Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Nilam


Tanaman nilam memiliki varietas yang beragam berdasarkan tempat tumbuhnya. Perbedaan
itu menjadi karakteristik yang mempengaruhi minyak nilam yang dihasilkan. Tanaman nilam untuk
dibudidayakan menurut Nuryani. (2005), dari 28 varietas yang ada (dimiliki balitro), terpilih empat
varietas yang memiliki kadar minyak yang relative tinggi, yaitu varietas yang berasal dari Cisanori
(Jawa Barat), Lhokseumawe (Nanggroe Aceh Darussalam), Tapak Tuan (Nanggroe Aceh
Darussalam), dan Sidikalang (Sumatera Utara). Dari keempat tanaman tersebut tiga varietas yaitu ,
Tapak Tuan (Nanggroe Aceh Darussalam), dan Sidikalang (Sumatera Utara) memiliki kandungan
Patchouli alcohol diatas 30% (Nuryani et.al, 2007).
Tapaktuan memiliki pertumbuhan yang lebih baik ditinjau dari karakteristik tinggi tanaman,
jumlah cabang primer/sekunder, panjang cabang primer/sekunder, panjang atau lebar daun, jumlah
daun percabang primer, produktivitas terma kering, dan produktivitas minyak (Nuryani et.al, 2006).
Menurut Ketaren (1985), variasi tanaman nilam disebabkan oleh perbedaan sifat tanah, iklim,
dan cara penanaman. Beberapa jenis tanaman nilam yang dikenal adalah :
a. Pogostemon cablin BENTH, mempunyai bulu rambut di bagian bawah daun sehingga daun
pucat. Waktu panen daun, yaitu setelah tanama berumur 2-3 tahun dan belum berbunga. Hal
ini menunjukkan bahwa proses pembentukan bunga nilam tersebut relatif lambat. Rendemen
minyak daun keringnya 2,5-5%
Tabel 2. Karakteristik Nilam Aceh
Varietas Tapak Tuan Sidikalang

Asal Tapak Tuan (NAD) Sidikalang (Sumut)

Panjang cabang primer (Cm) 46-66 43-62

Panjang cabang sekunder (Cm) 20-45 26-34

Pertulangan daun Delta, Bulat Telur Delta, Bulat Telur

Bentuk daun Menyirip Menyirip

Warna daun Hijau Hijau

Panjang daun 6,46-7,52 6,30-6,45

Lebar daun 5,22-6,39 4,88-6,26

Panjang tangkai 2,67-4,13 2,71-3,34

Pangkal daun Rata, membulat Rata, Membulat

Sumber :Nuryani (2006)

3
Gambar 1. Penampakan tanaman nilam Aceh
Sumber : Nuryani et.al (2007)
b. Pogostemon hortensis atau nilam Jawa, mempunyai daun yang lebih tipis bila dibandingkan
dengan Pogostemon cablin BENTH. Nilam ini memiliki kandungan minyak 0.5-1.5%.
c. Pogostemon heyneatus, merupakan tanaman nilam yang cepat berbunga, dan dikenal sebagai
nilam berbunga. Di Jawa disebut nilam kembang, sedangkan di Malay disebut dhalum cutan.
Rendemen dari daunkerinya ialah 0.5-1.5% (Ketaren, 1985)
Nilam dapat tumbuh di dataran rendah sampai pada dataran tinggi yang dengan ketinggian
1.200 m diatas permukaan laut. Nilam dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada
ketinggian 50 - 400 m dpl. Menurut Nuryani dan Taryono (1996), pada dataran rendah kadar minyak
lebih tinggi tetapi kadar patchouli alcohol lebih rendah, sebaiknya pada dataran tinggi kadar minyak
rendah, kadar patchouli alkohol (PA) tinggi. Curah hujan yang diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman nilam berkisar antara 2000-2500 mm/tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun, suhu
optimum unuk tanaman ini adalah 24 – 280C dengan kelembaban lebih dari 75 %, secara rinci dapat
dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. Menurut Lei (2010) tanaman atsiri akan menghasilkan minyak
dengan komposisi yang banyak atau beragam apabila dapat bertahan hidup atau beradaptasi terhadap
lingkungannya dengan baik dari kondisi lingkungan ataupun dari bahaya patogen.

Tabel 3. Tingkat Kesesuaian Tanaman Nilam

Parameter Tingkat Kesesuaian

Sangat sesuai Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai

Ketinggian (m 100-400 400-700 > 700 > 700


dpl)

Jenis Tanah Andosol, Regosol, Lainnya Lainnya


Latosol Podsolik,
Kambisol

Tabel 3. Tingkat Kesesuaian Tanaman Nilam (lanjutan)

4
Parameter Tingkat Kesesuaian

Sangat sesuai Sesuai Kurang sesuai Tidak Sesuai

Tekstur Lempung Liat, Berpasir Lainnya Lainnya

pH 5,5-7 5-5,5 4,5-5 < 4.5


(Keasaman)

Jumlah Bulan 10-11 9-10 <9 <8


Basah (curah
hujan >200
mm/bulan)

Sumber :Nuryani et.al (2007)

Tabel 4. Tingkat Kesesuaian Curah Hujan dan Suhu Tanaman Nilam

Parameter Tingkat Kesesuaian

Sangat Sesuai Sesuai Kurang Sesuai Tidak sesuai

Curah Hujan 2300-3000 1750-2300 >3500 > 5000


Tahunan (mm)
300-3500 1200-1750 < 1200

Temperatur (0C) 24-28 24-25 23-24 <23

26-28 28-29 >29

Sumber : Nuryani et.al (2007)

Menurut Handayani et al (2006), agar pertumbuhan dan produksi minyak nilam optimal,
tanaman nilam memerlukan intensitas penyinaran berkisar antara 75- 100 %. Pada tempat-tempat
yang agak terlindung, nilam masih dapat tumbuh dengan baik, tetapi kadar minyak lebih rendah dari
pada tempat terbuka. Nilam yang ditanam di bawah naungan akan tumbuh lebih subur, berdaun lebar
dan tipis serta berwarna hijau, tetapi kadar minyaknya rendah. Tanaman nilam yang ditanam di
tempat terbuka, pertumbuhan tanaman kurang rimbun, tanaman lebih kecil, daun agak kecil dan tebal,
daun berwarna kekuningan dan sedikit merah, tetapi kadar minyaknya lebih tinggi. Tanaman nilam
sebaiknya pada awal pertumbuhan diberi sedikit naungan, karena nilam rentan terhadap kekeringan.
Jenis tanah yang paling sesuai adalah yang mempunyai tekstur lemah, seperti Andosol atau Latosol.
Pada tanah liat, diperlukan pengolahan yang lebih intensif agar diperoleh kondisi yang optimal. Pada
tanah-tanah yang kurang humus, pemberian pupuk kandang sangat dianjurkan untuk memperbaiki
kesuburan dan kegemburan tanah (Wiratno, dkk, 2005).
Proses budidaya tanaman nilam menurut Ketaren (1985), proses pemanenan pertama
dilakukan pada saat tanaman berumur 4-6 bulan. Pada umur tanaman 1 tahun, pemetikan dapat
dilakukan sebanyak 2-3 kali atau tergantung pada keadaan tanahnya.

5
2.2 Minyak Nilam
Minyak nilam tersusun atas senyawa sesquiterpen sebanyak 40-45%, patchouli alkohol yang
terdiri atas benzoldehida, eugenol benzoat, sinamat aldehida,alkohol, dan semikarbozon sebanyak 55-
60% (Harris, 1987).
Komposisi senyawa dari minyak nilam yang dapat menentukan karakteristik ataupun aroma
antara lain Patchouli alcohol sebagai komponen utama, patchoulene, kelompok senyawa azulene,
pinen, dan golongan sesquiterpen lainnya.
Komposisi dari minyak nilam terdiri dari golongan senyawa terpen, yaitu monoterpen,
monoterpen teroksidasi, seskuiterpen, dan seskuiterpen teroksidasi. Komponen minyak nilam umunya
tersusun atas komponen dengan titik didih yang tinggi seperti Patchouli alkohol, patchoulene, dan
Caryophyllene yang digunakan sebagai bahan pengikat (fiksatif) (Ketaren,1985). Menurut Bunrathep
et.al (2006), komponen minyak nilam terdiri dari senyawa Patchouli alkohol, Patchoulene, elemene,
Caryophyllene, germacrene, dan senyawa guaiene.

Gambar 2. Patchouli alkohol


Nama IUPAC :[1R-(1alpha,4beta,4aalpha,6beta,8aalpha)]-octahydro-4,8a,9,9-
tetramethyl-1,6-methano-1(2H)-naphthol
Formula : C15H26O
Bobot Molekul : 222.37
Titik didih : 287.00 to 288.00 °C. pada 760.00 mm Hg
Titik Leleh : 55.00 to 58.00 °C. @ 760.00 mm Hg
Sumber :www.pherobase.com/database/kovats/kovats-detail-Patchouli-alcohol.php

Gambar 3. α-Patchoulene
Nama IUPAC :2,3,6,7,8,8alpha-Hexahydro-1,4,9,9-tetramethyl-1H-3alpha,7-
methanoazulene
Formula : C15H24
Bobot Molekul : 204,35
Titik didih : 262.00 to 263.00 °C. @ 760.00 mm Hg
Sumber :www.pherobase.com/database/kovats/kovats-detail-alpha-patchoulene.php

Gambar 4. β-Patchoulene
Nama IUPAC : 1,2,3,4,5,6,7,8-Octahydro-1,4,9,9-tetramethyl-4,7-methanoazulene

6
Formula : C15H24
Bobot Molekul : 204,35
Titik didih : 260.00 to 262.00 °C. @ 760.00 mm Hg
Sumber :www.pherobase.com/database/kovats/kovats-detail-beta-patchoulene.php

Gambar 5. β-elemene
Nama IUPAC : 2,4-Diisopropenyl-1-methyl-1-vinylcyclohexane
Formula : C15H24
Bobot Molekul : 204,35
Titik didih : 251.00 to 253.00 °C. @ 760.00 mm Hg
Sumber : www.pherobase.com/database/kovats/kovats-detail-beta-elemene.php

Gambar 6. δ-elemene
Nama IUPAC : 3-Isopropenyl-1-isopropyl-4-methyl-4-vinyl-1-cyclohexene
Formula : C15H24
Bobot Molekul : 204,35
Titik didih : 254.00 to 255.00 °C. @ 760.00 mm Hg
Sumber : www.pherobase.com/database/kovats/kovats-detail-delta-elemene.php

Gambar 7. Caryophyllene
Nama IUPAC :4,11,11-trimethyl-8-methylene-bicyclo[7.2.0]undec-4-ene
Formula : C15H24
Bobot Molekul : 204,35
Titik didih : 262-264 °C. @ 760.00 mm Hg
Sumber : en.wikipedia.org/wiki/Caryophyllene

7
Gambar 8. Germacrene A, B, C, D
Nama IUPAC A : (1Z,5Z,8S)-1,5-dimethyl-8-(prop-1-en-2-yl)cyclodeca-1,5-diene
Nama IUPAC B : (1E,5E)-1,5-dimethyl-8-propan-2-ylidenecyclodeca-1,5-diene
Nama IUPAC D : (S,1Z,6Z)-8-isopropyl-1-methyl-5-methylenecyclodeca-1,6-diene
Formula : C15H24
Bobot Molekul : 204,35
Titik didih : 236.4°C. @ 760.00 mm Hg
Sumber : en.wikipedia.org/wiki/Germacrene

Gambar 9. α-guaiene
Nama IUPAC :1,4-dimethyl-7-propan-2-ylidene-2,3,4,5,6,8-hexahydro-1Hazulene
Formula : C15H24
Bobot Molekul : 204,35
Titik didih : 128.00 to 129.00 °C. @ 12.00 mm Hg
Sumber : www.pherobase.com/database/kovats/kovats-detail-alpha-guaiene.php
Minyak nilam dapat digunakan sebagai parfum. Minyak nilam memiliki titik didih yang
tinggi sehingga dapat dipakai sebagai zat pengikat dalam parfum dan dapat membentuk aroma yang
harmonis. Zat pengikat merupakan suatu persenyawaan yang tidak mudah menguap dan memiliki
titik didih yang tinggi. Penambahan zat pengikat dalam parfum akan mengikat aroma pewangi dan
mencegah penguapan zat pewangi yang terlalu cepat, sehingga aroma tidak cepat hilang (Guenther,
2006).

Tabel 5. Organoleptik Aroma Minyak Nilam

Jenis Aroma Woody

Deskripsi aroma dalam 10% Propilen woody old, wood dry, earthy weedy,
glikol balsam, spicy, minty

Deskripsi aroma Woody, camphoreous, cooling, terpy


and citrus with spicy nuances

Sumber : www.thegoodscentscompany.com

2.3 Penanganan Pasca Panen


Penanganan pasca panen dalam memproduksi minyak nilam antara lain ialah proses
pengeringan, proses perajangan, dan proses penyulingan. Penanganan pasca panen ini dilakukan
untuk mempermudah proses ekstraksi minyak atsiri yang terdapat didalam kelenjar-kelenjar atau
kantung-kantung yang terdapat pada tanaman.

2.3.1 Pengeringan
Proses pengeringan tanaman nilam dilakukan di bawah sinar matahari langsung dan
dikeringanginkan. Proses pengeringan dibawah matahari langsung dilakukan selama 3 hari (12 jam)
dan dikeringanginkan selama 4 hari. Menurut Guenther (2006) tanda pengeringan sudah cukup ialah
keluarnya bau yang keras dan khas bila dibandingan dengan aroma daun pada saat masih segar.
Proses pengeringan ini harus dilakukan secara tepat karena pengeringan yang terlalu cepat akan

8
menyebabkan daun menjadi rapuh dan sulit untuk disuling sedangkan jika terlalu lambat maka akan
menjadi lembab dan menjadi media tumbuhnya kapang.

2.3.2 Perajangan
Proses perajangan atau pengecilan ukuran dilakukan agar dapat terjadi proses hidrodifusi.
Guenther (2006) mengatakan minyak atsiri dapat menembus bahan karena adanya proses hidrodifusi.
Proses hidrodifusi ini akan berjalan lambat apabila bahan dalam keadaan utuh. Proses perajangan ini
akan bertujuan untuk membuka kantung-kantung atau kelenjar minyak pada bahan sehingga akan
mempermudah proses hidrodifusi dan memperbesar kapasitas penyulingan karena mengurangi sifat
kamba dari tanaman. Tanaman nilam baik daun dan batang nilam akan dirajang sehingga berukuran
3-5 cm.
Tujuan dari proses pengeringan dan perajangan ialah agar terjadi proses penguapan air dari
bahan sehingga terjadi proses difusi yang dapat memudahkan dan mempercepat proses penyulingan
serta agar terjadi fermentasi alami yang dapat menimbulkan aroma khas pada bahan tersebut.

2.3.3 Penyulingan
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen-komponen yang berupa cairan dari
campuran dua komponen atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih atau tekanan uap masing-
masing komponen tersebut dengan menggunakan uap air sebagai medium penguapnya. Secara garis
besar distilasi minyak atsiri adalah proses penguapan minyak yang terdapat di dalam bagian tanaman
bersama dengan uap air, kemudian diembunkan kembali (Guenther, 2006).
Pada penyulingan, jumlah minyak yang menguap bersama dengan uap air dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu besarnya tekanan uap, berat molekul masing-masing komponen dalam minyak dan
kecepatan minyak yang keluar dari bahan. Pada permulaan penyulingan hasil sulingan sebagian besar
terdiri dari komponen minyak yang bertitik didih rendah selanjutnya disusul dengan komponen yang
bertitik didih lebih tinggi, dan pada saat mendekati akhir penyulingan banyak minyak yang teruapkan
akan bertambah kecil.
Prinsip dari penyulingan yaitu panas dari ketel uap akan mengubah air yang ada dalam ketel
dari fase cair menjadi fase gas. Uap air yang mengandung panas laten tersebut kemudian akan
kontak dengan bahan sehingga menyebabkan minyak atsiri dilepaskan dari kelenjar minyak dalam
bahan. Campuran uap air dan minyak tersebut kemudian dialirkan menuju kondensor, dimana
campuran uap air dan minyak tersebut akan dikondensasi sehingga campuran tersebut akan berubah
dari fasa gas menjadi fasa cair. Campuran air dan minyak yang telah berubah menjadi fasa cair
tersebut (kondensat) kemudian ditampung dalam labu pemisah. Air dan minyak atsiri dalam labu
pemisah ini secara fisik akan terpisah karena perbedaan jenis senyawa sehingga mudah untuk
dipisahkan. Namun, minyak atsiri dapat pula terdispersi dan membentuk suspensi dalam air bila berat
jenisnya tidak berbeda jauh dengan berat jenis air.
Berdasarkan Ketaren (1985), proses penyulingan dibagi atas tiga cara, yaitu penyulingan
dengan air (water distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation) dan
penyulingan dengan uap (steam distillation).
Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh dengan berbagai teknik penyulingan, yaitu:
a.. Metode perebusan: bahan direbus di dalam air mendidih, minyak atsiri akan menguap
bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk kondensasi. Alat yang
digunakan untuk metode ini disebut alat suling perebus.
b. Metode pengukusan: Bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya hampir sama dengan
dandang. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke
kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut suling pengukus.

9
c. Metode uap langsung: Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel pembangkit uap.
Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor
untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling uap langsung.
(Ketaren,1985)
Proses penyulingan dilakukan selama 8 jam karena menurut Sumantri dan Sumanget (2009)
dengan penyulingan selama 8 jam akan diperoleh rendemen sekitar 2,5%. Penambahan waktu
penyulingan akan memberikan penambahan rendemen tetapi tidak terlalu besar dan akan
menyebabkan resiko kerusakan pada minyak nilam yang dihasilkan.

2.4 Agronomi dan Agroklimat


Agronomi merupakan salah satu cabang ilmu terapan dalam biologi yang mempelajari
pengaruh berbagai aspek biotik dan abiotik terhadap suatu individu atau sekumpulan individu
tanaman untuk dimanfaatkan bagi kepentingan manusia. Cakupan aspek biotik meliputi individu itu
sendiri, individu lain yang sejenis, atau individu lain yang berbeda jenis. Cakupan aspek abiotik
meliputi semua komponen tidak hidup yang mempengaruhi kehidupan individu yang dipelajari. Orang
sering menyamakan agronomi dengan ilmu pertanian (dalam arti sempit: hanya untuk tanaman).
Agronomi lebih khusus mempelajari teknik bercocok tanam atau budidaya tanaman (Anonim).
Teknik penanaman nilam dibedakan berdasarkan persiapan lahan, jarak tanam, proses penanaman,
pemeliharaan, dan polatanam (Emmyzar dan Yulius Ferry, 2004)
Menurut Hasan (1994), produktivitas daun kering dan produktivitas minyak dengan pola
tanam terbuka (monokultur) akan lebih tinggi dibandingkan dengan naungan (polikultur). Hanya saja
perbedaan tidak terlalu signifikan sehingga akan lebih menguntungkan jika dilakukan dengan pola
tanam polikultur.
Menurut Handayani, Mulyanto, dan Titiresmi (2006) kandungan Patchouli alcohol tertinggi
dapat diperoleh dari tanaman nilam yang ditanam di areal terbuka setelah berusia 6 bulan, dan ditanam
sebagai tanaman sela selama 12 bulan.
Agroklimatologi berdasarkan Contemporary English Indonesia (Petter Salin) ialah factor-
faktor alam seperti curah hujan, ketinggian, suhu, dan kelembaban yang dianggap berpengaruh
terhadap hasil suatu tanaman.

2.5 Analisa Kualitas Minyak Atsiri


Kromatografi gas merupakan suatu cara pemisahan dengan menggunakan kolom kapiler dan
kolom berpaking yang sangat efisien, alat ini mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk
memisahkan komponen suatu campuran. Alat ini juga memungkinkan digunakan untuk identifikasi
dan penentuan kuantitas senyawa yang telah dipisahkan (Sastrohamidjojo, 1991).
Pada dasarnya suatu kromatografi gas terdiri dari komponen-komponen 1) sistem gas
pembawa (carrier gas) termasuk tangki penyuplai gas, pengatur dan alirannya, 2) lubang injeksi, 3)
kolom pemisah, 4) sistem pendeteksi (detektor), 5) elektometer dan sistem pencatat (rekorder), dan 6)
unit termostat untuk mengatur suhu oven (Fardiaz, 1989).
1. Sistem Gas Pembawa
Fungsi dari gas pembawa adalah mengangkut sampel melalui kolom ke detektor. Pemilihan
gas pembawa yang tepat sangat penting karena mempengaruhi kolom pemisah dan detektor
dalam melakukan fungsinya. Untuk mendapatkan hasil analisis terbaik, gas pembawa harus
mempunyai kemurnian paling rendah 99.995 %. Adanya pengotor seperti udara dan air dapat
menyebabkan penguraian sampel, disamping mengurangi daya tahan kolom dan detektor.

10
Gas pengemban juga harus bersifat inert dengan komponen-komponen dari mpel dan isi
kolom (Fardiaz, 1989).
Gas pembawa dapat diperoleh dari tangki gas bertekanan tinggi sampai sekitar 150-160 atm.
Tangki tersebut dilengkapi dengan regulator pengatur tekanan dua tahap, yaitu tekanan dalam
tangki dan tekanan gas yang keluar dari tangki. Kecepatan aliran gas pembawa perlu diatur
karena akan mempengaruhi hasil pemisahan komponen dalam kolom. Perubahan dalam
kecepatan aliran akan menyebabkan perubahan dalam waktu retensi (Fardiaz, 1989).
2. Sistem Penyuntikan Sampel
Fungsi utama dari sistem penyuntikan sampel adalah untuk menerima sampel,
menguapkannya, dan untuk mengantarkan komponen yang menguap ke kolom analitik dalam
suatu suntikan sekecil mungkin. Disain sistem penyuntikan sampel beragam tergantung pada
jenis kolom yang digunakan, yaitu jenis kolom kapiler atau kolom jejal. Disamping itu juga
tergantung dari jenis sampel (bentuk gas, cair, atau padatan), sebagai contoh sampel yang
tidak menguap membutuhkan alat pirolisis untuk menguapkan (Fardiaz, 1989).
3. Kolom Pemisah dan Oven Kolom
Terdapat dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas secara umum, yaitu kolom
jejal dan kolom tubuler terbuka. Kolom yang pertama adalah kolom metal atau gelas yang
diisi bahan pengepak yang terdiri dari penunjang padatan yang dilapisi fase cair yang tidak
menguap atau adsorben. Kolom tubuler terbuka sangat berbeda dengan kolom jejal, yaitu gas
yang mengalir sepanjang kolom tidak mengalami hambatan, karena kolomnya merupakan
tabung tanpa bahan pengisi (Fardiaz, 1989).
Kemampuan memisahkan komponen per meter kolom pada kolom tubuler terbuka tidak jauh
berbeda dengan pemisahan pada kolom jejal. Meskipun demikian, penggunaan kolom yang
sangat panjang bersama-sama dengan waktu analisis yang relatif cepat merupakan alat
penolong yang berharga bagi para ahli kimia untuk dapat memisahkan komponen-komponen
yang perbedaannya kecil dalam sifat-sifat fisiknya (Fardiaz, 1989).
Fungsi dari oven kolom adalah untuk memberikan suhu yang diinginkan pada kolom agar
dapat terjadi proses pemisahan
4. Detektor
Fungsi detektor adalah untuk mendeteksi dan memberikan respon dalam bentuk sinyal-sinyal
listrik jika komposisi gas yang keluar dari kolom berubah. Jenis detektor yang digunakan
tergantung pada penerapannya. Detektor yang paling umum digunakan adalah detektor
konduktivitas panas (TCD), ionisasi api (FID), dan penangkap elektron (ECD) (Fardiaz,
1989).
5. Elektrometer dan Rekorder
Salah satu aspek dari instrumentasi kromatografi gas yang dapat dimengertinya analisis baik
kualitatif maupun kuantitatif, adalah bagian elektrometer dan rekorder. Sinyal-sinyal yang
keluar dari detektor ionisasi adalah arus listrik yang sangat lemah, misalnya aliran elektron.
Jika arus elektron yang kecil sebesar 10-11 A mengalir pada tahanan 1010 Ohm. Maka
voltase melalui resistor harus 0.1 Volt. Voltase ini lebih dari cukup untuk menggerakkan
rekorder potensiometer 1mv dengan skala penuh. Meskipun demikian, rekorder
potensiometrik hanya dapat menerima sinyal sepanjang tahanan dengan nilai beberapa ribu
Ohm. Hal inilah yang menjadikan penguat elektrometer berfungsi untuk mengembangkan
suatu voltase yang identik sepanjang unsur-unsur atenuator yang tahanannya relatif kecil.
Suatu rekorder potensiometer kemudian dapat dihubungkan pada atenuator untuk
pembentukan grafik dari sinyal keluaran detektor (Fardiaz, 1989)

11
Alat bantu Gas Chromatography untuk proses identifikasi komponen dari suatu contoh bahan
ialah Spectrometer massa yang akan mendeteksi molekul-molekul, mengionisasi, dan mendeteksi
ion-ion yanng keluar dari kromatografi gas. Sehingga kedua alat ini jika digabungkan dapat
mengidentifikasi komponen atau senyawa dengan lebih akurat.

2.6 Principal Component Analysis


Principal Component Analysis (PCA) merupakan metode analisis statistika multivariable
yang digunakan untuk mengubah variabel-variabel asli menjadi variabel-variabel baru yang memiliki
dimensi lebih dari kecil, saling bebas, dan orthogonal antara variabel satu dengan variabel lainnya.
Dimensi-dimensi yang baru ini dipilih menurut syarat khusus, yaitu masing-masing dimensi harus
memaksimalkan jumlah keragaman (Carpenter et.al, 2000). Menurut Meilgaard et.al (1999), PCA
mampu menjelaskan hingga 75%-90% dari total keragaman dalam data yang memiliki 25 sampai 30
variabel hanya melalui dua sampai tiga variabel-variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari
variabel aslinya (Principle Component).
Tahapan dasar dari PCA ialah mentransformasikan variabel-variabel kuantitatif awal yang
kurang saling berkorelasi ke dalam variabel kuantitatif baru yang disebut komponen utama (Principle
Component). Hasil analisis tidak berasal dari variabel-variabel awal tetapi dari indeks sintesis yang
diperoleh dari kombinasi linear variabel-variabel awal (Esbensen et.al, 1994).
Analisis akan mencari indeks yang menunjukkan keragaman individu yang maksimum dari
variasi total individu. Indek ini disebut komponen utama-1 (PC1). Selanjutnya dicari komponen
utama-2 dengan syarat sedikit berkorelasi dengan komponen utama yang pertama dan memiliki
variasi individu terbesar setelah komponen utama-1. Proses ini akan terus berlanjut hingga komponen
utama terakhir, sehingga variasi individu semakin kecil (Esbensen et.al, 1994).
Komponen dalam PCA dikarakterisasi oleh tiga atribut yang saling melengkapi, yaitu
keragaman (variance) yang meberikan informasi pada komponen utama yang dapat dinyatakan
dengan recidual variance dan explained variance, loading yang menyatakan gambaran hubungan
antara variabel-variabel dalam setiap komponen utama, dan score yang menggambarkan sifat-sifat
subjek. Gabungan plot loading dan score membentuk grafik biplot. Grafik ini menggambarkan
hunbungan antara variabel dan sampel secara keseluruhan. Jarak antara dua titik sample
menggambarkan hubungan antar sampel. Titik sampel yang berdekatan menunjukkan hubungan yang
sangat dekat (memiliki karakteristik yang hampir serupa), sedangkan titik sampel yang berjauhan
menunjukkan hal yang sebaliknya. Titik-titik sampel yang terdapat dalam satu kelompok adalah sama
sedangkan titik-titik sampel antara kelompok adalah berbeda karakteristik (Esbensen et.al, 1994).

12

Anda mungkin juga menyukai