Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup.
Jumlah lansia meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000
atau 7,2% dari seluruh penduduk dengan usia harapan hidup 64,05 tahun. Tahun 2006
usia harapan hidup meningkat menjadi 66,2 tahun dan jumlah lansia menjadi 19 juta
orang, dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 jutaorang atau 11,4%. Hal
ini menunjukkan bahwa jumlah lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke
waktu.
Semakin tingginya usia harapan hidup, maka semakin tinggi pula faktor resiko
terjadinya berbagai masalah kesehatan. Masalah umum yang dialami para lansia
adalah rentannya kondisi fisik para lansia terhadap berbagai penyakit karena
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar serta
menurunnya efisiensi mekanisme homeostatis, oleh karena hal tersebut lansia mudah
terserang berbagai penyakit.
Menurut Jubaidi (2008) ada beberapa perubahan fisik pada lansia yang dapat
menjadi suatu kondisi lansia terserang penyakit, seperti perubahan kardiovaskuler.
Terdapat beberapa macam penyakit yang biasa menimpa para lansia antara lain
hipertensi, diabetes mellitus, jatung koroner, stroke, katarak, dan lain sebagainya.
Macam-macam masalah kesehatan tersebut yang sering menimpa lansia yaitu
hipertensi yang bisa menjadi awitan dari berbagai masalah kardiovaskuler lainnya
yang lebih gawat.
Prevalensi kejadian hipertensi sangat tinggi pada lansia, yaitu 60%-80% pada
usia diatas 65 tahun. Tidak sedikit orang yang menganggap penyakit hipertensi pada
lansia adalah hal biasa. Sehingga mayoritas masyarakat menganggap remeh penyakit
ini. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain gagal
jantung dan stroke (Muhammad, 2010).
Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa latihan dan olah raga pada usia
lanjut dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional, bahkan latihan yang
teratur dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit
kardiovaskuler. Penelitian yang telah dilakukan di Jepang memberikan salah satu
bukti bahwa olahraga yang teratur sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah
(Williams & Wilkins, 2001). Salah satu olahraga yang mudah dilakukan adalah
senam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep tentang lansia?
2. Bagaimana konsep tentang hipertensi?
3. Bagaimana konsep tentang senam?
4. Bagaimana hubungan senam bagi lansia yang hipertensi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep tentang lansia.
2. Untuk mengetahui konsep tentang hipertensi.
3. Untuk mengetahui konsep tentang senam.
4. Untuk mengetahui hubungan senam bagi lansia yang hipertensi.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penyusunan makalah ini adalah:
1. Pembaca dapat mengetahui konsep tentang lansia;
2. Pembaca dapat mengetahui konsep tentang tekanan darah;
3. Pembaca dapat mengetahui konsep tentang hipertensi;
4. Pembaca dapat mengetahui konsep tentang senam;
5. Pembaca dapat mengetahui hubungan senam bagi lansia yang hipertensi.

.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,
yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana
diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
mengalami penurunan tugas dan fungsi ini dan memasuki tahap lanjut, kemudian
meninggal.
Pengertian Lansia menurut UU No. 4 tahun 1965 adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lian (Wahyudi,2000).
Sedangkan menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang kesejahteraan Lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depos,1999).
Secara biologis, penduduk Lansia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik
yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, dan sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk Lansia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negative sebagai
beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk Lansia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di Negara barat, penduduk Lansia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan
sosial yang semakin menurun. Akan tetapi, di Indonesia penduduk Lansia
menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda.
2. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO, Lansia di golongkan menjadi 4, yaitu :
1) Usia pertengahan 45-59 tahun
2) Lanjut Usia 60-74 tahun
3) Lanjut Usia Tua 75-90 tahun
4) Lansia sangat tua >90 tahun

3. Perubahan Fisik Lansia


Ada perubahan yang terjadi pada fisik yang dialami oleh lansia akibat proses
menua. Menurut Nugroho (2008) adalah sebagai berikut:
1) Perubahan fisik dan fungsi
Penurunan fisik dan fungsi pada lansia berkaitan dengan penurunan fungsi sel,
sistem syaraf,sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler,
sistem pengaturan suhu tubuh, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem
reproduksi, sistem endokrin, dll.
2) Perubahan mental
Terjadi perubahan yang dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah
curiga, bertambah pelit bila memiliki sesuatu. Sikap yang semakin umum
ditemukan pada lansia adalah mengharapkan tetapi diberi peran dalam
masyarakat, ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap
berwibawa. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia
diantaranya :
- Perubahan anatomi
- Perubahan fisiologi
- Kesehatan umum
- Tingkat pendidikan
- Keturunan
- Lingkungan
Perubahan mental pada lansia juga terjadi pada ketenangan dan juga
Intelegensi Quotion (IQ).
3) Perubahan Psikososial
Nilai seseorang sering diukur dari produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia yang mengalami kehilangan antara lain :
- Kehilangan fungsional
Pada umumnya setelah seseorang memasuki Lansia maka ia akan mengalami
penurunan fungsi kognitif meliputi belajar, persepsi, pengertian, pemahaman,dll.
Sehingga dapat mengakibatkan reaksi dan perilaku lansia menjadi lambat.
Sementara fungsi psikomotor meliputi hal-hal yang berhubungan dengan gerak.
- Kehilangan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Perubahan dapat diawali dengan masa pension. Meskipun tujuan ideal pension
adalah agar para lansia menikmati hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, jabatan, peran, kegiatan, dll.
- Perubahan dalam peran sosial di masyarakat.
Berkurangnya fungsi indera, gerak fisik, dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional pada lansia.Tindakan untuk mengurangi fungsional pada lansia
sebaiknya di cegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa dipisahkan.

B. KONSEP DASAR HIPERTENSI


1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi
yangdibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya.
Berdasarkan JNC VII seorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg. Menurut Rohaendi (2008), Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg.
2. Etiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien, etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(hipertensi essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan
persentase rendah mempunyaipenyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi
sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila
penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien
ini dapat disembuhkan secara potensial.
Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut
usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun;
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku;
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya;
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi;
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

3. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Shep (2005), Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya
terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah
suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh
ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi ini tidak
diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90 % dari kasus hipertensi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar
kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui sebagai
akibat dari penyakit lain dan menyangkut ± 10 % dari kasus hipertensi.

4. Gejala Klinis Hipertensi


Gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

5. Faktor-Faktor Penyebab Hipertensi


a. Faktor yang tidak dapat diubah
Faktor-faktor yang tidak dapat diubah, yaitu:
1) Faktor genetic
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Individu dengan
orang tua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi (Anggraini, Waren, Situmorang, Asputra, &
Siahaan, 2003).
2) Faktor jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan tetapi
wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya lebih terlindung
daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang belum menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL) yang merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses terosklerosis yang dapat menyebabkan
hipertensi (Price & Wilson, 2006).
Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan.

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa
muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun,
sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan
dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani, 2007).
3) Faktor usia

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar


sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 %
dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada
umur lima puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat
meningkatkan risiko hipertensi.

b. Faktor yang dapat diubah


1) Obesitas

Pada usia pertengahan ( + 50 tahun ) dan dewasa lanjut asupan kalori


sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya
aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk
kondisi lansia. Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai
penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi,
2008).

2) Kurang olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak


menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi). Kurangnya
aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya
risiko untuk menjadi gemuk.

3) Kebiasaan Merokok

Menurut Bowman (2007) dalam Anggraeni (2009) dalam Resiko


merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada
lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok perhari
menjadi dua kali lebih rentan daripada mereka yang tidak merokok yang
diduga penyebabnya adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan
katekolamin oleh sistem saraf otonom.
4) Mengkonsumsi garam berlebih
WHO merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.
Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak
kepada timbulnya hipertensi. (Wolff, 2008).

5) Minum alcohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung
dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol
berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut
berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7) Stress
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

C. KONSEP SENAM
1. Pengertian Senam
Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana
yang dilakukan secara tersendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan
kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam bahasa Inggris terdapat istilah exercise atau aerobic yang merupakan
suatu aktifitas fisik yang dapat memacu jantung dan peredaran darah serta
pernafasan yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga
menghasilkan perbaikan dan manfaat kepada tubuh. Senam berasal dari bahasa
yunani yaitu gymnastic (gymnos) yang berarti telanjang, dimana pada zaman
tersebut orang yang melakukan senam harus telanjang, dengan maksud agar
keleluasaan gerak dan pertumbuhan badan yang dilatih dapat terpantau
(Suroto,2004).
Senam merupakan bentuk latihan-latihan tubuh dan anggota tubuh untuk
mendapatkan kekuatan otot, kelentukan persendian, kelincahan gerak,
keseimbangan gerak, daya tahan, kesegaran jasmani dan stamina. Dalam latihan
senam semua anggota tubuh (otot-otot) mendapat suatu perlakuan. Otot-otot
tersebut adalah gross muscle (otot untuk melakukan tugas berat) dan fine
muscle (otot untuk melakukan tugas ringan).
Senam lansia yang dibuat oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
(MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia
yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan
diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu, klinik kesehatan, dan
puskesmas. (Suroto, 2004).
Senam lansia adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak
memberatkan yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu
tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat,
memdorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas
yang berkeliaran di dalam tubuh. Jadi senam lansia adalah serangkaian gerak nada
yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang
dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk
mencapai tujuan tersebut.
2. Manfaat Senam
Semua senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat bermanfaat untuk
menghambat proses degeneratif/penuaan. Senam ini sangat dianjurkan untuk
mereka yang memasuki usia pralansia (45 thn) dan usia lansia (65 thn ke atas).
Orang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani
yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan otot, kelentukan persendian,
kelincahan gerak, keluwesan, cardiovascular fitness dan neuromuscular fitness.
Apabila orang melakukan senam, peredarah darah akan lancar dan
meningkatkan jumlah volume darah. Selain itu 20% darah terdapat di otak,
sehingga akan terjadi proses indorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang
dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan
menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek minimalnya adalah
lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak,
pikiran tetap segar.
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi
organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh
manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran dievaluasi dengan mengawasi
kecepatan denyut jantung waktu istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu
istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat
harus menurun.
Manfaat senam lainnya yaitu terjadi keseimbangan antara osteoblast dan
osteoclast. Apabila senam terhenti maka pembentukan osteoblast berkurang
sehingga pembentukan tulang berkurang dan dapat berakibat pada pengeroposan
tulang. Senam yang diiringi dengan latihan stretching dapat memberi efek otot
yang tetap kenyal karena ditengah-tengah serabut otot ada impuls saraf yang
dinamakan muscle spindle, bila otot diulur (recking) maka muscle spindle akan
bertahan atau mengatur sehingga terjadi tarik-menarik, akibatnya otot menjadi
kenyal. Orang yang melakukan stretching akan menambah cairan sinoval
sehingga persendian akan licin dan mencegah cedera (Suroto, 2004).
Olahraga yang bersifat aerobik seperti senam merupakan usaha-usaha yang
akan memberikan perbaikan pada fisik atau psikologis. Faktor fisiologi dan
metabolic yang dikalkulasi termasuk penambahan sel-sel darah merah dan enzim
fosforilase (proses masuknya gugus fosfat kedalam senyawa organik),
bertambahnya aliran darah sewaktu latihan, bertambahnya sel-sel otot yang
mengandung mioglobin dan mitokondria serta meningkatnya enzim-enzim untuk
proses oksigenasi jaringan (Kusmana, 2006). Sedangkan menurut Depkes (2003)
olahraga dapat memberi beberapa manfaat, yaitu: meningkatkan peredaran darah,
menambah kekuatan otot, dan merangsang pernafasan dalam. Selain itu dengan
olahraga dapat membantu pencernaan, menolong ginjal, membantu kelancaran
pembuangan bahan sisa, meningkatkan fungsi jaringan, menjernihkan dan
melenturkan kulit, merangsang kesegaran mental, membantu mempertahankan
berat badan, memberikan tidur nyenyak, memberikan kesegaran jasmani.
3. Gerakan Senam Lansia
Tahapan latihan kebugaran jasmani adalah rangkaian proses dalam setiap
latihan, meliputi pemanasan, kondisioning (inti), dan penenangan (pendinginan)
(Sumintarsih, 2006).
a. Pemanasan
Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan
menyiapkan fungsi organ tubuh agar mampu menerima pembebanan yang
lebih berat pada saat latihan sebenarnya. Penanda bahwa tubuh siap
menerima pembebanan antara lain detak jantung telah mencapai 60%
detak jantung maksimal, suhu tubuh naik 1ºC - 2ºC dan badan berkeringat.
Pemanasan yang dilakukan dengan benar akan mengurangi cidera atau
kelelahan.
b. Kondisioning
Setelah pemansan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau gerakan
inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan yang
sesuai dengan tujuan program latihan.
c. Penenangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan esensial.
Tahap ini bertujuan mengembalikan kodisi tubuh seperti sebelum berlatih
dengan melakukan serangkaian gerakan berupa stretching. Tahapan ini
ditandai dengan menurunnya frekuensi detak jantung, menurunnya suhu
tubuh, dan semakin berkurangnya keringat. Tahap ini juga bertujuan
mengembalikan darah ke jantung untuk reoksigenasi sehingga mencegah
genangan darah diotot kaki dan tangan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan
latihan olahraga secara teratur dapat meningkatkan fungsi tubuh terutama fungsi
jantung. Jantung yang merupakan salah satu organ vital tubuh sudah seharusnya
dijaga kesehatannya. Kerusakan pada jantung akan mempengaruhi semua sistem
tubuh. Sebagai contoh penyakit hipertensi, berawal dari hipertensi jika tidak
tertangani secara baik akan berakibat fatal salah satunya dapat menyebabkan penyakit
stroke yang dapat berakhir dengan kematian. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan
jantung adalah dengan olahraga yang teratur. Olahraga ringan yang mudah dilakukan
adalah senam. Senam memiliki banyak manfaat diantaranya adalah melancarkan
peredaran darah dan meningkatkan jumlah volume darah. Sehingga dengan
melakukan senam secara teratur dapat meminimalkan terjadinya penyakit jantung
terutama hipertensi pada oang lansia
B. SARAN
Untuk mencapai tekanan darah normal, selain melakukan olahraga senam
secara rutin, beberapa hal di bawah ini juga perlu mendapat perhatian, yaitu:
1. Jika kelebihan bobot badan, kurangilah
2. Kurangi asupan natrium (sodium)
3. Usahakan cukup asupan kalium (potasium)
4. Batasi konsumsi alkohol
DAFTAR PUSTAKA

Aji Subekti, Insan. 2012. Olahraga Bagi Usia Lanjut.


http://insanajisubekti.wordpress.com/2012/04/17/olahraga-bagi-usia-lanjut/ ,
diakses 26 November 2013
Arumdita. 2010. Klasifikasi Tekanan Darah.
http://arumdita.blogspot.com/2010/01/klasifikasi-tekanan-darah.html ,
diakses 26 November 2013.
Departemen Kesehatan. 2012. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Buku Saku.
http://www.binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361338449.pdf ,
diakses 26 November 2013.
Fhajar Pranama, Vendyik. 2012. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi Di Desa Pomahan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, Karya
Tulis, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/5/jkptumpo-gdl-vendyikfha-233-1-abstrak-i.pdf ,
diakses 21 November 2013.
Kadulli, Arnold. 2012. Proposal Hipertensi Pada Lansia.
http://arnoldkadulli12081991.blogspot.com/2012/11/proposal-hipertensi-pada-lansia.html ,
diakses pada 26 November 2013.
Karya, Teguh. 2012. Olahraga Pada Lansia Pengidap
Hipertensi, http://teguhkarya277.blogspot.com/2012/03/v-
behaviorurldefaultvmlo_31.html , diakses 26 November 2013.
Rachman , Fauzia. 2011. Berbagai Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Lansia (Studi Kasus di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang), Karya Tulis Ilmiah,
Universitas Diponegoro Semarang. http://eprints.undip.ac.id/33002/1/Fauzia.pdf , diakses
24 November 2013.
Setiawan, Yahmin. 2012. Olahraga Untuk Lansia. http://www.lkc.or.id/2012/05/22/olahraga-
untuk-lansia/, diakses 24 November 2013.

Anda mungkin juga menyukai