1
(Mahkamah Agung).
Indonesia dalam bidang perpajakan memberlakukan sistem self-assesment,
yaitu suatu sistem yang pada intinya wajib pajak diberikan kepercayaan untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar pajak sendiri pajak yang terhutang
dan menyetorkannya ke kas negara. Aparatur pajak berkewajiban melakukan
pembinaan, penelitian, pengawasan dan menerapkan sanksi administrasi
perpajakan. Karena wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung,
memperhitungkandan membayar sendiri pajak yang terutang, maka wajib pajak
harus mampu memahami hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya sistem selfassesment ini, serta
semakin meningkatnya jumlah pembayar pajak tentu akan mengakibatkan
semakin meningkatnya potensi sengketa pajak.
Dalam Pasal 27 ayat (1) K U P disebutkan bahwa, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak. Dalam hal ini adalah Pengadilan Pajak karena karakteristik sengketa
pajak, merupakan sengketa dalam lingkup Hukum Administrasi Negara.
Hukum acara peradilan pajak hanya mengenal banding sebagai upaya hukum
biasa, maka dalam rangka penulisan skripsi ini penulis mencoba menelusuri,
meneliti dan menganalisis lebih mendalam tentang penyelesaian sengketa
pajak oleh Pengadilan Pajak,dengan mengambil judul ”Pembuktian
Penyelesaian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak (Studi Kasus PT Tectonia
Grandis)”. Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pembuktian penyelesaian sengketa pajak, berdasarkan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak?
2. Bagaimana penerapan pembuktian penyelesaian sengketa pajak PT Tectonia
Grandis di Pengadilan Pajak Jakarta?
2
METODE PENELITIAN
TIPE PENELITIAN
Di dalam penyusunan penulisan skripsi yang berjudul “Pembuktian Pada
Penyelesaian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak (Studi Kasus PT Tectonia
Grandis)” merupakan tipe penelitian yuridis normatif dengan menggunakan dasar
analitis terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan atau
beberapa dokumen hukum lainnya.
Metode pada hakekatnya membentuk pedoman tentang tata cara
seseorang mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkungan yang
dihadapinya. Kegiatan penelitian dilakukan apabila seseorang melakukan usaha
untuk bergerak dari teori ke pemilihan metode. Metode penelitian merupakan
suatu bagian dalam penelitian yang menyajikan bagaimana cara atau langkah-
langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan
logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Seorang peneliti
harus menguasai secara seksama metode penelitian baik penguasaan teori-teori
penelitian, praktek penerapannya maupun tata cara penulisan laporan yang
benar.
3
HASIL PEMBAHASAN
4
mengoreksi dan menghitung kembali serta selanjutnya menetapkan sendiri
pajak yang terutang.
Pembuktian Dan Alat Bukti
Pembuktian dapat didefinisikan dengan cara yang tepat (menurut prosedur
yang ditetapkan dalam peraturan pembuktian) yaitu menentukan eksistensi fakta-
fakta yang relevan untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam putusan
akhir nanti, di samping penerapan hukum (rechtstoepassing) serta kadang kala
menemukan hukum (rechtsvinding). Sedangkan membuktikan atau memberikan
pembuktian adalah penggunaan alat-alat pembuktian tertentu untuk memberikan
suatu tingkatan kepastian yang sesuai dengan penalaran tentang eksistensi fakta-
fakta (hukum) yang disengketakan. Pembuktian itu harus dilalui terhadap
sengketa pajak untuk mendapatkan putusan dari Hakim yang memeriksanya.
Menurut Muhammad Djafar Saidi Pembuktian adalah suatu instrumen hukum
yang diperuntukan bagi para pihak yang bersengketa untuk menguatkan dalil-
dalilnya dihadapan persidangan pengadilan Pajak. Yang dimaksud dengan
membuktikan ialah menyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil
yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.
Oleh karena itu, membuktikan dalam arti luas berarti memperkuat
kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah.
Prinsip pembuktian yang dianut dalam Undang-Undang tentang
Pengadilan Pajak adalah sistem pembuktian bebas. Prinsip pembuktian bebas
tentu bukan berarti para pihak bebas begitu saja melakukan atau tidak melakukan
pembuktian. Dalam hal ini, prinsip pembuktian bebas adalah yakni hakim
mempunyai kebebasan dalam:
a. menentukan apa yang harus dibuktikan atau yang sering disebut juga
sebagai luas pembuktian;
b. menentukan beban pembuktian atau dalam hal ini menentukan siapa yang
seharusnya melakukan pembuktian;
c. beserta penilaian pembuktian.
Dari pendapat tersebut terlihat bahwa sebenarnya pembuktian hanya
diperlukan bila ada sengketa, dan apabila terdapat persengketaan maka dengan
sendirinya ada dua pendirian atau lebih. Dalam hal sengketa pajak, adanya
5
banding itu menunjukkan bahwa ada persengketaan antara pemohon banding dan
pihak terbanding, demikian halnya dalam gugatan, di situ tentu saja penggugat
yang mengajukan gugatan bersengketa dan tidak sependapat dengan tindakan atau
keputusan dari tergugat. Pendapat atau pendirian yang mana yang benar, tentu saja
hal ini perlu diuji. Pengujian dilakukan dalam tahap pembuktian. Berdasarkan
tingkat kebenaran tersebut, lalu hakim melaksanakan tugasnya dalam pemeriksaan
itu sehingga berujung pada jatuhnya putusan
Mengenai alat bukti tersebut UU PP mengaturnya sebagai berikut:
(1)Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan/atau
e. pengetahuan Hakim
(2)Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
6
memprioritaskan untuk mendapatkan bukti-bukti berupa surat atau tulisan
sebelum menggunakan alat bukti yang lain. Karena setiap bukti tulisan pada
umumnya diadakan dengan maksud dipergunakan untuk keperluan pembuktian di
pengadilan apabila diperlukan suatu saat. Sedangkan keterangan merujuk pasal 69
huruf d UU PP yaitu pengakuan para pihak, Pengakuan para pihak tidak dapat
ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh
Majelis atau Hakim Tunggal pasal 74 UU PP. Karena keterangan para pihak
dalam persidangan sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengambil putusan
maka dalam persidangan para pihak menganggap penting kehadiran di
persidangan untuk memberikan keterangan. Berdasarkan yang diuraikan
sebelumnya penulis menyimpulkan penilaian atas bukti-bukti yang diajukan
digunakan agar hakim memperoleh keyakinan untuk memutus sengketa pajak
yang diajukan di pengadilan pajak.
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan
sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan
Surat Keputusan Keberatan tersebut.
7
Pengaturan atas tatacara banding tersebut diatur khusus dalam UU PP.
Banding ke Pengadilan Pajak diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 39 UU
PP. Dalam 35 sampai dengan pasal 39 UU PP ditentukan sebagai berikut:
(1) Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak.
(2) Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima
Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peril turan
perundang-undangan perpajakan.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengikat
apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena di luar
kekuasaan Pemohon Banding
Dalam Pasal 36 proses banding dengan cara sebagai berikut :
(1) Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
(2) Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan
dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.
(3) Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.
(4) Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya
jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah
yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
Pengajuan banding dapat dilakukan Wajib Pajak atau ahli warisnya, hal ini
dinyatakan Pasal 37 UU PP sebagai berikut :
(1) Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang
pengurus, atau kuasa hukumnya.
(2) Apabila selama proses Banding, Pemohon Banding meninggal dunia,
Banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli
warisnya, atau pengampunya dalam hal Pemohon Banding pailit.
(3) Apabila selama proses Banding Pemohon Banding melakukan peng-
gabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi,
permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima
8
pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/
pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
9
berisi jawaban atas gugatan yang diajukan oleh penggugat. Jangka waktu
permintaan tanggapan itu adalah 14 hari di mana hal tersebut dihitung dari saat
diterimanya banding oleh pihak Pengadilan. Akan tetapi apabila dari pihak
pemohon banding mengajukan dokumen susulan, maka jangka waktu 14 hari
tersebut dihitung sejak diterimanya susulan itu.
10
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat
Seperti halnya yang berlaku dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, dalam Hukum Acara Pengadilan Pajak pun dikenal adanya
pemeriksaan dengan menggunakan acara cepat. Pemeriksaan dengan acara
cepat dilakukan oleh majelis atau hakim tunggal.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Hakim tunggal atau
Majelis Hakim dan dihadiri oleh terbanding dan apabila perlu Pemohon
Banding atau Kuasanya.
(1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:
b. Sengketa pajak tertentu;
c. Gugatan yang tidak diputus dalam jangkn waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2);
d. tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (1) atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan
hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak;
e. sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan meru-
pakan wewenang Pengadilan Pajak.
(2) Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
adalah Sengketa Pajak yang Banding atau Gugatannya tidak meme-nuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 37 ayat (1), Pasal 40 ayat (1)
dan/atau ayat (6).
11
c. Sengketa yang menurut pertimbangan hukum sebenarnya di luar
kompetensi Pengadilan Pajak. Artinya dalam hal ini mes-tinya menjadi
kompetensi pengadilan lainnya, yang seharusnya mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikannya.
Putusan
Apabila tahapan-tahapan pembuktian dalam proses pemeriksaan yang
dilakukan dalam persidangan dirasa cukup, yang kemudian dilakukan adalah
pelaksanaan rapat permusyawaratan untuk menyusun putusan. Mengenai
putusan, dalam undang-undang telah ditentukan dalam Pasal 77 sampai dengan
Pasal 84 UU PP, sifat putusan tersebut adalah :
(1) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(2) Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas gugatan
berkenaan dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2).
(3) Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali
atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
12
PEMBUKTIAN SENGKETA PAJAK PT TECTONIA GRANDIS
DI PENGADILAN PAJAK
13
14
pajak merasa tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi di Perusahaan maka
mengajukan keberatan, karena keberatan hanya diterima sebagaiam maka Wajib
Pajak menggunakan haknya untuk mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.
Pengambilan Putusan
Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan berdasarkan
pasal 78 UU PP menyatakan Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil
penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim serta dilakukan
musyawarah Majelis Hakim sesuai dengan pasal 79 UU PP. Bahwa Musyawarah
Majelis Hakim tersebut diadakan pada tanggal 1 Oktober 2012 (Putusan
Pengadilan halaman 22).
PENUTUP
1. KESIMPULAN
1.1. Pembuktian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak
Pembuktian dimaksudkan agar adanya pemeriksaan sengketa pajak
yang mencerminkan asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan diwujudkan dengan
ditetapkannya putusan Pengadilan Pajak sebagai putusan akhir dan final
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pembuktian tersebut dapat dilakukan untuk menguatkan dalil-dalil yang
ajukan sesuai dengan asas siapa mendalilkan, dia yang harus membuktikan
dalil tersebut. Alat bukti yang diutamakan untuk diperoleh dalam mengambil
putusan oleh Hakim adalah bukti surat atau tulisan. Karena surat atau tulisan
merupakan yang paling harus didapat dan banyak digunakan sebagai alat bukti
dalam pembuktian di pengadilan pajak, sebelum menggunakan alat bukti yang
lain.