Anda di halaman 1dari 46

REHABILITASI MEDIS DASAR DAN SOSIAL DI LAYANAN PRIMER

(Diskusi Jumat)

Oleh:

Kelompok Puskesmas Rawat Inap Satelit

Fitri Wijayanti, S.Ked

M Marliando Satria PC, S.Ked

Sutria Nirda S, S.Ked

Tarrinni Inastyarikusuma, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2018
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya kami dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Rehabilitasi Medis Dasar dan Sosial di

Layanan Primer” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan makalah ini

adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas di Puskesmas Satelit.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para dokter pembimbing dan

pengampu ilmu kedokteran komunitas di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung yang telah meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan

makalah ini. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, oleh

karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bukan hanya

untuk kami, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, 19 Juli 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi .................................................................................................... 3

2.2 Tujuan Rehabilitasi .................................................................................. 4

2.3 Sasaran Rehabilitasi ................................................................................. 6

2.4 Fungsi Rehabilitasi .................................................................................. 7

2.5 Kode Etik dalam layanan rehabilitasi ...................................................... 8

2.6 Sumber Daya ........................................................................................... 9

2.7 Bidang/Aspek pelayanan rehabiltasi........................................................ 11

2.8 Pelayanan Rehabilitasi Medik di Indonesia ............................................ 16

2.9 Tahapan Layanan rehabilitasi .................................................................. 19

2.10 Pendekatan dalam rehabilitasi ............................................................... 21

2.11 Pelaksanaan rehabilitasi ......................................................................... 21

2.12 Peningkatan Mutu Pelaksanaaan ........................................................... 29


2.13 Pelayanan rehabilitasi di Puskesmas Satelit .......................................... 31

2.14 Critical apprisal ...................................................................................... 33

BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 42


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memasuki millennium ketiga, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan

tantangan strategis yang mendasar baik eksternal ataupu internal yang perlu

dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasionak termasuk

pembangunan kesehatan. (Depkes, 2007) Upaya pembangunan di bidang

kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif,

preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pembangunan kesehatan merupakan

salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

(Kemenkes, 2015)

Pelayanan rehabilitatif ini sifatnya komprehensif mulai dari promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Paradigma pelayanan rehabilitasi medic

yang dianut saat ini dititik beratkan pada strategi rehabilitasi pencegahan,

artinya pencegahan ketidakmampuan harus dilakukan sejak dini. Apabila

tidak dapat dicegah, tetap diupayakan mencapai tingkat seoptimal mungkin,

sesuai dengna potensi yang dimiliki. (Depkes, 2007)

Bidang/aspek pelayanan rehabilitasi dapat digolongkan menjadi beberapa

bidang, yaitu: bidang kesehatan/medik, bidang sosial, psikologis, dan bidang

kekaryaan/pekerjaan/keterampilan. Namun di puskesmas, upaya pelayanan

1

rehabilitasi hanyalah sebatas rehabilitasi dasar yaitu bidang sosial dan

kekaryaan. (Kemenkes, 2015)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulisan ini berupa:

1. Memahami dan mempelajari mengenai rehabilitasi medis secara umum.

2. Mempelajari rehabilitasi medis di Puskesmas Rawat Inap Satelit

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah

terjadi luka atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau

cedera pada tingkat fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam

hubungan dengan aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasi. Jika

seseorang mengalami luka, sakit, atau cedera maka tahap yang harus dilewati

adalah penyembuhan terlebih dulu. Setelah penyembuhan atau pengobatan

dijalani maka masuk ke tahap pemulihan. Tahap pemulihan inilah yang

disebut dengan rehabilitasi. Jadi, rehabilitasi medis adalah cabang ilmu

kedokteran yang menekankan pada pemulihan

fungsional pasien agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya

bisa kembali normal (Dorlan, 2007).

Rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu re yang berarti kembali dan habilitasi

yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti

mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang

ditujukan pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki

3

seoptimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi.

(Yunus, 2010)

Rehabilitasi medik adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan

fungsi yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi sakit, penyakit atau cedera

melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik atau rehabilitasi untuk

mencapai kemampuan fungsi yang optimal (Kemenkes, 2008).

Arah kegiatan rehabilitasi adalah refungsionalisasi dan pengembangan.

Refungsionalisasi dimaksudkan bahwa rehabilitasi lebih diarahkan pada

pengembalian fungsi dari kemampuan pasien, sedangkan pengembangan

diarahkan untuk menggali/menemukan dan memanfaatkan kemampuan

pasien yang masih ada serta potensi yang dimiliki untuk memenuhi fungsi

diri dan fungsi sosial dimana ia hidup dan berada. (Depkes, 2007)

2.2 Tujuan Rehabilitasi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378

Tahun 2008, Rehabilitasi Medis di Rumah Sakit bertujuan:

1. Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medic,

keterapian fisik, keteknisian medic, dan tenaga lain yang terkait.

2. Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau peyakitnya yang

mungkin membawa dampak kecacatan.

3. Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningktkan aktivitas, dan partipasi

pada difabel.

4

4. Mempertahankan kualitas hidup atau mengupayakan kehidupan yang

berkualitas.

Namun secara umum, tujuan utama rehabilitasi adalah membantu dalam

mencapai kemandirian optimal secara fisik, mental, sosial, dan ekonomi

sesuai dengan kemampuannya. Ini berarti membantu individu tersebut

mencapai kapasitas maksimalnya untuk memperoleh kepuasan hidup dengan

tetap mengakui adanya kendala-kendala teknis yang terkait dengan

keterbatasan teknologi dan sumber-sumber keuangan serta sumber-sumber

lainnya.

Dalam kata lain, tujuan rehabilitasi adalah terwujudnya penderita berkelainan

yang berguna (useful). Pengertian berguna tersebut mengandung dua makna,

yaitu:

1. Pasien mampu mengatasi masalah dari kecacatannya, dapat menyesuaikan

diri terhadap kekurangan-kekurangannya, serta mempunyai kecekatan-

kecekatan sosial dan vokasional.

2. Pengertian berguna juga mengandung makna bahwa pasien memiliki

kekurangan-kekurangan. Artinya kondisi pencapaian maksimal mungkin

tidak sama dengan orang normal, dan dalam kondisi minimal pasien cacat

tidak bergantung pada orang lain dalam mengurus dan menghidupi

dirinya.

5

Di samping itu, aspek berguna juga dapat mencakup self realization, human

relationship, economic efficiency, dan civic responsibility. Artinya, melalui

kegiatan-kegiatan rehabilitasi, pasien cacat diharapkan:

a. Dapat menyadari kelainannya dan dapat menguasai diri sedemikian rupa,

sehingga tidak menggantungkan diri pada orang lain (self realization).

b. Dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu

akan perannya, dan dapat menyesuaikan diri dengan perannya tersebut.

Dapat memahami dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Dapat

mengerti batas-batas dari kelakuan, dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosial, etika pergaulan, agama, dan tidak memisahkan diri,

tidak rendah diri, dan tidak berlebihan, serta mampu bergaul secara wajar

dengan lingkungannya (human relationship).

c. Mempunyai kemampuan dan keterampilan ekonomis produktif tertentu

yang dapat menjamin kehidupannya kelak di bidang ekonomi (economic

efficiency). Di samping itu kemampuan keterampilan menggunakan organ

gerak tertentu yang sudah terampil (misalnya mampu menggunakan kursi

roda) diusahakan tetap terjaga keterampilannya.

d. Memiliki tanggung jawab dan mampu berpartisipasi terhadap lingkungan

masyarakat, minimal ia tidak mengganggu kehidupan masyarakat (civic

responsibility). (Kemenkes RI, 2011)

2.3 Sasaran Rehabilitasi

Sasaran rehabilitasi cukup luas, karena tidak hanya terfokus pada penderita

cacat saja, tetapi juga kepada petugas-petugas panti rehabilitasi, orang tua dan

6

keluarga penderita, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan swasta

serta organisasi sosial yang terkait.

Secara rinci Qoleman, mengemukakan sasaran rehabilitasi adalah sebagai

berikut:

a. Meningkatkan insight individu terhadap problem yang dihadapi,

kesulitannya dan tingkah lakunya.

b. Membentuk sosok self identity yang lebih baik pada individu.

c. Memecahkan konflik yang menghambat dan mengganggu.

d. Merubah dan memperbaiki pola kebiasaan dan pola reaksi tingkah laku

yang tidak diinginkan.

e. Meningkatkan kemampuan melakukan relasi interpersonal maupun

kemampuan-kemampuan lainnya.

f. Modifikasi asumsi-asumsi individu yang tidak tepat tentang dirinya sendiri

dan dunia lingkungannya.

g. Membuka jalan bagi eksistensi individu yang lebih berarti dan bermakna

atau berguna. (Depkes, 2007)

2.4 Fungsi Rehabilitasi

Rehabilitasi yang diberikan kepada pasien berkelainan berfungsi untuk

pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) atau pemulihan/pengembalian

(rehabilitatif), dan pemeliharaan/penjagaan (promotif).

• Fungsi pencegahan, melalui program dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi

pasien dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah kecacatan yang

7

lebih berat/ lebih parah/ timbulnya kecacatan ganda. Melalui kegiatan

terapi, bagian-bagian tubuh yang tidak cacat dapat ditambah kekuatan dan

ketahanannya, sehingga kelemahan pada bagian tertentu tidak dapat

menjalar ke bagian lain yang telah cukup terlatih.

• Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi pasien

dapat sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi kuat,

yang tadinya tidak berfungsi menjadi berfungsi, yang tadinya tidak tahu

menjadi tahu, yang semula tidak mampu menjadi mampu.

• Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi pasien yang pernah memperoleh

layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medik, sosial, dan

keterampilan organ gerak/keterampilan vokasional tertentu yang sudah

dimiliki dapat tetap terpelihara/tetap terjadi melalui kegiatan-kegiatan

rehabilitasi yang dilakukan.

2.5 Kode Etik dalam Layanan Rehabilitasi

Tujuan adanya kode etik adalah mengatur tingkah laku para pendukung

profesi dalam rehabilitasi. Kode etik dalam rehabilitasi menyangkut masalah-

masalah kewajiban tenaga rehabilitasi terhadap;

a. Individu dan keluarga yang direhabilitasi

b. Masyarakat atau pihak yang berkepentingan dalam proses rehabilitasi

c. Teman sejawat antar profesi

d. Tanggung jawab profesional dan

e. Keterbukaan pribadi

8

Ada delapan syarat sebagai pegangan untuk dijadikan kode etik dalam

pelayanan rehabilitasi, yaitu:

1) Memegang teguh rahasia klien dan rahasia-rahasia lain yang berhubungan

dengan klien

2) Menghormati klien karena klien punya harga diri dan merupakan pribadi

yang berbeda dengan pribadi yang lain.

3) Mengikutsertakan klien dalam masalahnya.

4) Menerima klien sebagaimana keberadaannya.

5) Menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi

6) Tidak membedakan pelayanan klien atas dasar syarat dan status tertentu

7) Memperlihatkan sikap merendahkan diri, sederhana, sabar, tertib, percaya

diri, tidak mengenal putus asa, kreatif, lugas dan berani berkata benar.

8) Tidak egois, tetap berusaha memahami kliennya, kesulitan klien, kelebihan

dan kekurangannya.

Dengan demikian pelayanan yang diberikan dalam rehabilitasi bukan

berdasarkan atas belas kasihan kepada penderita dan ketidakmampuannya,

tetapi harus berorientasi kepada kemampuan yang masih ada (Kemenkes,

2015)

2.6 Sumber Daya

Fasilitas pelayanan kesehatan bertanggungjawab terhadap pemenuhan

kebutuhan kulaifikasi fisioterapis yang sesuai, termasuk pada kebutuhan

pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan profesionalisme serta

9

pelayanan. Pemenuhan sumber daya manusia fisioterapis di fasilitas

pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan analisis beban kerja dan/atau

rasio pelayanan pasien/klien per hari kerja (1 fisioterapis : 8-10 pasien/klien

per hari kerja) dengan mempertimbangkan kebutuhan kualifikasi fisioterapis

yang sesuai.

1. Puskesmas

Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan fisioterapi paling sedikit harus

memiliki 1 (satu) orang fisioterapis dengan kualifikasi profesi dan/atau

fisioterapis kualifikasi minimal ahli madya yang memiliki kemampuan dalam

berkomunikasi dengan masyarakat dan profesi lain dan memiliki kompetensi

dalam upaya promotif dan preventif bidang fisioterapi.

2. Rumah Sakit Umum

Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di rumah sakit umum memerlukan

fisioterapis kualifikasi profesi dan spesialis (kekhususan) sesuai dengan

klasifikasinya. Sesuai dengan klasifikasinya, kebutuhan fisioterapis

kualifikasi kekhususan sebagai berikut :

a) Rumah Sakit Umum Kelas A

Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas A paling sedikit

memiliki fisioterapis dengan 4 (empat) jenis spesialis (kekhususan).

b) Rumah Sakit Umum Kelas B

Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas B paling sedikit

memiliki fisioterapis dengan 3 (tiga) jenis spesialis (kekhususan).

c) Rumah Sakit Umum Kelas C

10

Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas C paling sedikit

memiliki fisioterapis dengan 2 (dua) jenis spesialis (kekhususan).

d) Rumah Sakit Umum Kelas D

Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas D paling sedikit

memiliki fisioterapis dengan 1 (satu) jenis spesialis (kekhususan).

2.7 Bidang/Aspek Pelayanan Rehabilitasi

Bidang/aspek pelayanan rehabilitasi dapat digolongkan menjadi tiga bidang,

yaitu: bidang kesehatan/medik, bidang sosial, psikologis, dan bidang

kekaryaan/pekerjaan/keterampilan.

1. Rehabilitasi Kesehatan/ Medik

Rehabilitasi kesehatan/ medik merupakan lapangan spesialisasi ilmu

kedokteran baru, yang berhubungan dengan penanganan secara

menyeluruh dari penderita yang mengalami gangguan fungsi/ cidera

(impairment), kehilangan fungsi/cacat (disability) yang berasal dari

susunan otot tulang (musculoskeletal), susunan otot syaraf

(neuromuscular), susunan jantung dan paru-paru (cardiovascular and

respiratory system), serta gangguan mental sosial dan kekaryaan yang

menyertai kecacatannya.

Menurut Ahmad Tohamuslim (1985), rehabilitasi medis mempunyai dua

tujuan:

1. Pertama, tujuan jangka pendek agar pasen segera keluar dari tempat

tidur dapat berjalan tanpa atau dengan alat paling tidak mampu

memelihara diri sendiri.

11

2. Kedua, tujuan jangka panjang agar pasen dapat hidup kembali

ditengah masyarakat, paling tidak mampu memelihara diri sendiri,

idealnya dapat kembali kepada kegiatan kehidupan semula paling

tidak mendekatinya.

Ruang lingkup rehabilitasi medik meliputi: pemeriksaan fisik (umum dan

khusus), pelayanan kesehatan umum (termasuk gigi), pelayanan kesehatan

khusus (terapi khusus), evaluasi, dan pembinaan lanjut bidang medik.

2. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial (Depsos:2002) adalah suatu rangkaian kegiatan

professional dalam upaya mengembalikan dan meningkatkan kemampuan

warga masyarakat baik perorangan, keluarga maupun kelompok

penyandang masalah kesejahteraan sosial agar dapat melaksanakan fungsi

sosialnya secara wajar, dan dapat menempuh kehidupan sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaannya.

Tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali rasa harga

diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan

diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya, dan

memulihkan kembali kemauan dan kemampuan agar dapat melaksanakan

fungsi sosialnya secara wajar.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

a. Pencegahan

12

Artinya mencegah timbulnya masalah sosial penyandang cacat, baik

masalah yang datang dari pasien itu sendiri maupun masalah dari

lingkungannya.

b. Tahap Rehabilitasi

1) Rehabilitasi diberikan melalui bimbingan sosial dan pembinaan

mental, bimbingan keterampilan.

2) Bimbingan sosial diberikan baik secara individu maupun kelompok.

Usaha rehabilitasi ini untuk meningkatkan kesadaran individu

terhadap fungsi sosialnya dan menggali potensi positif seperti bakat,

minat, hobi, sehingga timbul kesadaran akan harga diri serta

tanggung jawab sosial secara mantap.

3) Bimbingan keterampilan diberikan agar individu mampu menyadari

akan keterampilan yang dimiliki dan jenis-jenis keterampilan yang

sesuai dengan bakat dan minatnya. Lebih lanjut agar individu dapat

mandiri dalam hidup bermasyarakat dan berguna bagi nusa dan

bangsa.

4) Bimbingan dan penyuluhan diberikan terhadap keluarga dan

lingkungan sosial dimana penderita berada. Bimbingan dan

penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan

tanggung jawab sosial keluarga dan lingkungan sosial, agar benar-

benar memahami akan tujuan program rehabilitasi dan kondisi klien

sehingga mampu berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan

klien.

13

c. Resosialisasi

Resosialisasi adalah segala upaya yang bertujuan untuk menyiapkan

penderita agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat.

Resosialisasi merupakan proses penyaluran dan merupakan usaha

penempatan para penderita setelah mendapat bimbingan dan

penyuluhan sesuai dengan situasi dan kondisi individu yang

bersangkutan. Resosialisasi merupakan penentuan apakah individu

penderita betul-betul sudah siap baik fisik, mental, emosi, dan sosialnya

dalam berintegrasi dengan masyarakat, dan dari kegiatan resosialisasi

akan dapat diketahui apakah masyarakat sudah siap menerima

kehadiran dari penderita.

d. Pembinaan Tindak Lanjut (after care)

Pembinaan tindak lanjut diberikan agar keberhasilan klien dalam proses

rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan, dari

pembinaan tindak lanjut juga akan diketahui apakah klien dapat

menyesuaikan diri dan dapat diterima di masyarakat. Tujuan dari

pembinaan tindak lanjut adalah memelihara, memantapkan, dan

meningkatkan kemampuan sosial ekonomi dan mengembangkan rasa

tanggung jawab serta kesadaran hidup bermasyarakat. Oleh karena itu,

kegiatan tindak lanjut sangat penting, karena di samping klien

termonitoring kegiatannya juga dapat diketahui keberhasilan dari

program rehabilitasi yang telah diberikan.

14

3. Rehabilitasi Psikologis

Rehabilitasi psikologis merupakan bagian dari proses rehabilitasi penca

yang berusaha untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi

semaksimal mungkin pengaruh negatif yang disebabkan oleh kecacatan

terhadap mental penca serta melatih mempersiapkan mental mereka agar

siap dan mampu menyesuaikan diri di masyarakat.

Proses pelaksanaan rehabilitasi psikologis berjalan bersamaan dengan

proses rehabilitasi medis, pendidikan, dan keterampilan, dimana prosesnya

bertujuan untuk:

a. Menghilangkan atau mengurangi semaksimal mungkin akibat

psikologis yang disebabkan oleh kecacatan. Misalnya timbul perasaan

putus asa, perasaan rendah diri, harga diri yang rendah, mudah

tersinggung, mudah marah, malas, suka minta bantuan, suka

mengisolasi diri, dsb.

b. Memupuk rasa harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri,

semangat juang, semangat kerja dalam kehidupan, rasa tanggung jawab

pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan Negara.

c. Mempersiapkan pasien cacat secara mental psikologis agar mereka

tidak canggung bila berada di tengah masyarakat.

4. Rehabilitasi Karya (Vocational Rehabilitation)

Istilah rehabilitasi vokasional berarti bagian dari suatu proses rehabilitasi

secara berkesinambungan dan terkoordinasikan yang menyangkut

15

pengadaan pelayanan-pelayanan di bidang jabatan seperti bimbingan

jabatan (vocational guidance), latihan kerja (vocational training),

penempatan yang selektif (selective placement), adalah diadakan guna

memungkinkan para penderita cacat memperoleh kepastian dan

mendapatkan pekerjaan yang layak.

Tujuannya agar pasien dapat memiliki kesiapan dasar dan keterampilan

kerja tertentu yang dapat untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun

keluarganya. Sedangkan sasaran pokoknya adalah menumbuhkan

kepercayaan diri, disiplin mendorong semangat pasien agar mau bekerja.

2.8 Pelayanan Rehabilitasi Medik di Indonesia

1. Pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit

Upaya pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit dikembangkan ke

arah peningkatan mutu (pelayanan spesialis/subspesialis), jangkauan

pelayanan serta sistem rujukan dengan tujuan pasien memperoleh

pelayanan secara terpadu dan paripurna. Peningkatan mutu ini

ditunjukkan dengan keikutsertaannya pelayanan rehabilitasi medik

pada kegiatan akreditasi serta pemenuhan secara bertahap dari SDM

fasilitas/sarana yang sesuai standar

2. Pelayanan rehabilitasi medik di puskesmas

Upaya pelayanan rehabilitasi medik di puskesmas ditunjukkan untuk

memberikan pelayanan rehabilitasi medik dasar. Selain itu dapat

memberikan pembinaan kepada masyarakat melalui program RBM

16

(termausk individu difabel) serta melaksanakan rujukan sesuai

ketentuan yang berlaku. Pelayanan fisioterapi di Puskesmas

memberikan pelayanan kesehatan gerak dan fungsi tubuh kepada

individu dan/atau kelompok, yang bersifat umum dengan

pengutamaan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan melalui

pendekatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan

pemulihan dengan pendekatan kuratif dan rehabilitatif.

Kegiatan promotif dan preventif termasuk skrining, memberikan

pengurangan nyeri, dan program untuk meningkatkan fleksibilitas,

daya tahan, dan keselarasan postur dalam aktifitas sehari-hari. Selain

upaya promotif dan preventif, fisioterapis juga memberikan layanan

pemeriksaan, pengobatan, dan membantu individu dalam memulihkan

kesehatan, mengurangi rasa sakit (kuratif dan rehabilitatif).

Fisioterapis memainkan peran dalam masa akut, kronis, pencegahan,

intervensi dini untuk muskuloskeletal yang berhubungan dengan

pekerjaan cedera, mendesain ulang pekerjaan individu, serta

rehabilitasi, dan diperlukan untuk memastikan layanan/intervensi

diberikan secara komprehensif dan tepat berfokus pada individu,

masyarakat dan lingkungan.

17

Gambar 1. Diagram Alur Rawat Jalan

3. Rehabilitasi bersumberdaya masyarakat (RBM)

Rehabilitasi Bersumberdaya/Berbasis Masyarakat adalah suatu

strategi dalam pembangunan masyarakat agar lebih berperan aktif

dalam upaya mengatasi masalah kecacatan melalui rehabilitasi,

18

persamaan kesempatan, integrasi sosial dari semua individu difabel

dalam aspek kehidupan dan penghidupan. Pengembangan RBM ini

merupakan upaya terobosan dalam menyelesaikan masalah kecacatan

yang belum terjangkau oleh pelayanan rumah sakit ataupun yang

sudah dilayani tetapi masihh memerlukan kelanjutan yang bisa

ditangani oleh keluarga atau masyarakat. Secara operasional RBM

adalah upaya rehabilitasi sederhana dan pencegahan kecacatan yang

dilaksanakn di dalam keluarga dan masyarakat melalui perubahan

perilaku individu difabel, keluarga dan masyarakat agar lebih berperan

aktif secara optimal dalam menadirikan individu difabel dengan

menggunakan sumber daya dan sumber dana yang ada di masyarakat.

Program ini dilakukan pembinaan oleh puskesmas atau rumah sakit

setempat.

2.9 Tahapan Layanan Rehabilitasi

Proses pekerjaan rehabilitasi secara umum terdiri dari 3 tahapan, yaitu: tahap

pra rehabilitasi, tahap pelaksanaan rehabilitasi, dan tahap evaluasi serta tindak

lanjut. Tahap-tahap tersebut satu dengan yang lainnya berurutan dan

dilaksanakan secara berkelanjutan.

1. Tahap Pra Rehabilitasi/tahap Persiapan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: pengumpulan data,

penelaahan data dan pengungkapan masalah, penyusunan program layanan

rehabilitasi, dan konferensi kasus (case conference).

2. Tahap Pelaksanaan Rehabilitasi

19

Dalam tahap pelaksanaan rehabilitasi terdiri dari dua bentuk layanan,

yaitu:

a. Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat umum dan berlaku bagi semua

penderita cacat. Misalnya: pelayanan pengobatan umum, layanan

rehabilitasi mental keagamaan, rehabilitasi aspek budi pekerti,

pencegahan penyakit menular, dan sebagainya.

b. Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat khusus. Misalnya: pemberian

bantuan kacamata bagi pasien tunanetra yang tajam penglihatannya

kurang, bantuan alat bantu dengar, fisio terapi, terapi bicara, terapi

okupasi, latihan ADL (activity of daily living), terapi prilaku

menyimpang, dsb.

3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

Pada tahap ini yang menjadi sasaran adalah:

a. Pasien yang telah memperoleh hasil-hasil rehabilitasi yang maksimal

agar tetap mampu menjaga kondisinya.

b. Pasien yang telah memiliki keterampilan khusus tertentu untuk

disalurkan ke tempat kerja

c. Pasien yang pernah memperoleh layanan rehabilitasi dan telah kembali

ke lingkungan keluarga untuk mengetahui dan membantu pemecahan

kesulitan yang dihadapi.

d. Pasien cacat yang pernah menjadi peserta didik yang kemudian tinggal

di suatu sanggar keterampilan/kelompok usaha produktif (Depkes,

2007)

20

2.10 Pendekatan dalam rehabilitasi

Ada beberapa pendekatan dalam rehabilitasi, yaitu:

1. Pendekatan Individual

Dalam pendekatan ini, pelaksanaan rehabilitasi diberikan kepada pasien

secara individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien.

Misalnya: terapi bicara, terapi okupasi, terapi perilaku menyimpang, dll.

2. Pendekatan Kelompok

Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan secara kelompok. Pengelompokannya

dapat berdasarkan kasus, kelas, usia, dsb. Misalnya: rehabilitasi mental,

budi pekerti, kepribadian, sosial, dsb.

3. Pendekatan Masyarakat

Pelaksanaan rehabilitasi dengan memanfaatkan masyarakat, keluarga, dan

tokoh masyarakat dalam usaha pencegahan, peningkatan, pemeliharaan

kemampuan dan kondisi fisik pasien cacat. (Kemenkes RI, 2007)

2.11 Pelaksanaan rehabilitasi

Kegiatan rehabilitasi dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak dan tempat. Para

petugasnya pun dapat dari bagian medik dan nonmedik, para petugas yang

tergabung dalam tim dan pembagian tugasnya adalah sebagai berikut:

1. Kepala instansi Rehabilitasi Medik

Penanggung jawab, pengatur pelayanan, dan melakukan koordinasi

dengan instalasi terkait.

2. Staf medis fungsional

21

Melakukan pemeriksaan, penegakkan diagnosis medis dan fungsional serta

melakukan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.

3. Perawat rehabilitasi medis

Membantu dokter melakukan asuhan keperawatan umum.

4. Tenaga keterapian fisik (Fisioterapis, Terapi Okupasi, Terapis Wicara)

Melakukan asesmen dan terapi menurut kompetensi masing-masing dan

seseuai arahan dokter.

5. Tenaga keteknisian medis (Ortotis-Prostetis)

Merancang, membuat, dan mengepas alat bantu atau alat pengganti

anggota gerak sesuai arahan dokter.

6. Tenaga non medis (Psikolog, Petugas Sosial Medik, Rohaniawan,

Pedagog)

Melakukan asesmen dan terapi menurut kompetensi masing-masing dan

seseuai arahan dokter.

7. Penanggung jawab administrasi dan keuangan

Membantu kepala instansi dalam membuat laporan hasil kegiatan berkala,

membuat catatan keuangan, dan bertanggung jawab terhadap hasil

pekerjaannya.

8. Penanggung jawab pelayanan

Pengawasan pelaksanaan pelayanan setiap hari dan mengatasi

permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan.

9. Penanggung jawab logsitik

Pemeliharaan sarana, memuat laporan berkala, mencatat semua barang di

gudang dan mengawasinya.

22

Gambar 1. Ketenagaan Minimal Rehabilitasi Medik

2.11.1 Pelayanan Rehabilitasi Medik

Pelayanan rehabilitasi medic dibagi dalam beberapa strata pelayanan. Jenis

tenaga dan kelengkapan pelayanan menentukan strata pelayanan di rumah

sakit tersebut atau sebaliknya.

1. Strata I: Pelayanan Primer

23

Pelayanan rehabilitasi medic Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik

dan subspesialistik (RS kelas C/kelas D dan puskesmas). Tenaga yang

tersedia: Dokter umum terlatih dan terapis.

Pelayanan mencakup layanan rehabilitasi medic dasar

2. Strata II: Pelayanan Sekunder

Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (RS kelas

B non pendidikan/kelas C). Tenaga yang tersedia: Dokter SpRM,

perawat rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi, ortotik-prostetik.

Pelayanan mencakup:

a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik

b. Layanan fisioterapi dengan peralatan dasar

c. Layanan okupasi terapi dengan alat dasar

d. Layanan ortotik-prostetik, tidak punya bengkel sendiri

e. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik

3. Strata IIIA: Pelayanan Tersier

Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (RS kelas

B pendidikan/kelas A). Tenaga yang tersedia: Dokter SpRM, perawat

rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, ortotik-

prostetik, psikolog, petugas social medik.

24

Pelayanan mencakup:

a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik

(musculoskeletal, neuromuscular, pediatric, kardiorespirasi,

geriatric)

b. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik

c. Layanan fisioterapi dengan alat lengkap

d. Layanan okupasi terapi dengan alat lengkap

e. Layanan terapi wicara dengan alat lengkap

f. Layanan ortotik-prostetik dengan bengkel sederhana

g. Layanan psikologi

h. Layanan social medic

4. Strata IIIB: Pusat Rujukan Nasional

Pelayanan rehabilitasi medic rujukan tertinggi. Tenaga yang tersedia:

Dokter SpRM, perawat rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi,

terapi wicara, ortotik-prostetik, psikolog, petugas social medik.

Pelayanan mencakup:

a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik

(musculoskeletal, neuromuscular, pediatric, kardiorespirasi,

geriatric, dan subspesialistik lain sesuai kebutuhan)

b. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik

c. Layanan fisioterapi dengan alat canggih

d. Layanan okupasi terapi dengan alat canggih

25

e. Layanan terapi wicara dengan alat canggih

f. Layanan ortotik-prostetik dengan bengkel lengkap dan atau

bengkel kursi roda

g. Layanan psikologi

h. Layanan social medic

i. Layanan konseling persiapan vokasional

Intervensi keterapian fisik dan rehabilitasi terhadap pasien dilakukan

melalui layanan individu atau kelompok. Kegiatan pelayanan ini merupaka

pelayanan tersendiri baik rawat jalan atau rawat inap RS, maupun layanan

terpadu. Pada beberapa kasus yang spesifik, misalnya cedera medulla

spinalis, trauma kepala, diperlukan rawat inap khusus yang berada di

bagian rehabilitasi medis. Adapun kriteria rawat inapnya berupa:

1. Pasien kandidat rehabilitasi medic yaitu yang akibat

penyakit/trauma/cedera mengalami gangguan fungsi serta aktifitas

sehari-hari.

2. Pasein yang dinyatakan tidak lagi membutuhkan perawatan dari segi

penyakitnya, tapi memerlukan pelayanan rehabilitasi medic secara

terpadu.

Kegiatan yang dilakukan berupa:

1. Diagnosis medic dan fungsional oleh SpRM/Dokter Umum terlatih

Rehabilitas Medik

2. Pemeriksaan/penilaian/asesmen tim

26

3. Paket program terapi: Layanan rehabilitas rawat jalan atau inap

4. Keluar atau dikembalikan ke dokter pengirim dalam keadaan: sembuh,

pulih dengan gejala sisa, atau meninggal

5. Kembali ke masyarakat.

2.11.2 Pelaksanaan rehabilitasi sosial psikologis

Rehabilitasi sosial psikologis adalah suatu proses rehabilitasi yang

berusaha menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi semaksimal

mungkin dampak negatif dari kelainan terhadap mental anak, serta melatih

mempersiapkan mental mereka agar siap melaksanakan fungsi sosialnya

secara wajar. Cakupan rehabilitasi sosial psikologis meliputi:

1. aspek keagamaan,

2. budi pekerti,

3. rehabilitasi sosial yang meliputi: pengenalan diri pribadi, bantu diri

pribadi, bantu diri umum, sosialisasi,

4. aspek pengembangan akademik,

5. aspek psikologis, dan

6. bantuan sosial.

Pelaksanaannya ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyusun program rehabilitasi sosial psikologis sesuai dengan

kebutuhan anak dan menurut aspek rehabilitasinya (agama, budi

pekerti, sosialisasi, dst).

27

2. Konsultasikan program rehabilitasi kepada ahlinya bila

memungkinkan. Atau diskusikan dengan anggota tim rehabilitasi

lainnya.

3. Pelaksanaan rehabilitasi sosial psikologis pada prinsipnya menjadi satu

kesatuan dengan pelaksanaan proses komunikasi masyarakat lainnya

4. Pendekatan pelaksanaan rehabilitasi dapat secara individual, kelompok

kecil dan atau masyarakat.

5. Melakukan evaluasi dan pencatatan seperlunya.

a. Pelayanan Terapi Khusus Beberapa layanan terapi khusus yang

termasuk dalam rehabilitasi sosial psikologis, diantaranya adalah:

play therapy, music therapy, behavior therapy, orientasi dan

mobilitas.

b. Behavioral Therapy Behavioral therapy adalah pemberian stimulasi

psikososial secara individu dan atau kelompok pasien yang

bertingkah laku kurang laras (penyimpangan tingkah laku) agar

yang bersangkutan mengembangkan pemahaman sikap dan tingkah

laku ke arah yang lebih baik.

2.11.3 Pelaksanaan rehabilitasi keterampilan

Tujuan dimaksudkan sebagai upaya menanamkan, menumbuhkan, dan

mengembangkan pengetahuan, keterampilan agar pasien mampu memiliki

kesiapan dasar dan keterampilan kerja tertentu yang dapat memenuhi

kebutuhan diri sendiri maupun kebutuhan keluarga.

28

Jenis-jenisnya

1. Orientasi macam/jenis keterampilan

2. Bimbingan keterampilan sederhana

3. Bimbingan keterampilan kejuruan

Cara Pelaksanaan:

1. Menyusun rencana kegiatan bimbingan setiap minggu.

2. Menyiapkan sarana bimbingan berupa peralatan dsb.

3. Pengelompokan pasien sesuai dengan paket bimbingan dan minat serta

bakat pasien.

4. Pelaksanaan bimbingan pada hakekatnya melaksanakan KBM bidang

studi keterampilan dalam kurikulum.

5. Pelaksanaan bimbingan dengan cara bimbingan kelompok atau

individual.

6. Menentukan tempat bimbingan.

7. Mengumpulkan dan menyimpan kembali sarana/peralatan bimbingan

(Parker, 2005)

2.12 Peningkatan Mutu Pelaksanaan Rehabilitasi

Untuk menjamin pengawasan mutu pelayanan fisioterapi dan keselamatan

pasien, dapat dibentuk suatu komite/sub komite pelayanan fisioterapi

dibawah suatu wadah komite pelayanan, sekurang-kurangnya mengandung

tiga aspek/indikator, yaitu kepuasan, kesalahan tindakan/intervensi, dan

angka kejadian drop out pasien/klien fisioterapi.

29

1. Kepuasan Pelanggan

2. Kejadian Kesalahan Tindakan Fisioterapi

30

3. Angka Kejadian Drop Out

2.13 Pelayanan Rehabilitasi di Puskesmas Satelit

Puskesmas Satelit belum melakukan peyanan rehabilitasi. Selain karena 1)

kekurangan dalam jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) seperti dokter

SpRM, fisioterapis, okupasi terapis, dan perawat rehabilitasi ataupun

kualitasnya terkait pengetahuan dalam pelayanan rehabilitasi medis, social,

psiokologis, dan keterampilan, 2) sarana dan prasarana yang terbatas untuk

kelengkapan masing-masing tenaga keseahatan dalam melaksanakan

rehabilitasi medis, dan 3) belum dijalankannya diagnosis fungsional,

diagnosis keterapian fisik, dan diagnosis psikologis klinis/sosial di

puskesmas Kedaton, hingga 4) Belum adanya upaya dari pemerintah

setempat untuk menggalakkan system pelayanan rehabilitasi medis di

puskesmas. Sehingga pada penerapannya sehari-hari pada puskesmas ini

program kesehatan yang dilakukan hanyalah bersifat promotif, preventif

31

dan kuratif. Sehingga pada pelayanan rehabilitasi masih belum di gerakkan/

digalakkan. Diharapkan untuk kedepannya puskesmas Satelit dapat

menggerakkan salah satu program rehabilitasi, hal ini dikarenakan pada

program ini sangatlah penting untuk di jalankan. Mengingat sangat banyak

masyarakat yang menderita penyakit yang kronik, dan bersifat cacat (fisik

maupun psikologi).



Gambar 2. Contoh formulir Asesmen






32

Gambar 3(a) Formulir Informed Consent

Gambar 3(b) Borang resume

2.14 Critical Appraisal

Judul: The Impact of Medical Rehabilitation of Leproic Disable Person

Latar Belakang

Penderita kusta baru banyak ditemukan dalam kondisi yang tinggi menunjukkan

keterlambatan penemuan kasus. Pada periode tahun 2004 _ 2007, penderita cacat

tingkat II relatif stabil (8,6% _ 8,7%), tetapi pada tahun 2008 dan 2009 mengalami

kenaikan dari 9,6% menjadi 10,27%. Hingga tahun 2009, proporsi cacat tingkat II

33

belum mencapai target program (< 5%) yang mengindikasikan bahwa penularan

masih terjadi di dalam masyarakat dan kasus ditemukan terlambat. Dengan

demikian, ketika ditemukan penderita telah mengalami cacat tingkat II.1 Rumah

Sakit Kusta Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2010 mencacat terdapat 3.104

kunjungan penderita dan 1.198 diantaranya menjalani rawat inap. Sekitar 80%

penderita telah mengalami cacat tingkat II dan sisanya 20% adalah cacat tingkat I

dan cacat tingkat 0.

Rehabilitasi medis ditujukan terutama untuk perbaikan fisik agar penderita

disabilitas kusta dapat mandiri melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

Pasien juga dilakukan rehabilitasi nonmedis meliputi upaya rehabilitasi mental,

karya, dan sosial. Rehabilitasi medis ternyata berdampak beragam pada kondisi

fisik, psikologi, sosial, dan ekonomi penderita disabilitas kusta. Untuk melihat

dampak tersebut secara mendalam, perlu penelitian kondisi kehidupan penderita

disabilitas kusta setelah rehabilitasi medis di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid

Makassar.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain studi kasus terhadap kasus-kasus penderita

disabilitas kusta yang menjalani tindakan rehabilitasi medis di Rumah Sakit Dr.

Tadjuddin Chalid Makassar. Tindakan intervensi tersebut tidak termasuk operasi

rekonstruktif dan operasi pencegahan. Upaya yang dilakukan meliputi pencegahan

cacat, pemberian alat bantu orthesa dan pembuatan prothesa, serta fisioterapi dan

okupasi terapi. Studi ini melihat dampak rehabilitasi medis penderita disabilitas

kusta pada kondisi fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi penderita. Informan yang

34

digunakan adalah penderita yang datang berobat di rawat jalan dan rawat inap

serta pernah dilakukan tindakan pembedahan pada tangan dan kaki paling sedikit

1 tahun sebelum diikutkan dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui

analisa dokumen rekam medis, data kamar bedah, wawancara mendalam, dan

observasi.

Hasil

Pada periode tahun 2004 _ 2007, penderita baru disabilitas kusta tingkat II

kerusakan syaraf sebanyak 8,6% _ 8,7% kemudian mengalami peningkatan pada

tahun 2008 (9,6%) dan 2009 (10,27%) jauh di atas target (< 5%). Hal ini

mengindikasikan keterlambatan penemuan kasus. Penelitian bertujuan untuk

menilai dampak kondisi fisik, psikologi, sosial, dan ekonomi pascatindakan

rehabilitasi medis di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar. Penelitian

dilakukan dengan metode kualitatif dan rancangan studi kasus bermula dari kasus

penyandang disabilitas kusta yang menjalani tindakan medis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rehabilitasi medis dapat mengatasi luka kronis, memperbaiki

tampilan fisik, fungsi, dan meningkatkan kemampuan anggota tubuh untuk

aktivitas sehari-hari. Secara psikologis, mereka merasa senang, puas, rasa percaya

diri meningkat, tetapi ada juga yang merasa sedih, malu, dan minder karena

kehilangan anggota tubuh. Mereka dapat diterima oleh keluarga dan lingkungan

sekitar, tetapi ada juga yang memilih hidup dalam koloni kusta. Mereka

melakukan perubahan dan kekuatan bekerja yang lama sesuai dengan kondisi

kecacatan, kemampuan, dan keterampilan pascarehabilitasi medis. Kondisi

psikologis, sosial, dan ekonomi masih dipengaruhi oleh stigma yang telah ada

sejak menderita kusta

35

Kesimpulan

Tindakan rehabilitasi medis yang memperbaiki fungsi tubuh dan mengurangi

kecacatan penderita, tidak membuat penderita mampu berpartisipasi dan

berintegrasi sosial sehingga kualitas hidup penderita disabilitas kusta belum

meningkat. Penderita disabilitas kusta yang menjalani tindakan rehabilitasi medis

di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid masih mengalami hambatan berpartisipasi

dan berintegrasi secara sosial. Mereka belum dapat meningkatkan kualitas hidup

karena stigma kusta dalam masyarakat masih kuat. Dampak fisik yang ditemukan

meliputi luka kronis sembuh, luka kanker tidak menyebar, bentuk fisik dan

struktur anatomi menjadi lebih baik, serta fungsi anggota tubuh lebih baik

sehingga mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Secara psikologis, penderita

merasa senang, bahagia, puas, percaya diri, dan penampilan tubuh lebih baik.

Malu bersosialisasi karena kehilangan anggota tubuh, penderita disabilitas kusta

lebih memilih hidup dan tinggal dalam lingkungan sosial di koloni kusta. Dampak

ekonomi adalah perubahan jenis mata pencaharian, lama bekerja, dan kekuatan

bekerja.

ANALISIS VIA

Pada kegiatan jurnal reading, penulis telah mendapatkan jurnal yang akan ditelaah

yaitu The Impact of Medical Rehabilitation of Leproic Disable Person. Jurnal ini

telah menjawab pertanyaan dasar telaah jurnal, yaitu:

1. Validity

Merupakan suatu jurnal dengan metode penelitian adalah kualitatif dengan

pendekatan observasional melalui wawancara mendalam dan observasi.

36

Selanjutnya dilakukan telaah jurnal menggunakan “Check List Umum

Penilaian Struktur dan Isi Makalah”. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Judul Jurnal

“The Impact of Medical Rehabilitation of Leproic Disable Person.”. Judul

jurnal menggambarkan isi utama penelitian, judul tidak terlalu pendek, cukup

menarik, dan tidak menggunakan singkatan.

Pengarang dan Institusi

Nama pengarang pada penelitian ini telah dituliskan sesuai dengan aturan

baku penulisan. Aturan baku penulisan nama pengarang yaitu nama lengkap

(tidak disingkat), tidak mencantumkan gelar dan nama dituliskan dibawah

judul sehingga mengikuti standar baku penulisan nama pengarang. Sedangkan

penulisan institusi pada jurnal ini dituliskan sesuai dengan aturan baku

penulisan. Aturan baku penulisan adalah meliputi alamat lembaga afiliasi

penulis, alamat untuk korespondensi dilengkapi dengan nomor telepon dan e-

mail.

Abstrak

Abstrak ditulis secara terstruktur tetapi belum tercakup komponen IMRAD

(Introduction, Methods, Results, Disscussion), yang ada pada jurnal ini hanya

Introduction, Methods, dan Results. Setiap bagian dari abstrak informatif yaitu

memberikan informasi tersendiri yang dirangkum secara ringkas dan mudah

dimengerti. Abstrak terdiri dari 182 kata, sesuai dengan penulisan abstrak

37

yang baik memiliki jumlah kata tidak lebih dari 250 kata. Oleh karena itu,

abstrak jurnal ini memenuhi syarat abstrak yang baik.

Pendahuluan

Pendahuluan ditulis sesuai dengan komponen penulisan yang baik.

Pendahuluan mengemukakan alasan dilakukannya sebuah penelitian.

Pendahuluan didukung oleh pustaka yang kuat dan relevan ditandai dengan

adanya sitasi-sitasi yang merujuk ke daftar kepustakaan. Pendahuluan tidak

lebih dari satu halaman. Oleh karena itu, pendahuluan jurnal ini telah

memenuhi syarat yang baik.

Metode

Pada penulisan metode, disebutkan desain, tempat, populasi sumber (populasi

terjangkau). Namun pada penulisan tidak dicantumkan kriteria inklusi, kriteria

eksklusi dan waktu penelitian. Teknik pengambilan sampling dilakukan

dengan cara analisa dokumen rekam medis, data kamar bedah, wawancara

mendalam, dan observasi.

Hasil

Karakteristik responden dijelaskan dengan rinci. Analisis dilakukan dengan

analisa dokumen rekam medis, data kamar bedah, wawancara mendalam, dan

observasi. Penjelasan terhadap data yang dibutuhkan sudah sesuai. Dalam

hasil tidak disertakan komentar dan pendapat. Tidak disebutkan subyek yang

drop out dalam hasil analisis, hasil brain storming kepada informan sudah

jelas.

38

Pembahasan

Semua hal yang relevan dibahas pada pembahasan. Hal yang dikemukakan

pada hasil tidak sering diulang. Pembahasan dilakukan dengan

menghubungkannya dengan pertanyaan penelitian, teori dan hasil penelitian

terdahulu. Pada pembahasan, dibahas mengenai hal yang ada pada hasil dan

menghubungkannya dengan hipotesis Tidak dibahas keterbatasan penelitian,

kemungkinan dampaknya terhadap hasil. Tidak disebutkan kesulitan

penelitian, penyimpangan dari protokol dan kemungkinan dampaknya

terhadap hasil.

Simpulan

Pada akhir paragraf ditulis simpulan dari penelitian tersebut. Simpulan

didasarkan pada data yang didapatkan dan ditambahkan dengan hasil

tambahan. Saran penelitian selanjutnya tidak tercantum.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka disusun sesuai dengan aturan jurnal yang baku. Semua foot

note pada naskah dijelaskan di daftar pustaka. Semua foot note merujuk pada

sumber yang jelas

2. Importance

hal ini menjadi sangat penting, dikarenakan jurnal ini membahas tentang

dampak yang dirasakan pada pasien kusta mengenai rehabilitasi medik.

Rehabilitasi itu sendiri adalah semua upaya mengurangi dampak kecacatan

39

pada seseorang agar mampu mandiri, berpartisipasi, dan berintegrasi sosial

sehingga mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. Karena sebagian besar

menderita kusta adalah stigma yang buruk dikalangan masyakat sehingga

tindakan rehabilitasi perlu diterapkan agar meningkatkan kualitas hidup yang

lebih baik. Hal tersebut ditunjang dengan hasil penelitian penderita disabilitas

kusta yang menjalani tindakan rehabilitasi medis di Rumah Sakit Dr.

Tadjuddin Chalid masih mengalami hambatan berpartisipasi dan berintegrasi

secara sosial. Mereka belum dapat meningkatkan kualitas hidup karena stigma

kusta dalam masyarakat masih kuat.

3. Applicability

pada jurnal ini mengandung berbagai macam unsur penting yang dapat digunakan

untuk membantu memberikan informasi tambahan terbaru mengenai dampak

rehabilitasi medik pada penderita kusta. meningkatkan pemahaman pada

masyarakat mengenai rehabilitasi medik pada penderita kusta, karna akan

menimbulkan sejumlah komplikasi baru yang dapat berhubungan dengan keadaan

fisik dan psikologis seperti timbulnya stress yang berlebihan.

40

BAB III

KESIMPULAN

1. Rehabilitasi merupakan suatu proses kegiatan untuk memperbaiki kembali

dan mengembangkan fisik, kemampuan serta mental seseorang sehingga

orang itu dapat mengatasi masalah kesejahteraan sosial bagi dirinya serta

keluarganya.

2. Puskesmas Rawat Inap Satelit belum memiliki program terkait rehabilitasi

medis, dikarenakan usia yang terbilang muda dan kurangnya sumberdaya

manusia yang dapat mengembangkan program ini.

41

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi


Medik di Rumah sakit kelas A, B, C dan D. Edisi ke-3. 2007. Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC
Keputusan menteri kesehatan No: 378/Menkes:/SK/IV/2008 tentang
Pedoman Pelayanan Rehabilitasi medik di Rumah Sakit
Keputusan menteri kesehatan No: 585/Menkes:/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas
Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia. 2015. Jakarta: kementrian kesehatan RI
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Promosi kesehatan di daerah masalah kesehatan.
Jakarta: Kementrian kesehatan RI.
Parker, Randall M, Szymanski, Edna Mora, and Patterson, Jeanne Boland. 2005.
Rehabilitation Counseling Basics and Beyond. Austin Texas: PRO-ED Inc.
Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1980, Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi
Penderita Cacat. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdikbud.
Rokhmah SN, Airlangga PD, Nugraha BA. Care for endemic tuberculosis (cafeku):
facility of tuberculosis rehabilitation (an eudaimonic approach). International
Conference on Health and Well-Being (ICHWB). 2016; 229-238
The American Board of Physical Medicine and Rehabilitation. 2011. Available
from:http://www.abpmr.org/ (Diakses tanggal 21/03/17)
Yunus. 2010. Rehabilitasi medik. Surabaya: Universitas wijaya kusuma. Sumber:
https://www.scribd.com/document/287383493/2-REHABILITASI-MEDIK
(Diakses tanggal 21/03/17)

42

Anda mungkin juga menyukai