Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN

Fungsi utama hati yaitu untuk pembentukan dan eksresi empedu, metabolisme
karbohidrat, metabolisme protein, metabolisme lemak, penimbunan vitamin dan mineral,
metabolisme steroid, detoksifikasi, gudang darah dan filtrasi (Evelyn 2013, h. 476).
Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa dideteksi
dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang pankreas, malaria,
infus lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu. Kerusakan otot
jantung, orang-orang yang selalu mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik dan obat
TBC, kadar SGOT bisa meninggi, bahkan bisa menyamai kadar SGOT pada penderita
hepatitis (Bastiansyah, 2008. h: 53)
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasisi sel hati, yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil
(mikronodular) atau besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah
intrahepatik dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap (Evelyn 2013, h. 494).
Pankreas yaitu kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai
limpa dan dilukiskan sebagai terdiri dari tiga bagian. Pankreas dilintasi saraf vagus, dan
dalam beberapa menit setelah menerima makanan, arus getah pankreas bertambah.
Kemudian, setelah isi lambung masuk ke dalam duodenum, dua hormone, sekretin dan
pankreozimin, dibentuk di dalam mukosa duodenum dan merangsang arus getah pancreas
(Evelyn 2013, hhh. 251-253).
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic transaminase.
Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AT (aspartat aminotranferase). SGOT
merupakan enzim yang tidak hanya terdapat dihati, melainkan juga terdapat di otot
jantung, otak, ginjal dan otot-otot rangka (Bastiansyah, 2008. h : 53)
Aspartat aminotransferase (ASAT) atau glutamate oksalo-asetat transferase (SGOT).
Reaksi antara asam aspartat dan asam alfaketoglutamat membentuk ASAT. Enzim ini lebih
banyak digunakan dijantung dari pada dihati, juga otot rangka, ginjal dan otak. Apabila
terjadi kerusakan pada hati, enzim ini akan masuk ke sirkulasi darah sehingga bahan
pemeriksaan dapat berupa serum. (Kurniawan 2014, h. 76).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase , SGPT atau juga
dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan
pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoselular. Enzim ini dalam
jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai
tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut,
sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya (Raymond 2008, hh. 10-11).
Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang
mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transaminase yaitu
serum glutamat oksaloasetat transaminase dan serum glutamat piruvat transaminase
(SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitif terhadap kerusakan hati
dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber utamanya di hati, sedangkan
enzim GPT banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak
(Cahyono, 2009. hh :11-15).
Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel hati. Adanya
peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin
tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-
sel hati (Cahyono 2009. hh : 11-15).
Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati.
Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut,
mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati
(unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitochondria
(bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam
dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun.2,5,7
Adanya perbedaan peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorong para
peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al mendapatkan ratio AST/ALT
= 0,7 sebagai batas penyakit hati akut dan kronis. Ratio lni yang terkenal dengan nama ratio
De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis.
Batas 0,7 ini dipakai apabila pemeriksaan enzim-enzim tersebut dilakukan secara optimized,
sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.7
Istilah "optimized" yang dipakai perkumpulan ahli kimia di Jerman ini mengandung arti
bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum baik substrat, koenzim
maupun lingkungannya.

ALT/SGPT suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam
mendiagnosa kerusakan hepatoseluler. Kadar ALT serum dapat lebih tinggi sebelum ikretik
terjadi. Pada ikretik dan ALT serum>300 unit, penyebab yang paling mungkin karena
gangguan hepar dan tidak gangguan hemolitik.

ALT adalah tes yang lebih spesifik untuk kerusakan hati disbanding ASAT. ALT
adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati
dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada
selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT.
Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan
alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang juga
ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati,
namun dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa.

SGPT, ALT, prinsipnya adalah enzim yang terdapat dalam serum pasien akan
mengkatalisasi reaksi antara oksoglutarat dengan L alanin yang membentuk glutamat dan
piruvat. Piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH yang akan membentuk laktat dan
SGPT yang dapat dilihat dari ∆A setelah 1 menit reaksi berlangsung.

ALT (SGPT) dan AST (SGOT) adalah enzim-enzim dibuat didalam sel-sel hepar.
Mereka juga dikenal sebagai transaminase. Hepar ini menggunakan enzim-enzim ini untuk metabolisme
asam amino dan untuk membuat protein. Ketika sel-sel hepar rusak atau mati, ALT dan AST bocor ke dalam
aliran darah dan menyebabkan kadar mereka meningkat dalam darah
B. Metabolisme

Dalam reaksi transaminasi ini gugus amino dari suatu asam amino dipindahkan kepada
salah satu dari tiga senyawa keto, yaitu asam piruvat, a ketoglutarat atau oksaloasetat,
sehingga senyawa keto ini diubah menjadi asam amino, sedangkan asam amino semula
diubah menjadi asam keto. Ada dua enzim penting dalam reaksi transaminasi yaitu alanin
transaminase dan glutamat transaminase yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi berikut :

Pada reaksi ini tidak ada gugus amino yang hilang, karena gugus amino yang dilepaskan
oleh asam amino diterima oleh asam keto. Alanin transaminase merupakan enzim yang
mempunyai kekhasan terhadap asam piruvat-alanin. Glutamat transaminase merupakan enzim
yang mempunyai kekhasan terhadap glutamat-ketoglutarat sebagai satu pasang substrak .

Reaksi transaminasi terjadi didalam mitokondria maupun dalam cairan sitoplasma. Semua
enzim transaminase tersebut dibantu oleh piridoksalfosfat sebagai koenzim. Telah diterangkan
bahwa piridoksalfosfat tidak hanya merupakan koenzim pada reaksi transaminasi, tetapi juga
pada reaksi-reaksi metabolisme yang lain.

C. Patologi
SGOT banyak terdapat dalam mitokondria dan dalam sitoplasma, sedangkan SGPT
hanya terdapat dalam sitoplasma. Oleh karena itu, untuk proses lebih lanjut, terjadi kerusakan
membran mitokondria yang akan lebih banyak mengeluarkan SGOT atau AST, sedangkan untuk
proses akut SGPR atau ALT lebih dominan dibanding SGOT atau AST (Panil, 2007).
Berdasarkan interpretasi, semua sel prinsipnya mengandung enzim ini. Namun, enzim
transaminase mayoritas terdapat dalam sel hati, jantung, dan otak. Pada keadaan adanya nekrosis
sel yang hebat, perubahan permeabilitas membran atau kapiler, enzim ini akan bocor ke sirkulasi.
Sebab ini, enzim ini akan meningkat jumlahnya pada keadaan nekrosis sel atau proses radang
akut atau kronis (Panil, 2007 ).
Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang bukan
virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea,
asthenia dan sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta
∂-GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama
dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat (Suwandhi, 2011).
Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis. Faal hati seperti
Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis
kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20
kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada
hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila
terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat
memanjang (Suwandhi, 2011).
ALT dan AST adalah dua penanda paling dapat diandalkan dari cedera atau nekrosis
hepatoseluler. Tingkat mereka dapat meningkat dalam berbagai gangguan hati. Dari dua, ALT
dianggap lebih spesifik untuk kerusakan hati karena hadir terutama dalam sitosol hati dan dalam
konsentrasi rendah di tempat lain. AST memiliki bentuk sitosol dan mitokondria dan hadir di
jaringan hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, dan paru-paru, dan sel darah putih dan
merah. AST kurang umum disebut sebagai oksaloasetat transaminase serum glutamic dan ALT
piruvat transaminase sebagai serum glutamat. Meskipun tingkat ALT dan AST bisa sangat tinggi
(melebihi 2.000 U per L dalam kasus cedera dan nekrosis hepatosit yang berhubungan dengan
obat-obatan, racun, iskemia, dan hepatitis), ketinggian kurang dari lima kali batas atas normal
(yaitu, sekitar 250 U per L dan bawah) jauh lebih umum dalam kedokteran perawatan primer.
Kisaran etiologi yang mungkin pada tingkat elevasi transaminase lebih luas dan tes kurang
spesifik. Hal ini juga penting untuk mengingat bahwa pasien dengan ALT normal dan tingkat
SGOT dapat mempunyai penyakit hati yang signifikan dalam pengaturan cedera hepatosit kronis
(misalnya, sirosis, hepatitis C).( Pault, 2005)
Tingkat- tingkat yang tepat dari enzim-enzim ini tidak berkorelasi baik dengan luasnya
kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat
tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan.
Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingat
AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun
kebnyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut sembuh sepenuhnya tanpa sisa penyakit
hati. Untuk suatu contoh yang berlawanan, pasien- pasien dengan infeksi hepatitis C kronis
secara khas mempunyai hanya suatu peningkatan yang kecil dari tingkat- tingkat AST dan ALT
mereka. Beberapa dari pasien- pasien ini mungkin mempunyai penyakit hati kronis yang
berkembang secara diam- diam seperti hepatitis kronis dan sirosis (Gunawan, 2011).

D. Persyaratan Pasien dan Spesimen Pemeriksaan Enzim


1. Sampel tidak boleh hemolisis
2. Pasien tidak boleh melakukan aktifitas berlebih karena akan meningkatkan kadar serum
3. Beri tahukah kepada petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-obatan yang
digunakan pasien yang mungkin memengaruhi hasil uji. Obat-obatan tersebut mungkin
perlu dibatasi.
4. Dilarang mengkonsumsi alkohol

E. Pemeriksaan AST-ALT
1. SGOT/AST

Tujuan:

1) Untuk membantu mendeteksi dan mendapatkan diagnosis banding penyakit hati akut.
2) Untuk memantau perkembangan pasien dan prognosis pada penyakit jantung dan hati.
3) Untuk membantu diagnosis infark miokard (MI) dalam hubungannya dengan kadar
kreatin kinase dan laktat dehidrogenase.
4) Untuk mengetahui kadar SGOT seseorang dalam U/l.

Metode : Kinetik – IFCC (tanpa pyridoxal-5-phosphate)

Prinsip :
L-aspartat bereaksi dengan 2-oksoglutarat dengan bantuan enzim AST membentuk
oksaloasetat dan L-glutamat. Oksaloasetat yang terbentuk akan mereduksi NADH dengan
bantuan enzim Malat De Hidrogenase (MDH) membentuk L-Malat dan NAD+

Aktivitas katalitik AST ditentukan dengan mengukur penurunan Absorban pada panjang
gelombang 340 nm, diukur pada Fotometer/Spektrofotometer.

Reaksi Pemeriksaan :

SGOT GOT 2-oxoglutarate + L-aspartate ⇔ L-glutamate + oxaloacetate MDH


oxaloacetate + NADH + H+ ⇔ L-malate + NAD+

PRA ANALITIK

Persiapan Pasien:

• Pasien tidak perlu persiapan khusus seperti puasa

• Menghindari latihan fisik yang berat sebelum dilakukan pengambilan darah

• Menghindari mengkonsumsi obat atau zat yang dapat mempengaruhi kadar enzim
transaminase meningkat seperti salisilat dan alkohol

Alat dan Bahan:

Alat :

1. Tabung reaksi
2. Mikropipet Blue tip dan yellow tip
3. Tisu
4. Fotometer
5. Parafilm Sampel serum
6. Timer

Bahan : Serum atau plasma heparin

Reagensia :

1. Reagen 1 :
TRIS pH 7,65 = 110 mmol/L
L-aspartate = 320 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) = ≥ 1200 U/L
MDH (Malate dehydrogenase) = ≥ 800 U/L
2. Reagen 2 :
NADH = 1 mmol
2-oxoglutarat = 65 mmol

Dari ragen 1 dan 2 dibuat monoreagen dengan perbandingan 4 bagian reagen 1


ditambah 1 bagian reagen 2. Misalnya 20 mL R1 ditambah 5 mL R2. Homogenkan dan
stabilkan pada suhu 2-8 oC.

Persiapan Sampel:

• Pembendungan vena tidak boleh terlalu lama karena dapat menyebabkan hemolisis dan
meningkatkan aktivitas enzim

• Hindari sampel yang hemolisis, ikterik dan lipemik

• Hindari trauma pada proses pengambilan darah akibat tidak sekali tusuk atau beberapa
kali tusuk dapat meningkatkan kadar enzim transaminase.

• Darah vena ditampung di dalam tabung bertutup merah atau bertutup kuning atau hijau

• Serum/plasma sebaiknya secepat mungkin dipisahkan (<2 jam)

ANALITIK

Cara kerja :

Masukkan ke dalam tabung reaksi

Blanko Pemeriksaan

Reagen – 1000 µl
Serum – 100 µl

Homogenkan, dan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm


dengan dengan faktor 1745

Pembacaan dilakukan pada menit 1, 2 , dan 3

Catat hasil pemeriksaan dan hitung kadar SGOT dengan rumus :

∆A/min x faktor = aktivitas ASAT (U/L)

PASCA ANALITIK

Nilai normal SGOT :

Dewasa : 8-38 U/l

Satuan SI : 8-33 U/l

Bayi : dapat empat kali tinggi orang dewasa

Anak: sama dengan dewasa.

Lansia : Agak lebih tinggi dari dewasa

Masalah klinis SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) :

1. Penurunan Kadar: kehamilan, ketoasidosis diabetik.


Pengaruh Obat: Salisilat.
2. Peningkatan Kadar : MI akut, hepatitis, nekrosis hati, penyakit dan trauma
muskuloskeletal, pankreatitis akut, kanker hati, angina pektoris yang serius,
olahraga berat dan injeksi IM.
Pengaruh Obat: antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin,
eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, narkotik (kodein,
morfin,meperidin), anithipertensif (metildopa(aldomet) guanetidin), mitramisin,
preparat digitalis, kortison, flurazepam (dalmane), indometasin (indocin),
isoniazid(INH), rifampin, kontrasepsi oral, salisilat, teofilin.

Faktor yang memengaruhi :

 Injeksi per IM dapat meningkatkan kadar AST serum


 Hemolisis spesimen darah dapat memengaruhi temuan laboratorium
 Obat yang dapat meningkatkan kadar AST
 Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.

2. SGPT/ALT
Tujuan :
1) Untuk mendeteksi dan menilai pengobatan penyakit akut, khususnya hepatitis dan
sirosis tanpa ikterik.
2) Untuk membedakan antara kerusakan miokard dan jaringan hati (digunakan
bersama-sama dengan aspartat aminitrasferase)
3) Untuk menilai hepatotoksisitas dari beberapa macam obat.

Metode : Kinetik – IFCC (tanpa pyridoxal-5-phosphate)


Prinsip :
L-alanin bereaksi dengan 2-oksoglutarat dengan bantuan enzim ALT membentuk piruvat
dan L-glutamat. Piruvat yang terbentuk akan mereduksi NADH dengan bantuan enzim
Laktat De Hidrogenase (LDH) membentuk L-laktat dan NAD+
Aktivitas katalitik ALT ditentukan dengan mengukur penurunan Absorban pada panjang
gelombang 340 nm, diukur pada Fotometer/Spektrofotometer.

PRA ANALITIK :
Persiapan Pasien :
1. Tidak memliki persyaratan khusus
2. Menghindari latihan fisik
3. Mengurangi konsumsi obat-obatan
Alat dan Bahan :
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Mikropipet Blue tip dan yellow tip
3. Tisu
4. Fotometer
5. Parafilm Sampel serum
6. Timer

Bahan : Serum atau plasma heparin

Reagensia :

1. Reagen 1 :
THS pH 7,15= 140 mmol/L

L-alanine = 700 mmol/L

LDH (Lactate dehydrogenase) = ≥ 2300 U/L

2. Reagen 2 :
NADH = 1 mmol
2-oxoglutarat = 85 mmol
Dari ragen 1 dan 2 dibuat monoreagen dengan perbandingan 4 bagian reagen 1
ditambah 1 bagian reagen 2. Misalnya 20 mL R1 ditambah 5 mL R2.
Homogenkan dan stabilkan pada suhu 2-8 oC.

Persiapan Sampel:

• Pembendungan vena tidak boleh terlalu lama karena dapat menyebabkan hemolisis dan
meningkatkan aktivitas enzim

• Hindari sampel yang hemolisis, ikterik dan lipemik

• Hindari trauma pada proses pengambilan darah akibat tidak sekali tusuk atau beberapa
kali tusuk dapat meningkatkan kadar enzim transaminase.

• Darah vena ditampung di dalam tabung bertutup merah atau bertutup kuning atau tabung
hijau

• Serum/plasma sebaiknya secepat mungkin dipisahkan (<2 jam) .


ANALITIK:

Cara kerja :

Masukkan ke dalam tabung reaksi

Blanko Pemeriksaan

Reagen – 1000µl

Serum –

Homogenkan, dan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm


dengan faktor 1745. Pembacaan dilakukan pada menit 1, 2 , dan 3

Catat hasil pemeriksaan dan hitung kadar SGPT dengan rumus :

∆A/min x faktor = aktivitas ALAT (U/L)

PASCA ANALITIK

Nilai normal : SGPT

Dewasa : 10-35 U/l

Satuan SI : 4-36 U/l

• Anak : sama dengan dewasa.

• Bayi : temuan bisa dua kali lipat setinggi dewasa.

• Usia lanjut : sedikit lebih tinggi dari dewasa

Masalah Klinis SGPT ( Serum Glutamin Pyruvic Transaminase):

1. Penurunan kadar: Latihan.


Pengaruh Obat: Salisilat
2. Peningkatan Kadar:
Peningkatan tertinggi: hepatitis akut, nekrosis hati ( toksisitas obat atau kimia)
Penigkatan ringan atau medium: sirosis, kanker hati, kegagalan jantung kongesif,
intoksikasi akut alkohol,
Pengaruh obat : antibiotik (karbenisilin, klindamisin, eritromisin, gentamisin,
linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotik ( meperidin, morfin,
kodein), antihipertensif (metildopa, guanetidin), persiapan digitalis, indometasin,
salisilat, rifampin, flurazepam, propanolol, kontasepsi oral, lead, heparin.

Faktor yang mempengaruhi:

 Hemolisis pengujian darah mungkin menyebabkan hasil uji palsu


 Aspirin dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan ALT serum
 Obat tertentu dapat meningkatkan kadar ALT
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/34900873/Laporan_Praktikum_Kimia_Klinik_Dasar_SGOT
_dan_SGPT

http://repository.unand.ac.id

http://azmalardianto.blogspot.co.id/2014/05/pemeriksaan-sgpt-dan-sgot.html

Anda mungkin juga menyukai