Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2014, Pemerintahan pusat Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) dalam mewujudkan pembangunan di segala bidang memerlukan

dukungan dari pemerintahan daerah dan seluruh elemen masyarakat baik

secara langsung maupun tidak langsung melalui Otonomi daerah. Otonomi

daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wewenang pemerintah daerah dalam melaksanan otonomi daerah

untuk mengurus urusan pemerintahannya sendiri yaitu dengan upaya

melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian,

pengelolaan dan penggalian potensi sumber daya yang dimiliki. Upaya

tersebut bertujuan menjalani kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan

daerah dan pelayanan masyarakat. Modal yang digunakan untuk

melaksanakan otonomi daerah tersebut adalah dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD) (Fandhi dkk, 2014).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, PAD

merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah,

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

1
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk

memberikan keleluasan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam

pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudkan asas desentralisasi.

Upaya meningkatkan dan mengembangkan potensi daerah secara optimal

merupakan upaya meminimalisir ketergantungan kepada bantuan

pemerintah pusat dalam mengelola urusan pemerintahannya sendiri

(Saifullah, 2016).

Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Bali yang merupakan daerah otonom Pemerintahan Republik Indonesia

yang memiliki potensi pariwisata yang cukup besar. Salah satu aspek yang

perlu diperhatikan untuk mempertahankan potensi unggulan daerah adalah

pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup yang

dimaksud merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan

hidup, yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian

lingkungan hidup. Pengelolaan tersebut sesuai dengan visi misi kineja

pemerintahan Tabanan yaitu mewujudkan Tabanan yang “SERASI”

(Sejahtera, Aman dan Berprestasi).

Upaya pengelolaan lingkungan hidup adalah dengan meningkat

pelayanan kepada masyarakat dibidang kebersihan melalui

penanggulangan masalah sampah. Apabila pengelolaan sampah tidak

dilakukan secara optimal, menyebabkan bencana alam seperti banjir dan

secara tidak langsung menurunan aspek ekonomi daerah seperti penurunan

2
wisatawan akibat kota tidak nyaman, tidak bersih dan tidak sehat.

Sehingga diperlukan dana yang cukup untuk melakukan upaya tersebut

yaitu dengan pemungutan retribusi daerah.

Selain pajak yang merupakan sumber penerimaan PAD tersebesar,

retribusi juga salah satu penyumbang sumbe penerimaan PAD yang cukup

signifikan. Perbedaan dengan pajak adalah retribusi pemungutan yang

berhubungan dengan kontraprestasi langsung (Pagewang, 2015).

Berdasarkan Perda Kab. Tabanan No 20 Tahun 2011, Retribusi Pelayanan

Persampahan / Kebersihan adalah pungutan yang dilakukan pemerintah

sebagai pembayaran jasa yang diterima atas terjadinya aktifitas pelayanan

persampahan / kebersihan. Pemenungutan retribusi yang diterapkan oleh

Pemkab Tabanan berdasarkan subjek dan objek sesuai dengan Perda Kab.

Tabanan No 20 Tahun 2011 Bagian II Pasal 3 dan 4 yaitu :

a) Objek retribusi pelayanan persampahan / kebersihan meliputi :

- Pengambilan / pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi

pembuangan sementara;

- Pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi

pembuangan sementara ke lokasi pembuangan / pembuangan

akhir sampah; dan

- Penyediaan lokasi pembuangan / pemusnahan akhir sampah.

- Dikecualikan pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat

ibadah, sosial, dan tempat umum lainnya.

3
b) Subjek retribusi pelayanan persampahan / kebersihan adalah setiap

orang pribadi atau badan yang mendapat pelayanan persampahan /

kebersihan di Kabupaten Tabanan.

Pemerintahan Kabupaten Tabanan memberikan wewenang dan

tugas kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Tabanan untuk

mengurus dibidang kebersihan dan pengelolaan pertamanan kota sesuai

dengan visi dan misi Pemerintahan Tabanan. Sehubungan dengan

pemungutan retribusi yang dilakukan oleh DKP bertujuan untuk

mengoptimalkan penerimaan PAD, tentu diperlukan suatu kebijakan untuk

menciptakan dan mengontrol efektifitas sistem pemungutan retribusi yang

diterapkan agar realisasi retribusi tersebut mampu mencapai target

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun setiap

tahunnya dan menghindari ketidakefektifan serta penyimpangan.

Tabel 1. Daftar Anggaran dan Realisasi Retribusi Sampah Di Kabupaten Tabanan


Tahun 2013 sampai dengan tahun 2017
Tahun Anggaran Realisasi
2013 Rp 468.000.000 Rp 479.700.850
2014 Rp 491.382.000 Rp 441.919.150
2015 Rp 557.382.000 Rp 432.732.400
2016 Rp 557.382.000 Rp 477.743.150
2017 Rp 557.382.000 Rp 587.201.250

Berdasarkan tabel diatas, Retribusi Sampah yang diperoleh

Kabupaten Tabanan selama 5 tahun terakhir mengalami peningkatan dan

penurunan. Hal ini mencerminkan bahwa Pemerintahan Daerah Kabupaten

Tabanan belum maksimal dalam melaksanakan efektivitas pemungutan

retribusi sampah kepada masyarakat yang menggunakan pelayanan jasa

4
persampahan/kebersihan. Hasil retribusi sampah yang dihasilkan tersebut

belum optimal dalam membantu meningkatkan PAD Kabupaten Tabanan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik

dalam melakukan penelitian dengan judul “Efektifitas Peningkatan

Retribusi Persampahan terhadap PAD di Pemerintahan Tabanan”.

Penelitian ini dilakukan penulis untuk membantu menginformasikan

tingkat keefektifan restibusi sampah yang telah diterapkan kepada DKP,

agar DKP beserta elemen pemerintahan Tabanan lainnya bekerjasama

membangun perekonomian Kabupaten Tabanan menjadi lebih baik dari

sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

pokok permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah

Bagaimana efektifitas peningkatan retribusi persampahan terhadap PAD di

pemerintahan Kabupaten Tabanan?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa efektifitas

peningkatan retribusi persampahan terhadap PAD di pemerintahan

Kabupaten Tabanan.

5
1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan, maka

penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan secara teoritis dan

praktis yaitu sebagai berikut :

a) Manfaat teoritis, Bagi para akademisi dan peneliti-peneliti

selanjutnya, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

menginformasikan mengenai efektifitas retribusi sampah di

Tabanan terhadap PAD dan memberikan bukti empiris untuk dapat

dijadikan refrensi pada penelitian selanjutnya

b) Manfaat praktis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

dalam memberikan sumbangan pemikiran kepada para praktisi dan

pejabat kabupaten Tabanan sebagai bahan pertimbangan dalam

mengambil keputusan dan kebijakan strategi yang diambil akan

memberikan sinergi yang baik guna mengelola dan

mengoptimalkan retribusi persampahan terhadap PAD.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah menurut pasal 1 angka 5 Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan

bahwa “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan

perundangundangan”.

Penerapan (Pelaksanaan) otonomi daerah di Indonesia

menjadi titik fokus penting dalam memperbaiki kesejahteraan

rakyat. Pengembangan suatu daerah bisa disesuaikan oleh

pemerintah daerah dengan potensi dan ciri khas daerah masing-

masing. Hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi

pemerintah daerah untuk membuktikan bahwa kemampuannya

dalam mengatur serta melaksanakan kewenangan yang menjadi

hak daerah masing-masing. Berkembang atau tidaknya suatu

daerah tergantung dari kemampuan dan kemauan untuk dapat

melaksanakannya. Pemerintah daerah bisa bebas berekspresi dan

berkreasi dalam rangka membangun daerahnya sendiri, tentu saja

harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

7
Tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang No.32

Tahun 2004 yaitu :

 Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah

kekuasaannya,

 Untuk meningkatkan Pelayanan umum di daerah

kekuasaaannya, dan

 Untuk meningkatkan daya saing daerah.

Otonomi daerah memberikan hak dan wewenang kepada

suatu daerah dalam mengatur urusannya sendiri. Sehingga dapat

memberikan dampak positif bagi masyarakat maupun pemerintah

itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga bisa melaksanakan tugasnya

dengan lebih leluasa dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Otonomi tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip

otonomi seluas-luasnya, nyata dan otonomi yang bertanggung

jawab. Serta mengandung asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan

asas tugas pembantuan.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah,

selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah

yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan”. “Pendapatan Asli Daerah (PAD)

8
merupakan pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah,

hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan,

dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan

untuk memberikan keleluasaan pada pemerintah daerah dalam

menggali pendanaan melaksanakan otonomi daerah sebagai

perwujudan asas desentralisasi.” (Yani, 2008: 51-52)

Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan

pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah

yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan

pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan

kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam

mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan

demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya

dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi

daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan

perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri,

dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang

dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang

ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh

karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang

dikehendaki setiap daerah (Mamesa, 1995:30).

9
Menurut Halim (2004: 67) Pendapatan Asli Daerah berasal

dari empat sumber sebagaimana datur dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:

1. Pajak daerah

2. Retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Sedangkan menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984: 160)

sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah antara lain:

1. Dari pendapatan melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan

kepada daerah atau yang bukan menjadi kewenangan

pemajakan pemerintah pusat dan masih ada potensinya di

daerah,

2. Penerimaan dari jasa-jasa pelayanan daerah, misalnya retribusi,

tarif perizinan tertentu, dan lain-lain,

3. Pendapatan-pendapatan daerah yang diperoleh dari

keuntungan-keuntungan perusahaan daerah, yaitu perusahaan

yang mendapat modal sebagian atau seluruh dari kekayaan

daerah,

4. Penerimaan daerah dari perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah, dengan ini dimaksudkan sebagai

bagian penerimaan pusat dan kemudian diserahkan kepada

daerah,

10
5. Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara langsung

atau yang penggunaannya ditentukan daerah tersebut,

6. Seiring terdapat pemberian bantuan dari pemerintah pusat yang

bersifat khusus karena keadaan tertentu. Di Indonesia hal ini

disebut ganjaran, dan

7. Penerimaan-penerimaan daerah yang didapatdari pinjaman-

pinjaman yang dilakukan pemerintah daerah

Menurut Halim (2004: 109) upaya yang dapat dilakukan

pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD adalah :

1. Intensifikasi

Intensifikasi merupakan suatu tindakan atau usaha untuk

memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan

yang lebih giat, ketat dan teliti.

2. Ekstensifikasi

Ekstensifikasi merupakan usaha untuk menggali sumber

pendapatan asli daerah yang baru, baik yang bersumber dari

pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah lainnya

yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2.1.3 Retribusi Daerah

Menurut Pasal 1 Undang Undang nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Definisi Retribusi

Daerah adalah pungutan di daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau perizinan tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah

11
untuk kepentingan orang pribadi atau badan tertentu. Subjek atau

Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang terlibat atas

pembayaran terhadap penggunaan jasa atau perizinan dari

pemerintah daerah tersebut, termasuk pemungut atau pemotong

retribusi daerah. Retribusi daerah nantinya akan menjadi

penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang termasuk ke

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Obyek retribusi daerah menurut UU No. 34 tahun 2000

tentang Retribusi Daerah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)

yaitu :

1. Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum adalah jasa yang disediakan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan dan kemanfaatan

masyarakat umum. Kebanyakan jasa ini berupa jasa pelayanan,

Kriteria atau ciri – ciri Retribusi Jasa Umum :

 Jasa yang termasuk urusan pemerintah pusat yang dalam

pelaksanaannya diserahkan kepada daerah.

 Memberikan manfaat bagi orang pribadi atau badan yang

menggunakannya.

 Dianggap layak jika hanya disediakan kepada penggunanya

(tidak untuk semua orang).

 Tidak bertentangan dengan kebijakan nasional.

12
 Dipungut secara efektif dan efisien serta menjadi

Pendapatan Daerah.

 Kualitas dan pelayanan yang baik.

Jenis – Jenis Retribusi Jasa Umum :

 Retribusi Pelayanan Kesehatan

 Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk

dan Akta Catatan Sipil

 Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

 Retribusi Pelayanan Pasar

 Retribusi Pengujiah Kendaraan Bermotor

 Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

 Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus

 Retribusi Pengolahan Limbah Cair

 Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

 Retribusi Pelayanan Pendidikan

 Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

2. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi terhadap jasa yang

disediakan pemerintah daerah dengan menganut pada prinsip

13
komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh

pihak swasta. Kriteria dan Ciri – Ciri Retribusi Jasa Usaha :

 Bukan Pajak, bukan retribusi umum, dan bukan

pemungutan atas retribusi perizinan tertentu.

 Jasa yang disediakan bersifat komersil.

Jenis – Jenis Retribusi Jasa Usaha :

 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

 Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

 Retribusi Tempat Pelelangan

 Retribusi Terminal

 Retribusi Tempat Khusus Parkir

 Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa

 Retribusi Rumah Potong Hewan

 Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan

 Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga

 Retribusi Penyeberangan Air

 Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

3. Retribusi Perizinan

Retribusi Perizinan adalah retribusi yang dipungut pemerintah

atas izin kepada orang pribadi atau badan dalam kegiatan

pemanfaatan ruang, daya alam, barang, sarana, prasarana atau

fasilitas tertentu yang dimiliki oleh pemerintah. Kriteria dan

14
Ciri – Ciri Retribusi Jasa :

 Merupakan kewenangan pemerintah yang dalam

pelaksanaannya diserakan kepada daerah.

 Perizinan benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum.

 Biaya yang dibayarkan cukup untuk menanggulangi

dampak negatif dari kegiatan yang dilaksanakan.

Jenis – Jenis Retribusi Daerah :

 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

 Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

 Retribusi Izin Gangguan

 Retribusi Izin Trayek

 Retribusi Izin Usaha Perikanan

Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 151 ayat 1

menyatakan besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan

perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif Retribusi.

Penggunaan Jasa itu sendiri merupakan kuantitas penggunaan jasa

yang sesuai dengan beban biaya untuk penyelenggaraan jasa yang

bersangkutan, misalnya berapa jam kita parkir kendaran.

Sedangkan Tarif Retribusi adalah nilai rupiah atau persentase yang

ditetapkan untuk penggunaan satu jasa atau perizinan tertentu.

15
2.1.4 Retribusi Pelayanan Persampahan

Retribusi pelayanan persampahan merupakan pungutan

yang dilakukan oleh pemerintah daerah (dalam hal ini satuan kerja

perangkat daerah (SKPD) tertentu) kepada rumah tangga ataupun

objek lainnya yang telah memperoleh jasa pelayanan pengelolaan

sampah. Jadi retribusi pelayanan persampahan yang termasuk ke

dalam golongan retribusi jasa umum yakni pungutan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat yang berada

dalam wilayah hukumnya atas pemberian jasa atau pelayanan

penanganan sampah atau kebersihan. Pemungutannya harus

didasarkan pada pertimbangan mengenai biaya penyelenggaraan

pelayanan, tingkat kemampuan masyarakat dalam membayar serta

aspek keadilan. Oleh sebab itu penetapan besarnya tariff retribusi

sampah ini harus didasarkan pada besarnya biaya operasional

pengelolaan. Selain itu pemungutan retribusi (termasuk retribusi

persampahan) haruslah dilandasi oleh Undang-undang atau

peraturan tertentu.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor

20 Tahun 2011 tentang retribusi pelayanan persampahan /

kebersihan cara mengukur tingkat pengunaan jasa pelayanan

persampahan yaitu berdasarkan pelayanan penyapuan,

pengangkutan, penyediaan bak sampah, gerobak sampah, TPS dan

16
TPSA (Tempat Pemrosesan Sampah Akhir). Struktur dan besarnya

tariff retribusi sampah Kabupaten Tabanan adalah :

1. Rumah kediaman Rp 3.000 / bl

2. Penginapan, mes. Losmen, home stay Rp 20.000 / bl

3. asrama, rumah kos (rumah disewakan) Rp 15.000 / bl

4. restoran, bar, rumah makan Rp 20.000 / bl

5. warung Rp 4.000 / bl

6. toko Rp 7.500 / bl

7. gedung bioskop Rp 35.000 / bl

8. bengkel mobil Rp 20.000 / bl

9. bengkel sepeda motor Rp 15.000 /bl

10. bengkel sepeda Rp 10.000 / bl

11. pabrik Rp 20.000 / bl

12. perusahan tukang kayu Rp 25.000 / bl

13. kios di daerah obyek wisata Rp 7.500 / bl

14. rumah sakit Rp 50.000 / bl

15. perusahaan menengah Rp 60.000 / bl

16. sampah bangunan Rp 100.000 / m3

17. kantor pemerintah dan swasta Rp 15.000 / bl

18. Besarnya retribusi setiap hari untuk kegiatan / yang tidak

tentu / insidentil adalah sebagai berikut :

 Pasar Kelas I

- Kios dalam pasar Rp 800 / hari

17
- Los dalam pasar Rp 750 / hari

- Pedagang pedasaran Rp 400 / hari

 Pasar Kelas II

- Kios dalam pasar Rp 500 / hari

- Los dalam pasar Rp 400 / hari

- Pedagang pedasaran Rp 300 / hari

 Pedagang diatas mobil dengan kendaraan truck Rp

2.500 / hari

 Pedagang diatas mobil dengan kendaraan pick up Rp

2.000 / hari

19. Pembuangan sampah di TPA

 Truck Rp 50.000 / 1 kali

 Colt Rp 25.000 / 1 kali

20. On call per truck dengan jarak 0 sampai 10 km Rp 200.000

/ 1 kali

On call per truck dengan jarak diatas 10 km sampai 20 km

Rp 250.000 / 1 kali

2.1.5 Efektivitas

Menurut Fandhi (2014: 4) efektivitas adalah pemanfaatan

sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang

secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah

barang atas jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas

menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang

18
telah ditetapkan. Sedangkan menurut Mardiasmo (2009:232)

menjelaskan bahwa efektivitas menggambarkan tingkat pencapaian

hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana

efektivitas merupakan perbandingan outcome (hasil) dengan output

(target).

Retribusi daerah dapat dikategorikan tingkat efektivitasnya

sebagai berikut (Ersita, 2016: 892) :

1. Tingkat pencapaian di atas 100% berarti sangat efektif.

2. Tingkat pencapaian antara 90% - 100% berarti efektif.

3. Tingkat pencapaian antara 80% - 90% berarti cukup efektif.

4. Tingkat pencapaian antara 60% - 80% berarti kurang efektif.

5. Tingkat pencapaian di bawah 60% berarti tidak efektif.

Menurut Halim (2004:163) Laju pertumbuhan

menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam

mempertahankan dan meningkatkan retribusi daerah yang telah

dicapai dari periode ke periode berikutnya. Diketahuinya

pertumbuhan dari masing-masing jenis retribusi dapat digunakan

untuk mengevaluasi potensipotensi yang perlu ditingkatkan.

Menurut Halim (2004:163) Kontribusi retribusi adalah

seberapa besar pengaruh atau peran serta penerimaan retribusi

daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), dapat dikatakan

juga kontribusi retribusi daerah adalah seberapa besar kontribusi

19
yang dapat disumbangkan dari penerimaan retribusi daerah

terhadap besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah

daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang

direncanakan, dibandingkan dengan target yang ditetapkan

berdasarkan potensi riil daerah dan dinyatakan dalam persentase

(Halim, 2007:234). Semakin besar nilai efektivitas berarti semakin

tinggi efektivitas penerimaan retribusi daerah.

Tabel 2. Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase Retribusi


Daerah
Presentase Kriteria
0 % - 10 % Sangat Kurang
10 % - 20 % Kurang
20 % - 30 % Sedang
30 % - 40 % Cukup Baik
40 % - 50 % Baik
Diatas 50% Sangat baik
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327

Ukuran efektivitas menurut Richard M. Steers sebagaimana

diterjemahkan oleh Magdalena Jamin dapat dilihat dari :

1. Pencapaian Tujuan

Keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai

suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir

semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti

pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan

dalam arti periodisasinya.

20
2. Integrasi

Pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi

untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan

komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya.

Integrasi menyangkut proses sosialisasi.

3. Adaptasi

Kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses

pengadaan dan pengisian tenaga kerja

2.2 Penelitian Sebelumnya

Jufaizal (2016) meneliti tentang analisa efektivitas pelaksanaan

pemungutan retribusi sampah di Kabupaten Rokan Hulu pada periode

2011 sampai dengan 2014 menyatakan bahwa ukuran efisiensi Pemerintah

Daerah Kabupaten Rokan Hulu hasilnya tidak efektif karena hasil

perbandingan tingkat pencapaian dibawah 100% yaitu sebesar 92,08%

pertahunnya.

Saifullah (2016) meneliti tentang efektifitas peningkatan retribusi

sampah terhadap pencapaian pendapatan asli daerah di Kota Banda Aceh

periode 2010 sampai dengan 2014 menyatakan bahwa efektivitas retribusi

tersebut mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya.

Penurunan efektifitas retribusi sampah dikarenakan selalu meningkatnya

target anggaran retribusi sampah pada setiap tahunnya dan kesadaran

masyarkat akan wajib retribusi sampah masih kurang.

21
Suyoga (2018) meneliti tentang efektivitas pemungutan retribusi

sampah rumah tangga berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar

Nomor 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan /

kebersihan menyatakan bahwa hasil pelaksanaannya belum efektif meski

sudah berjalan selama 7 tahun, karena penegakan sanksi hukum belum

terlaksana dan kontribusi masyarakat belum optimal dalam melakukan

kewajiban membayar retribusi, serta kurangnya armada pengangkut dan

sumber daya manusia (SDM) yang turun kelapangan untuk melaksanakan

pemungutan dan pengelolaan sampah.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Raung Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan Kabupaten Tabanan Provinsi Bali di Dinas

Kebersihan dan Pertamanan Kabupatan Tabanan dengan menggunakan

data periode penelitian lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2013 sampai

dengan 2017.

3.2 Identifikasi Variabel

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektifitas peningkatan

retribusi persampahan terhadap PAD di pemerintahan Kabupaten Tabanan

sehingga yang menjadi obyek atau variabel penelitian adalah laporan hasil

kontribusi retribusi sampah terhadap PAD Kabupatan Tabanan.

3.3 Definisi Variabel

Berdasarkan identifikasi variabel diatas, definisi kontribusi retribusi

sampah adalah keikutsertaan, keterlibatan maupun sumbangan berupa

materi atau tindakan masyarakat dalam hal pembayaran wajib kepada

pemerintahan setempat atas jasa dan pekerjaan yang diberikan secara

langsung atau tidak langsung dalam hal pelayanan persampahan dan

kebersihan lingkungan.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data

Kualitatif berupa artiket-artikel dari penelitian sebelumnya yang terkait

23
dan beberapa peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian.

Sedangkan data kuantitatif berupa data laporan anggaran dan realisasi

retribusi sampah Kabupaten Tabanan periode 2013 sampai dengan 2017.

Untuk memperoleh data tersebut penelitian ini menggunakan data

sekunder yaitu mencari pada hasil laporan Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Kabupatan Tabanan, buku, dan karya ilmiah berupa jurnal,

skripsi, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan.

3.5 Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subyek yang akan diteliti tetapi

menyangkut keseluruhan. Populasi penelitian ini adalah laporan keuangan

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tabanan yang dikhususkan

dalam sektor anggaran dan realisasi retribusi sampah periode 2013 sampai

2017.

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi obyek

sesungguhnya dari suatu penelitian. Peneliti menggunakan metode

sampling jenuh (sensus) dalam menentukan sampel penelitian. Metode

sampling jenuh (sensus) adalah teknik penentuan sampel yang menjadikan

semua anggota populasi sebagai sampel. Sehingga sampel penelitian ini

adalah populasi atau laporan keuangan Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Kabupaten Tabanan yang dikhususkan dalam sektor anggaran dan realisasi

retribusi sampah periode 2013 sampai 2017.

24
3.6 Metode Pengumpulan Dana

Penelitian ini menggunakan metode observasi nonpartisipan.

Metode ini dilakukan dengan cara mengamati, mencatat, menganalisis dan

selanjutnya membuat kesimpulan dari data yang diamati berupa data

laporan anggaran dan realisasi retribusi sampah di Kabupaten Tabanan

dalam periode 2013 samapi 2017 yang diperoleh dari Kantor Dinas

Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tabanan, buku dan karya ilmiah

berupa jurnal, skripsi, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan.

3.7 Teknik Analisis Data

Metode menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan

pendekatan kualitatid deskriptif atau analisis deskriptif dengan rasio

perbandingan. Menurut Mardiasmo (2009:232) menjelaskan bahwa

efektivitas menggambarkan tingkat pencapaian hasil program dengan

target yang ditetapkan. Halim (2010:220) menjelaskan data yang akan

diteliti dari efektifitas penerimaan retribusi daerah berupa :

1. Efektifitas Kontribusi Retribusi Daerah

Rumus menghitung efektifitas kontribusi retribusi daerah menurut

Nurlan (2006; 49) :

………(1)

25
Tabel 3. Kategori Efektifitas Retribusi Daerah
Efektifitas Retibusi Daerah Kategori
Lebih dari 100 % Sangat Efektif
90 % - 100 % Efektif
80 % - 90 % Cukup Efektif
60 % - 80 % Kurang Efektif
Kurang dari 60 % Tidak Efektif
Sumber : Ersita, 2016: 892

2. Laju Pertumbuhan Retribusi Daerah

Rumus menghitung laju pertumbuhan retribusi daerah menurut Halim

(2004; 163) :

………(2)

Keterangan :
Gx = Laju Pertumbuhan Retribusi Daerah
Xt = Realisasi retribusi daerah pada tahun tertentu
X(t-1) = Realisasi retribusi daerah tahun sebelumnya

3. Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Rumus menghitung kontribusi retribusi daerah terhadap PAD menurut

Halim (2004; 163) : ………(3)

Keterangan :
Pn = Kontribusi penerimaan retribusi daerah terhadap PAD
QX = Realisasi retribusi daerah
QY = Realisasi PAD

Tabel 4. Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase Retribusi


Daerah
Presentase Kriteria
0 % - 10 % Sangat Kurang
10 % - 20 % Kurang
20 % - 30 % Sedang
30 % - 40 % Cukup Baik
40 % - 50 % Baik
Diatas 50% Sangat baik
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327
26
Daftar Pustaka

Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi pembangunan, LP3ES,

Jakarta, 1984.

Ersita dkk, 2016. Analisis Efektivitas Penerimaan Retirbusi Daerah dan

Kontribusinya Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di

Provinsi Sulawesi Utara Vol.4 No.1, Universitas Sam Ratulangi: Jurnal

EMBA.

Fandhi dkk, 2014, Analisis Efektivitas Penerimaan dan Kontribusi Retribusi

Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Vol. 10 No1, Malang: Jurnal

Administrasi Bisnis (JAB).

Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta:

UPP AMP YKPN.

Jufaizal. 2016. Analisis Efektifitas Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Sampah

Kabupaten Rokan Hulu Vol. 3 No. 2. Universitas Pasir Pengaraian: Jurnal

Mahasiswa Fakultas Ekonomi.

Mamesa, DJ. (1995). Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, PT Gramedia

Pustaka, Jakarta.

Mardiasmo. 2009. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:Andi

Offset.

Pawenang, Yory. 2015. Manajemen Pelayanan Retribusi Persampahan Di Kota

Makassar, Makassar: Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan

Ilmu Administrasi.

27
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tabanan Nomor 20 Tahun 2011 tentang

Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan.

Saifullah dkk, 2016, Efektifitas Peningkatan Restibusi Sampah Terhadap

Pencapaian Pendapatan Asli Daerah Di Kota Banda Aceh Vol. IV No. 2,

Serambi: Serambi Akademica.

Suyoga, Ida Bagus Japa. 2018. Efektivitas Pemungutan Retibusi Sampah Rumah

Tangga Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar No 7 Tahun

2011 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Vol. 6 No. 1.

Universitas Udayana: Jurnal Kertha Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Retribusi

Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang

Perimbangan Keuangan.

Undang Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah.

Yani, Ahmad. 2008. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di

Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

www.tabanankab.go.id

www.negarahukum.com/hukum/pendapatan-asli-daerah

28

Anda mungkin juga menyukai