Oleh:
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi,
dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak
yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu
manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency
Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan
riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan
hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer.
Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta
karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.Dalam teori keagenan (agency theory),
hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain
(agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut. Teori keagenan merupakan dasar teori yang digunakan dalam
pemahaman konsep good corporate governance.
i. Hubungan principal dan agen
Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara investor dan agen (dikembangkan
oleh Coase, 1937; Jensen dan Meckling, 1976; dan Fama dan Jensen, 1983) dalam
Darmawati dkk. (2004). Hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah pada saat
pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda. Pemilik modal
menghendaki bertambahnya kekayaan dan kemakmurannya, sedangkan manajer juga
menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Hal ini menyebabkan
munculnya konflik kepentingan antara pemilik investor (principal) dengan manajer
(agen). Pemilik lebih tertarik untuk memaksimumkan return dan harga sekuritas dari
investasinya, sedangkan manajer mempunyai kebutuhan psikologis dan ekonomi
yang luas, termasuk memaksimumkan kompensasinya. Kontrak yang dibuat antara
pemilik dan manajer diharapkan dapat meminimumkan konflik antar kedua
kepentingan tersebut. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara
kepemilikan di pihak principal/investor dan pengendalian di pihak agent/manajer.
Investor memiliki harapan bahwa manajer akan menghasilkan return dari dana yang
mereka investasikan. Oleh karena itu, kontrak yang baik antara investor dan manajer
adalah kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasi-spesifikasi apa sajakah yang
harus dilakukan manajer dalam mengelola dana para investor, dan spesifikasi tentang
pembagian return antara manajer dengan pemegang saham. Secara ideal, investor dan
manajer sebaiknya menandatangani kontrak yang lengkap, yang menspesifikasikan
secara tepat apa saja yang akan dilakukan oleh manajer, dan bagaimana laba
perusahaan akan dialokasikan. Namun demikian, manajer tidak selalu bertindak
sesuai dengan kontrak yang telah disepakati antara investor dan manajer sehingga
akan menimbulkan agency problem.
ii. Pemicu konflik kepentingan dan masalah keagenan yang timbul (informasi asimetri
dan perilaku self interest).
Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi
ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada
posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan
dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk
memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang
dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang
tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat
mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan
dengan cara melakukan manajemen laba. Asimetri informasi ini juga pada akhirnya
dapat memberikan kesempatan bagi para manajer untuk melakukan manajemen laba
sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadinya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada
didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai
perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke
perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan
kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu
dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki
informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di
samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat
sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau
sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan
prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun
perekayasaan kinerja perusahaan.
iii. Peran Tata Kelola dan Tata Kelola Bisnis untuk mengatasi Konflik Kepentingan
Timbulnya Agency problem dalam sebuah perusahaan dapat merugikan investor
karena tidak terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki
akses untuk mendapatkan informasi yang memadai. Salah satu cara yang di gunakan
untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen
adalah corporate governance. Corporate governance merupakan respon perusahaan
terhadap agency problem. Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu
diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah;
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan
responsibilitas (responsibility).Corporate governance diarahkan untuk mengurangi
asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat
meminimalkan tindakan manajemen laba.
Good governance adalah suatu mekanisme tata kelola organisasi yang baik yang mana
mengatur hubungan-hubungan antara pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan baik itu pihak
internal maupun eksternal untuk mencapai suatu tujuan, dimana mekanisme disusun dalam suatu
formula atau prosedur-prosedur baku yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Lebih
jauh Bank dunia (World Bank) mendefinisikan Good Governance sebagai cara kekuasaan
digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan
masyarakat masyarakat (The way state power is used in managing economic and social
resources for development of society). Konsep GCG membantu dalam mempertegas dan
memperjelas mekanisme hubungan antara para pemangku kepentingan didalam suatu organisasi
yang mencakup:
a. Hak – hak para pemegang saham
b. Para karyawan dan pihak yang berkepentingan
c. Pengungkapan yang tepat dan akurat
d. Transparansi yang tepat dan akurat
e. Tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan
Setiap perusahaan harus memberikan kepastian atas penerapan prinsip atau asas GCG di setiap
aspek bisnisnya. Menurut KNKG (2006), prinsip-prinsip GCG terdiri dari transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk
mencapaikesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan
pemangkukepentingan (stakeholders).
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasar:Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakaninformasi yang material dan relevan dengan carayang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur
dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,akurat dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangkukepentingan sesuai dengan
haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,sasaran
usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasipengurus,
pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksidan anggota
Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan danperusahaan lainnya,
sistem manajemen resiko, sistem pengawasan dan pengendalianinternal, sistem dan
pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadianpenting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajibanuntuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturanperundang-
undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikankepada
pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip dasar:Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan danwajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengankepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang
sahamdan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukanuntuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masingpihak
perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi,
misi,nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua pihak perusahaan yang berkepentingan dan
semua karyawanmempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan
perannyadalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektifdalam
pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yangkonsisten
dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaandan sanksi (reward
and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap pihak perusahaanyang
bersangkutan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman
perilaku(code of conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip dasar:Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakantanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpeliharakesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagaigood corporate citizen.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Pihak-pihakperusahaan yang berkepentingan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian
dan memastikankepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan
peraturanperusahaan (by-laws).
b. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduliterhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaandengan membuat
perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency)
Prinsip dasar: Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan harus menghindari terjadinya
dominasi olehpihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari
benturankepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan,
sehinggapengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b. Masing-masing karyawan perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnyasesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidaksaling mendominasi dan
atau melempar tanggung jawab antara satu denganyang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip dasar:Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikankepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkanasas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentinganuntuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentinganperusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsiptransparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing.
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepadapemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikankepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaankaryawan,
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpamembedakan suku, agama,
ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
ii. Model Continental Europe (Two Board System), yaitu struktur Good Governance
yang dengan tegas memisahkan keanggotaan dewan, yitu antara keanggotaan dewan
komisaris sebagai pengawas dan dewan direksi sebagai eksekutif perusahaan.Dalam
struktur ini terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direktur, dan Manajemen
Eksekutif. Dalam model two board system, RUPS merupakan struktur tertinggi yang
mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris yang mewakili para pemegang
saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen. Dewan komisaris membawahi
langsung dewan direksi dalam menjalankan perusahaan.
Gambar 1.2 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System
yang diadopsi oleh Belanda
Gambar 1.3 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System
yang diadopsi oleh Indonesia
Corporate Secretary
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pemodal, Bank Mandiri sebagai
perusahaan publik membentuk Corporate Secretary yang berperan sebagai penghubung Bank
dengan investor, pelaku pasar modal, regulator dan juga para pengamat.