Anda di halaman 1dari 2

SEJARAH TULISAN DARKAH

wawancara bersama Habib Abubakar bin Abdurrahman Alhaddad – Tanjung Gang 2


Kota Malang Jawa Timur.Siapa sangka jika penyusun dari Lambang Darkah ini berasal
dari kota Malang , beliau adalah Al Habib Abu Bakar bin Abdurrahman AlHaddad,
Lambang Huruf ‘ha’ di tengah dengan ukuran yang cukup besar, kemudian di atasnya
bertuliskan “Darakaah Yaa Ahlal Madiinah”, di bawahnya bertuliskan “Yaa Tariim Wa
Ahlahaa”, di samping kanannya bertuliskan lafdzul jalalah yang berbunyi “Yaa Fattaah”
dan di samping kirinya “Yaa Rozzaaq”, sedangkan di atas huruf ‘ha’ bertuliskan angka
1030 dan di tengah huruf ‘ha’ bertuliskan angka 110 seperti keterangan gambar,
merupakan hasil karya beliau yang terinspirasi dari beberapa kisah sohibul maulid
simtutdhurrar. Beliau yang lulusan dari Pondok Pesantren Darut Tauhid ini berinisiatif
membuat lambang Darkah berawal dari kisah Habib Ali Al Habsyi (Sohibul Maulud,
pengarang Simtud Dhurar) pada awalnya beliau membuat tanda untuk setiap kiriman
dengan memakai angka 110, disebabkan karena saat itu beliau, hb. Ali alhabsyi, sering
kali mendapatkan kiriman-kiriman dari luar negri, dan kiriman tersebut seringkali tidak
sampai kepada beliau, kemudian Petugas pengirim Surat (Pak Pos) nya diminta untuk
membuat tanda, agar setiap ada kiriman barang/surat tidak hilang kirimannya, kemudian
beliau membuat Kha’ disertai dengan huruf 110, 110 itu sendiri merupakan jumlah bobot
nilai huruf hijaiyyah yang merangkai kata ‘ALI’ dalam kitab Aqidatul Awwam pada
halaman terakhir ada rumusannya , sedangkan gabungan 110 dan kha’ itu ada sekitar
tahun 1980 an , atas inisiatif dari Hb. Ali bin Muhammad Alhaddad dan Hb. Segaf bin
Muhammad Ba’ Agil.
Adapun penulisan kalimat darkah yaa ahlal madinah adalah inisiatif dari Hb. Abu bakar
sendiri, yg diambil dari Qosidah Hb. Muhammad bin Idrus, yang banyak berisi tentang
tawasul-tawasul dengan Ahlul Madinah (Rosulullah SAW beserta keluarganya,
sahabatnya), termasuk juga kalimat Yaa Tarim Wa Ahlaha, yang merupakan tawassul
kepada para shalihin dan lebih dari 10 ribu wali yang dimakamkan di pemakaman Zanbal,
Fureidh, dan Akdar, yang pada pekuburan Zanbal itu juga terdapat Ashhabul Badr utusan
Sayyidina Abubakar ash-Shiddiq Ra.yang wafat di sana. kemudian penerapan Lambang
Darkah ini pada awalnya dulu bukan berbentuk bulat dan bertuliskan kalimat tawasul tadi,
melainkan hanya berupa lambang Kha’ dan huruf 110 dan 1030 saja, kemudian berkat
saran dari paman beliau yang bernama hb. Abdul Qodir bin Husin Al Haddad, maka
lambing tersembut ditambah lah dengan wiridannya dari abahnya hb.husen, yaitu yaa
Fattah yaa rozak, dengan niatan supaya dapat fadlilah wiridannya Hb. Husen bin
Muhammad Alhaddad. Siapa sangka bahwa Logo yang sudah dikenal di seluruh dunia
di kalangan habaib maupun muhibbin ini sudah mencapai Negara Malaysia, Singapore,
Abu Dabi, Kuwait.

Setelah berjalan lama Lambang ini, sempat nyaris hilang, kemudian Lambang / ism yang
sering dijumpai di berbagai majelis-majelis ta’lim/maulid. Ada yang menggunakan logo
ini di spanduk, umbul-umbul, bendera, jaket, dll. atau dalam bentuk stiker, sampai mobil-
mobil di kaca belakangnya ditempel stiker lambang ini.

Lambang yang sebenarnya adalah suatu Ajimat (Ruqyat) bukan Logo suatu organisasi
tertentu ini, kalau di kaji di kitab-kitab , maka lambang ini tidak akan diketemukan dikitab
manapun, karena lambang ini ada karena habib Abu bakar bin Abdurrahman alhaddad
menyusunya digunakan untuk tafa’ul –an(mengharap berkah). Adapun hitungan 1030 itu
berasal dari hitungan kalimat amanatullah wa rosuluh wal Abdullah alhaddad, yang
ditujukan kepada kepada al-Imam al-Habib Abdullah bin Alwiy al-Haddad, dimana
hitungan ism terssebut merupakan inisiatif dari para ulama’ kota Tarim Yaman.
Sesuai faham Ahlussunnah wal Jama’ah, ‘azimat (Ruqyat) dengan huruf arab merupakan
hal yang diperbolehkan, selama itu tidak menduakan Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan
bahwa azimat dengan tulisan ayat atau doa disebutkan pada Kitab Faidhul Qadir Juz 3
halaman 192, dan Tafsir Imam Qurthubi Juz 10 halaman 316-317, dan masih banyak lagi
penjelasan para Muhadditsin mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu
semata-mata adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat-ayat al-Qur’an dan
kalimat-kalimat mulia lainnya

Anda mungkin juga menyukai