Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Sendi sakroiliaka (SIJ)

Sendi sakroiliaka / sacroiliac joint (SIJ) terdiri dari artikulasi antara sakrum dan bagian
sacrum dari tulang coxa yang terletak bilateral. Sakrum merupakan tulang yang berbentuk
doublewdge yang merupakan fusi dari 5 vertebrae sakral, yang menipis dari anterior
hingga ke bagian posterior dan dari sepalik ke caudal. SIJ diklasifikasikan sebagai SIJnovial
dengan permukaan datar dimana terdapat tonjolan dan depresi sehingga permukaannya menjadi
kasar pada permukaan sendi, yang meningkatkan friksi dan membatasi pergerakan. Beberapa
penulis percaya bahwa hanya 1/3 bagian anterior merupakan SIJnovial sejati, dengan sistem
keseimbangan yang terdiri dari koneksi ligamen. Permukaan sendi ini dijelaskan sebagai ukuran,
bentuk, dan arah yang asimetris, dan variabilitas ini berkontribusi dalam stabilisasi sendi.
Permukaan SIJ yang ireguler dengan tonjolan dan bagian yang terdepresi bervariasi antara 2
hingga 10 mm tingginya atau kedalamannya.

Bentuk umum dari topografi permukaan sendi pada saat lahir hingga pubertas bersifat
datar. Setelah pubertas, terjadi perubahan kontur menjadi tonjolan seperti bulan sabit yang
berkembang di sepanjang permukaan iliaka, dan depresi pada sisisakrum. Topografi ini
bervariasidan berkembang pada pria. Artikulasi SIJ membantu untuk membentuk arkus posterior
pelvis, yang termasuk 3 bagian atas vertebra sakral dan bagian iliaka yang terbentuk dari SIJ
hingga asetabulum. Berat batang tubuh dan ekstremitasatas ditransmisikan melalui arkus ini.
Arkus anterior terdiri dari ramus pubis superior dan simfisis pubis.

Permukan artikulasi ilium dan sacrum digambarkan berbentuk huruf L, bagian


terpendek yaitu segmen kranial berbentuk lebih vertikal dan segmen kaudal yang
berbentuk lebih panjang dan horisontal. Hal ini memfasilitasi penyanggaan beban vertikal.
Perbedaan gender menyebabkan perbedaan permukaan sendi. Pada wanita, permukaan artikulasi
sakrum lebih pendek dan melebar sepanjang permukaan lateral vertebra S1 hingga S3. Saat lahir,
terdapat permukaan kartilago artikular dengan hialin yang padat pada sisi sakral, dan merupakan
karakteristik SIJnovial lain. Sisi liaka terdiri dari kartilago yang tidak terlalu berkembang dan
terdiri dari lapisan tipis kondrosit. Selama 3 tahun pertama kehidupan, sisi iliaka mengalami
maturasi yang lamban menjadi fibrokartilago yang tipis dan sejalan dengan maturitas tulang, sisi
sakeal 1,5 kali lebih tebal dibandingkan iliaka. Kontur SIJ memberikan stabilitas yang signifikan
terhadap sendi. Sendi ini memiliki penyangga otot langsung yang sangat sedikit, tetapi
beberapa ligamen besar mengelilingi dan menyangga area tersebut dan menjaga
stabilitas SIJ. Ligamen tersebut yaitu:

1. Ligamen sakroiliaka interoseus, merupakan ligamen yang lebar yang menyangga celah
ireguler pada bagian posterior dan superior dari celah sendi. Ligamen ini terdiri dari
bagian dalam dan superfisial. Bagian superfisial bergabung dengan ligamen sakroiliaka
dorsalis. Ligamen ini merupaka sindemosis terbesar dalam tubuh dan terkuat yang
menyangga regio ini. Ligamen ini mencegah terjadinya separasi vertikal dan translasi
anteroposterior dan menjaga stabilitas sendi secara keseluruhan.

2. Ligamen sakroiliaka anterior, merupakan penebalan bagian anterior dan inferior dari
kapsul sendi. Ligamen ini lebih berkembang dekat spina iliaka posterior superior dan
garis arkuata. Ligamen ini melawan translasi inferior superior, separasi permukaan
sendi, dan pergerakan anterior promontorium sakral.

3. Ligamentum sakroiliaka dorsalis, membungkus ligamen interoseus, dan kedua struktur


ini menjadi 2/3 posterior dari koneksi sendi. Bagian panjang dari ligament ini
menghubungkan sakrum ke spina iliaka posterior superior, yang terletak langsung di
kaudal dari spina iliaka posterior superior (PSIS), dan dibungkus oleh fascia gluteus
maximus. Bagian ligamen ini membantu dalam mengatur counternutation
sakrum. Ligamen ini dapat bergabung dengan ligament sakrotuberous dan fascia
torakolumbar.

4. Ligamentum sakrotuberous, separuhnya bergabung dengan ligamentum dorsalis dan


menghubungkan sakrum bagian bawah, coccyx bagian atas, dan spina iliaka posterior
superior ke ischial tuberosity. Arah ligamen ini adalah oblik dan terpelintir,
dan bergabung dengan serat inferior gluteus maksimus dan bagian tendon dari biceps
femoris. Ligamen ini melawan terjadinya rotasi sakral atau nutasi saat fleksi
5. Ligamen sakrospinosus, adalah ligamen yang tipis, berbentuk segitiga yang terbentang
dari ligamen anterior hingga ligamen sakrotuberous dengan arah dari spina isciadika
hingga ke coccyx dan sakrum. Ligamen ini berfungsi menahan terjadinya rotasi frontal
dan transversal atau fleksi dari promontorium sakral.

6. Ligamen iliolumbar memiliki arah dari prosesus transversus L4 dan L5 hingga ke krista
iliaka dan bergabung dengan ligamen interoseus. Fungsi ligamen ini adalah mengurangi
pergerakan antara bagian distal lumbar dan sakrum serta mencegah separasi sakrum dari
ilia.

7. Simphisis pubis memiliki 3 ligamen : pubis superior, pubis arkuata, dan


interpubis. Struktur ini melawan separasi akibat stres, ritasi vertikal sakrum, dan separasi
SIJ. Sistem yang luas yang bersifat penyangga dari ligamen-ligamen ini seharusnya
mampu untuk mempertahankan dan mencegah terjadinya pergerakan yang mungkin dari
sendi tersebut atau menyangga sejumlah besar kekuatan selama periode waktu yang
lama. Kontribusi aktual dari satbilitas SIJ telah ditemukan oleh para ahli yang bersifat
sangat substansial.

Walaupun kenyataannya bahwa tidak ada satu otot yang spesifik bertindak sebagai agonis
atau penggerak utama SIJ, tetapi merupakan kumpulan beberapa otot dan fascia yang bertindak
secara tidak langsung pada stabilitas sendi. Ligamen SIJ dan lumbar bertautan dengan fascia
torakolumbar. Ligamen-ligamen ini dan fascia berada dalam posisi yang memungkinkan
pergerakan dan stabilitas tulang belakang dan ekstremitas bawah. Hal ini menunjukkan adanya
mekanisme yang kompleks dan bersifat tiga dimensi yang memungkinkan adanya stabilitas
sekaligus mentrasfer dan meredam tekanan berat tubuh. Otot-otot dan fascia berikut secara
langsung dan tidak langsung mempengaruhi pelvis dan fungsi SIJ:

1. Otot abdominal, erector spinae, dan kuadratus lomburum berperan dalam


stabilitas pelvis gridle. Deep erector spinae dan multifidi masuk ke ligament sakroiliaka
posterior dan iliolumbar.

2. Tensor fascia lata dan gluteus medius dan minimus berperan dalam tabilitas pelvis dalam
arah frontal dan mempengaruhi gerakan ilial secara langsung.
3. Hip extensor berperan dalam stabilitas sagitaldan mempengaruhi pergerakan
sakral karena melekat pada ligamen sakrotuberous.

4. Rectus femoris dan sartorius dapat mencetuskan gerakan iliosakral secara


langsung, serta mempengaruhi pergerakan pada lutut dan panggul.

5. Hip adductor mempengaruhi pergerakan pelvis secara umum tetapi dapat


menyebabkan pergerakan pada simpisis pubis ketika bekerja secara unilateral.

6. Illiopsoas, karena perlekatannya pada ilium, sakrum, dan dan segmen bawah lumbar,
dan ligamentum sakroiliaka anterior dapat secara langsung mempengaruhi fungsi
lumbopelvis.

7. Femoral external rotator, terutama piriformis, bertindak secra langsung dalam


mempengaruhi mekanik sakral dan pelvis.

8. Thoracolumbar fascia diidentifikasikan sebagai elemen penting dalam


mentransfer dan menghilangkan beban dari tubuh bagian atas ke region
lumbopelvis dan ke ekstremitas bawah melalui SIJ. Lapisan lumbar posterior
(lumbodorsal fascia[LDF]) dari thoracolumbar fascia melekat padaprosesus
spinosu lumbalis, ligamen interspinosus, dan median sacral crest. Letak anatomi dari
LDF merupakan stabilisator utama dari lumbal dan SIJ.
Inervasi SIJ

Meskipun SIJ diketahui terlibat dalam nyeri lumbopelvis, beberapa penelitian telah
meneliti inervasi dari SIJ. Inervasi oleh cabang dari ramus lumbopelvis ventral telah dilaporkan
namun belum diverifikasi. Sebaliknya, inervasi SIJ oleh cabang kecil dari ramus posterior telah
dilaporkan oleh beberapa penulis. Bradley menemukan bahwa serat tipis yang menginervasi
sendi dari L5 hingga S3, sedangkan Grob melaporkan cabang yang menuju sendi tersebut berasal
dari ramus posterior S1- S4. Patel pada tahun 2012 melaporkan keberhasilan dalam meredam
nyeri SIJ dengan menggunakan neurotomi pada ramus primer dorsal L5 dan cabang lateral ramus
sakral dorsal dari S1 hingga S3.

Serat saraf bermielin dan tidak bermielin ditemukan pada SIJ. Banyak akson dari saraf
yang menginervasi SIJ kurang lebih berdiameter 0,2-2,5 mm, menempati daerah grup IV (C-
fibers) dan mungkin di dalam ujung kecil dari grup III (A-delta). Area ini kaya akan persarafan
dan mekanoreseptor yang mirip dengan Golgi tendon organ telah diidentifikasi pada sistem
ligamentum sakroiliaka. Kapsul fibrosa SIJ juga diinervasi oleh sistem reseptor
nosiseptik. Sistem ini terdapat pada keseluruhan lapisan kapsul sendi, termasuk
ligamentum sakroiliaka. Bukti adanya propioseptor pada persendian lumbar juga terdapat
pada manusia. Penelitian McLain dan Pickar pada 23 kapsul faset lumbar manusia menemukan
adanya serat akhir dari grup I,II, dan III pada kapsul sendi faset lumbar. Propioseptor ini
berperan dalam informasi yang berkaitan dengan pergerakan dan ptroteksi pergerakan
pada sistem saraf pusat bergantung pada posisi sendi dan fungsi.

Bukti mekanoreseptor pada diskus intervertebralis pada manusia juga telah ada.
Robert meneliti diskus intervertebralis pada 67 manusia dan menemukan struktur menyerupai
korpuskel Pacini, Rufini, dan Golgi tendon organ. Struktur ini ditemukan pada lamela 2-3 diskus
dan ligamen longitudinal anterior. Reseptor ini dianggap berperan dalam sensasi dari postur dan
pergerakan, sama seperti nosisepsi. Fungsi dari sistem yang kompleks dari otot, ligamen, dan
fascia, pada akhirnya berperan bukan untuk mencetuskan terjadinya pergerakan pada SIJ tetapi
stabilisasi dan efek menguatkan dalam efisiensi transfer beban atau tenaga.
2.2. Biomekanis SIJ

Konsep bahwa SIJ merupakan pusat dari LBP didasarkan bahwa SIJ
memiliki pergerakan. SIJ merupakan SIJnovial tipikal pada separuh bagian anterior, sehingga ide
bahwa adanya pergerakan dapat saja muncul. Beberapa penelitian telah dilakukan secara in vivo
dan in vitro. Satu hal yang menjadi kesimpulan bahwa adanya konsep pergerakan SIJ bukan
merupakan pergerakan yang sederhana, melibatkan hanya 1 axis. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Reynold menemukan bahwa rotasi sacral yang terjadi dalam bidang sagital saat fleksi
panggul, aksis longitudinal selama abduksi panggul dan aksis frontal saat kombinasi
abduksi panggul dan fleksi. Beberapa peneliti menemukan bahwa translasi dan ritasi sakrum
pada bidang sagittal merupakan gerakan yang paling dominan. Beberapa peneliti lain meyakini
bahwa kombinasi simultan translasi dan pergerakan dalam bidang median (fleksi/ekstensi, ke
atas/ke bawah, dan rotasi). Tiga aksis terpisah dari rotasi yang melalui simphisis pubis telah
didemonstrasikan dengan 1 tulang panggul yang ditempatkan dalam posisi fleksi dan 1 bagian
lain dalam keadaan ekstensi.

Sejumlah pergerakan dapat terjadi pada SIJ juga telah diteliti dengan berbagai metode in
vivo dan in vitro. Penelitian yang dilakukan selama 10 tahun pada gerakan rotasi menemukan
range of movement (ROM) sebesar 1 o hingga 3o. Penelitian ini mengukur pergerakan translasi
yang menunjukkan bahwa ROM kurang dari 3 mm. Vleeming menemukan bahwa pada 83%
sujek penelitian, total ROM tidak pernahn melewati 2o dengan hanya satu subjek yang memiliki
ROM 2,7o. Untuk mendukung penelitian ini, mereka mengukur maksimal pergerakan pada sunjek
pria yaitu sebesar 1,20 dan 2,8o pada wanita. Selama fleksi sakrum, ilia bergeser ke arah depan
satu dengan yang lainnya maksimal 1-1,5 mm. Perubahan gerakan SIJ juga nampak pada
peningkatan usia. Penurunan gerakan telah ditemukan. Bukti kuat adanya pergerakan pada SIJ
telah dibuktikan tetapi sejumlah pergerakan minimal menambah hipermobilitas yang
menyebabkan terjadinya nyeri pada sakroiliaka. Pada orang dengan patologi sendi yang berat
atau instabilitas traumatik, wanita multipara, atau orang dengan atrofi otot akibat tirah baring
yang lama atau cedera neuron motor bawah memiliki hipermobilitas yang signifikan
sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri SIJ.

2.3. Fungsi SIJ


Telah diketahui bahwa peran utama SIJ adalah mentransmisikan dan meredam
energi selama memikul beban berat tubuh. Beban ini berupa berat tubuh bagian atas serta daya
gravitasi. Pergerakan fungsional yang paling umum yang telah diidentifikasikam
terdapat pada sakrum termasuk nutation dan counternutation. Nutation didefinisikan
sebagai pergerakan anterior-inferior dari sacral promontory, di mana ilia yang berpasangan dan
ischial tuberosity terpisah. Selama counternutation, hal yang sebaliknya terjadi. Contoh
hubungan ini terlihat dalam konsep ritme lumbopelvis. Setelah fleksi tubuh
60pertama, pelvis akan berotasi ke anterior mengelilingi acetabulum dan sacrum
mengikuti lumbar spine bergerak fleksi atau nutation. Selama pengembalian posisi ke posisi
berdiri atau ekstensi tubuh, gerakan yang berlawanan terjadi (counternutation sacrum). Pada
posisi berdiri normal. Garis gravitasi akan jatuh ke sisi posterior dari pusat acetabula, dan
sebagian besar berat tubuh akan ditransmisikan melalui posterior pelvis. Hal ini akan
menghasilkan gerakan rotasi posterior, dan pelvis berotasi ke posterior dan inferior mengelilingi
acetabula sehingga menghasilkan automatic pelvic tilt.

Selama proses mengayunkan kaki saat berjalan, ilium akan berotasi posterior, lalu
berubah menjadi rotasi anterior setelah berespon terhadap beban dan menerima posisi maksimal
pada langkah terjauh. Sakrum akan berotasi ke depan yaitu dalam aksis diagonal selama respon
terhadap beban, mencapai posisi maksimal pada setengah langkah, lalu akan kembali ke posisi
semula saat langkah terjauh. Toraks akan berotasi 180 o relatif terhadap pelvis saat fase
berjalan sedangkan lumbar berotasi terhadapnya. Pergerakan intrapelvis juga terjadi untuk
membantu mengurangi stress aksial, torsional, dan shear stress. Selama berjalan, terdapat momen
inersia dari tubuh bagian atas, dan deselerasi pada innominate menyebarkan beban yang diredam
oleh SIJ. Konterrotasi tubuh bagian atas berperan dalam rotasi sakrum ke arah posterior, sehingga
mengurangi deselerasi SIJ.

2.4. Etiologi Disfungsi Sendi Sakroiliaka (Disfungsi SIJ)

Ada banyak istilah yang digunakan untuk masalah sendi sakroiliaka, termasuk
disfungsi sendi sakroiliaka, sindrom SIJ, ketegangan SIJ, dan peradangan SIJ.
Masing-masing istilah mengacu pada suatu kondisi yang mana menyebabkan nyeri pada SIJ.
Disfungsi SIJ biasanya disebabkan oleh multi faktor.
Seperti sendi lain dalam badan, SIJ memiliki lapisan tulang rawan yang menutupi tulang.
Tulang rawan memungkinkan untuk terjadinya beberapa gerakan dan bertindak sebagai
peredam syok antara tulang. Ketika tulang rawan ini rusak atau menipis, tulang mulai
bergesekan satu sama lain, dan menyebabkan terjadinya arthritis degenerative
(osteoarthritis). Ini adalah penyebab paling umum dari disfungsi SIJ . Artritis degeneratif terjadi
umumnya pada SIJ, seperti yang terjadi pada sendi-sendi lain di dalam tubuh.

Penyebab umum lainnya dari disfungsi SIJ adalah kehamilan. Selama kehamilan, hormon
dilepaskan dalam tubuh wanita yang memungkinkan ligamen untuk meregang. Ini
mempersiapkan tubuh untuk melahirkan. Relaksasi dari ligamen yang menjaga SIJ
memungkinkan untuk terjadinya peningkatan gerakan dalam sendi dan boleh memicu kepada
meningkatnya tekanan dan penipisan tulang rawan yang abnormal. Peningkatan berat badan
dan cara berjalan sewaktu sedang hamil juga menyumbang kepada tambahan beban kepada SIJ.

Setiap kondisi yang menganggu cara berjalan yang normal akan menyebabkan
terjadinya peningkatan beban pada SIJ. Ini dapat mencakup perbedaan panjang kaki (satu kaki
lebih panjang dari yang lain), atau nyeri di pinggul, lutut, pergelangan kaki, atau kaki. Pasien
dengan sakit di ekstremitas bawah sering berkembang menjadi masalah pada punggung bawah
(lumbar spine) atau SIJ. Dalam kebanyakan kasus jika masalah yang mendasari penyakit ini
diobati, secara langsung disfungsi SIJ dan nyeri punggung bawah akan membaik.

Ada banyak penyebab yang mempengaruhi sendi-sendi tubuh yang juga bisa
menyumbang kepada peradangan pada SIJ. Ini termasuk gout, rheumatoid arthritis, psoriasis,
dan spondilitis. Ini semua adalah berbagai bentuk arthritis yang dapat mempengaruhi semua
sendi yang ada di dalam tubuh.

Penyebab-penyebab lain disfungsi SIJ :

1. Panjang kaki yang tidak sama yang sering terlihat pada penderita polio dapat
menyebabkan tekanan asimetris pada panggul yang mengakibatkan rasa sakit,
biasanya di tungkai lebih pendek. Ketidakseimbangan otot di kaki atau
kelemahan sebelah otot ekstremitas bawah dapat menyebabkan perpindahan
abnormal tekanan dan beban melalui tubuh dalam postur asimetris,
meningkatkan tekanan pada satu atau sisi lain dari panggul.
2. Penjagaan ekstrimitas bawah dan otot abdomen yang tidak baik dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan pada ligamen, yang menyumbang kepada
kelemahan dan kekakuan serta disfungsi SIJ.

3. Peningkatan berat badan, terutama di sekitar ekstrimitas bawah, dapat


menambah tekanan pada SIJ.

4. Scoliosis (kelengkungan tulang belakang) dapat menyebabkan gerakan


asimetris, yang menyebabkan transfer beban abnormal dan disfungsi SIJ.

5. Cara jalan yang abnormal dapat meningkatkan tekanan pada SIJ.

6. Potur dan kebiasaan duduk, berdiri, dan kegiatan sehari-hari yang buruk dapat
menyebabkan peletakan tulang sacrum yang tidak benar.

7. Trauma atau cedera karena jatuh secara langsung di tulang panggul, pukulan ke
sisi panggul, atau kecelakaan kendaraan bermotor dapat meningkatkan
regangan ligamen di sekitar SIJ, menyebabkan gangguan dan trauma pada SIJ.

Wanita mempunyaia risiko yang lebih besar untuk terjadinya disfungsi SIJ. Secara
anatomi juga, perempuan mempunyai tulang panggul yang lebih besar dari lelaki dan efek dari
hormon yang dilepaskan untuk memberi relaksiasi kepada tulang pelvis sewaktu proses
persalinan (relaxin) berperan dalam terjadinya hipermobilisasi SIJ.
2.5. Patofisiologi Disfungsi SIJ

Disfungsi SIJ diidentifikasikan menjadi 2 tipe dasar : anterior dan posterior. Tanpa
memandang tipe disfungsi, beberapa mekanisme umum atau rantai kejadian
diidentifikasikan sebagai penyebab disfungsi SIJ. Disfungsi anterior diidentifikasikan memiliki 2
mekanisme. Mekanisme pertama yaitu selama fleksi tubuh ke depan di mana rotasi anterior
innominate dan pergerakan ke bawah dan terfiksasi di sakrum. Apabila hanya sedikit penopang
tersedia dari otot abdominal selama pengembalian posisi ke posisi tegak, berat tambahan
menyebabkan sakrum terletak lurus ke bawah secara vertikal dan mengunci SIJ. Pergerakan
anterior ini akan mengunci ligament sakroiliaka posterior sehingga menyebabkan penekanan
pada ligamen anterior yang tipis.

Mekanisme kedua adalah saat jatuh akibat salah langkah yang cukup keras dan tiba-tiba
atau saat jatuh yang bertumpu pada bokong. Deselerasi tiba-tiba, dikombinasikan dengan momen
inersia sakrum, menekan sakrum secara vertikal ke arah bawah. Beberapa peneliti lain
menyatakan bahwa disfungsi posterior atau penguncian sisi posterior innominate terhadap
sakrum lebih sering terjadi. DinTigny menyatakan bahwa hal ini secara alamiah terjadi yaitu
akibat ligamentum sakroiliaka yang tebal dan kuat dan mekanisme penguncian normal yang
terjadi dengan rotasi innominate posterior. Mekanisme yang mungkin terjadi saat berjalan yaitu
bila SIJ terfiksasi atau hipomobilisasi sebagai akibat cedera atau disfungsi, tegangan antara
momen inersia tubuh dan deselarsi pelvis tidak diredam tetapi ditransfer ke jaringan sekitarnya,
termasuk diskus L5-S1. SIJ dapat mengalami strained pada postur kifosis, duduk yang tidak
ditopang, translasi posterior toraks, ekstensi toraks, dan pembebanan asimetris pada ekstremitas
bawah. Duduk dalam waktu lama juga dinyatakan sebagai stressor terhadap SIJ.

DonTigny memiliki postulat bahwa disfungsi SIJ dapat menyerupai bahkan


mempercepat terjadinya nyeri diskus lumbar. Fungsi normal SIJ memungkinkan terjadinya
sedikit peningkatan rotasi tubuh dan gangguan pada fungsi SIJ akan menyebabkan
peningkatan stres torsional pada diskus. Sakrum akan tergelincir ke kaudal dan ventral saat
berjalan dan bila disfungsi ini terjadi akan meningkatkan vibrasi pada aspek superior sakrum,
menyebabkan peningkatan beban pada diskus lumbosakral. Peningkatan tekanan
intraabdominal dapat menyebar ke tulang innominate pada sakrum, meregangkan akar saraf
dan meningkatkan beban diskus sehingga terjadi degenerasi dan herniasi diskus. Dengan
kata lain, LBP pada disfungsi SIJ dapat mendahului herniasi diskus sebagai faktor
kausatif daripada herniasi diskus menyebabkan LBP.

Kehamilan juga merupakan bukti bahwa disfungsi SIJ secara signifikan menyebabkan LBP.
Akibat pelepasan relaxin saat kehamilan sehingga SIJ menjadi lebih mobile dan disfungsi gaya
berjalan, nyeri, serta nyeri tekan pernah dilaporkan. Hal ini terjadi akibat beban dari bagian
anterior pelvis meningkat dan melemahnya otot penyangga pelvis, rotasi anterior dapat terjadi.
Relaxin juga melemahkan ligamen sehingga lebih rentan terhadap cedera.

1. Hipermobilisasi

Disfungsi SIJ kadang-kadang disebut sebagai "ketidakstabilan SIJ " atau


"insufisiensi SIJ " karena kurangnya dukungan ligamen yang kuat dan stabil sudah tidak
bisa lagi dipertahankan. Ketika sendi hipermobile atau longgar, sendi ini diklasifikasikan
sebagai disfungsi ekstra artikular karena gerakan sendi abnormal merupakan akibat
daripada ligamen yang melemah, terluka, atau disposisi, sedang pada sendi itu sendi itu
sendiri berada dalam keaadaan yang sehat dan mempunyai stuktural yang normal.

SIJ sendiri jarang menunjukkan perubahan degeneratif, seperti artritis, sehingga


proses disfungsi dan degeratif ini membutuhkan waktu yang lama untuk tampak adanya
gejala dari disfungsi SIJ.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ketidakseimbangan hormon, terutama yang


berhubungan dengan kehamilan dan hormone relaksin, juga dapat menyebabkan
kelemahan ligamen yang mana menyumbang kepada melemahnya struktur sendi
sakroiliaka. Selama kehamilan, hormone relaksin berfungsi untuk memberikan efek pada
jalan lahir dengan menyebabkan distensi pada panggul perempuan secara alami. Nyeri
sendi panggul pada wanita pasca kehamilan diperkirakan berasal dari ketidakmampuan
ligamen untuk kembali pada bentuk normal sebelum hamil. Perempuan yang telah
melahirkan bayi besar atau proses melahirkan yang lama juga rentan untuk terjadinya
ketidakstabilan dan nyeri SIJ yang kronis.

Pada beberapa orang, terjadinya misligamen rotasi pada SIJ disebabkan oleh
terjadinya kebalikan hubungan normal penguncian ligament yang cekung-
cembung. Variasi dalam hasil konfigurasi gabungan pada beberapa-beberapa
sendi sakroiliaka menjadi lemah atau lebih rentan untuk membentuk misligamen.
Beberapa ketidakseimbangan biomekanis atau panjang otot pada akhirnya bisa
mempengaruhi seseorang untuk membentuk disfungsi SIJ. Ini mungkin
disebabkan oleh cara jalan yang abnormal atau stress berulang kepada SIJ dan jaringan-
jaringan yang bersangkutan. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang dengan panjang
kaki yang tidak sama, skoliosis, riwayat polio, kualitas alas kaki yang buruk, dan
osteoarthritis panggul.

2. Hipomobilitas
Hipomobilitas dari SIJ adalah gangguan intra-artikular kerana pertambahan usia
atau proses degeneratif sendi di mana sendi menjadi susah digerakkan atau
menjadi terkunci. Hipomobilitas seperti ini juga dapat terjadi pada penyakit- penyakit
paradangan sendi seperti ankilosis spondilitis, rheumatoid arthritis, atau infeksi.

2.6. Tanda dan Gejala Disfungsi SIJ

Nyeri pada disfungsi SIJ dapat bermanifestasi sebagai berikut :

- Low back pain (nyeri punggung)

- Nyeri pada bokong

- Nyeri pada paha dan groin pain

- Sciatic-like pain,

Nyeri yang berjalan dari saraf skiatik pada region lumbar hingga ke daerah
bokong, bagian posterior paha, dan terkadang hingga ke betis dan kaki. Nyeri disebabkan
oleh iritasi ujung saraf yang bergabung pada tulang belakang untuk membentuk nervus
isiadika. Akan terasa kesemutan, tingling, atau sensasi terbakar pada kaki.

- Sindrom piriformis

Posisi duduk terkadang sangat susah dan sangat nyeri, terutama saat mengendarai
mobil. Nyeri ini terkadang meiliki pola yang membigungkan dengan nyeri akibat tulang
punggung atau nyeri pelvis sehingga menjadi masalah dalam membuat diagnosis
disfungsi SIJ.

2.7. Diagnosis Disfungsi SIJ


Langkah pertama dalama mendiagnosis disfungsi SIJ adalah anamnesis yang lengkap dan
pemeriksaan fisik. Biasanya pemeriksa akan menanyakan tentang penyakit yang mendasari
kepada terjadinya nyeri tersebut. Hal ini juga dapat membantu membedakan nyeri
yang disebabkan oleh SIJ, tulang lumbal, atau pinggul. Ada berbagai jenis tes dapat
dilakukan oleh pemeriksa selama pemeriksaan fisik yang mana dapat membantu menyingkirkan
sumber-sumber terjadinya nyeri. Tujuan lain dari pemeriksaan fisik ini adalah untuk membuang
kemungkinan tertentu yang bisa terlihat seperti disfungsi SIJ

A. Anamnesis

Kunci dalam diagnosis disfungsi sendi sakroiliaka adalah rasa nyeri. Banyak
penulis telah berusaha untuk mendefinisikan pola nyeri yang khas terkait dengan
disfungsi SIJ. Beberapa laporan menyebutkan pasien mengatakan rasa nyeri
dirasakan pada salah satu atau kedua pinggul di atau dekat tulang belakang posterior
superior iliaka. Namun, rasa sakit menjalar ke pinggul, paha posterior, atau bahkan betis
telah ditemukan.

Pasien biasanya mengatakan nyeri biasanya memberat apabila mereka duduk


dengan jangka masa yang lama atau apabila mereka melakukan gerakan memutar atau
rotasi.

- Kualitas nyeri : rasa nyeri digambarkan sebagai nyeri tumpul atau tajam, menusu,
atau nyeri-knife like

- Distriusinyeri : distribusi nyeri yang dilaporkan adalah pinggul, belakang paha,


dan punggung atas; bisa unilateral atau bilateral

- Riwayat penyakit terdahulu : yang penting, mengecualikan riwayat gangguan


inflamasi (misalnya; penakit radang usus, Sindrom Reiter)
- Demam, penurunan erat badan, dan nyeri dimalam hari dngan ejala keringat
malam; kluhan-keluhan seperti ini menunjukan adanya risiko penyakit sistemik

- Nyeri yang lebih buruk di pagi hari (kekakuan pagi) dan hilang dengan olahraga.
Keluhan seperti ini biasanya dihubungkan dengan penyakit inflamasi

B. Pemeriksaan Fisik

Temuan-temuan dari pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa disfungsi SIJ telah


dibahas dalam beberapa artikel. Pola yang biasa ditemukan dari pemeriksaan fisik
dibahas, sebagai berikut:

- Inspeksi sering menemukan panjang panggul yang tidak sama. Temuan ini
dapat menjadi indikasi untuk disfungsi SIJ salah satu atau kedua-dua
sakroiliaka.

- Sangat penting untuk mengukur panjang tungkai bawah, memeriksa tulang


lumbar untuk mencari scoliosis, dan memutar pinggul untuk
mencari hambatan gerakan pinggul.

- Palpasi mungkin merupakan indikasi yang paling tepat dari nyeri SIJ.
Pasien biasanya menempatkan ibu jari langsung ke satu tempat tertentu
dimana nyeri dirasakan. Pasien biasanya dapat mengetahui dengan tepat
dimana sakit dirasakan (sign Fortin Finger).

- Pada pemeriksaan neurologis, kekuatan motoric, pemeriksaan sensorik


dan refleks di bawah kaki biasanya ditemukan normal. Namun, terkadang,
pemeriksaan kekuatan menunjukkan hasil yang berbeda, dan
pasien mungkin menunjukkan kelemahan karena hambatan nyeri
atau ketidakseimbangan otot yang berkembang selama episode sakit dan
dan tidak aktif. Kelemahan neurogenik sesungguhnya, mati rasa,
atau hilangnya refleks harus diwaspadai oleh pemeriksa untuk
mempertimbangkan kelainan pada akar saraf atau patologi lebih
dari adanya disfungsi mekanikal pada SIJ.

- Melakukan tes provokasi


Provokasi dapat dilakukan pada ligamen anterior sacroiliac
dengan mengaplikasikan tekanan pada spina iliaka anterior
superior. Berikan kompresi pada pasien dengan posisi pasien berbaring
ke sisi. Tekanan diberikan dengan menekan pada krista iliaka yang paling
atas ke arah bawah (tes kompresi iliaka).

 Tujuan dari tes Gaenslen adalah untuk mengaplikasikan


tekanan pada sendi. Dengan satu pinggul tertekuk ke perut,
kaki yang lain diperbolehkan untuk menggantung dari
tepi meja. Tekanan kemudian harus diarahkan ke bawah
dari kaki untuk mencapai ekstensi pinggul dan menekankan
SIJ

 Untuk tes fleksi, abduksi dan rotasi eksterna (FABER atau


patrick), pemeriksa dari luar memutar pinggul pasien dalam
posisi pasien berbaring terlentang. Kemudian, tekanan
diarahkan ke lutut.

 Dalam semua tes, nyeri di daerah yang khas menimbulkan


kecurigaan untuk lesi SIJ.
C. Pemeriksaan penunjang

Langkah berikutnya dalam mendiagnosis disfungsi SIJ adalah photo polos (X-
ray). Pasien mungkin harus melakukan foto X-ray panggul, pinggul, atau tulang lumbal
tergantung dari temuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Computed tomography
(CAT atau CT) scan juga dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. CT
scan memberikan tampilan yang lebih jelas pada sendi dan tulang. X-ray dan CT scan
dapat membantu mengidentifikasi sakroiliitis. Hal ini ditunjukkan dengan
gambaran sklerosis pada sendi. Difungsi yang lebih berat dapat dilihat sebagai erosi
tulang disekitar sendi. Tes ini juga dapat mencari fusi SIJ. Tes CT scan dan X-Ray juga
dapat memberikan gambaran ada nya penyatuan di SIJ.

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan juga dapat membantu


dalam menegakkan diagnosis disfungsi SIJ. Ini memberikan evaluasi yang lebih baik
pada jaringan lunak, termasuk otot-otot dan ligamen. MRI juga dapat
menunjukkan jika terdapat sebarang patah tulang yang kecil yang mungkin tidak dapat di
lihat pada pemeriksaan X-Ray. Pemeriksaan MRI juga dapat memberikan gambaran jika
terdapat peradangan pada SIJ disebabkan kerana adanya cairan berlebihan pada sendi.
Scan pada tulang dapat dilakukan untuk membantu menyingkirkan punca dari sakit
dan dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi berbagai abnormalitas pada tulang.
Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan jika terdapat berbagai peningkatan aktivitas
tulang.

Seringkali metode yang paling akurat mendiagnosis disfungsi SIJ adalah dengan
melakukan suntikan yang dapat mematikan rasa pada area yang bermasalah, dengan
demikian dapat menunjukkan sumber nyeri. Bahan anestesi seperti lidokain
dapat disuntikkan bersama dengan streroid (cortisone) secara langsung ke dalam SIJ.
Hal ini biasanya dilakukan dengan bantuan mesin X-ray untuk memverifikasi
suntikan dalam SIJ. Anestesi dan steroid dapat membantu meringankan rasa
sakit dari peradangan yang umum dengan disfungsi SIJ.

2.8. Penatalaksaan Disfungsi

1. Fase Akut

a. Program Rehabilitas

Sepuluh hari pertama dianggap fase akut. Jika gejala tidak hilang dalam
10-18 hari maka masalah ini diangap sudah memasuki fase subakut. Nyeri
berlangsung lebih dari 6 bulan dianggap sebagai fase kronis.

b. Terapi Fisik

Terapi fisik berfokus pada kontrol nyeri fase akut. Modalitas


seperti ultrasonografi dengan atau tanpa phonophoresis, kompres hangat, dan
perawatan dingin superfisial dapat mengurangi rasa sakit. Terapi saraf seperti
pijatan jaringan tisu dalam, pelepasan myofasial, dan teknik pelepasan
tenaga otot juga dapat membantu. Peregangan myofasial panggul di
posisi tulang belakang netral dapat digunakan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan secara cepat atau bebas sakit untuk jangka masa yang
pendek. Dengan mengidentifikasi kegiatan yang dapat memperburuk kondisi
pasien, dokter atau terapis dapat menyusulkan agar pasien menghindari kegiatan
tersebut.

c. Operasi

Operasi jarang digunakan untuk nontraumatik disfungsi SIJ nontraumatik.


Operasi biasanya dilakukan hanya pada pasien dengan nyeri kronis yang telah
berlangsung selama bertahun-tahun, tidak mampan dengan pengobatan dan
rehabilitasi, dan telah menyebabkan kualitas hidup pasien sangat terganggu.

Proses operasi untuk disfungsi SIJ melibatkan perlekatan SIJ. Dalam


operasi ini, tulang rawan yang menutupi permukaan SIJ dibuang dan tulang-
tulang diikat bersama sehingga tulang dan sendi akan tumbuh bersamaan. Ini
menghilangkan semua gerak pada SIJ dan biasanya mengurangi rasa
sakit. Hal ini harus dipertimbangkan hanya jika perawatan yang lain tidak
memberikan hasil yang baik.

d. Konsultasi

Konsultasi dengan rheumatologist diperlukan bila kemungkinan adanya


gangguan inflamasi. Konsultasi dengan spesialis muskuloskeletal sering
membantu. Spesialis muskuloskeletal harus memberikan penilaian
fungsional pada setiap pasien, dapat mengarahkan pengobatan
nonoperative, dan dapat berkomunikasi dengan tim perawatan medis secra
keseluruhan. Seringkali, seorang rehabiter dapat memberikan saran yang unik
berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fizik yang dapat
mengarahkan pada diagnosis yang akurat dan program pengobatan yang holistik.
Konsultasi dengan spesialis neurologi juga dapt membantu menegakkan
diagnosis disfungsi SIJ dengan menyingkir atau membuktikan adanya
keterlibatan saraf-saraf yang boleh menyebabkan terjadinya disfungsi SIJ.
Secara garis besar keterlibatan spesialis dan team medis yang baik dapat
memberikan diagnosis yang tepat dan perwatan yang dibutuhkan oleh pasien
tanpa perlu langsung melakukan operasi.
e. Pengobatan

Pada fase akut, pengobatan terdiri daripada pengurangan rasa nyeri


melalui obat-obatan nyeri, istirahat, dan menghindari kegiatan yang memicu pada
nyero. Pengobatan dengan anti-inflamasi seperti obat NSAID sering
membantu. Suntikan obat anti nyeri pada otot jug adapt membantu
mengurangi gejala-gejala disfungsi SIJ.

Jika rasa sakit tidak teratasi dengan baik dalam 2-3 minggu pertama,
suntikan intra-artikular dengan mengunakan fluoroscopic sebagai marking harus
dipertimbangkan. Injeksi SIJ sering dilakukan dengan campuran anestesi dan
steroid, seperti yang dijelaskan oleh Fortin pada tahun 1994. Ketika sumber yang
sebenarnya dari ketidaknyamanan pasien tidak jelas, pengurangan rasa nyeri
dari post injeksi dapat memberikan informasi diagnostik yang signifikan.
Penggunaan fluoroscopic sebagai marking penting karena, meskipun suntikan
lokal ke daerah yang paling dirasakan nyeri dapat memberikan kesan
sementara yang efektif, namun jarum jarang memasuki sendi yang dirasakan
sakit tersebut. CT scan atau MRI juga dapat digunakan untuk memandu suntikan
ke SIJ.

Meskipun suntikan yang diberikan meringankan rasa sakit pasien,


kelegaan dari suntikan saja berdurasi pendek. Oleh karena itu, dengan
menggunakan suntikan hanya sebagai bagian dari program rehabilitasi
interdisipliner adalah penting. Penghilang rasa sakit memberikan peluang untuk
meningkatkan hasil dari program rehabilitasi. Kebanyakan dokter menunggu 2-4
minggu sebelum melakukan suntikan ulang untuk kali kedua maupun ketiga.

2. Fase Penyembuhan

a. Program Rehabilitasi

Fase pemulihan tidak dapat dilakukan tanpa adanya program rehabilitasi


yang aktif. Seringkali, disfungsi SIJ meninggalkan kesan yang signifikan
terhadapt otot atau perbaikan yang tidak sempurna. Defisit otot secara fungsional
kadang-kadang muncul sebelum adanya disfungsi SIJ dan sehingga
menjadi faktor resiko terhadap terjadinya disfungsi yang lebih berat. Beberapa
otot diketahui berfungsi dalam posisi yang ekstensi atau kaku, seperti fleksor
pinggul, paha belakang, lata fasia tensor, obturator internus, dan rektus femoris.

Terapi fisik dimulai dengan memperbaiki setiap asimetri mekanis,


ketegangan otot lumbopelvic, dan memperkuat otot-otot lemah. Semua ini harus
dimulai dalam posisi tulang belakang yang berada dalam posisi netral atau posisi
panggul, yang meminimalkan ketidaknyamanan akut.

Latihan stabilisasi dilakukan apabila pasien sudah berada dalam kondisi


dan funsional yang dinamis, yang biasanya menyangkut keseimbangan dan
aktivitas proprioseptif. Penguatan otot inti yang mengelilingi tulang
belakang dapat dicapai dengan berbagai cara. Dalam beberapa tahun
terakhir, senam Pilates telah menjadi sangat populer untuk mencapai
tujuan ini. Pasien harus menyelesiakan latihan yang diberikan untuk
memberikan hasil yang memuaskan.

b. Brace and Belt

Pada pasien yang mengalami nyeri kronis, SI belts dapat memberikan


kompresi dan umpan balik kepada otot-otot glutealis. Pasien dengan
hipermobilitas ligamen bisa mendapatkan faedah dari alat ini karena SI belts
dapat mengurangi rotasi SIJ. Belts berbeda dari orthosis lumbal umum karena
lebih tipis dan dengan demikian memegang sepanjang sendi iliaka anterior
superior.

Anda mungkin juga menyukai