Anda di halaman 1dari 54

PORTOFOLIO

Cedera Kepala Berat dengan Intracerebral Hematoma

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internship oleh


:

dr. Pasca Riandy

Pendamping : Pembimbing:

dr. Juliana dr. Lissalmi, Sp.S

RSUD Sultan Imanuddin


Kabupaten Kotawaringin Barat
Provinsi Kalimantan Tengah
2018

1
2
BERITA ACARA PRESENTASI PORTFOLIO

Pada hari ini tanggal ……,…………, 2018, telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama peserta : dr. Pasca Riandy


Dengan judul/topik :Cedera Kepala Berat dengan Intracerebral Hematoma
Nama pendamping : dr. Juliana
Nama pembimbing : dr. Lissalmi, Sp.S
Nama wahana : RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun

No Nama Peserta Presentasi No Tanda Tangan

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping Pembimbing

dr.Juliana dr. Lissalmi, Sp.S

3
PORTOFOLIO MEDIS

Nama Peserta dr. Pasca Riandy

Nama Wahana RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun


Cedera Kepala Berat dengan Intracerebral Hematoma
Topik
Tanggal
7 Maret 2018
(kasus)
Nama Pasien Ny.A No. RM 160240
Tgl Presentasi Pendamping dr. Juliana
Tempat RSUD Sultan Imanuddin
Pembimbing Dr. Lissalmi, Sp.S
Presentasi Pangkalan Bun
OBYEKTIF PRESENTASI
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja  Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Wanita berusia 55 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri kepala disertai keluhan pusing berputar
setelah kepalanya terbentur saat terjatuh dari motor ± 10 jam sebelum ke IGD dan terdapat keluhan
mual serta muntah sebanyak ± 5 kali setelah mengalami benturan pada kepalanya saat terjatuh.
o Tujuan :
menegakkan diagnosa, melakukan tatalaksana yang tepat
Bahan o Tinjauan
o Riset  Kasus o Audit
Bahasan: Pustaka
Cara  Presentasi
 Diskusi o Email o Pos
Membahas: Kasus
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
1. Diagnosis : Cedera Kepala Berat dengan Intracerebral Hematoma

2. Gambaran klinis
Keluhan Utama
Nyeri kepala terus menerus sejak ± 10 jam pasca kepala terbentur aspal akibat terjatuh dari sepeda
motor.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD mengeluh nyeri kepala hebat terus menerus sejak ± 10 jam sebelum
masuk rumah sakit. Diketahui sebelumnya pasien terjatuh dari sepeda motor dan sisi kepala bagian
kanannya mengenai aspal saat terjatuh akibat menabrak lubang. Pasien diketahui tidak mengenakan
4
helm saat mengalami kejadian tersebut. Selain itu, pasien juga mengeluh kepalanya terasa pusing
berputar hilang timbul sejak ia mengalami kejadian tersebut. Pasien juga mengeluh mual disertai
dengan muntah sebanyak 5 kali berisi makanan. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran saat
kejadian maupun setelah kejadian.
Pasien sesaat setelah mengalami kejadian langsung dilarikan ke Puskesmai Kumai untuk
mendapatkan pertolongan pertama. Menurut keterangan keluarga pasien, pasien saat itu
mengeluhkan keluhan nyeri kepala yang ia rasakan semakin memberat dan semakin parah. Pasien
juga tampak kesakitan serta gelisah. Di Puskesmas Kumai, pasien sempat dilakukan tindakan
hecting pada sisi kepala bagian kanan karena mengalami luka robek berukuran kecil disertai luka
lecet serta diberikan obat anti hipertensi “amlodipine tab 10 mg” sebanyak 1 kali dikarenakan
tekanan darah pasien mencapai 180/110 mmhg sebelum akhirnya pasien dirujuk ke IGD RSUD
Sultan Imanuddin.
Riwayat penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak, kejang serta keluar darah dan cairan
dari telinga dan hidung disangkal oleh pasien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi (+); Riwayat DM (-); Alergi obat dan makanan (-) ; riwayat asma (-); Riwayat
trauma (-); riwayat operasi (-)
4. Riwayat pengobatan
Pasien telah dilakukan hecting pada sisi kepala kanan yang terluka sebelum akhirnya dirujuk ke
IGD serta diberikan infus Ringer lactat dengan jumlah tetesan sejumlah 20 kali per menit,
Metimazole injeksi sejumlah 1 gram sebanyak 1 kali intravena, Ranitidine injeksi sejumlah 50 mg
sebanyak 1 kali intravena, Ondansetron injeksi sejumlah 4 mg sebanyak 1 kali intravena,
Amoxycillin tab sebanyak 1 tablet PO, Ibuprofen tab sebanyak 1 tablet PO, dan amlodipine 10 mg
tab sebanyak 1 tablet PO.
5. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien
Daftar Pustaka :

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta : 2009

2. Tim Neuro Universitas Airlangga. Neurotauma Guideline Management in Traumatic Brain Injury. Edisi
kedua. Surabaya ; 2014.

3. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P,
Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ;
2005

4. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 2 April 2018

5. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:


http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 2 April 2018

6. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at: http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on


: 2 April 2018

5
Hasil Pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis trauma kepala beserta komplikasinya.
2. Analisis penanganan serta penatalaksanaan trauma kepala yang tepat.

Rangkuman Hasil Pembelajaran


1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kelurahan Candi RT 10
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
No. RM : 160420
Tanggal MRS : 7 Maret 2018

2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dari pasien serta
Alloanamnesis dari anak pasien.
Keluhan Utama
Nyeri kepala terus menerus sejak ± 10 jam pasca kepala terbentur aspal
akibat terjatuh dari sepeda motor
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD mengeluh nyeri kepala hebat terus menerus sejak ± 10
jam sebelum masuk rumah sakit. Diketahui sebelumnya pasien terjatuh dari
sepeda motor dan sisi kepala bagian kanannya mengenai aspal saat terjatuh
akibat menabrak lubang. Pasien diketahui tidak mengenakan helm saat
mengalami kejadian tersebut. Selain itu, pasien juga mengeluh kepalanya terasa
pusing berputar hilang timbul sejak ia mengalami kejadian tersebut. Pasien juga

6
mengeluh mual disertai dengan muntah sebanyak 5 kali berisi makanan. Pasien
tidak mengalami penurunan kesadaran saat kejadian maupun setelah kejadian.
Pasien sesaat setelah mengalami kejadian langsung dilarikan ke Puskesmai
Kumai untuk mendapatkan pertolongan pertama. Menurut keterangan keluarga
pasien, pasien saat itu mengeluhkan keluhan nyeri kepala yang ia rasakan
semakin memberat dan semakin parah. Pasien juga tampak kesakitan serta
gelisah. Di Puskesmas Kumai, pasien sempat dilakukan tindakan hecting pada
sisi kepala bagian kanan karena mengalami luka robek berukuran kecil disertai
luka lecet sebelum akhirnya dirujuk ke IGD RSUD Sultan Imanuddin.
Riwayat penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak, kejang serta keluar
darah dan cairan dari telinga dan hidung disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+); Riwayat DM (-); Alergi obat dan makanan (-) ;
riwayat asma (-); Riwayat trauma (-); riwayat operasi (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien telah dilakukan hecting pada sisi kepala kanan yang terluka di
Puskesmas sebelum akhirnya dirujuk ke IGD serta diberikan infus Ringer lactat
sebanyak 1 kolf dengan jumlah tetesan sejumlah 20 tetes per menit, Metimazole
injeksi sejumlah 1 gram sebanyak 1 kali intravena, Ranitidine injeksi sejumlah
50 mg sebanyak 1 kali intravena, Ondansetron injeksi sejumlah 4 mg sebanyak 1
kali intravena, Amoxycillin tab sebanyak 1 tablet PO, Ibuprofen tab sebanyak 1
tablet PO, dan amlodipine 10 mg tab sebanyak 1 tablet PO.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Kesadaran : compos mentis - E4V5M6
Kesan gizi : kesan gizi cukup
Tanda-tanda vital Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler,

7
RR : 20 x/menit, SpO2 99%
Temp. axilla : 37 °C
Antropometri Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 153 cm
Kepala Bentuk : Normocephal, vulnus laceratum (+) , Vulnus escoriatum (+),
hematom (+) pada regio temporal dextra dengan ukuran diameter ± 6 cm.
Rambut : Hitam, tipis
Wajah : Simetris, dismorfik (-)
Mata : anemis (-), ikterik (-), edema (-), pupil bulat isokor
(3mm/3mm), reflex cahaya (+/+), hematom periorbita (-)
Telinga : bentuk dan ukuran normal, sekret (-)
Hidung : sekret (-), mimisan (-)
Mulut : mukosa kering (-), gigi normal, lidah normal
Leher Inspeksi : simetris, edema (-), massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (-), trakea di tengah,
Faring : hiperemi (-)
Inspeksi : Bentuk dada kesan normal dan simetris, Gerakan dinding
Thorax dada kiri-kanan simetris, retraksi (-), deformitas (-), jaringan parut (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Denyut jantung 100 x/menit, S1S2 tunggal reguler,murmur (-
), gallop (-)
Paru-paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada kanan-kiri saat bernafas simetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskulasi : Laju pernafasan 20x/menit, regular

8
vesikular vesikular Rhonki - - Wheezing - -
vesikular vesikular - - - -
vesikular vesikular - - - -
Abdomen Inspeksi : Jaringan parut (-), dilatasi vena (-), massa (-), herniasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Meteorismus (-), Shifting dullness (–)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, Hepar teraba tidak
membesar, lien tidak teraba besar
Ekstremitas Pemeriksaan Atas Bawah
Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat hangat hangat hangat

Anemis – – – –

Ikterik – – – –

Edema – – – –

Sianosis – – – –

Petekie - - - -
Capillary Refill Time < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik

4. Pemeriksaan Neurologi
a. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kanan Kiri
Laseque : >70˚ >70˚
Kernig : >135˚ >135˚

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial


o Penurunan kesadaran (-), gelisah (+)
o Papil oedem (tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi)

9
o Pupil anisokor (-)
o Trias cushing (-)

b. pemeriksaan Nervus Kranialis


N.I : Normosmia +/+

N.II :
• Acies visus : normal
• Campus visus : normal
• Tes buta warna : normal
• Funduskopi : tidak dilakukan

N.III ; N.IV ; N.VI


Kedudukan bola mata : ortoforia - ortoforia

Pergerakan bola mata :


• Nasal : normal
• Temporal : normal
• Atas : normal
• Bawah : normal
• Temporal bawah : normal
Eksoftalmus : -/-
Nistagmus : -/-
Ptosis : -/-
Pupil
o Bentuk : Bulat / bulat
o Diameter : 2 mm / 2 mm
o Refleks cahaya langsung : +/+

10
o Refleks cahaya tidak langsung : +/+
o Reaksi akomodasi : normal
o Reaksi konvergensi : normal

N.V
• Cabang motorik
o Membuka mulut : Baik
o Menggerakkan rahang : Baik
o Jaw refleks : Baik
• Cabang sensorik oftalmikus : Baik/ Baik
• Cabang sensorik maksilaris : Baik/ Baik
• Cabang sensorik mandibularis : Baik/ Baik

N.VII
• Motorik orbitofrontal : Kesan parese (-)
• Motorik orbikularis okuli : Kesan parese (-)
• Motorik orbikularis oris : Kesan parese (-)
• Chovstek : Negatif
• Pengecapan lidah : normal

N.VIII
• Vestibular
Vertigo : positif
Nistagmus : -/-
• Cochlear
Test Rinne : tidak dilakukan
Webber : tidak dilakukan
Schwabach : tidak dilakukan

11
N.IX ; N.X
 Motorik : Baik/baik
 Sensorik : Baik/baik

N.XI
• Mengangkat bahu : Baik/baik
• Menoleh : Baik/baik

N.XII
• Pergerakan lidah : Lidah di tengah
• Atrofi :-
• Fasikulasi :-
• Tremor :-

c. Sistem motorik tubuh


Kekuatan otot : 5555 | 5555
5555 | 5555

d. Gerakan involunter
Tremor : -/-
Chorea : -/-
Atetose : -/-
Miokloni : -/-
Tics : -/-
Fungsi otonom
Miksi : Inkontinensia (-)
Defekasi : Inkontinensia (-)
Sekresi keringat : Baik

12
e. Refleks fisiologis
• Kornea : tidak dilakukan
• Biseps : N/N
• Triseps : N/N
• Kremaster : tidak dilakukan
• Patella : N/N
• Tumit : N/N
• Fissura ani : tidak dilakukan

f. Refleks patologis
• Hofman Trommer : -/-
• Babinski : -/-
• Oppenheim : -/-
• Gordon : -/-
• Schaefer : -/-
• Chaddock : -/-

5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaaan Laboratorium (09-04-2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11,5 11,7 – 15,5 g/dl
Hematokrit 36,3 33 – 45%
Leukosit 9,5 5,0 – 10,0 rb/ul
Trombosit 266 150 – 440 rb/ul
Eritrosit 4,4 3,80 – 5,20 jt/ul
Glukosa Darah
GDP 99 < 200 g/dl
Fungsi Ginjal

13
Ureum 37 17-43 mg/dl
Creatinin 0,3 0,7 – 1,1
Fungsi Hati
SGOT 17 <37
SGPT 19 <41
Asam Urat
Asam urat 5,9 2,4-5,7
Profil Lipid
Kolesterol total 167 <200
Trigliserida 99 <150

HDL 32 35-74
LDL 115 <150

CT Scan kepala tanpa kontras (09-03-2018)


- Tampak lesi hiperdens dengan perifokal oedem pada lobus temporal
kanan, volume = 27, 023 mL
- Tak tampak subgaleal hematom
- Sulkus kortikalis dan fissura Sylvii kanan tampak menyempit
- Sistem ventrikel kanan dan III tampak menyempit
- Ventrikel IV normal
- Differensiasi white-grey matter baik
- Tampak midline shifting ke kiri = 9 mm
- Pons dan cerebellum baik
- Pada bone window dan bone recons tak tampak diskontinuitas pada os
cranium

Kesan:
- Intraserebral hematom (ICH) pada lobus temporal kanan
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Tak tampak fraktur pada os cranium

14
(gambar 1. Gambaran foto CT scan kepala tanpa kontras pasien)

15
(gambar 2. Gambaran foto ct scan kepala tanpa kontras pasien)

6. Daftar Permasalahan
1. Nyeri kepala hebat terus menerus sejak ± 10 jam pasca kepala terbentur
aspal akibat terjatuh dari motor
2. kepala terasa pusing berputar hilang timbul
3. mual disertai dengan muntah sebanyak 5 kali
7. Diagnosis Banding
 Cedera Kepala Berat dengan Subdural Hematoma
 Cedera Kepala Berat dengan Epidural Hematoma

8. Diagnosis Akhir
 Cedera Kepala Berat dengan Intrakranial Hematoma
 Vertigo

16
 Hipertensi stage II

9. Terapi

Non farmakologis
 Head up kepala 30 °.
 Bed rest

Farmakologis

 Infus Ringer Laktat 500 cc + Metimazole drip 2 ampul dengan


kecepatan tetesan 20 tetes per menit (makro) intravena
 Ondansetron injeksi 4 mg setiap 8 jam per hari intravena
 Piracetam injeksi 3 gr setiap 8 jam per hari intravena
 Asam traneksamat injeksi 500 mg setiap 8 jam per hari intravena
 Manitol injeksi 125 mg setiap 6 jam per hari intravena
 Flunarizine tablet 1 kali per hari (malam hari) per oral
 Candesartan 16 mg tablet 1 kali per hari (siang hari) per oral
 Betahistin tablet 3 kali per hari setiap 8 jam per oral
 Citicoline 500 mg tablet 2 kali per hari setiap 12 jam per oral

10. Planning Monitoring


Observasi tanda-tanda vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Penanganan cedera otak primer
Mencegah dan menangani cedera otak sekunder
Optimalisasi metabolisme otak
Rehabilitasi

17
11. Rencana Edukasi
 Menjelaskan mengenai trauma mekanik kepala kepada pasien (penyebab,
pencegahan komplikasi , dan komplikasi yang bisa terjadi)
 Menjelaskan mengenai rencana pemeriksaan (pemeriksaan fisik maupun
laboratoris) yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit pasien
 Menjelaskan mengenai rencana terapi, fungsi obat-obatan yang digunakan.

12. Follow up
Tanggal Tempa Perkembangan Pasien Terapi
t
8-3-2018 Ruang S:  Head up kepala 30 °.
(09.00) Akasia Pusing (+), mual (-), muntah (-),  Infus Ringer Laktat
Nyeri kepala (+), 500 cc + Metimazole
O: drip 2 ampul dengan
KU : tampak sakit sedang kecepatan tetesan 20
TD : 150/80 N : 84x/m, regular,kuat tetes per menit
RR : 24x/m T-axilla : 36,6oC (makro) intravena
Pupil bulat isokor diameter 2 mm  Ondansetron injeksi 4
kiri & kanan. mg setiap 8 jam per
hari intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  Piracetam injeksi 3 gr
intrakranial: setiap 8 jam per hari
Penurunan kesadaran (-), gelisah intravena
(+), Papil oedem (tidak dilakukan  Asam traneksamat
pemeriksaan funduskopi), Pupil injeksi 500 mg setiap
anisokor (-), Trias cushing (-) 8 jam per hari
intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Manitol injeksi 125
5555 | 5555 mg setiap 6 jam per
Reflek fisiologis: +|+ hari intravena
+|+  Flunarizine tablet 1
Reflek patologis: -|- kali per hari (malam
-|- hari) per oral
Meningeal sign: -  Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per hari
(siang hari) per oral
 Betahistin tablet 3 kali
per hari setiap 8 jam
per oral

18
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per hari
setiap 12 jam per oral

Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.

9-3-2018 Ruang S:  Head up kepala 30 °.


akasia Pusing (+), mual (-), muntah (-),  Infus Ringer Laktat
Nyeri kepala (+) 500 cc + Metimazole
O: drip 2 ampul dengan
KU : tampak sakit sedang kecepatan tetesan 20
TD : 160/90 N : 82x/m, regular, tetes per menit
kuat (makro) intravena
RR : 24x/m Tax : 36,8oC  Ondansetron injeksi 4
Pupil bulat isokor diameter 2 mm mg setiap 8 jam per
kiri & kanan. hari intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  Piracetam injeksi 3 gr
intrakranial: setiap 8 jam per hari
Penurunan kesadaran (-), gelisah intravena
(+), Papil oedem (tidak dilakukan  Asam traneksamat
pemeriksaan funduskopi), Pupil injeksi 500 mg setiap
anisokor (-), Trias cushing (-) 8 jam per hari
intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Manitol injeksi 125
5555 | 5555 mg setiap 6 jam per
Reflek fisiologis: +|+ hari intravena
+|+  Flunarizine tablet 1
Reflek patologis: -|- kali per hari (malam
-|- hari) per oral
Meningeal sign: -  Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per hari
(siang hari) per oral
 Betahistin tablet 3 kali
per hari setiap 8 jam
per oral
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per hari
setiap 12 jam per oral

19
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.

10-3- Ruang S:  Head up kepala


2018 akasia Pusing (+), mual (+), muntah (-), 30 °.
Nyeri kepala (+)  Infus Ringer
O: Laktat 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip
TD : 170/100 N : 86x/m, regular, 2 ampul dengan
kuat kecepatan tetesan
RR : 22x/m Tax : 36,8oC 20 tetes per
Pupil bulat isokor diameter 2 mm menit (makro)
kiri & kanan. intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  Ondansetron
intrakranial: injeksi 4 mg
Penurunan kesadaran (-), gelisah setiap 8 jam per
(+), Papil oedem (tidak dilakukan hari intravena
pemeriksaan funduskopi), Pupil  Piracetam injeksi
anisokor (-), Trias cushing (-) 3 gr setiap 8 jam
per hari
Kekuatan otot : 5555 | 5555 intravena
5555 | 5555  Asam
Reflek fisiologis: +|+ traneksamat
+|+ injeksi 500 mg
Reflek patologis: -|- setiap 8 jam per
-|- hari intravena
Meningeal sign: -  Manitol injeksi
125 mg setiap 8
jam per hari
intravena
 Flunarizine tablet
1 kali per hari
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
 Betahistin tablet
3 kali per hari

20
setiap 8 jam per
oral
 Citicoline 500
mg tablet 2 kali
per hari setiap 12
jam per oral

Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.

11-3- Ruang S:  Head up kepala


2018 akasia Pusing berkurang, mual (-), muntah (-), 30 °.
Nyeri kepala berkurang  Infus Ringer
O: Laktat 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip
TD : 160/100 N : 80x/m, regular, kuat
2 ampul dengan
RR : 22x/m Tax : 36,5oC
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri kecepatan tetesan
& kanan. 20 tetes per
Tanda-tanda peningkatan tekanan menit (makro)
intrakranial: intravena
Penurunan kesadaran (-), gelisah (+)  Ondansetron
berkurang , Papil oedem (tidak injeksi 4 mg
dilakukan pemeriksaan funduskopi), setiap 8 jam per
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) hari intravena
 Piracetam injeksi
Kekuatan otot : 5555 | 5555 3 gr setiap 8 jam
5555 | 5555
per hari
Reflek fisiologis: +|+
+|+ intravena
Reflek patologis: -|-  Asam
-|- traneksamat
Meningeal sign: - injeksi 500 mg
setiap 8 jam per
hari intravena
 Manitol injeksi
125 mg setiap 8
jam per hari
intravena
 Flunarizine tablet
1 kali per hari
(malam hari) per
oral

21
 Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
 Betahistin tablet
3 kali per hari
setiap 8 jam per
oral
 Citicoline 500
mg tablet 2 kali
per hari setiap 12
jam per oral

Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.

12-3- Ruang S:  Head up kepala


2018 akasia Pusing berkurang, mual (-), muntah (-), 30 °.
Nyeri kepala berkurang  Infus Ringer
O: Laktat 500 cc +
KU : tampak sakit sedang
Metimazole drip
TD : 160/100 N : 80x/m, regular, kuat
2 ampul dengan
RR : 22x/m Tax : 36,5oC
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri kecepatan tetesan
& kanan. 20 tetes per
Tanda-tanda peningkatan tekanan menit (makro)
intrakranial: intravena
Penurunan kesadaran (-), gelisah (-)  metochlorpramid
berkurang , Papil oedem (tidak e injeksi 10 mg
dilakukan pemeriksaan funduskopi), setiap 12 jam
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) per hari intravena
 Piracetam injeksi
Kekuatan otot : 5555 | 5555 3 gr setiap 8 jam
5555 | 5555
per hari
Reflek fisiologis: +|+
+|+ intravena
Reflek patologis: -|-  Asam
-|- traneksamat
Meningeal sign: - injeksi 500 mg
setiap 8 jam per
hari intravena
 Manitol injeksi
125 mg setiap 12

22
jam per hari
intravena
 Flunarizine tablet
1 kali per hari
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
 Diltiazem 200
mg tablet 1 kali
per hari (malam
hari) per oral.
 Betahistin tablet
3 kali per hari
setiap 8 jam per
oral
 Citicoline 500
mg tablet 2 kali
per hari setiap 12
jam per oral

Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.

13-3- Ruang S:  Head up kepala 30


2018 akasia Pusing (-), mual (-), muntah (-), Nyeri °.
kepala berkurang  Infus Ringer Laktat
O: 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip 2
TD : 170/100 N : 80x/m, regular, kuat ampul dengan
RR : 22x/m Tax : 36,5oC kecepatan tetesan
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri 20 tetes per menit
& kanan. (makro) intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  metochlorpramide
intrakranial: injeksi 10 mg
Penurunan kesadaran (-), gelisah (-) setiap 12 jam per
berkurang , Papil oedem (tidak hari intravena
dilakukan pemeriksaan funduskopi),  Piracetam injeksi 3
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) gr setiap 8 jam per
hari intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Asam traneksamat

23
5555 | 5555 injeksi 500 mg
Reflek fisiologis: +|+ setiap 8 jam per
+|+ hari intravena
Reflek patologis: -|-  Manitol injeksi 125
-|- mg setiap 24 jam
Meningeal sign: - per hari intravena
 Flunarizine tablet 1
kali per hari
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per
hari (siang hari)
per oral
 Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
 Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral

Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.

14-3- Ruang S:  Head up kepala 30


2018 akasia Pusing (-), mual (-), muntah (-), Nyeri °.
kepala berkurang  Infus Ringer Laktat
O: 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip 2
TD : 150/100 N : 80x/m, regular, kuat ampul dengan
RR : 22x/m Tax : 36,5oC kecepatan tetesan
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri 20 tetes per menit
& kanan. (makro) intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  metochlorpramide
intrakranial: injeksi 10 mg
Penurunan kesadaran (-), gelisah (-) setiap 12 jam per
berkurang , Papil oedem (tidak hari intravena
dilakukan pemeriksaan funduskopi),  Piracetam injeksi 3
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) gr setiap 8 jam per
hari intravena

24
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Asam traneksamat
5555 | 5555 injeksi 500 mg
Reflek fisiologis: +|+ setiap 8 jam per
+|+ hari intravena
Reflek patologis: -|-  Manitol injeksi 125
-|- mg setiap 24 jam
Meningeal sign: - per hari intravena
 Flunarizine tablet 1
kali per hari
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per
hari (siang hari)
per oral
 Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
 Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral

Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.

15-3- Ruang S:  Head up kepala 30


2018 akasia Pusing (-), mual (-), muntah (-), Nyeri °.
kepala berkurang  Infus Ringer Laktat
O: 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip 2
TD : 150/90 N : 82x/m, regular, kuat ampul dengan
RR : 20x/m Tax : 36,5oC kecepatan tetesan
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri 20 tetes per menit
& kanan. (makro) intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  metochlorpramide
intrakranial: injeksi 10 mg
Penurunan kesadaran (-), gelisah (-) setiap 12 jam per
berkurang , Papil oedem (tidak hari intravena
dilakukan pemeriksaan funduskopi),  Piracetam injeksi 3
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) gr setiap 8 jam per

25
hari intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Asam traneksamat
5555 | 5555 injeksi 500 mg
Reflek fisiologis: +|+ setiap 8 jam per
+|+ hari intravena
Reflek patologis: -|-  Manitol injeksi 125
-|- mg setiap 24 jam
Meningeal sign: - per hari intravena
 Flunarizine tablet 1
kali per hari
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per
hari (siang hari)
per oral
 Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
 Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral

16-3- Ruang S:  Head up kepala 30


2018 akasia Pusing (-), mual (-), muntah (-), Nyeri °.
kepala berkurang  Infus Ringer Laktat
O: 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip 2
TD : 150/80 N : 81x/m, regular, kuat ampul dengan
RR : 22x/m Tax : 36,7oC kecepatan tetesan
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri 20 tetes per menit
& kanan. (makro) intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  Ondansetron
intrakranial: injeksi 4 mg setiap
Penurunan kesadaran (-), gelisah (-) 12 jam per hari
berkurang , Papil oedem (tidak intravena
dilakukan pemeriksaan funduskopi),  Piracetam injeksi 3
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) gr setiap 8 jam per
hari intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Asam traneksamat
5555 | 5555 injeksi 500 mg
Reflek fisiologis: +|+ setiap 8 jam per
+|+ hari intravena

26
Reflek patologis: -|-  Manitol injeksi 125
-|- mg setiap 24 jam
Meningeal sign: - per hari intravena
 Flunarizine tablet 1
kali per hari
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per
hari (siang hari)
per oral
 Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
 Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral

17-3- Ruang S:  Head up kepala 30


2018 akasia Pusing (-), mual (-), muntah (-), Nyeri °.
kepala berkurang  Infus Ringer Laktat
O: 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip 2
TD : 140/80 N : 78x/m, regular, kuat ampul dengan
RR : 20x/m Tax : 36,5oC kecepatan tetesan
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri 20 tetes per menit
& kanan. (makro) intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  Ondansetron
intrakranial: injeksi 4 mg setiap
Penurunan kesadaran (-), gelisah (-) 12 jam per hari
berkurang , Papil oedem (tidak intravena
dilakukan pemeriksaan funduskopi),  Piracetam injeksi 3
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) gr setiap 8 jam per
hari intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Asam traneksamat
5555 | 5555 injeksi 500 mg
Reflek fisiologis: +|+ setiap 8 jam per
+|+ hari intravena
Reflek patologis: -|-  Manitol injeksi 125
-|- mg setiap 24 jam
Meningeal sign: - per hari intravena
 Flunarizine tablet 1
kali per hari

27
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per
hari (siang hari)
per oral
 Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
 Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral

18-3- Ruang S:  Head up kepala 30


2018 akasia Pusing (-), mual (-), muntah (-), Nyeri °.
kepala berkurang  Infus Ringer Laktat
O: 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip 2
TD : 140/80 N : 78x/m, regular, kuat ampul dengan
RR : 20x/m Tax : 36,5oC kecepatan tetesan
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri 20 tetes per menit
& kanan. (makro) intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan  Ondansetron
intrakranial: injeksi 4 mg setiap
Penurunan kesadaran (-), gelisah (-) 12 jam per hari
berkurang , Papil oedem (tidak intravena
dilakukan pemeriksaan funduskopi),  Piracetam injeksi 3
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) gr setiap 8 jam per
hari intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555  Asam traneksamat
5555 | 5555 injeksi 500 mg
Reflek fisiologis: +|+ setiap 8 jam per
+|+ hari intravena
Reflek patologis: -|-  Manitol injeksi 125
-|- mg setiap 24 jam
Meningeal sign: - per hari intravena
 Flunarizine tablet 1
kali per hari
(malam hari) per
oral
 Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per
hari (siang hari) per

28
oral
 Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
 Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
 Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral
 Mobilisasi bertahap

29
TINJAUAN PUSTAKA
CEDERA KEPALA

Definisi

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah


trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas .1

Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras
membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka
terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang
menembus tengkorak.2
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis
untuk hit-counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak.
Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.
Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang
sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena
tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau
menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan
cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam
lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui
lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini
bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung

30
dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan
kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan
(obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya
perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).1,2

Anatomi

a. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu:
 Skin atau kulit
 Connective tissue atau jaringan penyambung
 Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang
berhubungan langsung dengan tengkorak
 Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar.
 Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan
subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga
bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan
banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita
dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu
Lama untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997)

31
Gambar 1 lapisan kulit kepala

b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa
anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.4,5

Gambar 2.tulang tengkorak

32
c. Meninges
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu
:
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu
ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid,
dimana sering dijumpai perdarahan subdural.1
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.1,2
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang
paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak
pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural
dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera
kepala.2
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.1,2

33
Gambar 3.lapisan meningens

d. Otak

Gambar 4. Struktur otak


Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa sekitar
14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri
dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon
(otak belakang) terdiri dari pons, 34medulla oblongata dan serebellum.5
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi 34rachno dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
34
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses
penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi 35rachn aktivasi
35rachnoid yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan.4,5

e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
35rachnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio 35rachnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS
dan menyebabkan kenaikan tekanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.6

Gambar 5. Sirkulasi cairan serebrospinal


f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior) (japardi,2004)

35
Gambar 6. Tentorium
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.2,3

Aspek fisiologis cedera kepala

a. Tekanan intracranial

Berbagai proses patologi pada otak dapat meningkatkan tekanan intracranial


yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk
terhadap penderita. Tekanan intracranial yang tinggi dapat menimbulkan
konsekwensi yang mengganggu fungsi otak. TIK Normal kira-kira sebesar 10
mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg dianggap tidak normal. Semakin tinggi
TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.4

b. Hukum Monroe-Kellie

Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar
dari tulang tengkorak yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama
dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak
(V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).4

Vic = V br+ V csf + V bl

36
c. Tekanan Perfusi otak

Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata


(mean arterial presure) dengan tekanan intrakranial. Apabila nilai TPO kurang dari
70mmHg akan memberikan prognosa yang buruk bagi penderita.6

d. Aliran darah otak (ADO)


ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO menurun
sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan menghilang. Apabila
ADO sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami kematian dan
kerusakan yang menetap.4,5

Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer
ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf
otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak
dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi.
Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria
meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau
menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan
telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat
menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).2
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga
menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung
menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan.
Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan
countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya
perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan
menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum,
gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan
ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di

37
batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada
batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.3,7
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di
dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang
ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis
menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah
frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak
yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot
mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini
menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari
akibat dari edema otak.3,4,5
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya
negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada
cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga
terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah
beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena
penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai
perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma
kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan
salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,
mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan
gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan
terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul
kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.3,4

38
Gambar 7. Patofisiologi cedera kepala.

39
Klasifikasi Cedera Kepala

Berdasarkan Berdasarkan
mekanisme beratnya

Cedera kepala Cedera kepala cedera kepala cedera kepala cedera kepala
tertutup terbuka ringan sedang berat

Berdasarkan
morfologi

Fraktur Lesi
Kulit
tengkorak Intrakranial

Vulnus Kalvaria Basilar Fokal Diffuse

Linear atau Kontusio


Laserasi Konkusi ringan
stelata serebri

Hematom Depressed atau Hematom


Konkusi klasik
subkutan, nondepressed epidural

Hematom Hematom Cedera aksonal


subgaleal subdural difusa

Perdarahan
subarakhnoid

Perdarahan
intraserebral

Gambar 8. Klasifikasi cedera kepala.

40
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.
a. Mekanisme cedera kepala
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul. Sedang cedera kepala
tembuus disebabkan oleh peluru atau tusukan. 2,4
b. Beratnya cedera
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai
berikut :
1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.
2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13
3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

Glasgow Glasgow Coma Scale nilai ai


Respon membuka mata (E)
Buka mata spontan 4
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3
Buka mata bila dirangsang nyeri 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon verbal (V)


Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon motorik (M)


Mengikuti perintah 6
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1

41
c. Morfologi cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesi
intrakranial.2,3,4
1. Fraktur cranium
Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat berbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fracture dasar tengkorak
biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone window
untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih
rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign),
ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan
paresis nervus fasialis.6
Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara
laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput duramater.
Keadaan ini membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya fraktur tengkorak
merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi cukup berat sehingga
mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak
bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada
populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear
mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang
sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear
mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang
sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura
tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk
pengamatan.3,4,6

2. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua
bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma
epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien
pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal
namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan
klinis.2,4

42
1. Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek
atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media.
Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari
perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural
akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa
posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari
keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat
menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis
biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsungg
lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural berkaitan langsung
dengan status neurologis penderita sebelum pembedahan. Gejala yang sangat
menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi
seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.
Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien
seperti ini harus di observasi dengan teliti. Setiap orang memiliki kumpulan
gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang
muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.1,2,4,5

Gejala yang sering tampak :

•Penurunan kesadaran, bisa sampai koma


• Bingung
• Penglihatan kabur
• Susah bicara
• Nyeri kepala yang hebat
• Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
• Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
• Mual
• Pusing
• Berkeringat

43
• Pucat
• Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai


hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil
akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif
menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula
kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai
akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan
tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya,
mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak,
interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi
kabur.3,5
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak
selalu homogen, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada
tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral ( tanda space
occupying lesion ). Batas dengan corteks licin, densitas duramater biasanya
jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena
sehingga tampak lebih jelas.4,7

2. Hematoma subdural

Gambar 8. Hematom subdural

44
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantra duramater dan
aracnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita
dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging vein
antara kortek cerebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi
permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak.2,3,6
Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat
lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya
60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan
pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut, subakut, dan kronis:
a.Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam
setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik
progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak.
Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya
kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.

b. Hematoma Subdural Subakut


Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut,
hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangansubdural.
Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda
status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan
dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran
hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan
respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan
peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan
herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi
batang otak.2,5

45
c. Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan
beberapa tahun setelah cedera pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena
yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan
subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh
membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik
cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma.
Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut
dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran
dan tekanan hematoma.1,3,5
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi
pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini,
cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil
pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena
tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.3,5

3. Kontusi dan hematoma intraserebral


Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak
hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar kontusi
terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk
serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral
traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan
kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa
hari.1,3,5
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak
yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak
tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi
perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya
(countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung
pada lokasi dan luas perdarahan.5,6
46
Gambar 8. Perdarahan intraserebral
4. Cedera difus
Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera
kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai
derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan.
Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi
tanpa amnesia. Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera
komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia
retrograde dan amnesia antegrad.3,4
Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau
hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan
lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam beberapa penderita
dapat timbul defisit neurologis untuk beberapa waktu. Defisit neurologis itu misalnya
kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-
gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.3
Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan dimana
penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak
diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam
keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering
menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam
keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukan gejala
47
disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga
akibat cedera aksonal difus dan cedeera otak kerena hipoksia secara klinis tidak
mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.3,4,6

Pemeriksaan neurologis terkait


Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik
mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang
kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu :2

1. Tingkat kesadaran dengan menghitung nilai GCS


2. Kekuatan fungsi motorik
3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata

Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schuller )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera
kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.2,3

Indikasi pemeriksaan foto polos kepala :


 Kehilangan kesadaran, amnesia
 Nyeri kepala menetap
 Gejala neurologis fokal
 Jejas pada kulit kepala
 Kecurigaan luka tembus
 Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
 Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
 Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, anak
 Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko :
benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasien usia > 50 tahun.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai
berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan
terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya

48
fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek
desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan
perdarahan pada otak. 3,4

Indikasi pemeriksaan CT kepala pada pasien cedera kepala :


 GCS< 13 setelah resusitasi.
 Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis,
 kejang.
 Nyeri kepala, muntah yang menetap
 Terdapat tanda fokal neurologis
 Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur
 Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
 Evaluasi pasca operasi
 pasien multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ )
 Indikasi sosial

Penatalaksanaan Cedera Kepala

I. Cedera kepala ringan


Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 – 15.

Terdiri atas :

a. Simple head injury


 Tidak ada penurunan kesadaran
 Adanya trauma kepala ( pusing )
b. Commotio cerebri ( gegar otak )
 Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )
 Amnesia retrograde
 Pusing, sakit kepala, muntah
 Tidak ada defisit neurologis

49
Manajemen

1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
 Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction,
pasang NGT
 Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
 Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi
sebelumnya harus diyakini tidak ada fractur cervical.
 Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan
tindakan intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang
dilakukan adalah tracheostomi.
2. Breathing
Perhatikan gerak napas pasien, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang
oksigen.

3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang
infus. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan
tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk monitoring balans cairan.

4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan


kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka
robek, bersihkan lalu di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.

6. CT scan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien –
pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.

7. Observasi
Kriteria rawat 2,3:

a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam


b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit

50
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Nyeri kepala sedang hingga berat
e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )
f. Otorrhea, rhinorrhea
g. Semua cedera tembus
h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah
dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila
timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :

 Mengantuk dan sukar dibangunkan


 Mual dan muntah hebat
 Kejang
 Nyeri kepala bertambah hebat
 Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
 Gelisah
8. Terapi simtomatik

II. Cedera kepala sedang


Pasien mungkin tampak bingung atau somnolen namun tetap dapat mengikuti
perintah sederhana ( GCS 9 – 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat
memburuk dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien
cedera kepala berat tapi aspek kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama
seperti pada cedera kepala ringan ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi
membaik,pasien boleh pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang
apabila kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk
di observasi.2,3,5

III. Cedera kepala berat


Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena
adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8).2,3

Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :

51
a. Contusio cerebri
 Pingsan > 10 menit
 Kegelisahan motorik
 Sakit kepala, muntah
 Kejang
 Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes
 Amnesia anterogard
b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.

Penanganan kasus ini mencakup :

 Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala


ringan.
 Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan
di bagian tubuh lainnya.
 Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil,
respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).
 Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.
 Rawat selama 7 – 10 hari.
 Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.
 Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.
 Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

Indikasi Operasi

Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut
:3,4

- Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial

- Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial

- Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis


52
- Tanda fokal neurologis semakin berat

- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah
proyektil)

- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang

Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu
sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh
beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer
kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil
alih fungsi bahasa.2,3,5
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang
menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)
dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan
menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan
tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan
pulih kembali.2,4,6

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009
2. Tim Neuro Universitas Airlangga. Neurotauma Guideline Management in Traumatic
Brain Injury. Edisi kedua. Surabaya ; 2014.
3. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto H,
Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
4. American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport. United States of
America: First Impression
5. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 2 April
2018
6. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:
http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 2 April 2018
7. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 2 April 2018

54

Anda mungkin juga menyukai