Anda di halaman 1dari 8

13.

Pemeriksaan Rangsang Meningeal

Terdapatnya rangsang meningeal dapat diperiksa dengan beberapa parasat, antara lain
pemeriksaan kaku kuduk, tanda Brudzinski I, Brudzinski II dan Kernig.

A. Kaku kuduk (nuchal rigidity).

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada,
maka dikatakan kaku kuduk positif (Lihat gambar). Tahanan juga terasa apabila leher dibuat
hiperekstensi diputar atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai dengan
hiperekstensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus. Di samping menunjukkan adanya
rangsang meningeal (pada meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses
retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbul, dan artritis reumatoid,
tetapi pada meningitis (rangsang meningeal) pemeriksaan kaku kuduk cukup dengan menekuk
leher ke depan dan ke belakang.

B. Tanda Brudzinski I

Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan tangan lainnya di dada pasien untuk
mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif
(jangan dipaksa). Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
C. Tanda Brudzinski II

Fleksi tungkai pasien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasil akan lebih jelas apabila pada waktu fleksi panggul,
sendi lutut tungkai lain dalam keadaan ekstensi.

D. Tanda Kernig

Pemeriksaan tanda Kernig ini ada bermacam-macam cara, tetapi yang biasa dipergunakan ialah
pada pasien dalam posisi telentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat
membentuk sudut lebih 135 derajat terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut
secara pasif ini akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar
dilakukan pada bayi di bawah umur 6 bulan.
Sumber: Bates’ Guide to Physical Examination and History

14. Apakah diperlukan pemeriksaan laboratorium pada kejang demam?

Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang normal pada pemeriksaan
laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila
didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya meningitis
baktrialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan serebrospinal. Bila dicurigai
adanya ensefalitis, lakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes
simpleks.

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Macam pemeriksaan laboratorium ditentukan sesuai
kebutuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah. Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan laboratorium : darah
tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, kalsium dan magnesium.

Sumber: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010

15. Pada usia berapakah dianjurkan pemeriksaan pungsi lumbal?

Pemeriksaan dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko


terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena manifestasi klinisnya tidak jelas.
Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
Sumber: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010

16. Apakah pemeriksaan elektroensefalografi direkomendasikan untuk kejang demam?

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau


memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal

Sumber: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010

17. Bagaimana tatacara pemeriksaan pungsi lumbal?

Posisi pasien :

Posisi pasien pada waktu pungsi lumbal berbaring miring atau duduk

Posisi berbaring miring

Anak dibaringkan miring di meja periksa dekat pinggir, kepala ditekuk pada leher, dan lutut
didorong ke atas-depan hingga bertemu dengan kepala yang menunduk. Seorang asisten
membantu memegang pasien dengan kedua tangan, pasien dijepit diantara dua lutut pasien dan
memegang pasien pada leher atau bahu serta pantat.

Tempat Pungsi Lumbal

Tempat pungsi lumbal pada garis potong yang menghubungkan spina illiaca anterior – superior
(SIAS) kiri dan kanan dengan collumna vertebralis, biasanya di antara L3-L4 dan boleh turun
antara L4 – L5 atau naik antara L2 – L3, tapi tidak boleh pada bayi

Posisi Duduk

Pada anak besar, disuruh duduk bebas di meja dengan punggung membungkuk dan siku
menempel di lutut. Dapat pula ditaruh bantal besar didepan perut dan pasien disuruh mendekap
bantal tersebut. Pada bayi kecil, harus dipegangi oleh asisten dalam posisi duduk dengan
menekuk paha kedepan perut. Asisten memegang lutut dan siku kanan pasien dengan tangan kiri
dan memegang lutut, dan siku kiri pasien dengan tangan kanan

Cara Pungsi Lumbal :


1. Bersihkan tempat pungsi lumbal sekitar 10 cm ke semua arah dari tempat pungsi lumbal
dengan larutan yodium kemudian dengan larutan alcohol 70%. Pasang kain penutup steril
di atas dan di bawah dan daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.
2. Tentukan tanda di daerah yang akan ditusuk dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik. Tindakan ini akan member tanda pada
daerah tersebut selama 1 menit.
3. Jarum pungsi lumbal ditusukkan di daerah yang ditentukan. Jarum akan melalui beberapa
lapisan yang terasa sebagai tahanan, misalnya ligamentum flavun dan duramater.
Kemudian mandren dicabut dari pungsi perlahan-lahan untuk mengetahui apakah daerah
cairan serebrospinal telah tercapai. Bila cairan belum keluar, jarum diputar 90 derajat
pada tempat yang sama, mungkin ada yang menyumbat. Bila masih belum keluar cairan,
tusukkan sedikit lebih dalam lagi dengan mandren yang telah dimasukkan kembali ke
dalam jarum, kemudian cek lagi dengan cara seperti di atas. Jarak antara kulit dan ruang
subarachnoid berbeda pada setiap anak sesuai dengan umur dan keadaan gizi. Biasanya
1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat sampai 5 cm pada umur 3 – 5 tahun. Pada remaja
jaraknya 6 – 8 cm.

18. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pungsi lumbal?

Biasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol steril untuk
pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan warnanya, kemudian
ditentukan adanya protein yang meninggi dengan menggunakan uji Pandy dan Nonne.
Pada uji Pandy 1-2 tetes LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah
diisi dengan 1 ml larutan fenol jenuh (carbolic acid). Bila kadar protein meninggi akan
didapatkan warna putih keruh atau endapan putih dalam tabung reaksi tersebut.
Pada uji Nonne, 0,5 ml LCS dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah
diisi dengan 1 ml larutan amonium-sulfat jenuh. Bila kadar protein LCS meningkat didapati
cincin putih pada perbatasan kedua cairan tersebut.
Pada kesempatan selanjutnya ditentukan jumlah dan diferensiasi sel, kadar protein,
glukosa dan kuman dengan preparat langsung maupun kultur. Pada keadaan normal LCS
berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa xantokrom.
Sel
Untuk menghitung jumlah sel LCS harus segar, harus sudah dihitung dalam waktu 1 jam sesduah
pungsi, karena jika terlalu lama sebagia sel menempel di dinding tabung/botol, sebagian sudah
lisis sehingga mempengaruhi perhitungan. Jumlah sel leukosit normal pada bayi sampai umur 1
tahun adalah 10 sel/ µl, 1-4 tahun 8 sel/ µl, reamaj dan dewasa 2,59 ± 1,73 leukosit /µl. Eritrosit
biasanya tidak terdapat pada anak dan orang dewasa, kecuali pada pungsi traumatik. Adanya sel
neoplastik, plasmasit, sel stem dan eosinofil dalam LCS selalu abnormal.
Sel eritrosit berlebihan dalam LCS menunjukkan adanya perdarahan atau pungsi
traumatik, untuk membedakannya segera lakukan pemutaran (centrifuge) dan perhatikan
supernatanya. Apabila supernatan berwarna xantokrom berarti perdarah lama, jika jernih berarti
pungsi traumatik.
Apabila terdapat peninggian jumlah sel dan terutama PMN, maka kemungkinan pasien
menderita meningitis bakterial, atau pada meningitis virus dini atau neoplasma.di Bagian ilmu
kesehatan anak FKUI dipakai patokan jumlah sel LCS normal pada anak 20/3 per µl dan pada
neonatus minggu pertama 100/3 per µl, tetapi tergantung juga pada keadaan klinis pasien dan
diferensiasi sel.
Protein
Kadar protein normal 20-40 mg/dl. Kadar ini meningkat pada sindrom Guillain Barre, tumor
intrakranial atau intraspinal, perdarah intrakranial, penyakit degeneratif dan meningitis.
Pada neonatus kadar protein agak lebih tinggi, yaitu 40-80 mg/dl pada umur 0-2 minggu,
dan 30-50 mg/dl pada umur 2-4 minggu. Pada neonatus dengan berat badan lahir rendah kadar
protein lebih tinggi lagi rata-rata 100 mg/dl. Kadar protein yang tinggi pada neonatus mungkin
disebabkan oleh fungsi sawar darah otak yang belum matang dan adanya perdarahan-perdarahan
kecil saat partus.
Glukosa
Kadar normal glukosa dalam LCS antara ½ - 2/3 kadar glukosa plasma, biasanya 50-90 mg/dl.
Bila memeriksa kadar glukosa LCS perlu pula ditentukan kadar glukosa plasma dan kedua nilai
ini dibandingkan. Bila kadar glukosa LCS kurang dari 50% kadar glukosa plasma, maka dapat
dikatakan bahwa kadar glukosa dalam LCS merendah. Penurunan kadar glukosa dalam LCS
didapati pada pasien dengan meningitis bakterial, karsinomatosis selaput otak dan lain-lain.
Mikroorganisme
Pemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan pewarnaan gram.
Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga diagnosisnya secara cepat. Biakan LCS
dalam media dan uji sensitivitas terhadap obat dapat menentukan kuman penyebab yang
sebenarnya dan obat yang serasi.
Sumber: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam. 2011. Elsevier Saunders.

Anda mungkin juga menyukai