Anda di halaman 1dari 4

Tugas M1 KB4

Rezky Kurniawan L.A (18032252310115)

Setelah Anda mempelajari seluruh materi di atas, silakan kerjakan tugas berikut untuk menguji
pemahaman Anda!

1.Setelah Anda membaca dan memahami materi tentang liran fungsional, buatlah kesimpulan
tentang konsep functional grammar tersebut berdasarkan pemahaman Anda!

2.Setelah Anda membaca dan memahami analisis fungsional, jelaskan analisis fungsional antar
kata dalam frasa dan antar klausa dalam kalimat melaui contoh (masing-masing satu kalimat)

JAWABAN

1. Tata Bahasa Fungsional (Functional Grammar) sebenarnya adalah nama sekumpulan teori
linguistik yang secara umum dapat digolongkan ke dalam linguistik fungsional (linguistic
functionalism), termasuk di dalamnya functional discourse grammar yang dikembangkan oleh
linguis Belanda Simon Dik dan systemic functional grammar yang dikembangkan oleh linguis
Inggris Michael A. K. Halliday.

Secara umum, tata bahasa fungsional (TBF) adalah teori yang berusaha menjelaskan susunan
bahasa alamiah dari segi fungsionalitasnya. Karena hal itulah, maka pengembangan teori ini
memusatkan perhatiannya pada tiga hal yang saling berkait, yaitu (1) fungsionalitas bahasa
alamiah, (2) fungsionalitas relasi yang terjadi pada berbagai tingkatan susunan tata bahasa, dan
(3) sasaran yang ingin dicapai, yaitu keterpakaian teori ini sebagai alat analisis atas berbagai
aspek bahasa dan pemakaian bahasa.

Untuk merealisasikan hal-hal di atas, pengembangan teori-teori TBF harus memenuhi tiga
standar kecukupan, yaitu:

1. Kecukupan tipologis. Artinya, aturan dan prinsip-prinsip teori ini harus dapat diterapkan
dalam bahasa alamiah manapun.

2. Kecukupan pragmatis. Artinya, rumusan apapun yang dikemukakan oleh teori ini harus
dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana ungkapan-ungkapan kebahasaan dapat
secara efektif dipakai dalam interaksi komunikatif.

3. Kecukupan psikologis. Artinya, apapun yang dikemukakan oleh TBF harus sesuai dengan
hal-hal yang telah diketahui mengenai mekanisme pemrosesan psikologis yang terjadi dalam
pemakaian bahasa alamiah.
Karena gagasan mengenai fungsionalitas menempati posisi yang sangat penting dalam TBF,
maka aturan dan prinsip-prinsip TBF dirumuskan dalam terma-terma fungsional. Dalam TBF
ada tiga tingkatan fungsi yang menjadi pokok perhatian, yaitu:

1. Fungsi Semantik (Pelaku [Agent], Pasien [Patient], Penerima [Recipient], dsb.). Fungsi ini
mendefinisikan peranan yang dimainkan oleh peserta dalam suatu peristiwa atau perbuatan
sebagaimana ditunjukkan oleh predikat.

2. Fungsi Sintaktik (Subjek dan Objek). Fungsi ini mendefinisikan bagaimana sudut pandang
suatu peristiwa atau perbuatan diwujudkan dalam ungkapan-ungkapan kebahasaan.

3. Fungsi Pragmatik (Tema dan Ekor [Tail], Topik dan Fokus). Fungsi ini mendefinisikan
status informasi konstituen ungkapan-ungkapan kebahasaan dan menghubungkan ungkapan-
ungkapan yang ada dalam diskursus/wacana yang sedang berlangsung itu dengan status
Pengujar (Speaker) dan Penerima Ujaran (Addressee) dalam interaksi verbal yang sedang
berlangsung.

Agar dapat digunakan sebagai alat analisis atas berbagai aspek bahasa dan penggunaan bahasa,
maka TBF berupaya sekaligus untuk memaksimalkan tingkat kecukupan tipologis dan
miminimalkan tingkat abstraksi analisis linguistiknya. Upaya ini dilakukan dengan
mengurangi tingkat abstraksi (aturan, cara kerja, atau prosedur), sehingga jarak antara struktur
yang dipostulasikan dalam suatu bahasa tertentu berdasarkan teori ini dengan ungkapan-
ungkapan kebahasaan aktual yang disusun dengan menggunakan terma-terma struktur ini
dapat dipersempit. Pembatasan abstraksi dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip berikut:

1. Menghindari transformasi (dalam arti operasi perubahan struktur);

2. Menghindari elemen-elemen kosong dalam struktur utama yang tidak mendapatkan


ekspresi;

3. Menolak perangkat penyaring (filter devices);

4. Tidak menerapkan dekomposisi leksikal yang abstrak (sebagai gantinya, relasi semantik
antarkata dilakukan melalui definisi makna.)

2. Frasa dan klausa merupakan dua diantara unsur-unsur bahasa yang ada, selain jenis-jenis kata,
jenis-jenis kalimat, penggunaan tanda baca, dan jenis-jenis paragraf. Kedua unsur tersebut
mempunyai karakteristik masing-masing yang membuat keduanya berbeda antara satu dengan
lainnya. Adapun perbedaan antara kedua unsur tersebut akan dibahas khusus pada artikel kali
ini, di mana pembahasan tersebut adalah sebagai berikut!

Frasa
Frasa merupakan suatu penggabungan dua contoh kata dasar yang tidak memiliki predikat dan
tidak berpotensi menjadi kalimat. Meski begitu, frasa dapat dijadikan salah sau unsur-unsur
kalimat dalam bahasa Indonesia, entah itu menjadi subjek, predikat, ataupun unsur kalimat
lainnya. Pada artikel frasa dalam bahasa Indonesia, frasa dikatakan mempunyai sejumlah ciri,
di mana ciri-ciri tersebut adalah:

 Terdiri atas dua kata ataupun lebih.


 Bersifat nonpredikatif atau tidak mengandung predikat di dalamnya.
 Mempunyai makna yang bersifat denotatif atau juga konotatif, tergantung dari jenis
frasanya.

Untuk lebih memahami unsur ini, berikut ditampilkan beberapa contoh unsur ini dalam format
kalimat yang ditampilkan di bawah ini!

1. Anak kecil itu berlarian di taman ke sana kemari.


2. Aldi merupakan anak kemari sore di kantor itu.
3. Kemarin, aku melihat Alsa memakai kemeja lengan panjang.
4. Pelaku telah dibawa ke meja hijau.
5. Nathan merupakan anak emas di sekolahnya.

Klausa

Klausa merupakan penggabungan dua kata atau lebih yang salah satunya merupakan unsur
predikat. Tidak seperti frasa, klausa dapat berpotensi menjadi suatu kalimat yang utuh. Hal ini
disebabkan karena klausa mengandung unsur predikat yang merupakan unsur dasar dalam
suatu kalimat. Adapun jika klausa itu hendak dijadikan suatu kalimat, maka klausa itu harus
diakhiri dengan penggunaan tanda titik (.) di belakangnya. Menurut artikel klausa dalam
bahasa Indonesia, disebutkan bahwa klausa mempunyai sejumlah ciri, yaitu:

 Mempunyai sebuah predikat di dalamnya.


 Dapat atau berpotensi menjadi suatu kalimat.
 Jika dijadikan kalimat, maka klausa akan diberi tanda titik di belakangnya.
 Dapat menjadi salah satu unsur pada kalimat.

Untuk mengetahui seperti apa bentuk unsur ini, berikut ditampilkan beberapa contoh dari unsur
ini dalam format kalimat!

1. Ibu di dapur sedang memasak gulai ikan kakap.


2. wanita itu bersedih menangisi kepergian anaknya yang masih bayi.
3. Ayah di beranda sedang membaca koran.
4. Kami tertawa mendengar lawakannya tersebut.
5. Paman dari Yogya membawa oleh-oleh berupa bakpia dan gudeg kering.

Setelah kita mengetahui definisi, ciri, dan contoh dari kedua unsur di atas, maka kita bisa tarik
kesimpulan bahwa perbedaan antara frasa dan klausa adalah:
 Frasa tidak mempunyai unsur predikat di dalamnya. Sementara itu, klausa mempunyai
sebuah unsur predikat di dalamnya.
 Frasa tidak dapat dijadikan kalimat, namun frasa bisa menjadi salah satu unsur dalam
kalimat. Di lain pihak, klausa dapat dijadikan kalimat dan dapat menjadi salah satu
unsur dalam kalimat. Jika klausa hendak dijadikan kalimat, maka klausa mesti dibubuhi
tanda titik (.) di belakangnya.

Dari pembahasan di atas, kita bisa ambil kesimpulan bahwa frasa dan klausa mempunyai dua
perbedaan mendasar di dalamnya, yaitu kandungan unsur predikat di dalamnya, dan bisa
tidaknya unsur tersebut dijadikan sebuah kalimat.

Anda mungkin juga menyukai