Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Stasiun Tanjung Priok

Nama Anggota :

 Annisa Rahmawati
 Fizha Zoel Azizah
 Julia Putri Zalika
 Nisya Meidina
 Qotrun Nada
 Putri Ariqa
 Thiana Febrisyahrila
 Zahra Farahdiba
BAB I

Pendahuluan

Stasiun Tanjung Priok adalah salah satu stasiun tua yang terletak di seberang
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Memiliki langgam bangunan art deco, stasiun
ini termasuk salah satu bangunan tua yang dijadikan cagar budaya DKI Jakarta..

Keberadaan Stasiun Tanjung Priok tidak dapat dipisahkan dengan ramainya


Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan kebanggan masa Hindia Belanda
itu, dan bahkan berperan sebagai pintu gerbang kota Batavia serta Hindia Belanda.

Bandar pelabuhan yang dibangun pada 1877 pada masa Gubernur Jendral Johan
Wilhelm van Lansberge yang berkuasa di Hindia Belanda pada tahun 1875-1881 itu
semakin mengukuhkan perannya sebagai salah satu pelabuhan paling ramai di Asia
setelah dibukanya Terusan Suez.

Stasiun Tanjung Priok menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Batavia


yang berada di selatan. Alasan pembangunan ini karena pada masa lalu wilayah
Tanjung Priok sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga
dibutuhkan sarana transportasi yang aman pada saat itu (kereta api). Pada akhir abad
ke-19, pelabuhan Jakarta yang semula berada di daerah sekitar Pasar Ikan tidak lagi
memadai, dan Belanda membangun fasilitas pelabuhan baru di Tanjung Priok.

Stasiun ini dibangun tepatnya pada tahun 1914 pada masa Gubernur Jendral
A.F.W. Idenburg (1909-1916). Untuk menyelesaikan stasiun ini, diperlukan sekitar
1.700 tenaga kerja dan 130 di antaranya adalah pekerja berbangsa Eropa.

Bahkan sejak diselesaikannya stasiun ini, telah timbul protes mengenai


"pemborosan" yang dilakukan dalam pembangunan stasiun ini. Dengan 8 peron,
stasiun ini amatlah besar, dan nyaris sebesar Stasiun Jakarta Kota yang pada masa itu
bernama Batavia Centrum. Sementara, kereta api-kereta api kapal yang
menghubungkan kota-kota seperti Bandung dengan kapal-kapal Stoomvaart
Maatschappij Nederland dan Koninklijke Rotterdamsche Lloyd langsung menuju ke
dermaga pelabuhan dan tidak menggunakan stasiun ini. Stasiun ini terutama hanya
digunakan untuk kereta rel listrik yang mulai digunakan di sekitar Batavia pada tahun
1925

Alasan kami memilih Stasiun Tanjung Priok sebagai objek Penelitian sejarah,
karena stasiun ini berada di dekat tempat tinggal salah satu anggota kelompok ini.
Stasiun ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi, sehingga kami menganggap stasiun
ini adalah pengamatan yang menarik.

Kami juga memilih Stasiun Tanjung Priok karena keadaan stasiun tersebut sekarang
kurang diperhatikan oleh pemerintah. Padahal stasiun ini sudah didirikan sejak jaman
Belanda. Dan hal ini membuat kami tergerak untuk melakukan penelitian terhatap
stasiun ini.

Stasiun yang sudah berdiri sejak jaman Belanda ini sangat memiliki banyak nilai
sejarah yang saat ini sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan oleh masyarakat sekitar
dan pemerintah. Oleh karena itu kami ingin membuat penelitian yang dapat
mengungkap sejarah dari stasiun ini, agar masyarakat yang membaca hasil penelitian
kami dapat memahamin dan mengerti sejarah dari Stasiun Tanjung Priok.

1. Bagaimana Stasiun Tanjung Priok ini didirikan?


2. Bagaimana keadaan Stasiun Tanjung Priok saat ini?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Stasiun Tanjung Priok ini didirikan

Keberadaan Stasiun Tanjung Priok tidak dapat dipisahkan dengan ramainya Pelabuhan
Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan kebanggan masa Hindia Belanda itu, dan bahkan
berperan sebagai pintu gerbang kota Batavia serta Hindia Belanda.

Bandar pelabuhan yang dibangun pada 1877 pada masa Gubernur Jendral
Johan Wilhelm van Lansberge yang berkuasa di Hindia Belanda pada tahun 1875-1881
itu semakin mengukuhkan perannya sebagai salah satu pelabuhan paling ramai di Asia
setelah dibukanya Terusan Suez.

Stasiun Tanjung Priok menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan


Batavia yang berada di selatan. Alasan pembangunan ini karena pada masa lalu
wilayah Tanjung Priok sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya
sehingga dibutuhkan sarana transportasi yang aman pada saat itu (kereta api). Pada
akhir abad ke-19, pelabuhan Jakarta yang semula berada di daerah sekitar Pasar Ikan
tidak lagi memadai, dan Belanda membangun fasilitas pelabuhan baru di Tanjung Priok.

Stasiun ini dibangun tepatnya pada tahun 1914 pada masa Gubernur Jendral
A.F.W. Idenburg (1909-1916). Untuk menyelesaikan stasiun ini, diperlukan sekitar
1.700 tenaga kerja dan 130 di antaranya adalah pekerja berbangsa Eropa.

Bahkan sejak diselesaikannya stasiun ini, telah timbul protes mengenai


"pemborosan" yang dilakukan dalam pembangunan stasiun ini. Dengan 8 peron,
stasiun ini amatlah besar, dan nyaris sebesar Stasiun Jakarta Kota yang pada masa itu
bernama Batavia Centrum. Sementara, kereta api-kereta api kapal yang
menghubungkan kota-kota seperti Bandung dengan kapal-kapal Stoomvaart
Maatschappij Nederland dan Koninklijke Rotterdamsche Lloyd langsung menuju ke
dermaga pelabuhan dan tidak menggunakan stasiun ini. Stasiun ini terutama hanya
digunakan untuk kereta rel listrik yang mulai digunakan di sekitar Batavia pada tahun
1925.

A. Keadaan Stasiun Tanjung Priok saat ini

Menjelang awal abad ke-21, kondisinya sempat tidak terawat. Meskipun


demikian, stasiun peninggalan pemerintah Hindia Belanda ini nampaknya seakan
tidak peduli dengan perubahan suasana di sekitarnya. Seakan tidak peduli dengan
teriknya hawa dipinggir pantai Tanjung Priok, kerasnya kehidupan pelabuhan dan
hilir mudiknya kendaraan besar seperti kontainer bahkan semrawutnya terminal bus
di depannya.

Tetapi kita masih dapat membayangkan betapa artistiknya seni perpaduan


antara gaya neo klasik dengan gaya kontemporer. Tak aneh jika bangunan ini
pernah berjaya, sebagai salah satu stasiun kebanggaan warga Batavia di era akhir
abad ke-18.

Semakin masuk ke dalam bangunan stasiun itu, kondisi bangunan yang


memprihatinkan itu semakin terkuak. Atap bangunan yang menjadi saksi
perkembangan kota Jakarta ini sudah terlepas di sana-sini. Kaca-kaca dan kerangka
atap bangunan sudah mulai lekang dimakan usia. Areal peron sebagian sudah tidak
terawat bahkan di sisi barat sudah dipenuhi oleh para tunawisma dan tunawicara

Kemunduran fisik stasiun itu bermula ketika stasiun itu tidak berfungsi lagi
sebagai stasiun penumpang pada awal Januari 2000. Pengebirian fungsi itu
membuat pemasukan dana dari tiket peron semakin berkurang. Inilah yang
menyebabkan PT Kereta Api (Persero) menyewakan ruangan yang ada di depan
bangunan stasiun. Maka bagian depan stasiun pun terisi pemandangan kantor-
kantor jasa seperti penjualan tiket kapal laut, pengiriman barang hingga jasa
penukaran uang asing sebelum akhirnya PT Kereta Api Indonesia memutuskan
membuka kembali stasiun Tanjung Priok sebagai stasiun penumpang pada tahun
2009.

Persiapan dilakukan pada bulan November-Desember 2008 dengan


dilaksanakannya renovasi besar-besaran terhadap fisik bangunan stasiun.
Selanjutnya, proyek diteruskan dengan rehabilitasi fasilitas rel serta pembangunan
perangkat sinyal elektrik pada awal tahun 2009. Pada tanggal 28 Maret 2009,
stasiun Tanjung Priok dapat kembali difungsikan dan diresmikan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.

Stasiun Tanjung Priok melayani kereta ekonomi jarak jauh dan lokal Purwakarta.
Sebelumnya, KRL Ekonomi AC/Commuter Line rute Tanjung Priok - Bekasi sempat
melintas stasiun ini. Mulai 1 November 2014 semua kereta api yang tadinya
berangkat dari stasiun ini dipindahkan ke Stasiun Pasar Senen. Alasannya adalah,
karena stasiun ini direncanakan akan dijadikan stasiun barang.[2]

Sejak 21 Desember 2015, stasiun ini kembali melayani KRL Jakarta Kota-
Tanjungpriok setelah berapa tahun tidak aktif. Stasiun ini setiap hari melayani 6x
perjalanan dari dan ke Stasiun Jakarta Kota.[3]
BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai