Anda di halaman 1dari 2

Kemungkinan Terjadinya Kegagalan Proses Disinfeksi

 Ketidaksesuaian antara jenis bahan disinfektan dengan organisme yang dituju


Hampir tidak mungkin untuk dengan mudah mengidentifikasi mikroorganisme
mana yang ada di instrumen pada satu waktu. Disinfektan ideal akan menunjukkan
efektivitas antimikroba yang luas yaitu mampu membunuh mikroorganisme dari
berbagai jenis dan dalam keadaan fisiologis yang bermacam-macam, termasuk spora
dimana spora umumnya susah dihancurkan karena memiliki mantel spora dan
korteks. Umumnya desinfektan yang mampu membunuh spora memiliki
pertimbangan kesehatan dan keselamatan khusus dan beberapa, terutama
desinfektan berklorin, cukup merusak terhadap beberapa jenis permukaan tertentu
dan akan menyebabkan perubahan warna dan abrasi. Hal tersebut juga perlu
diperhatikan dalam pemilihan desinfektan.
 Resistensi kuman
Mekanisme resistensi intrinsik pada mikroorganisme terhadap desinfektan
bervariasi. Sebagai contoh, spora resisten terhadap desinfektan karena mantel spora
dan korteks yang berperan sebagai penghalang, mikobakteri memiliki dinding sel dari
lilin yang mencegah masuknya desinfektan, dan bakteri gram negatif memiliki
membran luar yang bertindak sebagai penghalang untuk masuknya desinfektan.
Resistansi terhadap desinfektan yang ditunjukkan oleh bakteri gram positif dan gram
negatif serupa dengan beberapa pengecualian (misalnya, P. aeruginosa yang
menunjukkan resistensi yang lebih besar terhadap beberapa disinfektan). P.
aeruginosa juga secara signifikan lebih tahan terhadap beberapa macam variasi
desinfektan. Rickettsiae, Chlamydiae, dan mycoplasma tidak dapat dikatakan memiliki
kecenderungan resistansi relatif ini karena informasi tentang aktifitas desinfektan
terhadap mikroba tersebut terbatas. Rickettsiae, Chlamydiae, dan mycoplasma
mengandung lipid dan memili struktur dan komposisi yang serupa dengan bakteri lain,
sehingga kuman tersebut diprediksi tidak aktif oleh desinfektan yang dapat
menghancurkan virus dan bakteri vegetatif. Pengecualian dari perkiraan ini adalah
Coxiella burnetti, yang telah menunjukkan resistensi terhadap desinfektan.
 Konsentrasi dan potensi disinfeksi
Secara umum, dengan variabel lain konstan, dan dengan satu pengecualian
(iodofor), semakin tinggi konsentrasi desinfektan, semakin besar aktifitasnya dan
semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba. Walaupun
begitu, tidak semua desinfektan memiliki pengaruh perbandingan yang sama dalam
aktifitas desinfeksi jika dilakukan penyesuaian konsentrasi. Sebagai contoh, senyawa
amonium kuartener dan fenol memiliki eksponen konsentrasi desinfektan masing-
masing 1 dan 6, dengan demikian, mengurangi separuh konsentrasi senyawa
amonium kuartener memerlukan dua kali lipat waktu desinfektannya, namun
mengurangi separuh konsentrasi larutan fenol memerlukan peningkatan waktu
desinfektan 64 kali lipat (yaitu, 26).
Mempertimbangkan lamanya waktu disinfeksi, yang tergantung pada potensi
desinfektan, juga termasuk hal yang penting. Hal ini diilustrasikan oleh Spaulding yang
mendemonstrasikan dengan menggunakan uji mucin-loop bahwa 70% isopropil
alkohol menghancurkan 104 M. tuberkulosis dalam 5 menit, sedangkan uji simultan
dengan fenolik 3% memerlukan waktu 2-3 jam untuk mencapai tingkat efektifitas yang
sama.
 Durasi / lamanya waktu kontak
Instrumen harus didesinfeksi dengan waktu kontak minimum yang sesuai.
Beberapa peneliti telah menunjukkan keefektifan disinfektan tingkat rendah terhadap
bakteri vegetatif (misalnya Listeria, E. coli, Salmonella, VRE, MRSA), ragi (misalnya
Candida), mikobakteri (misalnya, M. tuberculosis), dan virus (misalnya Poliovirus)
pada waktu pemaparan 30-60 detik.
Semua lumen dan saluran instrumen endoskopik harus terpapar desinfektan.
Kantong udara yang mengganggu proses desinfeksi, dan barang yang mengapung
pada disinfektan tidak akan terdesinfeksi. Desinfektan harus dipaparkan dengan baik
ke saluran dalam instrumen. Waktu yang tepat untuk desinfektan barang medis agak
sulit dipahami karena pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap efikasi desinfeksi.
Pada umumnya, waktu kontak yang lebih lama lebih efektif daripada waktu kontak
yang lebih singkat.
 Suhu
Bakteri berkembang dalam rentang suhu yang disebut 'zona bahaya' antara 5° C -
63° C dan suhu optimum adalah 37° C. Disinfeksi panas terjadi pada suhu 82° C yang
berarti bahwa kebanyakan bakteri akan terbunuh pada suhu ini.

Daftar Pustaka :

Rutala, W.A. and Weber, D.J., 2008. Guideline for disinfection and sterilization in healthcare
facilities.
http://www.food-safety.org.uk/food_safety_interactive/270a_bio_temp.htm. Biological
Hazard – Temperature Control. Diakses tanggal 19 Agustus 2017.
https://www.cleanroomtechnology.com/technical/article_page/Choosing_disinfectants/555
94. Choosing disinfectants. Diakses tanggal 19 Agustus 2017

Anda mungkin juga menyukai