

(1) Satinah: “Teman-teman, mari kita nyanyi sama-sama!”


Bernyanyi bersama, sepertinya mereka sudah hafal.
(TTP/P3/B22/17)
(2) Pak Modin: “Coba baca ini!” Wasripin mulai membaca
Quran. (TTP/P2/B18/36)
(3) Kapten: “Modin, isi ini!” Pak Modin mengisi formulir.
(TTP/P1/B1/87)
(4) Kawan Wasripin: “Tiduran saja.” Wasripin kemudian tiduran
telentang. (TTP/P2/B11/98)
(5) GPL: “Berhenti!” Satinah berhenti. (TTP/P3/B24/ 120)
(6) Polisi: “Minggir semua, kecuali Wasripin!” Orang-orang
minggir. (TTP/P1/B6/133)
(7) Bersenjata Bedil: “Tolong, Bapak-bapak minggir. Api itu akan
dipadamkan.” Orang-orang minggir memberi tempat penyedot
dan penyemprot air. (TTP/P2/B10/174)
(8) Satinah: “Oh, duduk. Sampai lupa mempersilahkan.” Wasripin
duduk. Satinah ke dalam. (TTP/P3/B10/181)
(9) Tentara: “Senjata api, senjata tajam. KTP?” Coba.”
Sopir memberikan yang ia bawa. (TTP/P3/B17/230)

Pada tuturan (1) konteks terjadi ketika Satinah bertutur untuk mengajak

para penonton bernyanyi bersama. Satinah bekerja sebagai penyanyi keliling

diiringi oleh Pamannya yang bermain seruling. Tuturan Satinah memberikan efek

kepada mitra tutur yakni mereka ikut bernyanyi bersama-sama. Perilaku mitra

tutur tersebut tergolong tindak perlokusi karena merupakan efek dari tuturan yang

disampaikan oleh penutur.

Pada tuturan (2) konteks terjadi ketika Pak Modin menyuruh Wasripin

untuk membaca Al Quran dan Wasripin mulai membacanya dengan lancar. Pak

Modin selaku penutur memberikan efek kepada Wasripin selaku mitra tutur atas

tuturannya. Mitra tutur melakukan tindakan yang merupakan efek dari tuturan
69

yang disampaikan oleh penutur. Dengan demikian, tuturan Pak Modin tergolong

tindak perlokusi karena menimbulkan efek atau pengaruh terhadap mitra tuturnya.

Pada tuturan (3) konteks percakapan terjadi ketika Kapten memerintahkan

Pak Modin untuk mengisi berbagai data yang ada pada formulir pemeriksaan.

Tuturan Kapten memberikan pengaruh terhadap Pak Modin sehingga Pak Modin

melakukan tindakan dengan mengisi data yang ada di formulir tersebut. Tuturan

Kapten termasuk tindak perlokusi karena menimbulkan efek terhadap mitra

tuturnya dengan membuat mitra tutur melakukan tindakan atas yang

dituturkannya.

Pada tuturan (4) konteks percakapan terjadi kawan Wasripin mengetahui

bahwa Wasripin habis pingsan semalaman. Ia menuturkan agar Wasripin tiduran

saja dan istirahat dulu. Tuturan teman Wasripin tersebut mendapat perhatian dari

Wasripin dan ia pun tiduran telentang serta beristirahat sejenak. Tuturan teman

Wasripin tersebut termasuk tindak perlokusi karena menimbulkan pengaruh

terhadap mitra tutur sehingga mitra tutur melakukan tindakan sebagai efek dari

tuturan penutur.

Pada tuturan (5) konteks terjadi ketika ada GPL (Gerakan Pemuda Liar)

yang mulai berkeliaran di jalan-jalan. GPL mulai melakukan aksinya dengan

menghadang para gadis yang lewat jalan tersebut. Saat itu Satinah bersama

pamannya mengendarai sepeda motor. GPL memaksa Satinah untuk berhenti dan

Satinah pun mematuhi perintah dari GPL. Tuturan GPL memberikan efek

terhadap Satinah sehingga Satinah melakukan tindakan yakni menghentikan

sepeda motornya. Tuturan tersebut termasuk tindak perlokusi karena tuturan yang
70

disampaikan penutur memberikan pengaruh terhadap mitra tutur untuk melakukan

sesuatu.

Pada tuturan (6) konteks percakapan terjadi ketika Polisi memerintahkan

semua orang minggir kecuali Wasripin. Polisi akan melakukan penangkapn

terhadap Wasripin. Mendengar tuturan Polisi tersebut para warga pun langsung

minggir dan memberi jalan kepada Polisi. Tindakan warga tersebut merupakan

efek dari tuturan yang disampaikan Polisi sehingga tuturan tersebut termasuk

tindak perlokusi.

Pada tuturan (7) konteks percakapan terjadi saat para petugas pemadam

kebakaran yang bersenjata bedil memerintahkan bapak-bapak untuk minggir dan

memberi jalan kepada petugas untuk memdamkan api. Bapak-bapak pun

memberikan perhatian terhadap tuturan petugas tersebut dan melakukan tindakan

yakni minggir dan memberi jalan kepada petugas pemadam. Tindakan bapak-

bapak merupakan efek dari tuturan yang disampaikan oleh petugas pemadam

sehingga tuturan pemadam tersenut tergolong tindak perlokusi.

Pada tuturan (8) konteks percakapan terjadi ketika Satinah

mempersilahkan Wasripin untuk duduk. Wasripin pun melakukan tindakan yang

merupakan efek dari tuturan yang disampaikan Satinah yakni Wasripin duduk.

Tuturan Satinah memberikan efek terhadap Wasripin selaku mitra tutur sehigga

tuturan tersebut termasuk tindak perlokusi karena berhasil membuat mitra tutur

terpengaruh dan melakukan tindakan atas tuturan dari penutur.

Pada tuturan (9) konteks percakapan terjadi ketika ada operasi yang

dilakukan tentara di sepanjang jalan. Tentara menanyakan tentang barang bawaan


71

yang berbahaya seperti senjata api, senjata tajam dan lain-lain serta dokumen-

dokumen penting seperti KTP, STNK, SIM dan lainnya kepada semua orang yang

sedang melewati jalan tersebut. Pada saat giliran Sopir yang diinterogasi, tentara

menuturkan agar Sopir mengeluarkan semua barang bawaannya. Tindakan Sopir

merupakan efek dari tuturan yang disampaikan oleh Tentara kepadanya sehingga

tuturan tentara tergolong tindak perlokusi.

Berdasarkan hasil analisis peneliti di atas, tuturan-tuturan tersebut

digolongkan dalam tindak tutur perlokusi karena semua tuturan di atas

menimbulkan efek atau pengaruh terhadap mitra tutur. Mitra tutur bertindak

sesuatu setelah mendengarkan tuturan yang disampaikan oleh penutur. Sejalan

dengan teori yang disampaikan oleh Tarigan (2009:34) bahwa tindak perlokusi

merupakan melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu. Tindak tutur

perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan

tutur yang mendengar tuturan itu.Menurut Wijana (dalam Marzuqi, 2016:113)

tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengaturannya dimaksud untuk

memengaruhi lawan tutur. Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam

kategori tindak perlokusi bila memiliki daya ilokusi yang kuat yaitu mampu

menimbulkan efek tertentu bagi mitra tutur. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa tuturan-tuturan di atas telah dianalisis dengan sebenar-benarnya sesuai

dengan teori yang relevan.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat 20 data yang

mencerminkan tindak tutur lokusi, 46 data yang mencerminkan tindak tutur

ilokusi, dan 09 data yang mencerminkan tindak tutur perlokusi. Adapun

simpulan dari pembahasan di atas sebagai berikut.

1) Tindak tutur lokusi para tokoh dalam novel Wasripin dan Satinah karya

Kuntowijoyo ditemukan berbagai percakapan antara Wasripin dengan

tokoh-tokoh yang lain. Salah satunya yakni percakapan antara Wasripin

dengan mak angkatnya seperti tuturan berikut ini Kita sungguh beruntung,

jelek-jelek kita punya rumah. Coba kalau tidak, kita akan tidur di tepi

jalan, di bawah jembatan, di emperan toko. Pada tuturan tersebut konteks

percakapan terjadi antara Wasripin dan Mak angkatnya ketika masih hidup

di Jakarta. Mak angkat wasripin menyatakan kepada Wasripin bahwa

mereka beruntung memiliki rumah meskipun jelek seperti itu, sebab hidup

di Jakarta tidak semudah yang dibayangkan. Tuturan tersebut tidak

dilandasi dengan maksud tertentu dan hanya sekedar memberikan

informasi kepada mitra tutur sehingga tuturan tersebut digolongkan ke

dalam bentuk tindak tutur lokusi.

2) Tindak tutur ilokusi dalam novel Wasripin dan Satinahkarya Kuntowijoyo

ditemukan berbagai tuturan yang mencerminkan tindak ilokusi. Tindak

ilokusi dibagi menjadi lima bagian yakni asertif, direktif, ekspresif,

72
73

komisif, dan deklaratif. Dalam penelitian telah ditemukan tuturan yang

mengandung lima jenis tindak ilokusi tersebut. Salah satunya yakni tuturan

antara Pak Modin dengan Wasripin sebagai berikut Minum dulu, Nak. Lalu

makan yang halus-halus. Pada tuturan tersebut konteks percakapan terjadi

ketika Pak Modin meminta agar Wasripin minum dulu baru makan

makanan yang halus-halus. Tuturan tersebut disampaikan Pak Modin

kepada Wasripin yang baru sadar dari tidur panjangnya selama tiga hari.

Pak Modin selaku penutur memiliki maksud agar Wasripin minum dahulu

setelah itu baru makan makanan yang halus-halus. Tuturan tersebut

termasuk tindak ilokusi karena penutur memiliki maksud tertentu terhadap

mitra tuturnya. Tuturan tersebut berfungsi untuk meminta mitra tutur

berbuat sesuatu atas tuturan yang disampaikan penutur.

3) Tuturan yang mengandung tindak perlokusi dalam novel Wasripin dan

Satinahkarya Kuntowijoyo salah satunya yakni tuturan antara Pak Modin

dengan Wasripin Coba baca ini! Wasripin mulai membaca Quran. Pada

tuturan tersebut konteks terjadi ketika Pak Modin menyuruh Wasripin

untuk membaca Al Quran dan Wasripin mulai membacanya dengan

lancar. Pak Modin selaku penutur memberikan efek kepada Wasripin

selaku mitra tutur atas tuturannya. Mitra tutur melakukan tindakan yang

merupakan efek dari tuturan yang disampaikan oleh penutur. Dengan

demikian, tuturan Pak Modin tergolong tindak perlokusi karena

menimbulkan efek atau pengaruh terhadap mitra tuturnya.


74

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan

beberapa saran sebagai berikut.

Bagi penulis novel, disarankan agar dalam penulisan novel selanjutnya

diharapkan bisa menggunakan tuturan-tuturan yang lebih bervariasi dan

memertimbangkan konteks pertuturan sehingga bisa dikaji oleh peneliti lain

dengan kajian yang berbeda dari tindak tutur. Misal, kajian pragmatik yang

lain yakni implikatur, dieksis, kesopanan, dan lain-lain.

Bagi peneliti selanjutnya, disarankan melakukan penelitian yang

berobjek sama tetapi menggunakan kajian yang berbeda ataupun dengan

memerluas kajian yang sama sehingga diharapkan bisa menjadi penyempurna

dari karya sederhana ini serta menambah wawasan baru bagi pembaca.

Bagi pembaca, diharapkan bisa menambah wawasan dengan tetap

membaca serta bisa membandingkan penelitian ini dengan penelitian lain yang

sejenis sehingga didapatkan pengetahuan yang lebih luas mengenai tema dan

berbagai teori pragmatik dari penelitian yang berbeda.


75

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Cahyani, Septa Dwi Wiki. 2015. Analisis Tindak Tutur Ilokusi dalam Bahasa
Jepang. Skripsi Sarjana (Tidak diterbitkan). Semarang: Universitas Negeri
Semarang. Http//lib.unnes.ac.id/22656

Kuntowijoyo. 2013. Wasripin dan Satinah. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Marzuqi, Iib. 2016. Pragmatik (Dari Teori, Pengajaran, hingga Penelitiannya).


Lamongan: Pustaka Ilalang.

Moloeng, J Lexy. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Niswati. 2013. Tindak Tutur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas VII
SMP Ma’arif Pucuk. Skripsi Sarjana (Tidak diterbitkan). Lamongan:
Universitas Islam Darul Ulum.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. TeoriPengkajianFiksi. Yogyakarta: GadjahMada


University Press.

Sari, Septy Silvia. 2012. Analisis Tindak Tutur Penjual dan Pembeli di Pasar
Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Skripsi Sarjana (Tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.eprints.uny.ac.id/8461/1/1-07210144035.pdf

Sutardi. 2011. Apresiasi Sastra. Lamongan: Pustaka Ilalang.


76

Tarigan, Henry Guntur. 2009.Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Waldiyati, Cicik Arum. 2012. Tindak Tutur dalam Wacana Iklan Berbahasa
Indonesia di Radio Sunan Giri FM. Skripsi Sarjana (Tidak diterbitkan).
Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum.

Yule, George. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai