OSTEOARTHRITIS
Disusun oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Universitas : Trisakti
Fakultas : Kedokteran
Coassistant
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini. Selama
pembuatan referat ini penulis mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari
berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada orang tua penulis, dokter pembimbing referat dr. Wahyu Rosharjanto, Sp.OT,
serta teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUD Dr. Soeselo Slawi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat
ini. Akhir kata penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam referat
ini.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
2.11 Prognosis osteoarthritis ............................................................................... 28
v
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) merupakan jenis arthritis yang umum dan paling sering
terjadi diantara penyakit arthritis lainnya. Penyakit ini memiliki prevalensi yang
cukup tinggi di Indonesis terutama pada orang tua. Osteoarthritis juga merupakan
1
penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Angka kejadian OA di dunia
terbilang cukup tinggi. WHO memperkirakan 25% orang berusia 65 tahun di dunia
memderita OA. Sementara di kawasan Asia Tenggara, jumlah penderita OA
2
mencapai 24 juta jiwa. Frekuensi OA lebih banyak dialami pada wanita daripada
pria. Pada studi radiografi yang dilakukan di America dan Eropa pada penduduk usia
45 tahun ke atas didapatkan prevalensi OA yang cukup tinggi, yaitu 14% pada laki-
laki dan 22,8% pada wanita. 2
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena
meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggung, lutut, dan
sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi
interphalangeal distal dan proximal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-sendi yang
tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki.1
Diagnosis osteoarthritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat
penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan
radiologis. Menurut studi kadaver pada tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural
OA hampir universal, antara lain hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai
berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada pemeriksaan radiologis) dan osteofit. 1
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2
Chondrocytes dari kartilago hialin dewasa memiliki kemampuan kecil untuk
pembelahan sel in vivo dan kerusakan langsung pada permukaan artikular tidak dapat
diperbaiki dengan baik, atau diperbaiki hanya dengan fibrokartilago. Fakta bahwa
keausan normal dari aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan degradasi permukaan
artikular adalah karena mekanisme pelumasan yang sangat efektif yang diberikan
oleh cairan sinovial. Dalam arti lain, kondrosit melakukan perbaikan: pada tahap
kerusakan awal kartilago, konstituen molekul matriks akan diisi ulang oleh
peningkatan aktivitas kondrosit.3
Proteoglikan ada terutama dalam bentuk agregasi, molekul agregat besar
dengan inti protein bersama yang diatur hingga 100 kondroitin sulfat dan keratan
sulfat glikosaminoglikan (GAGs), seperti bulu dalam tabung. Ratusan molekul
aggrecan dihubungkan, pada gilirannya, menjadi rantai hyalurinate panjang yang
tidak bercabang (hyaluronan), untuk membentuk molekul yang lebih besar dengan
berat molekul lebih dari 100 juta dalton. Makromolekul yang bermuatan negatif ini
bertanggung jawab dalam kekakuan dan elastisitas kartilago.3
Proteoglycan memiliki afinitas yang kuat dengan air, sehingga jaringan kolagen
menjadi sasaran tegangan tarik yang cukup besar. Dengan beban, tulang rawan
berubah bentuk dan air secara perlahan diperas ke permukaan di mana membantu
membentuk film pelumas. Ketika beban berhenti, cairan permukaan merembes
kembali ke tulang rawan sampai ke titik di mana tekanan pembengkakan di tulang
rawan diimbangi oleh kekuatan tarik jaringan kolagen. Selama jaringan tertahan dan
proteoglikan tetap utuh, kartilago mempertahankan kompresibilitas dan elastisitasnya.
Jika jaringan kolagen terdegradasi atau terganggu, matriks menjadi basah dan lunak;
hal ini, pada gilirannya diikuti oleh hilangnya proteoglikan, kerusakan sel dan
pemecahan ('fibrilasi') dari kartilago artikular. Masalah meningkat lebih lanjut karena
kondrosit yang rusak mulai melepaskan enzim pengurai matriks.3
3
2. Kapsul dan Ligamen3,4
4
memendek dalam posisi 'santai' mungkin diperlukan waktu berbulan-bulan (atau tidak
mungkin) untuk mendapatkan kembali gerakan pasif penuh sesudahnya.
3. Sinovial dan Cairan Sinovial 3,4
Permukaan dalam kapsul dilapisi oleh membran tipis sinovium, yang kaya
dengan pembuluh darah, limfatik dan saraf. Ini menyediakan lapisan yang tidak dapat
ditembus untuk permukaan artikuler dan menghasilkan cairan sinovial, dialisat
plasma kental yang bercampur dengan hyaluronan. Cairan ini memelihara tulang
rawan artikular avaskular, memainkan bagian penting dalam mengurangi gesekan
selama gerakan dan memiliki sifat perekat yang membantu dalam menjaga stabilitas
sendi.3,4
Dalam kehidupan normal volume cairan sinovial dalam sendi tertentu tetap
cukup konstan, terlepas dari pergerakannya. Ketika sendi mengalami peningkatan
cairan yang melumpuhkan (seperti pada jaringan ikat yang memar atau oedematous)
dan ini muncul sebagai efusi sendi. Synovium juga merupakan jaringan target pada
infeksi sendi dan gangguan autoimun seperti rheumatoid arthritis.4
5
4. Lubrikan 3,4
Koefisien gesekan dalam sendi normal sangat rendah - salah satu alasan
mengapa, kecuali trauma atau penyakit, ada sedikit perbedaan dalam jumlah aus pada
permukaan artikular antara orang dewasa muda dan orang tua. Lapisan permukaan
kartilago yang luar biasa ini dihasilkan oleh kombinasi sistem pelumasan yang sangat
efisien.3,4,6
Pelumasan lapisan batas pada permukaan bantalan dimediasi oleh fraksi
glikoprotein larut dalam air yang besar, pelumas pekat dalam cairan sinovial. Satu
lapisan molekul menempel pada setiap permukaan artikular dan hal ini saling
meluncur dengan cara yang telah disamakan dengan permukaan yang berputar pada
bal bal mini. Ini paling efektif pada titik kontak langsung
Cairan pelumas disediakan oleh mekanisme hidrodinamik yang dijelaskan
sebelumnya (lihat di bawah kartilago Artikular). Selama gerakan dan pemuatan
cairan diperas keluar dari tulang rawan yang kaya proteoglycan dan membentuk
'bantalan' tipis di mana kontak tidak merata, kemudian kembali ke kartilago ketika
pemuatan berhenti. Pelumasan antara lipatan sinovial disediakan oleh molekul
hyalurinate dalam cairan sinovial 3,4
6
2.2 Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit kronis sendi sinovial di mana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis; terjadi pelunakan dan disintegrasi
progresif tulang rawan artikular disertai pertumbuhan tulang rawan dan tulang baru
pada margin sendi (osteofit), pembentukan kista dan sklerosis di tulang subchondral,
peregangan kapsul artikular, sinovitis ringan dan fibrosis kapsul. Bukan hanya
sebatas keausan maupun robekan sederhana pada sendi, terjadi juga distribusi yang
asimetris, sering terlokalisasi hanya pada satu bagian dari sendi dan sering dikaitkan
dengan kelebihan beban daripada keausan karena gesekan.1,5,6
Osteoarthritis adalah fenomena yang dinamis; Ini menunjukkan fitur
penghancuran dan perbaikan. Pelunakan dan disintegrasi kartilago disertai sejak awal
oleh pembentukan tulang baru yang hiperaktif, osteofitosis dan remodeling.
Gambaran akhir ditentukan oleh kekuatan relatif dari proses-proses yang berlawanan
ini. Selain itu, ada berbagai faktor sekunder yang mempengaruhi perkembangan
kelainan ini: munculnya kristal yang mengandung kalsium di sendi; perubahan
iskemik terutama pada lansia yang biasanya terdapat osteonekrosis di tulang
subkondral, ketidakstabilan sendi dan efek obat anti inflamasi yang berkepanjangan. 6
7
poliklinik Rheumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis
menderita salah satu jenis OA.4,
Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada data radiografi
menunjukan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun
dan pada hamper setiap orang pada usia 75 tahun. Osteoarthritis ditandai dengan
terjadinya nyeri pada sendi, terutama pada saat bergerak. Berdasarkan data prevalensi
dari National Centers for Health Statistics, diperkirakan 15.8 juta (12%) orang
dewasa antara 25-74 tahun mempunyai keluhan sesuai OA. Prevalensi dan tingkat
keparahan OA berbeda-beda antara rentang usia dewasa dan usia lanjut. Sebagai
gambaran, 20% pasien dibawah 45 tahun mengalami OA tangan dan hanya 8,5%
terjadi pada usia 75-79 tahun. Sebaliknya, OA lutut terjadi <0.1% pada kelompok
usia 25-34 tahun, tetapi terjadi 10-20% pada kelompok 65-74 tahun. OA lutut
moderat sampai berat dialami 33% pasien usia 65-74 tahun dan OA panggul moderat
sampai berat dialami oleh 50% pasien dengan rentang usia yang sama.7,8
8
Gambar 4. Factor Resiko
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan Osteoarthritis sangat banyak
sekali. Namun ada beberapa faktor yang paling berpengaruh terhadap peningkatan
resiko terjadinya Osteoarthritis, diantaranya: 6,7
1. Genetik
Menurut data penelitian, sekitar 40 % merupakan factor predisposisi OA.
Namun menurut penelitian tidak diketahui ada tidaknya gen OA.
2. Usia
Usia sangat berhubungan dengan terjadinya OA, tapi tidak secara langsung
berkaitan dengan persendian, butuh waktu sekitar 200 tahun hingga usia
dapat mempengaruhi secara langsung terjadinya OA. Namun Usia lebih
berhubungan dengan stabilitas sendi dan otot sekitar sendi.
9
3. Jenis kelamin
Wanita yang di dalam keluarganya memiliki sejarah penyakit Osteoarthritis
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terkena penyakit yang sama.
4. Obesitas
Berat Badan berlebih dapat menyebabkan lebih banyak tekanan pada sendi
dan merupakan faktor yang penting dalam angka kejadian Osteoarthritis.
5. Displasia Sendi
Kelainan Kongenital seperti displasia acetabulum dan penyakit Perthes dapat
meningkatkan resiko terjadinya Osteoarthritis.
6. Trauma
Fraktur akibat trauma merupakan salah satu penyebab dari Osteoarthritis
sekunder, dikarenakan oleh perlukaan yang dapat menyebabkan kerusakan
sendi dan tulang.
7. Okupasi / Pekerjaan
Jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi resiko terjadinya
Osteoarthritis. Orang-orang yang tidak bekerja mengangkat beban berat
memiliki resiko terkena Osteoarthritis yang lebih rendah dibandingkan
mereka yang melakukan pekerjaan dengan beban berat. Pada atlet di
beberapa cabang olahraga, memiliki resiko Osteoarthritis yang relatif besar,
contohnya Petinju yang rentan terhadap trauma dan atlet Sepak Bola yang
rentan terhadap trauma lutut.
8. Kepadatan Tulang (Bone Density)
Faktor ini merupakan salah satu faktor yang berperan pada Osteoarthritis dan
Osteoporosis. Faktor ini juga dipengaruhi oleh hal-hal lain seperti genetik,
hormonal, dan metabolisme masing-masing individu.
10
2.5 Klasifikasi Osteoarthritis
Berdasarkan patogenesisnya Osteoarthritis dibedakan menjadi Osteoarthritis
primer dan Osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis primer disebut juga Osteoarthritis
idiopatik adalah osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya perubahan degeneratif yang
terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau degenerasi sendi yang
terjadi dalam konteks metabolik tertentu. Selain dari jenis osteoarthritis yang lazim,
ada beberapa varian lain. OA peradangan erosif terutama menyerang sendi pada jari-
jari dan berhubungan dengan episode peradangan akut yang menimbulkan deformitas
dan alkilosis. Hiperostosis alkilosis menimbulkan penulangan vertebra.5,6,8,9
1. Osteoartritis primer: tidak memiliki hubungan dengan penyakit sistemik
lain atau perubahan yang terjadi pada sendi, berarti hanya berupa
osteoartritis saja. Biasanya OA hanya local ataupun dapat menyeluruh tapi
jarang.
2. Osteoartritis sekunder: merupakan osteoartritis yang disertai adanya
kelainan sistemik, seperti: gangguan endokrin, proses inflamasi,
gangguan metabolik, pertumbuhan, keturunan, trauma mikro - makro,
immobilisasi yang lama.
11
dapat terjadi karena multi-faktor antara lain karena faktor umur, humoral, genetik,
obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik.
Gambaran utama OA adalah: (1) destruksi kartilago progresif; (2) pembentukan kista
subartikular, dengan (3) sklerosis tulang di sekitarnya; (4) pembentukan osteofit; dan
(5) fibrosis capular.
12
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA.
Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi terlindung
dari gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “Shock Absorber”
serta penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago,
erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi.6
Kartilago sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks ekstraseluler, yang
terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan kolagen. Kondrosit
berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan
proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks
tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik.
Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga proses perbaikan pada kartilago
berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di kartilago, tahap perbaikannya sangat
terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon inflamasi.6
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks
baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam hal
ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara
keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi
kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek.
Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang
mengubah biomekanik kartilago, sehingga kartilago sendi kehilangan sifat
kompresibilitasnya.6,9
Pada OA, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam progresifitas
penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor pro-inflamasi juga
terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi seperti Nitric Oxide (NO), IL-1β,
dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini akan menginduksi kondrosit untuk memproduksi
protease, kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan leukotrien dengan cara
menempel pada reseptor di permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen
13
MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Akibatnya sintesis matriks
terhambat dan apoptosis sel meningkat.9
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis
kolagen tipe II dan IX serta meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga
menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada akhirnya tulang
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
menghasilkan enzim proteolitik.10
14
Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi
proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
b. Fase II
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai
adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan
sinovial.
c. Fase III
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons
inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovial seperti Interleukin 1
(IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase
menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada
kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada
kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti Nitric Oxide
(NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan
arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang
akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi
memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi
gangguan yang progresif.
15
penyakit. Hambatan pada gerak juga dapat terjadi secara konsentris (Seluruh
arah) maupun eksentris (Salah satu arah saja).
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembus dasar tulang hingga ke kartilago
menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini dapat mengakibatkan
nyeri. Nyeri juga dapat timbul dari bagian luar sendi, termasuk bursae di
dekat sendi.
b. Hambatan Gerakan Sendi
Gangguan ini biasanya bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri pada pasien.
c. Kaku pada Pagi Hari
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang relatif lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Gejala ini umum dijumpai pada pasien Osteoarthritis lutut.
e. Pembesaran Sendi (Deformitas)
Sendi yang terkena Osteoarthritis, perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan Sendi yang Asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
(<100cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi
dapat berubah.
g. Tanda-Tanda Peradangan
Tanda – Tanda adanya proses peradangan pada sendi antara lain nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan dapat
dijumpai pada Osteoarthritis karena adanya Synovitis. Biasanya tanda-tanda
ini tidak menonjol dan muncul pada perkembangan Osteoarthritis yang lebih
jauh. Gejala ini sering muncul pada Osteoarthritis di lutut.
16
h. Perubahan Gaya Berjalan (antalgic gait)
Gejala ini adalah salah satu gejala yang menghambat aktifitas harian pada
Osteoarthritis dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien,
terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan
nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada Osteoarthritis di
lutut.
17
2.8 Penegakkan Diagnosis Osteoarthritis
Dalam menegakkan diagnosis OA diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis OA menggunakan kriteria klasifikasi dari
American College of Rheumatology, dengan penjabaran sebagai berikut: 9,12
Tabel 2. Penegakan Diagnosis
Klinis Klinis + laboratorium Klinis + Radiologis
Nyeri lutut + Setidaknya Nyeri lutut + Setidaknya Nyeri lutut + Setidaknya
3 dari kriteria dibawah : 5 dari kriteria dibawah : 1 dari kriteria dibawah:
18
Pemeriksaan Penunjang13
Pada penderita OA dilakukannya pemeriksaan radiogafi pada sendi yang
terkena dapat memberikan suatu gambaran diagnostik. Pada OA terdapat gambaran
radiologi yang khas, yaitu osteofit. Selain osteofit, pada gambaran radiologi penderita
OA biasanya terdapat penyempitan celah sendi, sklerosis, dan kista subkondral.
Berdasarkan gambaran tersebut, Kallgren dan Lawrence membagi OA menjadi empat
grade, yaitu: 9,13
1. Grade 0: normal/ tidak terdapat gambaran OA
2. Grade 1: sendi normal, terdapat sedikit osteofit,
3. Grade 2: osteofit jelas, tidak terdapat penyempitan sendi
4. Grade 3: osteofit moderate, terdapat penyempitan sendi
5. Grade 4: terdapat banyak osteofit, penyempitan sendi jelas
Gambar 8. Kriteria Osteoarthritis
19
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya masih dalam batas normal.
Pemeriksaan cairan sinovial dapat membantu dalam diferensiasi osteoartritis dari
kondisi lain dan dapat melihat ada tidaknya kristal, dimana pada gout dan pseudogout
dapat ditemukan adanya kristal.9,13
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai
penunjang diagnostik dalam OA, karena sebagian besar gambaran OA dapat dinilai
berdasarkan pemeriksaan sinar-X. CT-Scan jarang digunakan dalam mendiagnosis
OA, namun dapat digunakan dalam mendiagnosis mal-aligment dari sendi
patellofemoral atau sendi pada kaki dan pada pergelangan kaki. 9,13
20
2.9 Diagnosis Banding Osteoarthritis13
Tabel 3. Diagnosis Banding OA
OSTEOARTRITIS REMATOID ARTRITIS ARTRITIS GOUT
Etiologi: Inflamasi Etiologi: Faktor genetik Etiologi: Metabolik akibat
Idiopatik Autoimun penimbunan kristal
monosodium urat monohidrat
21
2.10 Penatalaksanaan Osteoarthritis
Penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak
sendi yang mengalami OA, sendi yang terkait, keparahan gejala, usia pasien dan
fungsi gerak yang diperlukan. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada
sendi dan pasien secara keseluruhan agar pengelolaannya aman, sederhana, dengan
memperhatikan edukasi pasien. Tiga hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut, 6,14
a. Gejala dapat muncul dan mereda dalam periode waktu tertentu
b. Beberapa jenis OA mungkin nyerinya dapat berkurang seiring waktu, sehingga
tidak memerlukan obat analgetik
c. Pada keadaan ekstrim, mungkin pasien memilki OA dengan progresifitas cepat,
sehingga memerlukan tindakan operasi segera mungkin sebelum dendi yang
terlibat tidak dapat membaik dengan segala jenis operasi.
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
A. Tatalaksana Awal
Saat ini belum ada obat khusus untuk penanganan OA, Penanganan hanya
berdasar pada gejala. Prinsip penanganan berupa:
1. Mempertahankan fungsi gerak, dan kekuatan otot
2. Tidak memberikan beban yang berlebih
3. Mengkonsumsi obat analgetik
4. Menyesuaikan aktivitas sehari-hari
22
Terapi fisik, focus pengobatan dalam kasus awal adalah terapi fisik, yang di
khususkan untuk mempertahankan mobilitas sendi dan meningkatkan kekuatan otot.
Program ini dapat mencakup latihan aerobik, tetapi harus mencegah aktivitas yang
terlalu berlebihan. Langkah lain, seperti memijat dan menghangatkan, hal ini dapat
mengurangi nyeri namun hanya sementara. Dan aktivitas ini harus dilakukan secara
berulang.
Pengurangan beban, melindungi persendian dari beban yang berlebih
mungkin dapat menurunkan resiko dari pengikisan kartilago. Hal ini juga efektif
untuk mengurangi nyeri. Hal umum yang dapat membantu seperti mengurangi berat
badan pada pasien obesitas, penggunaan sepatu yang Shock-absorbing, serta
mencegah aktivitas seperti memanjat.
Pengobatan analgetik. Pain killer penting, tapi tidak semua pasien
memerlukan terapi dengan obat dan tidak memerlukanya sepanjang waktu. Jika terapi
lain tidak dapat memperbaiki gejala, pasien dapat menggunakan analgetik sederhana
seperti paracetamol. Namun bila tidak membaik, mungkin dapat menggunakan
NSAID.
B. Nonfarmakologis: 14,15,16
1. Modifikasi pola hidup
2. Edukasi
3. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
4. Modifikasi aktivitas
5. Menurunkan berat badan
6. Rehabilitasi medik/ fisioterapi:
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi
7. Penggunaan alat bantu.
23
Gambar 9. Prinsip Tatalaksana OA (Dieppe dan Lohmander, 2005)6
C. Farmakologis
1. Sistemik
Asetaminofen, atau yang lebih dikenal dengan nama Paracetamol
dengan merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita OA
karena cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada
pasien usia tua. Apabila penggunaan asetaminofen hingga dosis maksimal
tidak memberikan respon klinis yang memuaskan, golongan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) atau injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat
digunakan. 15
24
OAINS bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase
(COX) sehingga mengganggu konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin, yang berperan dalam inflamasi dan nyeri. Terdapat 2 macam
enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologis, terdapat pada lambung, ginjal
dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS yang
bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2 (non selektif) dapat
mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan
dan hiperkalemia. Sedangkan OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif
akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan
penggunaan OAINS yang non selektif.Pada penggunaan OAINS jangka
panjang perlu dipertimbangkan pemberian proton-pump inhibitor untuk
mengurangi risiko komplikasi traktus gastrointestinal.15,16,20,21
Untuk pasien berusia >75 tahun, penggunaan OAINS topikal lebih
dianjurkan dibanding OAINS oral.Pada kasus ini, penggunaan tramadol atau
injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat dianjurkan. Tramadol sama efektif
dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk
nyeri berat atau kronik lebih lemah. Dosis maksimum per hari yang
dianjurkan untuk tramadol adalah 400mg. Injeksi kortikosteroid intraartikuler
dapat diberikan bila terdapat infeksi lokal atau efusi sendi. 15,16,17
2. Topikal15
A. Krim Rubefacients dan Capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
B. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan
campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat
digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
25
3. Injeksi intraartikular / intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan
utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan
selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan
baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya terdapat dua indikasi
suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan
viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.15
4. Steroid: ( Triamsinolone Hexacetonide dan Methylprednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau terdapat komorbiditas yang merupakan
kontraindikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus
aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian
besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali
dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.14
5. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 - 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan
benar. Kalau tidak, dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,
nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap
unsur/bahan dasar Hyaluronan misalnya riwayat alergi terhadap telur.
Terdapat 2 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan dan Osflex.14,17,18
26
D. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila:6,14
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan tatalaksana medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan:14
1. Realignment Osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weight bearing. Tujuannya ialah untuk membuat karilago sendi
yang sehat dapat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula
dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada
dalam high-density polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement / Unicompartemental
b. High tibial osteotmy : untuk orang muda
c. Patella & condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian
oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang & severe
instability
Indikasi dilakukan Total Knee Replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau Osteoarthritis. Sedangkan
kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction,
infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.6,19,20,21
27
2.11 Prognosis Osteoarthritis6,10,11
Prognosis pasien dengan osteoarthrosis sangat bervariasi dan terkait dengan
sendi yang terlibat, dan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis. Prognosis pada
umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif.
Hanya pada kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan, yaitu apabila
pengobatan dengan menggunakan obat analgetik dan rehabilitatif tidak menunjukkan
perbaikan kualitas hidup.21
28
BAB III
KESIMPULAN
29
Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati OA. Terapi yang
sudah ada hanya bersifat symptomatik dan meminimalisasi hilangnya fungsi fisik.
Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien
melakukan aktivitas sehari-hari.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
10. van Baarsen LG, Lebre MC, van der Coelen D, Aarrass S, Tang MW,
Ramwadhdoebe TH. Heterogeneous expression pattern of interleukin 17A
(IL17A), IL-17F and their receptors in synovium of rheumatoid arthritis,
psoriatic arthritis and osteoarthritis: possible explanation for nonresponse to
anti-IL-17 therapy?. Arthritis Res Ther. 2014. 16(4):426.
11. Kasmir Y. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian
Ilmu Penyakit DalamFKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 2009.
12. Jannone F, Lapadula G. The Patophysiology of Osteoarthritis. Aging Clin Exp
Res. 2003.p.15(5):364-372.
13. Hansen, K.E, Elliot, M.E. Osteoarthritis, in Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee.
G.C., Matzke, G.R., Wells, B,G., Posey, L.M. (Eds.), Pharmacopy, A
Pathophysiological Approach, Sixth Edition, Appeton & Lange, Stamford.
2005.p.1685-1700.
14. Marsland, Daniel, Sabrina Kapoor. Crash course rheumatology and
orthopaedics 2nd edition. Philadelphia: Elsevier; 2008.
15. Waddell D.D. Integrating viscosupplementation into a comprehensive
osteoarthritis treatment program. Medscape Multispecialty; 2014.
16. Marc C. Hochberg et al. Recommendations for the use of nonpharmacologic
and pharmacologic in osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis Care
& Research. 2012; 64(4):465-474.
17. Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, Arini Setiawati, H. Armen Muchtar, Azalla
Arif, Bahroelim Bahry et al. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007
18. American College of Rheumatology. Practice guide- lines. Recommendations
for the medical management of osteoarthritis of the hip and knee. http://www.
rheumatology.org/practice/clinical/guidelines/ oa-mgmt.asp.
32
19. Williams NS, Bullstrode CJK, O'Connell PR. Bailey & Love's Short Practice
of Surgery, 25th ed. Annals of The Royal College of Surgeons of England.
The Royal College of Surgeons of England; 2010
20. DiCesare PE, Abramson S, Samuels J. Pathogenesis of osteoarthritis. In:
Firestein GS, Kelley WN, eds. Kelley’s Textbook of Rheumatology. 8th ed.
Philadelphia, Pa.: Saunders Elsevier; 2009.
21. Zhang W, Moskowitz RW, Nuki G, Abramson S, Altman RD, Arden N, et al.
OARSI recommendations for the management of hip and knee osteoarthritis,
Part II: OARSI evidence-based, expert consensus guidelines. Osteoarthritis
Cartilage. 2008 Feb. 16(2):137-62.
33