Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

Della paputungan

Ria inda sari paturusi

Ewin ernawati

Noval mitrawan pantow

M riski bakir

PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLA TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH MANADO
T/A 2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah SISTIM PENCERNAAN.
Dalam Penulisan askep ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini dan selanjutnya.

Manado 8 april 2018

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
A. Latar belakang masalah.............................................................................................
B. Rumusan masalah......................................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................
A. Definisi................................................................................................. …………….
B. anatomi fisiologi ........................................................................................................
C. etiologi........................................................................................................................
D. klasifikasi……………………………………………………………………………
E. patofisiologi…………………………………………………………………………
F. penatalaksanaan………………………………………………………………………
G. komplikasi ……………………………………………………………………………
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN......................................................
A. pengkajian .....................................................................................................................
B analisdata.………………………………………………………..……………………
E. diangnosa………………………………………………………………………………
F. plening…………………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya
terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran
cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda.
Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras dan
membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan divertikula
dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan
diverticulitis.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun
dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap
100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan
pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data
epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang
dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum terjadi pada sebagian besar Negara barat
dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada
pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.

Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui
dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai
care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit
saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan
menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.
B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis

C. Tujuan umum

Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001).Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan peradangan
pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

B. ANATOMO FISIOLOGI
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Appendiks terletak di
ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan
medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior.
Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di
lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat
basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak
intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari
cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan
nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi
kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit
bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi
pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna
(Nasution,2010).

C. ETOLOGI
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks
merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan
limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing
dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya
sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia
jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk
berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah
tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi
yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)

D. KLASIFIKASI APENDISITIS
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.

d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi
biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan
akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
f. Tumor Apendiks (Adenokarsinoma apendiks)
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.

E. FATOFISIOLOGI
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i. Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau
benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut
menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna, meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi
pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus
buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya
usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri
menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu
infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

F. MENIFESTASI KLINIS
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting
yakni:
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.

2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian

menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri

punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.

3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:


1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa
mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat
berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan
menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-
muntah saja.

2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik


Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana
terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang
hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah,
kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda
yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara
umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu
sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing
ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan
mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa
nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus
buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan
mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya
adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
 Pemeriksaan fisik.

a. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding
perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendisitis akut.

c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi,
maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)

d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur
dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.

f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
ronggapelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan
lebih menonjol.

 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari
sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).
 Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini
jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG)
cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita
hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan
pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran
apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram.

G. PENATALAKSANAAN
Tidak ada penatalaksanaan appendisitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan
intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics
dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui
insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari
0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan
sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan
medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang tak tertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA APENDISITIS

A. PENGKAJIAN
. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis
kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan,
Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah
nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri
dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah,
panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
Riwayat penyakit sekarang
B. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe,
pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien
nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai
indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare.
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak.
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1 DS: Fekalit/masa keras feses Resiko tinggi terhadap
- Nyeri
Obstruksi lumen infeksi
- Mual
apendiks
- Muntah
Suplai aliran darah
DO:
menurun, Mukosa
- Penurunan berat badan
terbendung
- Anorexia Inflamasi apendik,
- Infeksi epigastrium mengalami edema
Perforasi, abses,
peritonium
Appendiktomy
Insisi Bedah

2 DS: - Haus Fekalit/masa keras feses Volume cairan kurang


DO:
Obstruksi lumen dari kebutuhan
- Usia lanjut
apendiks
- Kelebihan berat badan
Suplai aliran darah
- Defisit pengetahuan
menurun, Mukosa
- Immobilitas fisik
terbendung
- Pengobatan (diuretik)

Inflamasi apendik,
mengalami edema
Distensi abdomen
Menekan gaster
Peningkatan produksi
HCL
Mual, muntah

3 DS: Fekalit/masa keras feses Nutrisi kurang dari


- Kram abdomen
Obstruksi lumen kebutuhan tubuh
- Nyeri abdomen dengan atau tanpa
apendiks
penyakit
Suplai aliran darah
- Merasakan Ketidakmampuan untuk
menurun, Mukosa
mengingesti makanan
terbendung
- Melaporkan perubahan sensasi rasa
Inflamasi apendik,
- Melaporkan kurangnya makanan
mengalami edema
- Merasa kenyang segera setelah
Distensi abdomen
mengingesti makanan
- Indigesti Menekan gaster
DO: Peningkatan produksi
- Tidak tertarik untuk makan HCL
- Kerapuhan kapiler Mual, muntah
- Diare dan atau steatore
- Adanya bukti kekurangan makanan
- Kehilangan rambut yang berlebihan
- Bising usus hiperaktif
- Kurang informasi
- Kurangnya minat pada makanan
- Konjungtiva dan membran mukosa
pucat
- Tonus otot buruk
- Menolak untuk makan
- Luka, rongga mulut inflamasi
4 Ds: Fekalit/masa keras feses Nyeri
- Keletihan Obstruksi lumen
- Takut kembali terluka apendiks
Do: Suplai aliran darah
- Atrofi kelompok otot yang terlibat menurun, Mukosa
- Anoreksia terbendung
- Perubahan kemampuan untuk Inflamasi apendik,
meneruskan aktivitas sebelumnya mengalami edema
- Perubahan pola tidur Aliran cairan limfe dan
- Penurunan interaksi dengan orang darah tidak sempurna
lain Penurunan tekanan
- Perubahan berat badan intraluminal
Menghambat aliran limfe
Nyeri epigastrium

C. Diagnosa Keperawatan
Dx 1: Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan
tidak adekuatnya pertahanan utama.
Dx 2: Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
Dx 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terjadinya mual dan
muntah.
Dx 4: Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.
D. PLANNING

No Diagnosa Planning Intervensi Rasional


1. Resiko Tujuan: Mandiri Dugaan adanya
terjadinya Kriteria Hasil : Awasi tanda vital. infeksi/terjadinya
infeksi Meningkatkan Perhatikan demam, sepsis, abses,
berhubungan penyembuhan luka menggigil, berkeringat, peritonitis.
dengan dengan benar, bebas perubahan mental, Menurunkan resiko
perforasi tanda infeksi atau meningkatkan nyeri penyebaran bakteri.
pada inflamasi. abdomen. Memberikan deteksi
Apendiks a. Awasi tanda vital. Lakukan pencucian dini terjadi proses
dan tidak Perhatikan demam, tangan yang baik dan infeksi, dan/atau
adekuatnya menggigil, perawatan luka aseptic. pengawasan
berkeringat,
pertahanan Berikan perawatan penyembuhan
perubahan mental,
utama. meningkatnya nyeri paripurna. peritonitis yang telah
abdomen. Lihat insisi dan balutan. ada sebelumnya.
b. Lakukan pen-cucian Catat karakteristik drainase Pengetahuan
tangan yang baik luka/drein (bisa tentang kemajuan
dan perawatn luka dimasukkan), adanya situasi memberikan
aseptic. Berika eritema. dukungn emosi,
perawatan
Berikan informasi yang membantu
paripurna.
c. Lihat insisi dan tepat, jujur pada menurunkan ansietas.
balutan. Catat pasien/orang terdekat. Kultur pewarnaan
karakteristik Kolaborasi Gram dan
drainase luka, Ambil contoh drainase sensitivities berguna
adanya eritema. bila diindikasikan. untuk
d. Berikan informasi Berikan antibiotic sesuai mengidentifikasikan
yang tepat dan jujur
indikasi. organism penyebab
pada pasien
e. Ambil contoh Bantu irigasi dan drainase dan pilihan terapi.
drainage bila bila diindikasikan Mungkin diberikan
diindikasikan. secara profilaktik
f. Berikan antibiotic atau menurunkan
sesuai indikasi/ jumlah organism
Dugaan adanya
(pada infeksi yang
infeksi/terjadinya
sepsis, abses, telah ada
peritonitis. pertumbuhannya
Menurunkan resiko pada rongga
penyebaran bakteri. abdomen.
Memberikan Dapat diperlukan
deteksi dini
terjainya proses untuk mengalirkan isi
infeksi, dan atau abses terlokalisir.
pengawasan
penyembuhan
peritonitis yang
telah ada
sebelumnya.
Pengetahuan
tenteng kemajuan
situasi memberikan
dukungan emosi,
membantu
menurunkan
anxietas.
Kultur pewarnaan
gram dan sensitifias
berguna untuk
mengidentifikasi
organism penyebab
dan pilihan terapi.
Mungkin diberikan
secara profilaktik
atau menurunkan
jumlah organism
(pada innfeksi yang
telah ada
sebelumnya) utuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya
pada rongga
abdomen.
2. Volume Tujuan : Mandiri Tanda yang
cairan Kriteria Hasil : Awasi tekanan darah membantu
kurang dari Mempertahankan nadi. mengidentifikasikan
kebutuhan keseimbangan Lihat membrane mukosa, fluktuasi volume
berhubungan cairan dibuktikan kaji tugor kulit dan intravaskuler.
dengan mual oleh kelembaban pengisian kapiler. Indicator
dan muntah. membrane mukosa, Awasi masukan dan keadekuatan sirkulasi
turgor kulit baik, haluaran, catat warna perifer dan hidrasi
tanda-tanda vital urine/konsentrasi, berat seluler.
stabil, dan secara jenis. Penurunan haluaran
individual haluaran Auskultasi bising usus, urin pekat dengan
urine adekuat. catat kelancaran flatus, peningkatan berat
gerakan usus. jenis diduga
Berikan perawatan mulut dehidrasi/kebutuhan
sering dengan perhatian peningkatan cairan.
khusus pada perlindungan Indicator
bibir. kembalinya
Kolaborasi peristaltic, kesiapan
Pertahankan penghisapan untuk pemasukan per
gaster/usus. oral.
Berikan cairan IV dan Dehidrasi
elektrolit mengakibatkan bibir
dan mulut kering dan
pecah-pecah
Selang NG biasanya
dimasukkan pada
praoperasi dan
dipertahankan pada
fase segera
pascaoperasi untuk
dekompresi usus,
meningkatkan
istirahat usus,
mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi
terhadap
iritasi/infeksi dengan
menghasilkan
sejumlah besar cairan
yang dapat
menurunkan volume
sirkulasi darah,
mengakibatkan
hipovolemia.
Dehidrasi dapat
terjadi
ketidakseimbangan
elektrolit

3. Nutrisi Tujuan : Mandiri Setelah tindakan


kurang dari Kriteria Hasil : BB Buat jadwal masukan tiap pembagian, kapasitas
kebutuhan normal,
berhubungan jam. anjurkan mengukur gaster menurun
dengan cairan/makanan dan kurang lebih 50 ml,
terjadinya
minum sedikit demi sedikit sehingga perlu makan
mual dan
muntah. atau makan dengan sedikit/sering.
perlahan. Pengawasan
Timbang berat badan tiap kehilangandan alat
hari. buat jadwal teratur pengkajian kebutuhan
setaelah pulang. nutrisi/keefektifan
Tekankan pentingnya terapi.
menyadari kenyang dan Makan berlebihan
menghentikan masukan. dapat menyebabkan
Beritahu pasien untuk mual/muntah atau
duduk saat makan/minum. kerusakan operasi
Tentukan makanan yang pembagian.
membentuk gas. Menurunkan
Diskusikan yang disukai kemungkinan
pasien dan masukan dalam aspirasi.
diet murni. Dapat mempengaruhi
Kolaborasi nafsu
Berikan diet cair, lebih makan/pencernaan
lembut, tinggi protein dan dan membatasi
serat, dan rendah lemak, masukan nutrisi.
dengan tambahan cairan Dapat meningkatkan
sesuai kebutuhan. masukan,
Rujuk ke ahli gizi meningkatkan rasa
Berikan tambahan vitamin berpartisipasi/kontrol.
seperti B12 injeksi, folat, Memberikan nutrisi
dan kalsium sesuai tanpa menambah
indikasi. kalori. catatan: diet
cair biasanya
dipertahankan selama
8 minggu setelah
prosedur pembagian.
Perlu bantuan dalam
perencanaan diet
yang memenuhi
kebutuhan nutrisi.
Tambahan dapat
diperlukan untuk
mencegah anemia
karena gangguan
absorpsi. Peningkatan
motilitas usus setelah
prosedur bypass
merendahkan kadar
kalsium dan
meningkatkan
absorpsi oksalat,
dimana dapat
menimbulkan
pembentukan batu
urine.
4. Nyeri Tujuan : Mandiri Berguna dalam
berhubungan Kriteria hasil : Kaji nyeri, catat lokasi, pengawasan
dengan Pasien tampak rileks karakteristik, berat (skala keefektifan obat,
adanya insisi mampu tidur/ 0-10). Sakit dan laporkan kemajuan
bedah istirahat dengan perubahan nyeri dengan penyembuhan.
tepat. tepat. Perubahan pada
Pertahankan istirahat kerakteristik nyeri
dengan posisi semi-fowler. menunjukkan
Dorong ambulasi dini. terjadinya
Berikan aktivitas hiburan. abses/peritonitis,
Kolaborasi memerlukan upaya
Pertahankan evaluasi medic dan
puasa/penghisapan NG intervensi.
pada awal Gravitasi
Berikan analgesic sesuai melokalisasi eksudat
indikasi inflamasi dalam
Berikan kantong es pada abdomen bawah atau
abdomen. pelvis,
menghilangkan
tegangan abdomen
yang bertambah
dengan posisi
terlentang.
Meningkatkan
normalitas fungsi
organ, contoh
merangsang
peristaltic dan
kelancaran flatus,
menurunkan ketidak
nyamanan abdomen.
Focus perhatian
kembali,
meningkatkan
relaksasi dan dapat
meningkatkan
kemampuan koping.
Menurunkan
ketidaknyamanan
pada peristaltic usus
dini dan iritasi
gaster/muntah.
Menghilangkan
nyeri mempermudah
kerja sama intervensi
terapi lain contoh
ambulasi, batuk.
Menghilangkan dan
mengurangi nyeri
melalui penghilangan
rasa ujung saraf.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.volume 2. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC.
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.
Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.Jakarta : Media Aesculapius
Johnson, Marion,dkk.2000. NursingOutcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.

http://ilmukeperawatananakapridoni.blogspot.co.id/2012/10/asuhan-keperawatan-apendisitis.html

Anda mungkin juga menyukai