Anda di halaman 1dari 32

1

PROGRAM KONSERVASI PESUT MAHAKAM

LAPORAN TEKNIS:

Survei monitoring jumlah populasi dan ancaman pada level air rendah,
Juli &September 2012

oleh

Danielle Kreb & Ivan Yusfi Noor

YAYASAN KONSERVASI RASI

0
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih

Laporan teknis ini menyajikan hasil survei monitoring ancaman dan jumlah populasi lumba-lumba
Irrawaddy air tawar di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, Indonesia. Penelitian ini merupakan bagian
dari Program Konservasi Pesut Mahakam, yaitu suatu program konservasi dan penelitian yang dijalankan
oleh Yayasan Konservasi RASI sejak tahun 1999 bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya
Alam Kalimantan Timur (BKSDA Kaltim) dan pemerintah lokal (Kabupaten Kutai Barat dan Kutai
Kartanegara). Data dikumpulkan pada saat level air rendah pada bulan juli dan september 2012. Data
dalam laporan ini masih dalam revisi dan tidak dapat dikutip tanpa ijin dari penulis.
Survei dilakukan oleh Danielle Kreb, Syachraini (keduannya LSM RASI), Ismail (Universitas
Mulawarman) dan Ivan Yusfi Noor (IPB Bogor). Analisa identifikasi foto dilakukan oleh Danielle Kreb dan
Ivan Yusfi Noor. Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada meraka dan para motorist ces, Pak
Acoh dan Pak Udin, atas kesabaran, fleksibilitas, dan kerja kerasnya. Kami juga berterima kasih atas
informasi dari para nelayan, masyarakat sepanjang Sungai Mahakam dan kolega.
Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mohamed bin Zayed
Funds dan Whitley Fund for Nature yang sungguh-sungguh dalam memberikan dukungan finansial untuk
melakukan kegiatan survei ini.

Samarinda, 28 Desember 2012,

Daniëlle Kreb (Ph.D.)

Penasehat Program Ilmiah / Peneliti Utama


Yayasan Konservasi RASI
Komplek Pandan Harum Indah
(Erlyza), Blok C, No. 52
Samarinda, Kalimantan Timur
Indonesia
Telp/ fax office: + 62.541.206406/
Mobile: 081346489515
E-mail: yk.rasi@gmail.com
http://www.ykrasi.org

i
ii
i
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Daftar isi

halaman

Kata Pengantar & Ucapan Terima Kasih . . . . . . i

Ringkasan . . . . . . . . . 1

Pendahuluan . . . . . . . . . 1

- Sejarah dan latar Belakang . . . . . . 1


- Tujuan . . . . . . . . 2

Metode . . . . . . . . . 2

- Pengumpulan data. . . . . . . . 2
- Analisis . . . . . . . . . 3

Hasil . . . . . . . . . . 4

- Penyebaran . . . . . . . . 4
- Jumlah populasi. . . . . . . . 5
- Ukuran kelompok & komposisi . . . . . . 6
- Ancaman-ancaman. . . . . . . . 6
- Potensi ancaman yang akan datang . . . . . 9
- Kegiatan konservasi dahulu & saat ini . . . . . 10
- Rencana penelitian saat ini & masa mendatang . . . . 10
- Lokasi, ukuran dan pengelolaan kawasan perlindungan yang
direncanakan atau telah ada . . . . . . 11
- Rencana Strategi Konsevasi Nasional . . . . . 13

Pembahasan . . . . . . . . . 14

Daftar Pustaka . . . . . . . . . 14

Foto-foto . . . . . . . . . 16

Lampiran 1-Rancangan Rencana Pengelolaan dan Divisi Tugas untuk


Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Muara Pahu . . . . . 25
Lampiran 2. Draf peraturan dan kebijakan yang diharapkan akan berlaku di
Zona Pelestarian Habitat Pesut Mahakam dan Perikanan di Kutai Kartenegara . 28

iii
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Ringkasan
Dua survei monitoring ekstensif terhadap jumlah populasi yang dilaksanakan pada tanggal 9 hingga
15 juli dan 10 hingga 18 september 2012 menggunakan foto identifikasi sirip punggung untuk analisa
penandaan penangkapan ulang. Disamping itu, setiap hari dilakukan beberapa wawancara dengan
para nelayan untuk memperoleh informasi baru mengenai ancaman, kematian dan pola penyebaran.
Dari hasil analisa penandaan-penangkapan ulang Petersen jumlah populasi diperkirakan 92 ekor
(CV=15%; 95% CL = 72-130), jumlah ini hampir sama dengan hasil yang diperoleh dari survei
penandaan-penangkapan ulang tahun 2005 (N=89), 2007 (N=90) dan 2010 (N=91). Ancaman utama
meliputi kematian langsung, yang sebagian besar karena terperangkap rengge nelayan (66% dari
total kematian) dan terkena baling kapal (10% dari kematian). Rata-rata kematian antara tahun 1995-
2012 adalah empat ekor pesut per tahun. Ancaman lain adalah penurunan kualitas habitat akibat
polusi suara dari kapal bermesin frekuensi tinggi yang melewati daerah inti pesut dengan kecepatan
tinggi serta kapal-kapal laut pengangkut batubara yang menuju hulu melalui habitat utama pesut. Hal
ini sangat memprihatinkan, mengingat besarnya polusi suara bawah air yang ditimbulkan kapal
tersebut. Para kontributor utama lainnya terhadap degradasi habitat adalah polusi kimia terutama
berasal dari pertambangan batu bara pembersihan sampah dan perkebunan mono-budidaya skala
besar terutama perkebunan kelapa sawit dengan saluran buatan mereka yang berfungsi sebagai
gerai. Terjadinya penurunan mangsa ikan melalui teknik memancing tidak berkelanjutan (setrum,
racun dan pukat). Perpindahan habitat oleh pesut dari daerah inti utama mereka beberapa tahun lalu
disebabkan oleh transportasi kontainer tongkang di sungai sempit yang menyebabkan kebisingan
keras bawah air, sedimentasi di habitat danau dan konversi kawasan pemijahan ikan menjadi
perkebunan sawit. Dalam beberapa waktu, perubahan dalam habitat telah terjadi mengenai wilayah
inti yang sebelumnya diidentifikasi di mana "Muara Pahu - Penyinggahan wilayah kecamatan",
mewakili kawasan inti utama sebelum tahun 2007 dalam hal kepadatan yang juga diamati oleh
semua generasi penduduk di sini, sedangkan terbesar kedua daerah inti adalah "Pela / Semayang -
daerah Muara Kaman". Saat ini, daerah inti pertama yang ditugaskan sebagai habitat kawasan
pelestarian untuk Pesut Mahakam pada tahun 2009, telah banyak kehilangan signifikansi dan pesut
berkurang dan jarang terlihat oleh penduduk setempat dan juga selama empat survei ekstensif pada
tahun 2010 dan 2012, tidak ada lumba-lumba yang muncul di sini dan baik di daerah hulu Muara
Pahu, kecuali satu kelompok terisolasi yang telah membuat Sungai Ratah sebagai habitatnya selama
14 tahun sekarang. Penyebab perpindahan habitat cadangan mungkin disebabkan oleh kualitas
habitat menurun di daerah hulu dan penurunan berikutnya sumber daya ikan di daerah-daerah
karena pembukaan perkebunan kelapa sawit di daerah rawa yang menghubungkan dengan daerah
inti pesut serta intensitas penggunaan setrum ikan dan penggunaan racun untuk ikan di daerah hulu.
Kegiatan konservasi saat ini terfokus pada upaya memperoleh dukungan dari masyarakat dan
pemerintah lokal untuk melindungi daerah-daerah ini melalui kegiatan lokakarya dari berbagai pihak
terkait dan menyiapkan sebuah rencana pengelolaan dengan divisi tugas untuk organisasi masing-
masing daerah. Membatasi teknik penangkapan ikan tidak berkelanjutan dengan memperkenalkan
teknik penangkapan yang lebih lestari dan mengurangi polusi (dari bahan kimia dan suara kapal)
merupakan komponen penting bagi kelangsungan hidup populasi lumba-lumba air tawar yang sangat
terancam punah ini.

Pendahuluan

Sejarah dan Latar Belakang

Lumba-lumba dan porpoise sungai termasuk ke dalam jenis mamalia yang paling terancam punah di
dunia. Habitat mereka yang telah banyak berubah dan terdegradasi oleh aktifitas manusia, seringkali
berujung pada penurunan drastis dari jumlah populasi dan penyebaran mereka (Reeves et al. 2000).
Salah satu jenis lumba-lumba air tawar terdapat di Sungai Mahakam dan danau-danau yang
terhubung dengan sungai ini di Kalimantan Timur, Indonesia, yaitu lumba-lumba sungai fakultatif
Orcaella brevirostris, yang sering juga disebut Irrawaddy Dolphin (nama umum) atau Pesut (nama
lokal). Spesies ini dapat ditemukan di perairan dangkal, pesisir pantai daerah tropis dan subtropis

1
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Indo-Pasifik serta di sistem sungai utama berikut: Mahakam, Ayeyarwady dan Mekong, dimana
penurunan jumlah dan penyebaran serta ancaman-ancaman terhadap mereka masih terus
berlangsung (Smith et al., 2003). Spesies yang dilindungi oleh undang-undang di Indonesia dan
diangkat sebagai simbol Kalimantan Timur ini telah dimasukkan ke dalam status “Sangat terancam
punah” pada tahun 2000 (Kreb and Smith, 2000) berdasarkan hasil program penelitian yang hingga
sekarang masih dilaksanakan (Program Konservasi Pesut Mahakam).
Populasi lumba-lumba Irrawaddy di Sungai Mahakam adalah satu-satunya populasi lumba-
lumba air tawar obligat atau sebenarnya di Indonesia. Analisa contoh jaringan tubuh yang diambil dari
6 ekor lumba-lumba menunjukkan bahwa populasi tersebut memiliki dua haplo-type genetik yang unik
dibandingkan dengan lumba-lumba Irrawaddy di pesisir Kalimantan timur laut (Malinau), Thailand dan
Filipina (Robertson, 2009).
Pengumpulan data penting tentang lumba-lumba Irrawaddy di Mahakam dilakukan selama 2 bulan
penelitian awal pada tahun 1997 dan 3,5 tahun penelitian Doktoral intensif sejak awal 1999 hingga
pertengahan 2002 (Kreb, 2004a). Penelitian terutama difokuskan pada jumlah, perubahan populasi,
ancaman, dan perbandingan antara lumba-lumba Irrawaddy pesisir dan air tawar dari segi struktur
sosial, akustik, tingkat perbedaan morfologi serta tingkah laku mereka (Kreb, 2004b; Kreb and
Rahadi, 2004; Kreb and Budiono, 2005). Sebelum studi ini, informasi mengenai status populasi
lumba-lumba Irrawaddy air tawar di Sungai Mahakam dan lumba-lumba Irrawaddy pesisir pantai
Kalimantan Timur, Indonesia, hampir sama sekali belum ada. Survei monitoring lanjutan
dilaksanakan kembali pada tahun 2005 (Kreb et al, 2005); 2007 (Kreb et al., 2007), 2010 (Kreb and
Lim, 2010) and 2012 oleh Yayasan Konservasi RASI bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) untuk memperkirakan total jumlah populasi serta mengetahui tingkat kematian
dan ancaman-ancaman. Selain itu, dalam kerja sama dengan Tokyo Unversity, Universitas
Mulawarman dan YK-RASI, pemantauan akustik bawah air sedang dilakukan dari platform tetap di
sungai Pela untuk memantau migrasi lumba-lumba setiap hari dari sungai utama ke danau
Semayang.

Tujuan

Tujuan kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2010 adalah memperoleh data
perbandingan untuk mengetahui perubahan jumlah dan penyebaran, memperbaharui katalog foto
identitas, memperkirakan apakah daerah-daerah utama yang disukai pesut tetap sama, serta
memperoleh informasi terakhir mengenai ancaman dan angka kematian sejak tahun 2007. Strategi
baru untuk kegiatan konservasi akan disusun berdasar informasi terbaru yang didapat, agar lebih
efektif bagi kelangsungan hidup populasi pesut. Informasi tersebut juga akan dipresentasikan dalam
lokakarya lokal di Kabupaten Kutai Kartanegara, yang belum memiliki kawasan pelestarian atau yang
telah diusulkan secara resmi, dan ini akan digunakan sebagai langkah awal untuk mengajukan
usulan pembentukan daerah serupa seperti daerah konservasi pesut di Kabupaten Kutai Barat
(Kecamatan Muara Pahu).

Metode

Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyusuri Sungai Mahakam menggunakan kapal mulai
dari Muara Kaman (180 km dari muara Mahakam) hingga Laham (± 500 km dari muara Mahakam)
termasuk anak sungai Kedang Rantau, Kedang Kepala, Belayan, Kedang Pahu, Ratah (sampai desa
Mao, 10 km dari mulut untuk memperoleh informasi sekunder distribusi sepanjang Sungai Ratah
karena tingkat air rendah dan kesulitan dalam transportasi perahu) serta Danau Semayang dan
Melintang berdasarkan pada informasi penemuan sebelumnya (Kreb & Budiono, 2005) dan
wawancara dengan masyarakat setempat yang menyatakan bahwa pesut tidak pernah terlihat di luar
daerah-daerah tersebut (Gambar 1). Dua survei monitoring ekstensif terhadap jumlah populasi
dilaksanakan antara 9 hingga 14 Juli 2012 dan 10 sampai 18 September 2012 menggunakan foto
identifikasi sirip punggung untuk analisa penandaan-penangkapan ulang. Di samping itu, setiap hari
dilakukan beberapa wawancara dengan para nelayan untuk memperoleh informasi baru mengenai

2
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

ancaman, kematian dan pola penyebaran. Jarak penelitian adalah 507 km pada survei pertama, dan
767 km untuk survei kedua, total kedua survei 1274 km dalam 90,9 jam.
Untuk memantau kelimpahan dan menemukan kelompok-kelompok pesut selama kedua survei,
pencarian di sungai menggunakan perahu bermotor kecil (26 hp) perjalanan dengan kecepatan rata-
rata 13,6 km h-1. Tim observasi terdiri dari tiga pengamat: dua di depan dan satu belakang. Rata-rata
per penampakan lumba-lumba selama dua survei adalah 45 menit, sedangkan total waktu yang
dihabiskan mengamati lumba-lumba adalah 18,2 jam. Foto digital yang diambil dari sirip punggung
lumba-lumba menggunakan kamera digital Nikon D700 dan 300mm/f4.0 lensa dan Nikon D300 dan
lensa 24-120mm/f3.5-5.6. Upaya dilakukan untuk memotret setiap individu dalam kelompok terlepas
dari apakah mereka tampaknya memiliki tanda sirip dorsal yang berbeda.

Pada setiap penemuan (sighting), jangka waktu, lokasi, tingkah laku kelompok, ukuran dan
komposisi dicatat. Waktu rata-rata pengamatan kelompok selama kedua survei monitoring di bulan
September dan Oktober/November adalah sekitar satu jam. Jumlah pesut yang mati antara tahun
1995 hingga 2010 telah diketahui (Kreb, 2005a, Kreb et al., 2007, Kreb et al., 2010). Untuk
menentukan jumlah pesut yang mati antara tahun 2010 hingga 2012, data dikumpulkan dari hasil
pengamatan, laporan dan wawancara semi formal dengan para nelayan selama survei tahun 2012.
Namun keterangan yang tidak lengkap atau tidak dapat dipercaya karena lokasi, tanggal kematian
atau saksi mata tidak jelas, tidak akan disertakan dalam perhitungan.

Long
Bagun

Kedang
Datah Kepala Kedang
Bilang Rantau
Belayan
Muyub Ulu
Ratah

Muara Bohoq Semayang Muara Kaman


Benangak Muara
Pahu Melintang
Pela
Rambayan Kota Bangun
Kedang Kedang
Pahu Damai Tepian Batuq
Kepala
Muara Ulak
Jelau Jempang
Loa Kulu
Mahakam

Delta

Gambar 1. Daerah studi dengan a) daerah penyebaran seluruh pesut, b) daerah dengan kepadatan
populasi yang tinggi dan c) daerah lumba-lumba Irrawaddy pesisir. Daerah lumba-lumba pesisir
didasarkan pada observasi dan wawancara. Daerah utama konservasi pesut yang telah ada dan
yang diusulkan ditandai dengan dua lingkaran berwarna abu-abu.

Analisa

Untuk memperkirakan jumlah populasi, digunakan dua metode yaitu analisa penandaan-
penangkapan ulang melalui identifikasi foto (dijelaskan secara rinci dalam Kreb 2005) dan
perhitungan minimum. Analisa penandaan-penangkapan ulang menggunakan metode Petersen’s,
dengan asumsi bahwa antara periode penandaan dan penangkapan tidak terjadi penambahan
maupun pengurangan jumlah individu. Metode ini dianggap yang paling cocok digunakan karena
antara kedua survei September dan November hanya ditemukan seekor anak pesut baru dengan
3
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

lipatan neo-foetal dan tidak ada pesut yang dilaporkan mati, sehingga kemungkinan tingkat
kesalahan sangat kecil. Pengambilan gambar menggunakan kamera digital dengan kemampuan
menangkap obyek yang bergerak cepat sehingga sirip punggung anak pesut pun dapat difoto.
Karena itu faktor koreksi untuk perhitungan pesut yang tak dapat diidentifikasi, yang digunakan untuk
survei-survei sebelum tahun 2005, kini tidak digunakan lagi. Rumus yang digunakan untuk
memperkirakan jumlah populasi dan batas kepercayaan dari metode Petersen adalah sebagai berikut
(Sutherland, 1996):

Rumus 1.1 N = (n1 + 1) (n2 + 1)/ (m2 + 1) – 1

Rumus 1.2 W1, W2 = p±[ 1.96√ p(1-p)( 1-m2/n1)/ ((n2 -1) + 1/2n2]

CL1,2 = n1/ W1,2

Rumus 1.3
dimana: N = jumlah seluruh populasi
n1 = jumah yang diidentifikasi pada survei pertama;
n2 = jumlah yang diidentifikasi pada survei kedua;
m2 = jumlah lumba-lumba yang telah diidentifikasi pada survei pertama dan kembali
ditemukan pada survei kedua;
p = m2/ n2
CL1,2 = perkiraan batas kepercayaan terendah dan tertinggi
CV = koefesien variabel

Pencocokan foto-foto sirip punggung pesut yang ditemukan pada survei tahun 2010 berdasarkan
katalog foto identitas yang sudah ada, dilakukan oleh dua orang analis agar diperoleh hasil yang
obyektif atau bahkan mungkin individu baru.
Untuk mengukur rata-rata ukuran kelompok tiap survei, didefinisikan bahwa sejumlah pesut
dapat dikatakan merupakan satu kelompok jika dapat mempertahankan komposisi dan jumlahnya
paling tidak selama satu jam. Jika saat mengamati satu kelompok ada kelompok lain yang
bergabung, maka sejumlah pesut ini baru akan dianggap merupakan satu kelompok baru jika formasi
mereka bertahan lebih dari satu jam.

Hasil

Penyebaran

Penemuan pesut di Sungai Mahakam selama survei tahun 2010 terbatas pada daerah Muara Kaman
(± 180 km dari muara Mahakam) dan Bakung(± 250 km dari muara Mahakam) (Gambar 2).
Penampakan pada tahun 2012 termasuk di anak sungai Kedang Rantau (yang bermuara di Muara
Kaman), sungai Belayan dan sungai Pela, yang menghubungkan pertemuan dengan Danau
Semayang. Sungai Ratah ditelusuri hingga ke desa pertama yang ada sekitar 10km dari muara
dimana dilakukan wawancara dengan masyarakat mengungkapkan bahwa ada sekelompok lumba-
lumba telah berada dari tahun 1998 hingga 2007 di sepanjang sungai yang panjangnya 2,5 km
diantara sungai berarus deras dan dangkal telah pindah ke daerah hulu seperti yang diamati secara
langsung pada tahun 2010 ketika sudah tidak ada lumba-lumba yang terlihat di bagian tersebut.
Menurut informasi lokal sekelompok pesut yang terdiri dari 2 ekor masih terjebak di sungai kecil
ukuran 40 x 50 m yang berjarak 100km dari muara Sungai Ratah dan tidak menutup kemungkinan
ada 2-3 lebih persimpangan lain disekitar daerah tersebut.
Semua penemuan pesut selama survei tahun 1997 hingga 2012 terbatas pada daerah
antara Muara Kaman (± 180 km dari muara Mahakam) dan Tering (± 420 km dari muara Mahakam)
4
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

(Gambar 3). Pesut juga ditemukan di anak sungai di daerah Mahakam tengah yaitu Kedang Rantau,
Kedang Kepala, Belayan, Kedang Pahu, Pela, Danau Semayang dan Melintang; selain itu diantara
bagian sungai berarus deras yang berjarak sekitar 20 dan 100 km ke arah hulu dari Sungai Ratah,
yang bermuara ke Sungai Mahakam pada jarak kira-kira 500 km dari muara laut. Berdasarkan hasil
wawancara, daerah penyebaran maksimum dapat meluas ke arah hilir (± hingga 90 km dari muara)
dan ke hulu hingga bagian sungai berarus deras di daerah Long Bagun yang berjarak 600 km dari
muara.
Perubahan yang nyata pada penyebaran pesut terjadi seiring waktu. Antara tahun 1999-2002
telah diidentifikasi dua daerah utama dimana pesut ditemukan dalam jumlah terbanyak yaitu daerah
utama pertama “Muara Pahu – Penyinggahan” di Kutai Barat dan daerah utama kedua
“Pela/Semayang – Muara Kaman” di Kutai Kartanegara. Pada 2005, 78% dari populasi pesut dapat
dijumpai di daerah utama pertama di Kutai Barat, namun pada survei tahun 2007 persentasenya
menurun hingga 57% dan bahkan dalam dua survei monitoring ekstensif yang dilaksanakan tahun
2010 tak seekor pesut pun ditemukan di wilayah kabupaten Kutai Barat, seluruh populasi berada
kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2012 dan untuk survei, di mana hanya satu penemuan di
Kutai Barat yang sudah berada dekat dengan perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebagai
kesimpulan, distribusi pesut telah bergeser ke bagian yang lebih hilir berdasarkan hasil observasi dan
wawancara, yang juga dapat dengan jelas dilihat dari gambar 2.
Pesut dapat bermigrasi pada kondisi air tertentu, namun hal ini tidak dapat dijadikan sebagai
alasan yang memuaskan karena sebelumnya pesut dapat ditemukan di Kutai Barat pada kondisi air
apapun, tinggi, sedang maupun rendah. Walaupun berdasarkan laporan, pesut masih dapat
ditemukan di Kutai Barat, khususnya Muara Pahu, mereka semakin jarang terlihat oleh penduduk
lokal dan nelayan, padahal sejak dahulu selalu terdapat pesut dalam jumlah melimpah di wilayah
utama ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan kualitas habitat di bagian hulu dan
berkurangnya sumber makanan (ikan) di daerah tersebut.
Perubahan ini tampaknya berkaitan erat dengan degradasi habitat yang terjadi dalam
beberapa tahun terakhir yaitu konversi daerah rawa, yang merupakan tempat perkembangbiakan
ikan yang penting, menjadi perkebunan kelapa sawit; limbah pencucian batubara yang masuk ke
dalam Sungai Kedang Pahu melalui kanal-kanal kecil dan polusi suara bawah air oleh ponton
pengangkut batubara di anak sungai yang sempit tersebut; penangkapan ikan secara ilegal
menggunakan setrum dan racun.
Perubahan paling drastis terjadi di daerah utama Muara Pahu dimana pada tahun 2002-2005,
disini setiap hari terdapat minimal 12 ekor pesut (5-21 ekor) yang terdiri atas 3 kelompok (2-6
ekor/kelompok) selama 42% jam-jam terang (20%-65%) antara pukul 7:00-18:00 pada kondisi air
apapun. Paling tidak sebanyak 31 individu berbeda berhasil diidentifikasi selama 5 hari observasi
darat berturut-turut dalam setiap survei. Dengan meningkatnya transportasi ponton batubara yang
keluar masuk Sungai Kedang Pahu, pesut lebih sering muncul pada sore atau malam hari, dan pada
tahun 2009 setelah banyak daerah perkembangbiakan ikan dikonversi menjadi perkebunan kelapa
sawit, pesut semakin sulit ditemukan dan kini daerah utama ini biasanya hanya mereka lewati saja
tanpa banyak menghabiskan waktu disana.

Jumlah populasi

Berdasarkan analisa penandaan-penangkapan ulang Petersen, populasi lumba-lumba Irrawaddy di


Mahakam tahun 2012 diperkirakan sebanyak 92 individu (CV=15%; 95% CL = 72-130), jumlah ini
sama dengan hasil yang diperoleh dari survei penandaan-penangkapan ulang tahun 2005 (N= 89),
2007 (N=90) dan 2010 (N=91).
Nilai tengah angka kematian per tahun antara 1995 hingga 2012 adalah 4 individu (= 4% dari
total populasi), sedangkan jumlah total kematian yang tercatat dalam 18 tahun adalah 77 ekor.
Analisa regresi menunjukkan penurunan yang signifikan hingga mencapai angka kematian tahunan
minimum selama tahun-tahun terakhir (b = -0,23, df = 16, t = -2.1, p = 0.05). Jika periode dibagi dua
yaitu 1995-2000, 2001-2006 dan 2007-2012, maka nilai tengah angka kematian akan berkurang dari
6 individu menjadi 4 dan kemudian menjadi 3 kematian per tahun untuk periode terakhir.
Angka kelahiran yang tercatat antara 2000-2002 adalah 5-6 anak per tahun dengan
menghitung dari angka kelahiran baru setiap 2-3 bulan. Selama survei pada tahun 2012 kami
mengamati 4 ekor anakan (berukuran setengah dewasa/sedang) yang berasal dari grup yang
berbeda dan pada survei tahun 2010 telah terdeteksi 5 ekor anakan yang berasal dari grup yang
berbeda. Dalam kesimpulan antara tahun 2005 dan 2010 tidak ada perubahan yang signifikan pada

5
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

jumlah populasi namun telah terjadi perubahan yang signifikan pada areal inti distribusi lumba-lumba
(seperti yang dijelaskan selanjutnya).

Ukuran kelompok & komposisi

Rata-rata ukuran kelompok pesut pada 16 penemuan selama survei bulan juli dan september adalah
7 ekor, dengan nilai tengah 5 ekor (kisaran: 1-32 ekor) untuk kedua survei. Selama survei pertama,
ditemukan sedikitnya 4 ekor anakan yang berbeda dengan perkiraan umur antara 1 bulan ke atas
hingga kurang lebih satu tahun. dibandingkan tahun 2010, 5 ekor anakan yang berbeda ditemukan.

Ancaman-ancaman

Kematian Langsung
Ancaman utama terhadap lumba-lumba Irrawaddy Mahakam adalah kematian langsung akibat
terjerat rengge (66% dari kematian yang penyebabnya diketahui (N=77), berdasarkan wawancara
dan pengamatan langsung antara tahun 1997 hingga 2012 (Gambar 3 & 4). Kebanyakan pesut yang
mati terdiri dari dewasa (76%), 9% remaja dan 15% bayi baru lahir. Kebanyakan pesut mati akibat
terjerat rengge dengan ukuran mata jaring 10-17,5 cm. Hubungan erat antara nelayan dan pesut
meningkatkan resiko terjeratnya pesut dalam rengge. Pesut sering ditemukan sedang mencari makan
di dekat rengge dan banyak nelayan menggunakan pola mencari makan pesut sebagai indikator
lokasi dan waktu untuk memasang rengge. Pesut dilaporkan dapat membantu nelayan menggiring
ikan ke arah jaring. Sebagai balasannya, pada beberapa kejadian nelayan berhasil melepaskan pesut
yang terjerat rengge. Namun sedikitnya lima ekor pesut yang mati akibat terperangkap rengge
dikonsumsi oleh masyarakat setempat dan kulit dari dua ekor diantaranya digunakan sebagai obat
alergi kulit.
Kematian akibat tertabrak kapal adalah 10%, umumnya terjadi pada pesut remaja, ditambah
seekor pesut dewasa. Kematian karena sengaja dibunuh sebesar 7% dari semua kasus kematian
yang tercatat, hal ini kebanyakan terjadi di daerah terisolir dimana pesut jarang ditemukan. Kematian
saat dilahirkan 4%, karena terperangkap di air dangkal, luka fatal akibat diserang ikan Toman dan
penangkapan ikan dengan setrum 3%. Akibat rawai dan racun masing-masing 2%.

Gambar 3. Kematian minimum yang dicatat lewat pengamatan langsung serta laporan dan
wawancara dengan nelayan.

6
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Figure 2. Dolphin observations during the 2012 survey (pink dots), 2010 survey (red dots), 2007 (light-green) and 2005 (dark-green) survey.

7
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Gambar 5. Penyebab kematian pesut

Ancaman tidak langsung adalah beberapa faktor yang menyebabkan penurunan kualitas
habitat pesut antara lain: 1) sedimentasi yang menyebabkan danau semakin dangkal dan
berkurangnya sumber daya ikan; 2) polusi suara berfrekuensi tinggi yang berasal dari baling-baling
kapal serta suara berdesibel tinggi dari kapal penarik dan ponton pengangkut batubara; 3) polusi
bahan-bahan kimia, terutama dari limbah pencucian batubara dan emas serta kanalisasi antara
perkebunan kelapa sawit dan danau atau ekosistem sungai yang membawa pupuk atau herbisida ke
dalam ekosistem, dan 4) berkurangnya jumlah makanan pesut (sumber daya ikan) karena teknik
penangkapan ikan secara ilegal dan tidak berkelanjutan (menggunakan setrum, racun serta pukat)
serta penangkapan ikan secara berlebihan dalam praktek budidaya ikan yang tidak berkelanjutan
(beternak ikan yang memakan ikan lain) dan hilangnya daerah pemijahan ikan karena konversi rawa
menjadi perkebunan kelapa sawit. Pembahasan secara detail adalah sebagai berikut:

Sedimentasi
Penurunan wilayah penyebaran populasi baru-baru ini ditandai dengan menghilangnya pesut dari
Danau Jempang sejak pertengahan 1990, kemungkinan disebabkan oleh pendangkalan dari
sedimentasi yang berlebihan akibat penebangan hutan di pinggir danau. Tingginya sedimentasi dan
banyaknya rengge juga membatasi pergerakan pesut ke dua danau lainnya, Melintang dan
Semayang. Sehingga saat ini, kecuali jika tingkat permukaan air tinggi, pergerakan pesut terbatas
pada jalur transportasi kapal yang sempit diantara kedua danau tersebut dengan resiko tertabrak dan
gangguan kebisingan. Di samping itu sedimentasi juga mengurangi sumber daya ikan (lihat
Penurunan jumlah mangsa di bawah).

Polusi suara
Sumber utama polusi suara adalah kapal berkecepatan tinggi (40-200 pk) (rata-rata = 4,6 kapal/jam
melewati habitat pesut). Pesut menyelam lebih lama saat kapal berjarak 300 m dari mereka (Kreb &
Rahadi, 2004). Selain itu, banyaknya ces dengan tongkat baling-baling panjang yang melaju dengan
kecepatan tinggi (maks 26 pk) di Sungai Pela juga menyebabkan pesut menyelam lebih lama. Setiap
hari kapal penarik ponton batubara melewati Sungai Kedang Pahu (rata-rata = 8,4 kapal/hari), anak
sungai sempit yang merupakan habitat utama pesut. Selama musim kemarau, ukuran kapal ini
menyita lebih dari dua pertiga lebar sungai dan lebih dari setengah kedalaman anak sungai. Pesut
selalu mengubah arah berenang mereka (jika sedang menuju ke hulu) saat bertemu kapal penarik
ponton batubara. Saat level air rendah, pesut tidak pernah masuk ke dalam anak sungai ini. Padahal
berdasarkan informasi nelayan setempat, dahulu (sebelum ada kapal penarik ponton batubara) saat
bergerak ke hulu pesut masuk ke anak sungai hingga muara anak Sungai Bolowan (sekitar 10 km dari
muara Kedang Pahu) pada berbagai level air. Bahkan sekarang sebuah kapal laut pengangkut tipe
8
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

baru juga digunakan untuk membawa batubara langsung dari perusahaan tambang di Muara Bunyut
(dekat Melak). Hal ini meningkatkan keprihatinan karena kapal seperti ini akan menimbulkan polusi
suara amat besar di wilayah perairan yang tidak luas, dan meningkatkan kanalisasi dasar sungai yang
berdampak pada tempat perkembangbiakan ikan di tikungan sungai.

Polusi bahan kimia


Merkuri dan sianida mencemari sungai akibat bocornya tanggul penahan limbah dari kegiatan
penambangan emas besar maupun berskala kecil yang ilegal di sepanjang sungai. Debu batubara
seringkali jatuh tanpa sengaja ke sungai dan hal ini mungkin menyebabkan perubahan warna kulit
pesut di daerah tersebut, seperti yang teramati pada tahun 2002 dan 2007. Keadaan seperti ini tidak
pernah terlihat pada pesut di daerah lain. Selain itu, air limbah pencucian batubara juga masuk ke
anak-anak sungai besar dan danau-danau melalui kanal-kanal kecil saat air pasang. Pestisida (pupuk
dan herbisida non-organik) dari perkebunan kelapa sawit yang masuk ke dalam sungai melalui
saluran-saluran yang dibuat oleh perusahaan juga merupakan ancaman yang tidak termonitor.

Penurunan jumlah mangsa


Penangkapan ikan secara intensif menggunakan rengge, setrum, pukat (terutama di danau), racun
(Dupon/Lamet, Deses, akar Gadong) dan budidaya ikan predator yang diberi makan ikan-ikan kecil,
yang diambil langsung dari danau atau sungai, kemungkinan telah menyebabkan penurunan yang
signifikan dari sumber daya ikan (Departemen Perikanan, 2007). Penurunan jumlah mangsa ini
mungkin dapat mempengaruhi waktu dan energi yang harus dikeluarkan oleh pesut untuk mencari
makan. Penebangan hutan di tepi sungai juga mengurangi sumber daya ikan karena hal ini
mengakibatkan peningkatan suhu air, sedimentasi dan berkurangnya sisa-sisa tanaman (seperti daun
dan buah yang jatuh dari pohon) yang merupakan sumber makanan bagi ikan. Berkurangnya jumlah
ikan meningkatkan ketertarikan pesut terhadap rengge dan meningkatkan resiko pesut terjerat rengge.
Selain itu, alih fungsi hutan rawa menjadi perkebunan kelapa sawit, yang banyak terdapat di wilayah
ini, juga mengurangi daerah perkembangbiakan ikan. Bendungan yang dibuat oleh perusahaan untuk
mencegah banjir justru menghalangi ikan yang akan bertelur untuk masuk atau ikan kecil yang akan
keluar dari daerah rawa tersebut.

Potensi ancaman yang akan datang

Ancaman masa mendatang adalah kematian langsung dan degradasi habitat yang terus berlangsung
(penebangan hutan serta polusi suara dan bahan kimia). Polusi suara dapat menyebabkan stres yang
akan berdampak pada penurunan tingkat reproduksi, sedangkan polusi bahan kimia dapat
mengakibatkan keturunan yang tidak sehat atau bahkan kematian. Ancaman lain berupa penurunan
sumber makanan akibat teknik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan (terutama penangkapan
ikan menggunakan listrik semakin meningkat dengan memakai generator bertegangan tinggi, intensif
gillnetting untuk praktek budidaya berkelanjutan, budidaya ikan predator dan pukat which use predator
fish and trawling), serta kemungkinan tekanan akibat perkawinan sedarah, seperti penurunan
kemampuan anak-anak pesut untuk bertahan hidup melewati tahun pertamanya, penurunan
kemampuan bertahan hidup pesut dewasa, penurunan kemampuan berkembangbiak, dan/atau
kemampuan bersaing untuk mendapatkan pasangan. Namun, hasil analisa kelangsungan hidup
populasi menunjukkan bahwa tingkat perkawinan sedarah dalam populasi ini masih rendah. Dilihat
dari populasi pesisir Orcaella brevirostris yang tersebar dalam kelompok-kelompok kecil, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Pesut Mahakam berasal dari sebuah populasi kecil yang mampu menjaga
keanekaragaman genetikanya. Selain itu, nampaknya sebelum dampak tekanan akibat perkawinan
sedarah terlihat, populasi pesut akan telah mencapai satu tahap dimana tidak mungkin lagi bertahan
hidup akibat jumlah kematian dan kelahiran yang tidak seimbang sehingga populasi tidak mampu
berkembang lagi.
(terutama penangkapan ikan menggunakan listrik semakin meningkat dengan memakai generator
bertegangan tinggi, intensif gillnetting untuk praktek budidaya berkelanjutan, budidaya ikan predator
dan pukat which use predator fish and trawling)

9
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Konservasi

Kegiatan konservasi dahulu dan saat ini oleh Yayasan Konservasi RASI

Kegiatan konservasi dilakukan segera setelah data tentang perkiraan awal dan daerah-daerah yang
disukai pesut tersedia. Langkah awal dilakukan pada tahun 1999, bekerjasama dengan Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (Departemen Kehutanan) berupa upaya
peningkatan kesadaran masyarakat di sepanjang sungai mengenai status perlindungan Pesut
Mahakam melalui penyebaran informasi dan leaflet ke seluruh kepala desa. Pada tahun 2000,
didirikan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, Yayasan Konservasi RASI (Rare
Aquatic Species of Indonesia) yang tujuan awalnya adalah melindungi Pesut Mahakam dan
habitatnya. Sejauh ini kegiatan yang telah dilakukan RASI meliputi 1) monitoring populasi pesut; 2)
pemetaan daerah-daerah utama pesut; 3) kampanye kesadaran lingkungan untuk masyarakat umum
dan target khusus, seperti sekolah-sekolah dasar dan menengah, nelayan, aparat pemerintah, dan
perusahaan; 4) menyusun paket pendidikan lingkungan sebagai muatan lokal atau ekstra kurikuler
bagi sekolah menengah pertama dan atas serta sekolah dasar; 5) survei sosial ekonomi dan prakiraan
sikap masyarakat nelayan terhadap konservasi Pesut Mahakam; 6) lokakarya bagi para nelayan untuk
berlatih cara-cara pelepasan pesut yang terperangkap rengge dengan aman dan teknik penangkapan
ikan yang lestari; 7) memperkenalkan teknik budidaya ikan yang lestari kepada para nelayan dan
membentuk koperasi nelayan untuk mengelola pinjaman modal; 8) Lokakarya multi-pihak baik di
tingkat kabupaten dan tingkat internasional (Kreb et al., 2010) Tingkat untuk membahas dan
mendukung pembentukan dua kawasan lindung untuk lumba-lumba dan kawasan penting pemijahan
ikan di bagian barat dan tengah kutai dan untuk mengembangkan peraturan.
Kegiatan konservasi saat ini terfokus pada upaya memperoleh dukungan pemerintah lokal
dan masyarakat untuk melindungi daerah-daerah melalui lokakarya multipihak dan mempersiapkan
rencana manajemen dengan pembagian tugas untuk masing-masing organisasi untuk setiap area.
Mitigasi teknik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dengan memperkenalkan teknik
penangkapan ikan yang lebih berkelanjutan, memulihkan daerah pemijahan ikan dan pengurangan
polusi (karena limbah kimia dan kebisingan perahu) merupakan komponen penting untuk
kelangsungan hidup populasi lumba-lumba air tawar yang terancam punah ini. Tambahan, pada tahun
2012 pusat pendidikan lingkungan akan didirikan di stasiun rakit apung di desa sangkuliman di sungai
pela, dimana sudah tersedia instalasi pemantauan akustik bawah air yang sedang berlangsung untuk
menginformasikan kepada anak-anak sekolah, wisatawan domestik dan asing. Beberapa pelatihan
lokakarya akan dilakukan di desa-desa di pela, yang merupakan anak sungai dimana lumba-lumba
setiap hari lewat dari Sungai Mahakam menuju Danau Semayang dan sebaliknya. Lokakarya ini fokus
pada pembangunan berkelanjutan dan ekowisata dan termasuk kursus dasar bahasa inggris
mengenai konservasi, produk kerajinan dari sampah plastik dan gulma, membuat pupuk kompos
organik dan cara menumbuhkan tanaman hidroponik.

Rencana penelitian saat ini dan masa mendatang

Rencana penelitian saat ini dan masa mendatang adalah survei monitoring dua tahun sekali untuk: 1)
Monitoring ancaman-ancaman, angka kematian dan kelahiran serta ukuran populasi (menggunakan
metode perhitungan langsung dan analisa penandaan-penangkapan ulang) untuk mengetahui
kecenderungan perubahannya dalam jangka panjang; 2) Memperbaharui katalog foto identitas untuk
mengetahui daerah yang disukai dan sosial ekologi, khususnya aspek perkembangbiakan; 3)
Memperkirakan apakah daerah-daerah utama yang sebelumnya telah diidentifikasi akan tetap
menjadi daerah yang disukai dalam jangka waktu lama; 4) Mengumpulkan contoh jaringan dari
bangkai pesut yang ditemukan untuk mengetahui variasi genetik dan hubungan demografik antara
populasi sungai dan laut.; 5) Pemantauan akustik bawah air migrasi harian lumba-lumba di sungai
pela bekerja sama dengan Universitas Tokyo dan Universitas Mulawarman; 6) Pemetaan batas PA.

10
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Lokasi, ukuran dan pengelolaan kawasan perlindungan yang direncanakan atau telah ada

Kawasan perlindungan/pelestarian pertama bagi pesut Mahakam adalah Kawasan Pelestarian Alam
Habitat Pesut Mahakam, Muara Pahu, Kutai Barat, di Muara Pahu, Kabupaten Kutai Barat (Gambar
6). Penetapan dan status perlindungan disahkan secara resmi lewat Surat Keputusan Bupati Kutai
Barat No. 522.5.51/ K. 471/2009. Institusi yang ditugaskan untuk mengkoordinir pengelolaan dan
sosialisasi adalah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Barat, bekerjasama dengan Yayasan
Konservasi RASI. Rincian peraturan kabupaten dan rencana pengelolaan Kawasan Perlindungan (KP)
masih harus disahkan melalui surat keputusan (Lampiran 1). KP ini meliputi daerah utama pesut
sepanjang 36 km antara Tepian Ulak hingga Rambayan dan kurang lebih 22 km Sungai Kedang Pahu
antara Muara Pahu hingga Muara Jelau. Selain itu, anak sungai sepanjang 23 km (Baroh dan Beloan)
serta habitat hutan rawa air tawar dan gambut (dengan perlindungan hutan sepanjang tepian, berjarak
150-500m dari tepi sungai), yang sebenarnya jarang dikunjungi pesut namun merupakan habitat
perkembangbiakan ikan yang penting dan pemasok ikan langsung bagi daerah pesut. Luas
keseluruhan KP adalah 4100 ha. Sebuah daerah penyangga di bagian hilir Tepian Ulak hingga
Penyinggahan sepanjang 27 km juga diusulkan untuk dilindungi oleh pemerintah setempat dan
didukung oleh masyarakat setempat namun belum dirancang secara resmi.

Gambar 6. Peta Lokasi KP Alam Habitat Pesut Mahakam Kabupaten Kutai Barat

• Kawasan perlindungan kedua yang diusulkan adalah ‘Kawasan Pelestarian Alam Habitat
Pesut Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara’ dengan luas keseluruhan 6.568 ha, yang
meliputi: Sungai Mahakam sepanjang 32 km antara Muara Kaman hingga Kota Bangun;
Sungai Kedang Rantau sepanjang 30 km hingga Tunjungan; 5 km jalur muara Sungai
Sebintulung sampai desa Sebintulung;Sungai Kedang Kepala sepanjang 7,3 km hingga Muara
Siran;Sungai Belayan sepanjang 7,5 km hingga Muhuran; Sungai Pela sepanjang 4,3 km dari
muara sungai Mahakam hingga muara Danau Semayang ditambah radius 2km kanan kiri di
muara tersebut; Jalur dalam di danau Semayang (merupakan jalur di danau yang masih
tergenang air pada musim kemarau) antara Muara Danau Semayang/ Pela arah kampung
Melintang sepanjang 10 km dan 200m lebar maximum (Gambar 7).
11
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Gambar 7. KP yang diusulkan di Kabupaten Kutai Kartanegara

Tujuan umum kedua Kawasan Perlindungan (KP) adalah:


1. Penetapan kawasan perlindungan berbasis masyarakat bagi lumba-lumba air tawar Pesut
Mahakam, Orcaella brevirostris untuk memperoleh perlindungan habitat yang efisien dengan
menerapkan ukuran peningkatan kualitas habitat yaitu menghindari polusi bahan kimia dan suara
bawah air serta mengurangi risiko kematian yang disebabkan oleh rengge dan tertabrak kapal.
2. Perlindungan sumber daya ikan melalui metode penangkapan ikan yang lestari serta penegakan
hukum terhadap praktek perikanan yang ilegal dengan tujuan untuk melindungi sumber makanan
Pesut Mahakam dan menopang mata pencaharian masyarakat nelayan setempat.
3. Pelestarian hutan tepian sungai dan rehabilitasi dalam kawasan perlindungan yang bertujuan untuk
mengurangi erosi dan sedimentasi, melindungi daerah perkembangbiakan ikan, sumber daya
perikanan (biji dan buah pohon yang jatuh merupakan makanan ikan), jenis lain yang dilindungi,
dan potensi ekoturisme.
4. Meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat setempat, pemerintah serta berbagai pihak lain
untuk pemanfaatan lingkungan dan sumber dayanya secara berkelanjutan dan membangun
komitmen untuk pelestarian pesut Mahakam.

Peraturan dan kebijakan yang diusulkan untuk kedua kawasan terutama mengenai perikanan
yang berkelanjutan (tanpa setrum, racun, dan membantu nelayan untuk menerapkan teknik budidaya
ikan yang berkelanjutan), menetapkan peraturan rengge untuk keselamatan pesut (dipasang sejajar
tepi sungai di lokasi yang dekat dan terlihat oleh penduduk, tidak pada malam hari dan harus diperiksa
secara rutin, ukuran mata rengge antara 4 – 10 cm, menyediakan ganti rugi bagi nelayan yang
bersedia memotong renggenya demi melepaskan pesut yang terperangkap dalam keadaan hidup).
Sedangkan peraturan dan kebijakan untuk mengurangi polusi suara dan bahan kimia antara lain

12
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

dengan mencegah ponton melewati anak-anak sungai sempit, mengurangi kecepatan kapal yang
melintasi daerah muara (max. 15 km/jam), monitoring kualitas air dan pembuangan limbah
perusahaan secara aman. Peraturan lainnya adalah mengenai perlindungan dan pemulihan hutan
tepian sungai, perlindungan daerah perkembangbiakan ikan, pelaksanaan undang-undang, serta
monitoring populasi dan ancaman.
Sehubungan dengan pelaksanaan undang-undang dan monitoring, RASI mengusulkan agar
patroli malam dilaksanakan oleh tim satuan tugas lokal sebagai bagian dari perangkat desa, semacam
satuan tugas sipil yang diangkat oleh kepala desa yang berwenang untuk menahan dan menyerahkan
oknum yang terlibat dalam kegiatan ilegal kepada pihak kepolisian setempat. Tim-tim ini mungkin
terdiri atas 3-4 orang yang akan mengawasi kegiatan penangkapan ikan ilegal serta akan menjadi
pusat koordinasi bagi nelayan setempat yang ingin melaporkan suatu kejadian yang tidak lazim dan
keadaan yang berpotensi bahaya sehubungan dengan pesut (misalnya rengge yang dipasang
melintang tepian sungai). Mereka juga dapat memberikan informasi terbaru tentang keberadaan pesut,
terutama di daerah danau rawa banjir dimana beberapa pesut pernah terjebak saat danau mengering
kembali di musim kemarau.

Rencana Strategi Konservasi Nasional untuk Pesut Mahakam 2010-2020

Rencana Strategi Konservasi Nasional untuk Pesut Mahakam yang diprakarsai oleh Departemen
Konservasi di bawah Menteri Kehutanan telah disusun sejak akhir 2010. Saat ini sedang menuju
proses akhir dan menunggu untuk disahkan oleh Kementerian.

Tujuan

Rencana Strategi Konservasi Nasional untuk Pesut Mahakam disusun sebagai upaya merumuskan
prioritas dan panduan bagi kegiatan konservasi agar dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat
dalam pengelolaan habitat untuk meningkatkan jumlah populasi pesut dan menjamin kelangsungan
hidup jangka panjang mereka dengan perhatian khusus terhadap pembangunan kawasan konservasi,
hutan produksi, tambang batubara dan pertanian skala besar.
Target konservasi yang ingin dicapai tahun 2020 adalah penambahan populasi hingga 120
individu (40%). Hal ini mungkin dapat diwujudkan jika tingkat kematian yang sekarang 3 ekor per
tahun, dikurangi hingga 1 atau 0 ekor per tahun. Dengan demikian, populasi pesut dapat tumbuh 4%
per tahun.

Misi

Untuk mencapai tujuan ini, dirumuskan misi sebagai berikut:


1. Meningkatkan perlindungan bagi Pesut Mahakam melalui pelestarian habitatnya dan
menjadikan daerah utama sebagai kawasan perlindungan.
2. Monitoring perubahan yang terjadi dalam populasi (jumlah, ancaman, tingkat kematian dan
kelahiran).
3. Meningkatkan kontrol terhadap kegiatan legal dan ilegal, yang dapat berdampak negatif
terhadap populasi, sumber daya ikan, dan hutan tepian sungai serta meningkatkan kesadaran
masyarakat lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam secara lestari.
4. Memiliki dana yang mencukupi setiap tahun untuk melindungi populasi dan habitat pesut.

13
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Pembahasan

Peningkatan jumlah pesut di kabupaten Kutai Kartanegara dan penurunannya di Kutai Barat
terutama disebabkan oleh pembukaan perkebunan kelapa sawit pada lahan basah dan kegiatan
penambangan batubara yang berhubungan dengan daerah utama pesut di Muara Pahu (lihat bagian
Hasil). Di samping itu, wawancara dengan nelayan menunjukkan bahwa penangkapan ikan
menggunakan listrik dengan generator adalah masalah yang umum di Kutai Barat dan terlebih juga
baru-baru ini telah masuk ke Kutai Kartanegara. In addition, interviews with fishermen indicated that
electro-fishing with generators is a common problem in West Kutai and also more recently made its
entrance in Central Kutai. Oleh karena itu pemulihan habitat di daerah yang telah rusak amat
diperlukan untuk: 1) mengendalikan faktor polusi dan mengambil tindakan pencegahan, 2) mencegah
konversi lebih jauh dari daerah rawa; 3) memulihkan hutan tepian sungai menggunakan jenis tanaman
setempat, pohon buah, rotan dan jenis lain yang dapat menimbulkan keinginan dari masyarakat
setempat untuk ikut menjaga dan memanfaatkan hasil hutan secara berkelanjutan; 4) meningkatkan
patrol dan penegakan hukum terhadap penangkapan ikan dengan menggunakan listrik.
Ancaman yang teridentifikasi tetap sama dengan periode penelitian sebelumnya (1999-2002;
2005; 2007; 2010) dan penyebab utama kematian masih disebabkan terjerat rengge. Analisa regresi
menunjukkan penurunan yang signifikan hingga mencapai angka kematian tahunan minimum selama
tahun-tahun terakhir (b = -0,23, df = 16, t = -2.1, p < 0.05). Jika periode dibagi tiga yaitu 1995-2000,
2001-2006 dan 2007-2012 maka nilai tengah angka kematian yang tercatat berkurang dari 6 menjadi
4 dan kemudian menjadi 3 kematian per tahun selama periode terakhir. Angka yang menurun ini
mungkin benar-benar menunjukkan berkurangnya pesut yang mati, bukan karena berkurangnya pesut
yang diketahui mati. Karena pesut yang mati biasanya tidak dikubur, sehingga akan mudah diketahui
oleh penduduk desa yang tinggal di sepanjang sungai. Selain itu, informasi mengenai pesut yang mati
di suatu daerah, terutama karena aktivitas manusia seperti merengge, sangat jarang bila tidak
diketahui oleh penduduk karena informasi seperti ini cepat menyebar dari mulut ke mulut dan dapat
diperoleh saat wawancara informal dengan penduduk desa di sepanjang daerah survei. Namun,
kematian anak pesut sepertinya lebih sulit diketahui; hal ini menjelaskan mengapa jumlah kematian
anak pesut tetap stabil dalam angka rendah sepanjang tahun sejak 1995. Daftar penyebab kematian
mendapat dua tambahan baru belakangan ini, yaitu kejutan listrik dan kail pancing. Walaupun masih
jarang terjadi, kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah ini.

Daftar Pustaka

Kreb, D. (1999) Observations on the occurrence of Irrawaddy dolphin, Orcaella brevirostris, in the
Mahakam River, East Kalimantan, Indonesia. Zeitschrift für Säugetierkunde, 64, 54–58.
Kreb, D. and Smith, B.D. (2000) Orcaella brevirostris (Mahakam subpopulation). In: IUCN 2004. 2004
IUCN Red List of Threatened Species. <http://www.redlist.org/>.
Kreb, D. (2002) Density and abundance of the Irrawaddy dolphin, Orcaella brevirostris, in the Mahakam
River of East Kalimantan, Indonesia: a comparison of survey techniques. The Raffles Bulletin of
Zoology, Supplement, 10, 85–95.
Kreb, D. (2004) Facultative river dophins: Conservation and social ecology of freshwater and coastal
Irrawaddy dolphins in Indonesia. PhD thesis, University of Amsterdam, pp. 1-230
Kreb, D. & Rahadi, K.D. (2004) Living under an aquatic freeway: effects of boats on Irrawaddy
dolphins (Orcaella brevirostris) in a coastal and riverine environment in Indonesia. Aquatic
Mammals, 30, 363–375
Kreb, D. & Budiono (2005) Conservation management of small core areas: key to survival of a Critically
Endangered population of Irrawaddy river dolphins Orcaella brevirostris in Indonesia. Oryx, 39 (2),
1-11.
Kreb, D. (2004) Abundance of freshwater Irrawaddy dolphins in the Mahakam in East Kalimantan,
Indonesia, based on mark-recapture analysis of photo-identified individuals. Journal of
Cetacean Research and Management, 6 (3), 269-277.

14
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Kreb, D., Syahrani & Budiono (2005) Pesut Mahakam Conservation Program 2005. Technical Report:
Abundance and threats monitoring surveys during medium-high and low waterlevels, June &
September 2005.
Kreb, D., Budiono and Syachraini. 2007. Status and Conservation of Irrawaddy Dolphins Orcaella
brevirostris in the Mahakam River of Indonesia. In Status and Conservation of Freshwater
Populations of Irrawaddy Dolphins, WCS Working Paper Series 31 (B.D. Smith, R.G. Shore, and A.
Lopez, eds.), pp. 53-66, Wildlife Conservation Society, Bronx, NY.
Kreb, D., Syachraini & Lim, I.S. (2007). Pesut Mahakam Conservation Program. Technical report:
Abundance and threats monitoring surveys during medium to low water levels, August/September
& November 2007
Kreb, D. & Lim, I.S. (2010). Pesut Mahakam Conservation Program. Technical report: Abundance and
threats monitoring surveys during medium to high water levels, September & October/November
2010
D. Kreb, R.R. Reeves, P.J. Thomas, G. Braulik and B.D. Smith (2010). Establishing protected areas for
Asian freshwater cetaceans as flagship species for integrated river conservation management.
Samarinda, 19-24 October 2009. Final Workshop report: Yayasan Konservasi RASI, Samarinda.
Available online at: http://www.ykrasi.110mb.com/asia_freshwater_dolphin_workshop.html
Kreb, D., Noor, I.Y., Budiono, Syachraini (2012). Pesut Mahakam Conservation Program. Technical
report: Abundance and threats monitoring surveys during low levels, July and September 2012.
Reeves, R.R., B.D. Smith, & T. Kasuya, (eds), 2000. Biology and conservation of freshwater
cetaceans in Asia. Occasional Paper of the IUCN Species Survival Commission, 23, IUCN,
Gland, Switzerland.
Smith, B.D., Beasley, I. & Kreb, D. (2003) Marked declines in populations of Irrawaddy dolphins. Oryx,
37, 401-401.
Sutherland, W.J. (ed) 1996. Ecological Census Techniques. A Handbook. Cambridge University Press,
UK. 336pp.

15
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Pictures

Areal survei di Sungai Mahakam berkisar antara 180km-500km dari muara termasuk beberapa anak
sungai utama

Pengamat depan mengamati sungai secara terus-menerus menggunakan teropong genggam. Selain
itu ada satu pengamat depan tambahan pemindaian dengan mata telanjang dan seorang pengamat
belakang (dan juga perekam data) dan posisi diganti setiap 30 menit. Seorang pengamat belakang
diperlukan untuk mendeteksi lumba-lumba yang mungkin tidak terdeteksi setelah berbelok.

16
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Pola timbul khas pesut

17
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Spy-hopping

Fluke slap

18
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Dengan kehadiran aktivitas manusia dekat di sepanjang sungai membuat pesut sangat
rentan terhadap beberapa ancaman seperti terbelit rengge dan polusi

19
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Danau Semayang masih merupakan habitat penting bagi lumba-lumba pesut dan mereka membuat
migrasi harian antara sungai utama dan danau melalui Sungai Pela

Hutam sempadan sungai masih utuh termasuk rawa-rawa air tawar mengurangi erosi dan
sedimentasi, memberikan keteduhan, tempat pemijahan ikan dan makanan untuk ikan (bibit
pohon dan buah-buahan). Lumba-lumba serta spesies dilindungi lainnya bergantung pada
sumber daya ikan.

20
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Mengambil foto-foto sirip punggung untuk estimasi jumlah populasi lumba-lumba

Beberapa contoh foto-diidentifikasi sirip punggung. Secara total selama survei 2012 65
individu secara langsung dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk sirip punggung mereka

21
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Pencatatan data

Wawancara dengan nelayan setempat

22
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Kehidupan hewan liar lainnya yang bergantung pada sungai

belibis yang sedang menjaga anaknya melewati sungai

Berang-berang adalah pemandangan akrab di sepanjang tepi sungai

23
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Ular Cobra

Bekantan dapat dengan mudah diamati di Kedang Rantau dan Sungai Kedang Pahu

24
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Lampiran 1. Rancangan Rencana Pengelolaan dan Divisi Tugas untuk Kawasan Pelestarian
Alam (KPA) Muara Pahu*

*masih dalam revisi

• Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Muara Pahu

1) Menyusun dan mengesahkan peraturan dan kebijakan untuk perlindungan habitat dalam
KPA di kecamatan Muara Pahu, Kutai Barat.
Pemerintah kabupaten Kutai Barat (Perikanan, Lingkungan, Pertambangan,
Transportasi, Kehutanan, Pekerjaan Umum, Pariwisata), Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA), Perusahaan tambang batubara, Perwakilan masyarakat dan
YK-RASI

2) Membentuk badan pengelola yang terdiri atas berbagai pihak terkait (termasuk masyarakat,
pemerintah, LSM, perusahaan) yang mengadakan pertemuan secara teratur untuk
membahas masalah, memberikan informasi terbaru dan mengkoordinir tindakan selanjutnya.
Di bawah badan ini dibentuk unit pelaksana untuk melakukan tugas rutin di lapangan.
Pemerintah kabupaten Kutai Barat, BKSDA, Perusahaan tambang batubara, Perwakilan
masyarakat dan YK-RASI
3) Mendapat dana tetap setiap tahun dari pemerintah untuk melaksanakan kebijakan dan
peraturan. Selain itu, sebagian dana dari sektor swasta Corporate Social Responsibility
Funds harus dialokasikan untuk perbaikan lingkungan.
Semua departemen terkait mengajukan anggaran kegiatan masing-masing agar dapat
melaksanakan tugas mereka
4) Mensosialisasikan status kawasan pelestarian serta peraturan dan kebijakannya kepada
masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang berada dalam KPA melalui pertemuan kecil.
Pemerintah kabupaten Kutai Barat, Perwakilan masyarakat, Perusahaan tambang
batubara dan YK-RASI
5) Memetakan dan membuat batas-batas KPA di Tepian Ulak, Rambayan, Muara Pahu, Muara
Jelau
Departemen Lingkungan serta Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah Kutai
Barat, YK-RASI
6) Memasang papan pengumuman tentang KPA dan peraturan-peraturannya di daerah Tepian
Ulak, Rambayan, Muara Pahu, Kedang Pahu (di Muara Jelau) dan Sungai Bolowan.
BKSDA, Pemerintah kecamatan Muara Pahu, Dinas Transportasi Umum Kutai Barat
dan YK-RASI

• Transportasi Umum
1) Membuat dan melaksanakan peraturan untuk transportasi batubara (pelarangan transportasi
ponton batubara di anak-anak sungai (Kedang Pahu yang termasuk dalam KPA) dan kapal
laut pengangkut batubara di Sungai Mahakam)
Departemen Pertambangan dan Lingkungan, Dinas Transportasi Umum Kutai Barat.
2) Memasang papan pengumuman batas kecepatan kapal (maks 15 km/jam), 500m di sebelah
hulu dan hilir sebelum masuk daerah Muara Pahu serta pada pintu masuk KPA Kedang Pahu
di Muara Pahu dan Sungai Jelau.
Pemerintah kecamatan Muara Pahu, Dinas Transportasi Umum Kutai Barat dan YK-
RASI

• Perikanan
1) Patroli secara acak namun rutin terhadap penggunaan alat-alat pancing ilegal (baterai, trawl
dan racun) dan pelaksanaan undang-undang bersamaan dengan sosialisasi peraturan
Dinas Perikanan Kutai Barat dan Kepolisian Muara Pahu
2) Penetapan Daerah Cadangan Ikan dalam KPA.
Dinas Perikanan Kutai Barat

25
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

3) Menempatkan papan pengumuman yang berisi peraturan tentang perikanan atau untuk
menunjukkan adanya daerah cadangan ikan.
Dinas Perikanan Kutai Barat
4) Mengadakan kampanye pendidikan tentang cara pemanfaatan sumber daya ikan yang lestari
bagi para nelayan.
Dinas Perikanan Kutai Barat
5) Mengajak nelayan setempat untuk melakukan teknik budidaya ikan lestari (memelihara ikan
non-predator dalam keramba, yang bibitnya tidak diambil dari sungai serta dapat diberi pakan
pelet dan sayuran seperti ikan Jelawat, Mas atau Nila) untuk mengurangi tekanan terhadap
sumber daya ikan. Mengingat proyek budidaya ini digulirkan dalam bentuk bantuan, ada
beberapa kebijakan yang harus dipatuhi:
a) Karena modal awal yang mungkin terlalu tinggi bagi para nelayan, maka diharapkan Dinas
Perikanan dan Departemen Pengembangan Masyarakat dapat membantu pemberian
pinjaman dengan bunga rendah untuk menutupi pengeluaran sebelum masa panen.
Pinjaman tersebut harus dikembalikan dalam jangka waktu satu atau dua tahun dengan
harapan usaha keramba dapat berkembang.
b) Bibit yang disediakan hanya dari jenis ikan non-predator
c) Hanya nelayan yang benar-benar membutuhkan yang dipilih,
d) Bantuan yang diberikan tidak hanya berupa pinjaman modal, namun juga bantuan teknis
dan pemantauan secara teratur
Dinas Perikanan, Departemen Pengembangan Masyarakat, YK-RASI
6) Melatih nelayan lokal agar dapat menghasilkan indukan ikan yang sehat (khususnya Jelawat
dan Mas) sehingga dapat menekan biaya pembelian bibit dari daerah lain,
Dinas Perikanan Kutai Barat, YK-RASI
7) Melatih kaum ibu setempat untuk memproduksi pelet ikan yang bergizi dan berkualitas tinggi
sehingga dapat menekan biaya pembelian pakan dan meningkatkan peran serta kaum
perempuan dalam sektor produksi,
Dinas Perikanan Kutai Barat, UNMUL
8) Memberikan bantuan untuk proses produksi dan pemasaran kerupuk ikan hasil keramba
lestari sebagai produk inovatif dan berkelanjutan dari Sungai Mahakam,
Dinas Perikanan Kutai Barat
9) Mengembangkan produk ikan Mas presto (dimasak dengan menggunakan uap bertekanan
tinggi dan dikemas secara vakum) dari hasil keramba ikan lestari untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat lokal. Saat ini, produk sejenis, yang banyak diburu konsumen, hanya
menggunakan ikan Bandeng, dari daerah bakau yang diubah menjadi tambak dan dijual di
kota-kota besar. Ternyata dari beberapa kali percobaan, presto ikan Mas terasa lebih enak
dan berpotensi jual tinggi
Dinas Perikanan Kutai Barat, UNMUL

• Kehutanan
1) Mencegah kegiatan penebangan liar dengan melakukan patroli rutin dan meninjau ulang ijin
yang diberikan pada perusahaan pengolahan kayu (sawmill dan moulding) dalam KPA.
BKSDA, Departemen Kehutanan, Pemerintah kecamatan Muara Pahu

2) Pemulihan habitat termasuk penanaman kembali hutan tepian sungai di KPA. Para pemilik
lahan bisa diberi bantuan bibit pohon yang hasilnya (seperti buah atau produk lain (rotan,
gaharu)) boleh dipanen oleh mereka sendiri.
. Departeman Kehutanan

3) Sebagian dana dari Corporate Social Responsibility harus dialokasikan untuk perbaikan
lingkungan misalnya pembuatan agro-forestry untuk menciptakan daerah penunjang dan
membantu masyarakat lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Departemen Kehutanan, Pemerintah kecamatan Muara Pahu, Sektor swasta
(perusahaan tambang batubara dan kelapa sawit)
4) Pemulihan fungsi ekologi daerah rawa yang telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit,
kembali sebagai tempat perkembangbiakan ikan

26
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Pemerintah kecamatan Muara Pahu,


Sektor swasta (perusahaan kelapa sawit)

• Pertanian
Menghimbau perusahaan kelapa sawit agar melakukan praktek yang lebih ramah lingkungan
dan/atau menerapkan prosedur Rotasi dalam Sertifikasi Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
Departemen Pertanian, WWF

• Ekoturisme
1) Mempromosikan KPA Muara Pahu sebagai salah satu daerah tujuan ekoturisme
(inter)nasional.
Dinas Pariwisata, YK-RASI
2) Membangun infrastruktur ekoturisme
Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum

• Pendidikan
1) Menyediakan buku paket pendidikan lingkungan dengan harapan dapat dijadikan sebagai
muatan lokal yang terjadwal di sekolah-sekolah dasar dan menengah pertama.
Dinas Pendidikan, YK-RASI, WWF

• Monitoring
1) Membuat suatu sistem monitoring untuk proses pembuangan limbah kimia dari perusahaan-
perusahaan dan monitoring kualitas air di KPA Kutai Barat setiap bulan.
Departemen Lingkungan, Masyarakat lokal, Universitas Mulawarman (UNMUL)

2) Monitoring populasi Pesut Mahakam. Monitoring jumlah populasi tiap dua tahun sekali dan
monitoring mingguan keberadaan pesut oleh tim patroli lokal yang terlatih.
YK-RASI, Masyarakat lokal dan BKSDA

3) Penyidikan tingkat erosi dan sedimentasi dari hutan dan Sungai Mahakam di Kutai Barat.
Pemerintah kabupaten Kutai Barat, UNMUL dan YK-RASI

4) Studi prakiraan perkembangan sosial-ekonomi para nelayan di KPA Muara Pahu.


YK-RASI dan UNMUL

5) Studi untuk mengoptimalkan fungsi daerah cadangan bagi berbagai jenis ikan.
Dinas Perikanan

Rancangan peraturan dan kebijakan yang diterapkan di KPA Muara Pahu:

• Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Muara Pahu


1) Membentuk dan mengesahkan sebuah badan pengelola yang terdiri atas berbagai pihak
terkait
2) Mensosialisasikan batas-batas serta peraturan dan kebijakan yang berlaku di KPA Muara
Pahu kepada seluruh lapisan masyarakat lokal dan sektor swasta

• Kehutanan
1) Membuat batas-batas KPA Muara Pahu di Tepian Ulak, Rambayan, Muara Pahu, Kedang
Pahu (di Muara Jelau) dan Sungai Bolowan.
2) Perlindungan hutan di KPA minimal selebar 150m dari kanan-kiri tepi sungai. Untuk wilayah
yang telah dijadikan lahan pertanian oleh para pemiliknya, sesuai perjanjian mereka dapat
diberi bantuan bibit pohon yang hasilnya (seperti buah atau produk lain (rotan, gaharu)) boleh
dipanen oleh mereka sendiri.
3) Tidak ada pemberian ijin baru bagi sawmill atau moulding di sepanjang tepi sungai dalam
KPA.
4) Khusus untuk Sungai Bolowan, kegiatan penebangan hutan dalam jarak 500m di daerah
antara tepi Sungai Bolowan dan tepi Sungai Mahakam dilarang untuk melindungi populasi
bekantan, sumber daya ikan dan potensi ekoturisme.

27
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

5) Khusus untuk Jintan/Abit, kegiatan penebangan hutan rawa (gambut) dilarang untuk
melindungi sumber daya ikan dan potensi ekoturisme. Perlindungan hutan rawa gambut di
sebelah utara Jintan dan danau-danau perlu karena daearah tersebut kaya akan
keanekaragaman hayati serta penting untuk studi ilmiah dan ekoturisme.

• Perikanan
1) Penangkapan ikan menggunakan setrum, trawl dan racun di Sungai Mahakam dan Kedang
Pahu yang merupakan bagian KPA dilarang.
2) Penerapan ketat peraturan penggunaan mata jaring minimal (5 cm) untuk mencegah
terjeratnya ikan-ikan kecil.
3) Menyarankan mata jaring maksimum (< 10 cm) untuk mencegah ikut terperangkapnya induk
ikan yang siap bertelur dan pesut (sebagian ekor atau siripnya bisa saja tersangkut rengge
jika mata jaring terlalu besar).
4) Menyarankan agar rengge dipasang sejajar dan dekat tepi sungai.
5) Rengge dilarang dipasang pada malam hari di bagian sungai yang termasuk KPA.
6) Di bagian sungai yang termasuk KPA, disarankan agar rengge dipasang di dekat
perkampungan sehingga masih bisa terlihat oleh penduduk atau pemilik dan jika rengge
ingin dipasang di tempat yang jauh sebaiknya diawasi oleh pemilik.
7) Nelayan yang memotong renggenya untuk melepaskan pesut yang terperangkap dalam
keadaan hidup, bisa mendapatkan uang ganti rugi dengan menyimpan rengge yang
terpotong sebagai bukti dan melaporkannya kepada dinas perikanan setempat.
8) Membantu nelayan menerapkan teknik budidaya ikan lestari.

• Pertanian
1) Melarang perusahaan kelapa sawit membuka lahan perkebunan di daerah rawa yang
merupakan tempat perkembangbiakan ikan
2) Melarang perusahaan kelapa sawit membangun bendungan penahan banjir di daerah rawa.
Karena hal ini akan menghalangi masuknya ikan yang akan bertelur dan jika ternyata ikan
dapat masuk ke daerah tersebut saat banjir tinggi, mereka tidak akan bisa keluar lagi saat air
surut

• Transportasi Umum
1) Kapal pengangkut batubara dilarang melewati Sungai Kedang Pahu.
2) Memasang papan pengumuman batas kecepatan kapal maks 15 km/jam, 500m di sebelah
hulu dan hilir sebelum masuk daerah Muara Pahu serta pada percabangan Mahakam dan
Jelau di Sungai Kedang Pahu.

• Semua sektor termasuk LSM dan lembaga pendidikan/penelitian


1) Membentuk sebuah otoritas manajemen/badan pengelola untuk Kawasan Pelestarian Alam
Muara Pahu, termasuk tim patrolinya.
2) Melakukan sosialisasi tentang kawasan pelestarian serta peraturan dan kebijakannya kepada
masyarakat setempat dan perusahaan-perusahaan.
3) Mengontrol kualitas air dan membuat peraturan untuk penampungan limbah pencucian
batubara dan pupuk/ pestisida yang digunakan oleh perusahaan kelapa sawit.

Lampiran 2. Draf peraturan dan kebijakan yang diharapkan akan berlaku di Zona Pelestarian
Habitat Pesut Mahakam dan Perikanan di Kutai Kartenegara*

*masih dalam revisi

• Zona Pelestarian
1. Pembentukan badan pengelolaan zona pelestarian dengan melibatkan seluruh stakeholder
terkait. Adanya pembentukan team dari SKPD terkait untuk pelestarian.
2. Sosialisasi mengenai batas-batas zona, peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan di
dalam Zona Pelestarian kepada seluruh masyarakat setempat dan pihak swasta
(perusahaan-perusahaan).
28
Pesut Mahakam abundance & threat monitoring survey 2012

3. Pembentukan tim pengawas untuk pemantauan populasi pesut, kegiatan perikanan/ logging
illegal, kualitas air
4. Harus adanya sosialisasi ke masyarakat langsung. Diperlukan juga petugas yang langsung
mengurus dilapangan secara langsung, agar pelaksanaan bisa lebih baik.

• Sektor Kehutanan
1. Perlindungan hutan pinggir sungai minimal 150 m dari pinggir sungai untuk semua daerah
dalam KPH Pesut Mahakam kecuali permukiman/perkebunan dan peruntukan lain dari
masyarakat
2. Tidak memberikan izin kegiatan sawmill atau moulding, dan juga kegiatan batubara, tambang
pasir di pinggir sungai dalam Zona Pelestarian. Dan pengawasan kegiatan yang sudah ada
agar tidak meluas.
3. Khusus untuk Sungai Kedang Rantau dan Kedang Kepala disarankan tidak ada kegiatan
penebangan di tepi sungai dalam jarak 500 m dari pinggir sungai untuk melindungi
keanekaragaman hayati, sumber perikanan dan potensi wisata alam.
4. Menurut PP 38/2011 untuk kebijakan Sungai 100 m dari pinggir sungai. Untuk
sawit/perkebunan disarankan sebesar 500 m untuk run off pestisida. Dan untuk perkebunan
bisa lebih lebar dari 150 m. Tapi tentu saja hal ini perlu kesepakatan dari kepala desa
maupun masyarakat.
5. Dalam kegiatan pembuangan limbah harus ada pengawasan yang ketat dan juga ada sanksi
sanksi yang diberikan dalam pelanggaran dengan memakai dasar hukum Perda.

• Sektor Perikanan
1. Melarang penggunaan setrum, trawl dan racun
2. Ukuran minimum (4 cm) mata rengge sesuai peraturan yang berlaku.
3. Menyarankan ukuran maksimum mata rengge (< 10 cm) untuk menghindari bagian sirip/ ekor
pesut terperangkap.
4. Rengge dipasang sejajar pingir sungai.
5. Rengge tidak dipasang pada malam hari.
6. Rengge tidak dipasang di muara tanpa pengawasan.
7. Rengge yang terpasang jauh dari penglihatan masyarakat dapat diawasi secara rutin
(minimal 2 kali sehari).
8. Apabila nelayan bersedia memotong rengge dan melepaskan pesut yang terperangkap
rengge dalam keadaan hidup, akan memperoleh kompensasi ganti rugi kerusakan rengge
bila ada bukti rengge yang dipotong dan laporan ke Dinas Perikanan setempat.
9. Memperkenalkan keramba lestari dengan menggunakan pakan berupa pellet (disubsidi) dan
bukan berupa ikan yang diambil dari sungai.
10. Zona pelestarian pada perikanan bisa lebih ditingkatkan.

• Sektor Perkebunan dan pertambangan


1. Larangan pengkonversian daerah perkembangbiakan ikan di rawa bagi industri kelapa sawit.
2. Larangan bagi perusahaan kelapa sawit untuk membuat bendungan pencegah banjir, yang
dapat mencegah ikan untuk bertelur di daerah rawa dan bila masuk saat banjir besar maka
tidak dapat keluar pada saat surut.
3. Peningkatan pengawasan pembuangan limbah industri tambang batubara dan penggunaan
pestisida berlebihan oleh perusahaan kelapa sawit. Perlu dilakukan pemantauan kualitas air
pada tempat penampungan limbah pencucian batubara dan lahan-lahan perkebunan kelapa
sawit serta outlet. Pemantuan kualitas air dapat dilakukan dengan pengawasan pembuangan
limbah cair yang sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

• Sektor Perhubungan
1. Pemasangan plang informasi mengenai batasan kecepatan kapal, longboat dan speedboat
8-10 knot (maks.15 km/jam), 1000 m sebelum masuk dari anak Sungai Kedang Rantau,
Kedang Kepala dan Pela.

29

Anda mungkin juga menyukai