Anda di halaman 1dari 22

Tugas Etika Profesi dan Tata Kelola Koorporat

ALASAN DIPERLUKAN TATA KELOLA YANG BAIK


DAN ETIKA BISNIS

Oleh:

I PUTU EKA ADIPUTRA (1707612002)


I DEWA GEDE SURYAWAN (1707612007)
I PUTU ARI DARMAWAN (1707612013)
WILLIAM JEFFERSON W (1707612015)

Profesi Akuntansi (PPAk)


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2018
Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi,
dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak
yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu
manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency
Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan
riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan
hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer.
Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta
karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.Dalam teori keagenan (agency theory),
hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain
(agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut. Teori keagenan merupakan dasar teori yang digunakan dalam
pemahaman konsep good corporate governance.
i. Hubungan principal dan agen
Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara investor dan agen (dikembangkan
oleh Coase, 1937; Jensen dan Meckling, 1976; dan Fama dan Jensen, 1983) dalam
Darmawati dkk. (2004). Hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah pada saat
pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda. Pemilik modal
menghendaki bertambahnya kekayaan dan kemakmurannya, sedangkan manajer juga
menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Hal ini menyebabkan
munculnya konflik kepentingan antara pemilik investor (principal) dengan manajer
(agen). Pemilik lebih tertarik untuk memaksimumkan return dan harga sekuritas dari
investasinya, sedangkan manajer mempunyai kebutuhan psikologis dan ekonomi
yang luas, termasuk memaksimumkan kompensasinya. Kontrak yang dibuat antara
pemilik dan manajer diharapkan dapat meminimumkan konflik antar kedua
kepentingan tersebut. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara
kepemilikan di pihak principal/investor dan pengendalian di pihak agent/manajer.
Investor memiliki harapan bahwa manajer akan menghasilkan return dari dana yang
mereka investasikan. Oleh karena itu, kontrak yang baik antara investor dan manajer
adalah kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasi-spesifikasi apa sajakah yang
harus dilakukan manajer dalam mengelola dana para investor, dan spesifikasi tentang
pembagian return antara manajer dengan pemegang saham. Secara ideal, investor dan
manajer sebaiknya menandatangani kontrak yang lengkap, yang menspesifikasikan
secara tepat apa saja yang akan dilakukan oleh manajer, dan bagaimana laba
perusahaan akan dialokasikan. Namun demikian, manajer tidak selalu bertindak
sesuai dengan kontrak yang telah disepakati antara investor dan manajer sehingga
akan menimbulkan agency problem.

ii. Pemicu konflik kepentingan dan masalah keagenan yang timbul (informasi asimetri
dan perilaku self interest).
Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi
ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada
posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan
dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk
memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang
dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang
tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat
mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan
dengan cara melakukan manajemen laba. Asimetri informasi ini juga pada akhirnya
dapat memberikan kesempatan bagi para manajer untuk melakukan manajemen laba
sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadinya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada
didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai
perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke
perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan
kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu
dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki
informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di
samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat
sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau
sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan
prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun
perekayasaan kinerja perusahaan.

iii. Peran Tata Kelola dan Tata Kelola Bisnis untuk mengatasi Konflik Kepentingan
Timbulnya Agency problem dalam sebuah perusahaan dapat merugikan investor
karena tidak terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki
akses untuk mendapatkan informasi yang memadai. Salah satu cara yang di gunakan
untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen
adalah corporate governance. Corporate governance merupakan respon perusahaan
terhadap agency problem. Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu
diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah;
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan
responsibilitas (responsibility).Corporate governance diarahkan untuk mengurangi
asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat
meminimalkan tindakan manajemen laba.

Definisi dan Prinsip Dasar tata Kelola

Good governance adalah suatu mekanisme tata kelola organisasi yang baik yang mana
mengatur hubungan-hubungan antara pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan baik itu pihak
internal maupun eksternal untuk mencapai suatu tujuan, dimana mekanisme disusun dalam suatu
formula atau prosedur-prosedur baku yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Lebih
jauh Bank dunia (World Bank) mendefinisikan Good Governance sebagai cara kekuasaan
digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan
masyarakat masyarakat (The way state power is used in managing economic and social
resources for development of society). Konsep GCG membantu dalam mempertegas dan
memperjelas mekanisme hubungan antara para pemangku kepentingan didalam suatu organisasi
yang mencakup:
a. Hak – hak para pemegang saham
b. Para karyawan dan pihak yang berkepentingan
c. Pengungkapan yang tepat dan akurat
d. Transparansi yang tepat dan akurat
e. Tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan

Setiap perusahaan harus memberikan kepastian atas penerapan prinsip atau asas GCG di setiap
aspek bisnisnya. Menurut KNKG (2006), prinsip-prinsip GCG terdiri dari transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk
mencapaikesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan
pemangkukepentingan (stakeholders).

1. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasar:Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakaninformasi yang material dan relevan dengan carayang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur
dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,akurat dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangkukepentingan sesuai dengan
haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,sasaran
usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasipengurus,
pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksidan anggota
Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan danperusahaan lainnya,
sistem manajemen resiko, sistem pengawasan dan pengendalianinternal, sistem dan
pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadianpenting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajibanuntuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturanperundang-
undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikankepada
pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip dasar:Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan danwajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengankepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang
sahamdan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukanuntuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masingpihak
perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi,
misi,nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua pihak perusahaan yang berkepentingan dan
semua karyawanmempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan
perannyadalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektifdalam
pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yangkonsisten
dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaandan sanksi (reward
and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap pihak perusahaanyang
bersangkutan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman
perilaku(code of conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip dasar:Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakantanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpeliharakesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagaigood corporate citizen.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Pihak-pihakperusahaan yang berkepentingan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian
dan memastikankepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan
peraturanperusahaan (by-laws).
b. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduliterhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaandengan membuat
perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency)
Prinsip dasar: Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan harus menghindari terjadinya
dominasi olehpihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari
benturankepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan,
sehinggapengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b. Masing-masing karyawan perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnyasesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidaksaling mendominasi dan
atau melempar tanggung jawab antara satu denganyang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip dasar:Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikankepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkanasas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentinganuntuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentinganperusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsiptransparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing.
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepadapemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikankepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaankaryawan,
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpamembedakan suku, agama,
ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

Tinjauan Struktur Tata kelola di Indonesia

1. Perbandingan struktur satu dewan dan dua dewan


i. Model Anglo-saxon (single board system) yaitu struktur Good Governance yang
tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi. Pada struktur
governance ini akan terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of
Directors (representasi dari pemegang saham) serta Executive Managers (manajemen
yang akan menjalankan aktivitas). Dalam sistem ini anggota dewan komisaris juga
merangkap anggota dewan direksi dan kedua dewan ini disebut dengan board of
directors. Negara-negara dengan One Tier System misalnya Amerika Serikat dan
Inggris.

Gambar 1.1. Struktur Board of Directors dalam One Tier System

ii. Model Continental Europe (Two Board System), yaitu struktur Good Governance
yang dengan tegas memisahkan keanggotaan dewan, yitu antara keanggotaan dewan
komisaris sebagai pengawas dan dewan direksi sebagai eksekutif perusahaan.Dalam
struktur ini terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direktur, dan Manajemen
Eksekutif. Dalam model two board system, RUPS merupakan struktur tertinggi yang
mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris yang mewakili para pemegang
saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen. Dewan komisaris membawahi
langsung dewan direksi dalam menjalankan perusahaan.

Gambar 1.2 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System
yang diadopsi oleh Belanda

Gambar 1.3 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System
yang diadopsi oleh Indonesia

2. Organ Korporat: RUPS, Dewan komisaris dan Direksi


Menurut KNKG (2006) Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG
secara efektif.
i. Prinsip Dasar: RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang
saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang
ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan
peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus
didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan
atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan
wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS
untuk menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan
perundangundangan, termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian
anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi.
ii. Prinsip Dasar:Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG.
Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil
keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris
termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus
inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan
tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip
berikut:
a. Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan
secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
b. Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki
kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk
memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku
kepentingan.
c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan
pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
iii. Prinsip Dasar: Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
secara kolegialdalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat
melaksanakantugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan
wewenangnya.Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap
merupakantanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi
termasukDirektur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter
pares adalahmengkoordinasikan kegiatan Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi
dapat berjalansecara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
a. Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilankeputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
b. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman
sertakecakapan yangdiperlukan untuk menjalankan tugasnya.
c. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar
dapatmenghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan
usahaperusahaan.
d. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai
denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.

Prinsip-prinsip Tata kelola Menurut OECD


Sejak diperkenalkan oleh Organization for Economic Co Operation and Development
(OECD), prinsip-prinsip Corporate Governance berikut ini telah dijadikan acuan oleh negara-
negara didunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun secara universal sehingga
dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan
atau tata nilai yang berlaku di negara masing-masing. Adapun prinsip-prinsip Corporate
Governance menurut OECD, yaitu:
1. Perlindungan terhadap hak-hak Pemegang Saham (The rights of shareholders and key
ownership functions). Adapun hak-hak Pemegang Saham yang dimaksudkan adalah hak
untuk:
a. menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan;
b. mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya;
c. memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur;
d. ikut berperan dan memberikan suara dalam rapat umum pemegang saham;
e. memilih anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta
f. memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
Kerangka yang dibangun dalam suatu negara mengenai corporate governance harus mampu
melindungi hak-hak tersebut.
2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of
shareholders). Seluruh Pemegang Saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan
penggantian atau perbaikan (redress) atas pelanggaran dari hak-hak Pemegang Saham.
Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada
dalam satu kelas, melarang praktek-praktek perdagangan orang dalam (insider trading) dan
mengharuskan anggota Direksi untuk melakukan keterbukaan apabila menemukan transaksi-
transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest). Kerangka yang
dibangun oleh suatu negara mengenai corporate governance harus mampu menjamin adanya
perlakuan yang sama terhadap seluruh Pemegang Saham, termasuk Pemegang Saham
minoritas dan asing.
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The role of stakeholders). Kerangka
yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus memberikan
pengakuan terhadap hak-hakstakeholders seperti yang ditentukan dalam undang-undang, dan
mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan parastakeholders tersebut dalam
rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha. Hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk mekanisme yang mengakomodasi peran stakeholdersdalam
meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan juga diharuskan membuka akses informasi
yang relevan bagi kalangan stakeholders yang ikut berperan dalam proses corporate
governance.
4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure & transparency).Kerangka yang dibangun di suatu
negara mengenai corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan informasi
yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan.
Dalam pengungkapan informasi ini termasuk adalah informasi mengenai keadaan keuangan,
kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Di samping itu informasi yang
diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas
tinggi. Manajemen perusahaan juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit
yang bersifat independen atas laporan keuangan perusahaan untuk memberikan jaminan atas
penyusunan dan penyajian informasi.
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (The responsibility of the board). Kerangka yang dibangun
di suatu negara mengenai corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis
perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh Dewan
Komisaris dan Direksi, serta akuntabilitas Dewan Komisaris dan Direksi terhadap
perusahaan dan Pemegang Saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang
harus dimiliki oleh Dewan Komisaris dan Direksi beserta kewajiban-kewajiban
profesionalnya kepada Pemegang Saham dan stakeholders lainnya.

Manfaat Tata kelola bagi Korporat dan Lingkungan


1. Kinerja keuangan dan Keunggulan Kompetitif
Kinerja keuangan menggambarkan prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam
suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Melalui tata kelola korporat dan lingkungan yang baik dapat meningkatkan efisiensi,
efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada
terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan
merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan.
2. Nilai Perusahaan
Penerapan tata kelola yang baik diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Nilai
perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruk manajemen mengelola kekayaannya.
Adapun manfaat tata kelola perusahaan yang baik bagi nilai perusahaan yaitu: meningkatkan
nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada
publik luas dalam jangka panjang; mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai
dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana
atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya
tingkat resiko perusahaan; dan menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang
berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai
strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat
jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi
perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
3. Manfaat bagi Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan (selain pemegang saham) adalah mereka yang memiliki kepentingan
terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis
dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan
masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan. Antara perusahaan dengan pemangku
kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan
(fairness) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak. Adapun manfaat
bagi pemangku kepentingan dari pelaksanaan tata kelola dalam perusahaan: sebagai pedoman
bagi Dewan Komisaris dalam melaksanakan pengawasan dan pemberian saran-saran kepada
Direksi dalam pengelolaan Perusahaan dan sebagai pedoman bagi Direksi agar dalam
menjalankan kegiataan sehari-hari Perusahaan dilandasi dengan nilai moral yang tinggi
dengan memperhatikan Anggaran Dasar, etika bisnis, perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku lainnya.

Overview Regulasi dan Pedoman Tata kelola di Indonesia


Penerapan Good Corporate Governance (GCG) kini menjadi fokus utama dalam
pengembangan iklim dunia usaha di Indonesia terutama dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi. Sebagai langkah awal, pada tahun 1999 Pemerintah membentuk Komite Nasional
Kebijakan Corporate governance (KNKCG) yang kemudian pada November 2004 berganti
namamenjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang lingkuptugasnya lebih
luas tidak hanya membuat kebijakan governance di sektorkorporasi tetapi juga di sektor publik.
Komite ini memiliki fungsi untukmemprakarsai pengembangan tata kelola yang baik sekaligus
memantauperbaikan tata kelola perusahaan di Indonesia. Pada tahun 2001 KNKCG telahberhasil
menerbitkan pedoman praktik GCG (Code of Good Corporate Governance). Swasta juga
berperan dalam mengembangkan corporate governance ini, dengan membentuk organisasi non-
pemerintah seperti Forum for Corporate Governance for Indonesia (FCGI) pada tahun 2000,
The Indonesian Institute for Corporate governance (IICG), Corporate Leadership Development
in Indonesia (CLDI), dan Indonesian Institute of Independent Commissioners (IIIC).
Pasar Modal Indonesia dari dahulu hingga saat ini secara bertahap telah melakukan
serangkaian transformasi yang memberikan peluang untuk menjadi lebih kompetitif di tingkat
regional. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan standar internasional dan praktik terbaik
yang dapat diteladani di dunia pasar modal. Pada awal 1990-an, Pasar Modal Indonesia diatur
melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan. Sejak tahun 1995 Pasar Modal Indonesia
memperoleh landasan hukum yang lebih kuat dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM). Perkembangan terakhir dalam industri jasa
keuangan Indonesia, termasuk pasar modal, adalah dengan terbentuknya lembaga baru yaitu
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (UU OJK). Tujuan utama pembentukan OJK adalah mewujudkan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan
menggabungkan dua badan pengatur jasa keuangan di Indonesia, yaitu otoritas pasar modal dan
industri keuangan non-bank (Bapepam-LK) dan otoritas perbankan (Bank Indonesia), menjadi
satu institusi terpadu.
HinggaPada tanggal 4 Februari 2014 yang lalu, telah dilaksanakan peluncuran Corporate
Governance Roadmap (CG Roadmap) dan Corporate Governance Manual (CG Manual). CG
Roadmap tersebut disusun dengan harapan:
1. Menjadi tonggak lanjutan dalam perbaikan tata kelola Emiten dan Perusahaan Publik;
2. Memberikan arah perbaikan regulasi dan praktik tata kelola emiten dan perusahaan
publik secara komprehensif;
3. Menjadi pendorong peningkatan praktik tata kelola emiten dan perusahaan publik
indonesia, agar setidaknya sejajar dengan perusahaan di kawasan ASEAN
CG Roadmap membahas 6 (enam) aspek penting terkait hak dan tanggung jawab pemegang
saham serta hak dan tanggung jawab manajemen, sesuai prinsip-prinsip yang dikeluarkan oleh
the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD Principles), standar
internasional lainnya, dan best practices dalam tata kelola perusahaan. Ke-6 aspek tersebut
adalah:
1. Kerangka Tata Kelola Perusahaan;
2. Hak-hak Pemegang Saham;
3. Perlakuan yang Setara terhadap Para Pemegang Saham;
4. Peranan Pemangku Kepentingan;
5. Pengungkapan dan Transparansi; dan
6. Peran dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Instrume Penilaiandan Bukti EmpirisTerhadap Praktek Tata Keloladi Indonesia dan
ASEAN

1. Penilaian Tata Kelola Korporat Indonesia


Untuk mengukur kemajuan pasar modal Indonesia dalam menerapkan tata kelola
perusahaan terdapat 3 (tiga) penilaian utama yang dilakukan oleh lembaga internasional, yaitu
sebagai berikut:
a. Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC)
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (good corporate governance) adalah struktur dan
proses yang digunakan dan diterapkan Organ Perusahaan untuk meningkatkan
pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh
Pemangku Kepentingan termasuk pemegang polis, tertanggung, dan pihak yang
berhak memperoleh manfaat, secara akuntabel dan berlandaskan peraturan
perundangan serta nilai-nilai etika. The World Bank dan International Monetary Fund
(IMF) bekerja sama dalam melakukan penilaian atas penerapan Prinsip-prinsip Tata
Kelola Perusahaan yang disusun oleh Organisation for Economic Co-operation and
Development (OECD). Tujuan dari inisiatif ROSC adalah untuk mengidentifikasi
berbagai kelemahan yang dapat berkontribusi terhadap kerentanan ekonomi dan
keuangan suatu negara. Penilaian ROSC atas tata kelola perusahaan dilakukan dengan
menilai kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan, praktik bisnis dan
kepatuhan dari perusahaan terbuka, dan kapasitas penegakannya terhadap prinsip-
prinsip tata kelola yang dikeluarkan oleh OECD.
b. Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA).
CLSA merupakan asosiasi broker dan grup investasi bersama-sama dengan the Asian
Corporate Governance Association (ACGA) secara periodik menerbitkan Corporate
Governance Watch yang merupakan survey atas praktik tata kelola di Asia sejak
tahun 2002. Dalam CG Watch, CLSA menilai tata kelola perusahaan di beberapa
negara di Asia-Pasifik dengan melihat aturan dan praktik CG, penegakan hukum,
lingkungan politis dan regulasinya, penerapan standar akuntansi dan auditing, serta
budaya CG.
c. ASEAN CG Scorecard
Pada tahun 2009, para Menteri Keuangan negara-negara Association of South-East
Asian Nation (ASEAN) menyepakati rencana implementasi (ACMF Implementation
Plan)untuk mempromosikan pengembangan pasar modal yang terintegrasi. ASEAN
Capital Market Forum (ACMF) merupakan asosiasi regulator pasar modal di
kawasan ASEAN yang berupaya untuk mewujudkan ASEAN sebagai sebuah
komunitas ekonomi tunggal pada tahun 2015. Di antara berbagai inisiatif tersebut,
ASEAN Corporate Governance Scorecard (ASEAN CG Scorecard) diperkenalkan
sebagai suatu alat untuk memeringkat kinerja tata kelola perusahaan publik dan
terbuka di ASEAN.Inisiatif ASEAN CG Scorecard, yang bertujuan untuk mengukur
dan meningkatkan efektivitas dari implementasi prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan, diluncurkan sejak tahun 2011 dan sepakat untuk mengadopsi kriteria
yang merupakan penjabaran lebih rinci dari prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang diterbitkan OECD sebagai acuan penilaian untuk ASEAN CG Scorecard.

2. Penilaian berdasarkan ASEAN CG Scorecard dari ASEAN Capital Market Forum


ASEAN Corporate Governance Scorecard adalah suatu tolak ukur (parameter) pengukuran
praktek Tata Kelola perusahaan yang disepakati oleh ACMF (ASEAN Capital Market
Forum)yaitu asosiasi otoritas pasar modal ASEAN , dimana ASEAN Corporate Governance
Scorecard tersebut dibuat berdasarkan OECD Principles. Inisiatif ASEAN CG Scorecard, yang
bertujuan untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas dari implementasi prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan, diluncurkan sejak tahun 2011. Penilaian meliputi lima bidang berikut prinsip-
prinsip OECD beserta persentase:
a. Hak pemegang saham 10%
b. Pemerataan pengobatan pemegang saham 15%
c. Peran stakeholder 10%
d. Pengungkapan dan transparansi 25%
e. Tanggung Jawab papan 40%
Sehingga total penilaian mencapai 100%
KASUS
IMPLEMENTASI GCG DAN KODE ETIK DAN PERILAKU
DI PT BANK MANDIRI TBK
Komisaris dan Direksi Bank Mandiri berkomitmen untuk menegakkan sistem perbankan yang
sehat dan kuat di Indonesia dan mentransformasi Bank Mandiri menjadi bank publik terkemuka
(Blue Chip Company) di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank). Manajemen
berkeyakinan bahwa penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan
salah satu prasyarat mutlak dalam proses transformasi ini. Penerapan prinsip secara baik akan
meningkatkan kepercayaan investor dan merupakan nilai tambah bagi para pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya.

Pembentukan Komite Good Corporate Governance


Bank Mandiri telah menyadari pentingnya penerapan GCG sebelum dikeluarkannya PBI
No.8/4/PBI/2006. Hal ini terbukti dengan telah dibentuknya Komite Good Corporate
Governance di level Komisaris pada tanggal 18 Juli 2005. Pembentukan Komite GCG di level
Komisaris sejalan dengan tugas Komisaris dalam melakukan pengawasan atas jalannya
pengurusan perseroan oleh Direksi termasuk memantau efektivitas implementasi GCG berserta
praktek-praktek terbaik.

Sosialisasi Good Corporate Governance


Sosialisasi prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG serta kebijakan terkait lainnya,
seperti corporate values dan corporate behaviours dilaksanakan kepada seluruh jajaran Bank
Mandiri melalui berbagai cara, antara lain sosialisasi secara langsung melalui forum sosialisasi di
Kantor Pusat, kunjungan ke wilayah-wilayah, dalam trainng/workshop, fokus group maupun
sosialisasi melalui media.

Penilaian Penerapan Good Coorporate Governance


Untuk memastikan adanya peningkatan kualitas penerapan GCG secara berkesinambungan ke
dalam proses bisnis, sejak tahun 2003 Bank Mandiri menugasi lembaga independen untuk
melakukan penilaian terhadap implementasi GCG, yaitu Standard and Poor’s,
PricewaterhouseCoopers dan The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG).
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Di Bank Mandiri
1. Keterbukaan (transparency)
- Bank mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan serta dapat diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
- Informasi tersebut meliputi visi, misi, sasaran usaha, strategi Bank, kondisi keuangan,
susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding,
pejabat eksekutif, pengelolaan risiko, sistem pengawasan dan pengendalian intern,
status kepatuhan, sistem dan implementasi GCG serta informasi dan fakta material
yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal.
- Prinsip keterbukaan itu tetap memperhatikan ketentuan rahasia bank, rahasia jabatan
dan hak-hak pribadi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada stakeholders yang berhak
memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.
2. Akuntabilitas (Accountability)
- Bank menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ Bank yang
selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi Bank dan menetapkan
kompetensi kepada organ tersebut sesuai tanggung jawab masing-masing.
- Dalam pengelolaannya, Bank menetapkan check and balance system.
- Bank juga memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran berdasarkan ukuran yang
disepakati konsisten dengan nilai perusahaan, sasaran usaha, dan stategi bank serta
memiliki reward and punishment system.
3. Tanggung Jawab (Responsibility)
- Bank perpegang pada prinsip kehati-hatian dan menjamin kepatuhan terhadap
peraturan yang berlaku.
- Bank sebagai good governance citizen peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan
tanggungjawab sosial secara wajar.
4. Independensi (Independency)
- Bank menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholders manapun
dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta terbebas dari benturan
kepentingan.
- Bank mengambil keputusan secara obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak
manapun.
5. Kewajaran (Fairness)
- Bank memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan asas kesetaraan
dan kewajaran.
- Bank memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan
masukan an menyampaikan pendapat bagi kepentingan Bank serta mempunyai akses
terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.

Struktur Corporate Governance


1. Komisaris
2. Komisaris independen
3. Komite-komite dibawah komisaris
- Komite audit
- Komite nominasi dan reminerasi
- Komite kebijakan risiko
- Komite GCG
4. Direksi
5. Hubungan komisaris dan direksi

Corporate Secretary
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pemodal, Bank Mandiri sebagai
perusahaan publik membentuk Corporate Secretary yang berperan sebagai penghubung Bank
dengan investor, pelaku pasar modal, regulator dan juga para pengamat.

Sistem Pengendalian Intern


Dalam rangka mengelola bank secara efektif dan efisien serta sebagai dasar kegiatan
operasional yang sehat dan aman, Bank telah menerapkan suatu Sistem Pengendalian Intern
(SPI). Agar penerapannya dapat dilakukan secara efektif maka SPI tersebut telah dituangkan
dalam suatu “Pedoman” yang ditetapkan oleh Komisaris dan Direksi.

Nilai-Nilai dan Perilaku Bank Mandiri


Manajemen Bank Mandiri bertekad untuk menerapkan nilai-nilai kebersamaan sebagai
berikut:
1. Trust/Kepercayaan: membangun keyakinan dan sangka baik di antara stakeholders dalam
hubungan yang tulus dan terbuka berdasarkan kehandalan.
2. Integrity/Integritas: setiap saat berpikir, berkata dan berperilaku terpuji, menjaga
martabat serta menjunjung tinggi kode etik profesi.
3. Professionalism/Profesionalisme: berkomitmen untuk bekerja tuntas dan akurat atas dasar
kompetensi terbaik dengan pengaruh tanggungjawab.
4. Customer Focus/Fokus Pada Pelanggan: senantiasa menjadikan pelanggan sebagai mitra
utama yang saling menguntungkan untuk tumbuh secara berkesinambungan.
5. Excellence/Kesempurnaan: mengembangkan dan melakukan perbaikan di segala bidang
untuk mendapatkan nilai tambah optimal dan hasil terbaik secara terus menerus.
Daftar Pustaka
Komite Nasional Kebijakan Governance (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia. Diakses 27 Oktober 2014.
http://www.oecd.org/corporate/ca/corporategovernanceprinciples/31557724.pdf
http://iicd.or.id/assets/dokumen/Press%20Release%202013_ASEAN%20CG.pdf
https://www.google.com/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF
8#q=Keynote+Speech+Pengumuman+Top+50+CG-rev-2-dr+Abu
www.bankmandiri.co.id

Anda mungkin juga menyukai