Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Neurodermatitis biasanya terjadi pada orang dewasa. Puncak insidennya
antara 30 sampai 50 tahun. Wanita lebih sering menderita dari pada pria dan
penyakit ini jarang dijumpai pada anak-anak. Penyakit ini sering muncul pada usia
dewasa, terutama usia 30 hingga 50 tahun. 12% dari populasi orang dewasa dengan
keluhan kulit gatal menderita liken simplek kronik. Pasien dengan koeksistensi
dermatitis atopi cenderung memiliki onset umur yang lebih muda (rata-rata 19
tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa atopi (rata-rata 48 tahun). Tidak ada
perbedaan insiden yang dilaporkan dalam hubungan dengan ras, meskipun liken
simpleks kronis lebih sering di Asia, Afrika-Amerika.5
Secara umum frekuensi penyakit ini tidak diketahui. Tidak ada kematian yang
disebabkan liken simpleks kronis, tapi dapat menyebabkan morbiditas langsung.
Terdapat pasien yang melaporkan mengalami kurang tidur atau gangguan tidur
yang mempengaruhi fungsi motorik dan mental akibat dari rasa gatal yang timbul
pada saat istirahat. Liken simpleks kronis dapat disertai dengan infeksi sekunder.
Liken simpleks kronis yang menyeluruh seringkali timbul selama musim dingin
pada pasien yang berusia lanjut dan mempunyai kulit yang kering dan pruritik. Pada
pasien dengan dermatitis atopik maka onset dini timbul 19 tahun, tetapi jika Prurigo
nodularis tanpa dermatitis atopik, maka onset lambat 48 tahun.5
2.2 Etiologi
Penyebab liken simpleks kronikus belum diketahui secara pasti. Namun ada
berbagai faktor yang mendorong terjadinya rasa gatal pada penyakit ini, faktor
penyebab dari liken simpleks kronikus dapat dibagi menjadi dua yaitu:
2.3.1 Faktor Eksterna
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat berimplikasi
dalam menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal. Suhu yang tinggi
memudahkan seseorang berkertingat sehingga dapat mencetuskan gatal, hal ini
biasanya menyebabkan liken simpleks kronikus pada anogenital.
Selain lingkungan, gigitan serangga juga dapat menyebabkan reaksi radang
dalam tubuh yang mengakibatkan rasa gatal.
2.3.2 Faktor Interna
Dermatitis atopik, asosiasi antara liken simpleks kronikus dan ganguan atopik
telah banyak dilaporkan, sekitar 26 % sampai 75 % pasien dengan dermatitis atopik
terkena liken simplek kronikus.
Selain itu, psikologis dimana yang dimaksud adalah anxietas (cemas) telah
dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi yang mengakibatkan neurodermatitis
sirkumsripta. Anxietas sebagai bagian dari proses patologis dari lesi yang
berkembang. Telah dirumuskan bahwa neurotransmitter yang mempengaruhi
perasaan, seperti dopamine, serotonin, atau peptide opioid, memodulasikan
persepsi gatal melalui penurunan jalur spinal.
2.3 Patofisiologi
Stimulus untuk perkembangan neurodermatitis sirkumskripta adalah pruritus.
Pruritus sebagai dasar dari gangguan kesehatan dapat berhubungan dengan gangguan
kulit, proliferasi dari nervus, dan tekanan emosional. Pruritus yang memegang peranan
penting dapat dibagi dalam dua kategori besar, yaitu pruritus tanpa lesi dan pruritus
dengan lesi. Pasien dengan neurodermatitis mempunyai gangguan metabolik atau
gangguan hematologik. Pruritus tanpa kelainan kulit dapat ditemukan pada penyakit
sistemik, misalnya gagal ginjal kronik, obstruksi kelenjar biliaris, Hodgkins lymphoma,
polisitemia rubra vera, hipertiroidisme, gluten-sensitive enteropathy, dan infeksi
imunodefisiensi. Pruritus yang disebabkan oleh kelainan kulit yang terpenting adalah
dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, dan gigitan serangga.6
Pada pasien yang memiliki faktor predisposisi, garukan kronik dapat
menimbulkan penebalan dan likenifikasi. Jika tidak diketahui penyebab yang nyata dari
garukan, maka disebut neurodermatitis sirkumskripta.Adanya garukan yang terus-
menerus diduga karena adanya pelepasan mediator dan aktivitas enzim proteolitik.
Walaupun sejumlah peneliti melaporkan bahwa garukan dan gosokan timbul karena
respon dari adanya stress. Adanya sejumlah saraf mengandung immunoreaktif CGRP
(Calsitonin Gene-Related Peptida) dan SP (Substance Peptida) meningkat pada
dermis. Hal ini ditemukan pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada neurodermatitis
sirkumskripta. Sejumlah saraf menunjukkan imunoreaktif somatostatin, peptide
histidine, isoleucin, galanin, dan neuropeptida Y, dimana sama pada neurodermatitis
sirkumskripta, prurigo nodularis dan kulit normal. Hal tersebut menimbulkan
pemikiran bahwa proliferasi nervus akibat dari trauma mekanik, seperti garukan dan
goresan. SP dan CGRP melepaskan histamin dari sel mast, dimana akan lebih
menambah rasa gatal. Membran sel schwann dan sel perineurium menunjukkan
peningkatan dan p75 nervus growth factor, yang kemungkinan terjadi akibat dari
hyperplasia neural. Pada papilla dermis dan dibawah dermis alpha-MSH (Melanosit
Stimulating Hormon) ditemukan dalam sel endotel kapiler.5,6
2.4 Gejala Klinis
Gatal yang berat merupakan gejala dari liken simpleks kronik. Menggosok dan
menggaruk mungkin disengaja dengan tujuan menggantikan sensasi gatal dan nyeri,
atau dapat secara tidak sengaja yang terjadi pada waktu tidur. Penderita mengeluh gatal
sekali, bila timbul malam hari dapat mengganggu tidur. Rasa gatal memang tidak terus
menerus, biasanya pada waktu yang tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak
digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk, setelah luka baruhilang rasa gatalnya
untuk sementara (karena diganti dengan rasa nyeri). Keparahan gatal dapat diperburuk
dengan berkeringat, suhu atau iritasi dari pakaian. Gatal juga dapat bertambah parah
pada saat terjadi stress psikologis.7
Pada liken simpleks kronik, penggosokan dan penggarukan yang berulang
menyebabkan terjadinya likenifikasi (penebalan kulit dengan garis-garis kulit semakin
terlihat) plak yang berbatas tegas dengan ekskoriasis, sedikit edematosa, lambat laun
edema dan eritema menghilang. Bagian tengah berskuama dan menebal, sekitarya
hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Biasanya, hanya satu plak yang
tampak, namun dapat melibatkan lebih dari satu tempat.
Tempat yang biasa terjadi liken simpleks kronik adalah di skalp, tengkuk,
samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, paha bagian
medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian bagian depan, dan
punggung kaki. Neurodermatitis di daerah tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya
pada wanita, berupa plak kecil, di tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke skalp.
Biasanya skuamanya banyak menyerupai psoriasis.
Variasi klinis dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan
penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk kubah,
permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, lambat laun menjadi keras dan
berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi). Lesi biasanya multiple, lokalisasi tersering di
ekstremitas.7
2.5 Diagnosis Banding5,6,7
2.6.1 Plak psoriasis
Psoriasis merupakan gangguan peradangan kulit yang kronik, dengan
karakteristik plak eritematous, berbatas tegas, berwarna putih keperakan, skuama
yang kasar, berlapis-lapis, transparan, disertai fenomena tetesan lilin, auspitz dan
kobner. Llokasi terbanyak ditemukan didaerah ekstensor. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesa telah mendapatkan bahwa penyakit
ini bersifat autoimun, dan residif.
2.6.2 Dermatitis atopi
Peradangan kulit kronis yang residif disertai gatal, yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit
berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan. Gambaran lesi kulit pada remaja dan dewasa dapat berupa
plak papuler, eritematosa, dan berskuama atau plak likenifikasi yang gatal.
2.6.3 Dermatitis Numularis
Berbentuk seperti uang logam dan berbatas tegas, keluhan atau gejala: gatal,
lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel, konfluens, dan meluas dan membentuk
seperti uang logam, lesi lama berupa likenifikasi dan skuama, jumlah lesi dapat
hanya satu dapat pula banyak tersebar, bilateral dengan ukuran dari miliar sampai
numular.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
2.7.1 Tes Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada tes yang spesifik untuk
neurodermatitis sirkumskripta. Tetapi walaupun begitu, satu studi mengemukakan
bahwa 25 pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta positif terhadap patch test.
Pada dermatitis atopik dan mikosis fungiodes bisa terjadi likenefikasi generalisata
oleh sebab itu merupakan indikasi untuk melakukan patch test. Pada pasien dengan
pruritus generalisata yang kronik yang diduga disebabkan oleh gangguan metabolik
dan gangguan hematologi, maka pemeriksaan hitung darah harus dilakukan, juga
dilakukan tes fungsi ginjal dan hati, tes fungsi tiroid, elechtroporesis serum, tes zat
besi serum, tes kemampuan pengikatan zat besi (iron binding capacity), dan foto
dada. Kadar immunoglobulin E dapat meningkat pada neurodermatitis yang atopik,
tetapi normal pada neurodermatitis nonatopik. Bisa juga dilakukan pemeriksaan
potassium hydroksida pada pasien liken simpleks genital untuk mengeleminasi
tinea cruris (Wolff Klauss, A Lowell. et.all., 2008).
2.7.2 Pemeriksaan histopatologi
Untuk menegakkan diagnosis neurodermatitis sirkumskripta adalah
menunjukkan proliferasi dari sel schwann dimana dapat membuat infiltrasi selular
yang cukup besar. Juga ditemukan neural hyperplasia. Didapatkan adanya
hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis dengan pemanjangan rete
ridges yang irregular, hipergranulosis dan perluasan dari papillo dermis. Spongiosis
bisa ditemukan, tetapi vesikulasi tidak ditemukan. Papilomatosis kadangkadang
ditemukan. Ekskoriasi, dimana ditemukan garis ulserasi punctata karena adanya
jaringan nekrotik papila dermis superfisial. Fibrin dan neutrofil bisa ditemukan,
walaupun keduanya biasanya ditemukan pada penyakit dermatosis yang lain. Pada
papillary dermis ditemukan peningkatan jumlah fibroblas. Pada lesi yang sudah
sangat kronis, khususnya pada likenifikasi yang gigantik besar, akantosis dan
hiperkeratosis dapat dilihat secara gross,danrete ridges tampak ireguler namun tetap
memanjang dan melebar (Wolff Klauss, A Lowell. et.all, 2008).
2.8 Diagnosis
Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dengan neurodermatitis
sirkumskripta mengeluh merasa gatal pada satu daerah atau lebih. Sehingga timbul
plak yang tebal karena mengalami proses likenifikasi. Biasanya rasa gatal tersebut
muncul pada tengkuk, leher, ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan kaki. Eritema
biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal muncul pada saat pasien sedang
beristirahat dan hilang saat melakukan aktivitas dan biasanya gatal timbul
intermiten (Wolff Klauss, A Lowell. et.all., 2008).
Pemeriksaan fisik menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan
terjadi likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi (Wolff
Klauss, A Lowell. et.all., 2008). Pada pemeriksaan penunjang histopatologi
didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis dengan
pemanjangan rate ridges yang irregular, hipergranulosis dan perluasan dari papil
dermis (Djuanda Adhi, 2008).
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Nonmedikamentosa
Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk pada bagian lesi nya,
dikarenakan dapat menyebabkan infeksi serta akan memperburuk keadaan penyakit
nya. Apabila terasa gatal cukup di usap secara lembut dengan menggunakan kain,
untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipruritus.
2.9.2 Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi dan meminimalkan gatal yang ada
karena akibat dari menggosok dan menggaruk menyebabkan liken simpleks kronis
sehingga perlu dijelaskan kepada pasien untuk sebisa mungkin menghindari
menggaruk lesi karena garukan akan memperburuk penyakitnya. Lingkaran setan
dari gatal-garuk-likenifikasi harus dihentikan.
Untuk penatalaksanaan medikamentosa antara lain:
a. Steroid topikal
Steroid topikal merupakan pilihan saat ini karena dapat mengurangi
peradangan dan gatal-gatal, secara bersamaan dapat mengatasi hiperkeratosis.
Pengobatan dilakukan seumur hidup karena lesi kronis. Tidak
direkomendasikan untuk kulit yang tipis (vulva, skrotum, axilla, dan wajah).
Salep kortikosteroid dapat pula dikombinasi dengan tar yang mempunyai efek
anti-inflamasi. Perlu dicari kemungkinan ada penyakit yang mendasarinya,
bila memang ada juga harus di obati. Tar dan ekstrak tar mempunyai efek
antiinflamasi yang poten, walaupun kerjanya lambat dibandingkan dengan
glukokortikoid. Penggunaan tar harus dikombinasikan dengan emolien,
karena apabila digunakan sendiri dapat mengakibatkan kulit kering. Efek
samping dari penggunaan tar adalah folikulitis, fotosensitasi, dermatitis
kontak. Kombinasi terapi tar, steroid, dan dihidohydroksiquin dapat
digunakan untuk pengobatan penyakit ini. Contoh steroid topikal yang dapat
digunakan adalah; Clobetasol, Betamethasone dipropionate cream 0,05%,
Triamcinolone 0,0225%, 0,1%, 0,5%, atau ointment, dan Fluocinolone cream
0,1%.
b. Antihistamin oral
Dapat mengurangi gatal dengan memblokir efek pelepasan histamin secara
endogen. Dengan efek sedatif, antipruritus dapat berupa antihistamin yang
mempunyai efek sedatif (contohnya: hidroksizin 25-100 mg/hari,
difenhidramin 25-50 mg 3-4x/hari, prometazin) atau tranquilizer.
c. Antihistamin topikal.
Obat topikal dapat menstabilisasi membran neuron dan mencegah inisiasi
dan transmisi impuls saraf sehingga memberi aksi anastesi lokal. Contoh dari
bentuk ini yang dapat diberikan yaitu krim doxepin 5% dalam jangka pendek
(maksimum 8 hari). Doxepine atau amitriptilin dapat juga digunakan dalam
dosis tunggal atau dalam dosis yang terbagi.
BAB III
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. W
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jebres, Surakarta
Agama : Islam

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama: Nyeri daerah pinggang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien datang ke IGD diantarkan oleh keluarga dengan
keluhan nyeri daerah pinggang. Nyeri di daerah pinggang kanan saja. Nyeri
dirasakan kira-kira 4 hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit. Nyeri terasa
semakin hari semakin memberat sampai mengganggu aktivitas. Terasa
enakan saat istirahat. Belum diberikan obat apapun. Dirasakan juga nyeri
ketika berkemih. Keluhan nyeri ketika berkemih disertai dengan
peningkatan frekuensi berkemih, dan perasaan panas diakhir berkemih.
Pasien juga mengeluhkan demam dan nafsu makan pasien menurun. Pasien
juga mengeluh mual. Keluhan lain seperti muntah, pusing, batuk, pilek,
sesak nafas tidak dirasakan, BAB dalam batas normal.
Sebelum muncul keluhan nyeri daerah pinggang dan nyeri ketika
berkemih, pasien masih beraktivitas seperti biasa dan tidak merasakan
keluhan apapun. Pada pagi hari saat pasien beraktivitas, pasien merasa nyeri
daerah pinggang kanan, tetapi pasien tidak memeriksakan diri ke dokter dan
tidak meminum obat. Hari kedua, pasien merasa tidak enak badan, demam,
dan berkemih disertai nyeri dan semakin sering dengan volume sedikit-
sedikit. Kemudian pasien memeriksakan diri ke dokter dan beristirahat di
rumah. Hari ketiga, pasien merasa nyeri daerah pinggang kanan memberat
dan ada nyeri berkemih disertai panas ketika berkemih semakin memberat,
frekuensi berkemih semakin sering serta demam sampai menggigil, pasien
merasa mual juga. Pasien kemudian memeriksakan diri ke IGD keesokan
harinya.
Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan serupa
sebelumnya dan belum pernah mondok di Rumah Sakit. Riwayat alergi obat
dan riwayat asma disangkal. Pada keluarga pasien dan tetangga sekitar
rumah pasien tidak ada yang menderita sakit serupa dengan pasien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat mondok karena penyakit serupa (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat hipertensi (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat hipertensi (-)
5. Riwayat Kebiasaan
- Kebiasaan olahraga : tidak teratur
- Kebiasaan merokok : (-)
- Kebiasaan alkohol : (-)

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang perempuan berusia 40 tahun dengan status
menikah. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien
mempunyai seorang suami bernama Tn. I berusia 43 tahun dan 2 orang anak
yang tinggal satu rumah dengan pasien. Pasien bekerja sebagai pedagang.
Pasien memiliki jaminan kesehatan BPJS.

7. Anamnesis Sistemik
Kepala : pusing (-), nggliyer (-), nyeri kepala (-), perasaan
berputar-putar (-), rambut rontok (-).
Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (-), pandangan
dobel (-), berkunang-kunang (-)
Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)
Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-),
berdenging (-)
Mulut : mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-),
gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-
pecah (-)
Tenggorokan : nyeri telan (-), serak (-), gatal (-)
Respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), mengi (-)
Kardiovaskular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (-),
berdebar-debar (-)
Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), perut terasa perih (-), kembung
(-), sebah (-), nafsu makan menurun (+), muntah
darah (-), perubahan BAB (-)
Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah (-),
nyeri saat BAK (+), rasa panas saat BAK (+), sering
kencing malam hari (-).
Muskuloskeletal : lemas (+), nyeri otot (-), nyeri sendi (-),kesemutan (-
).
Extremitasatas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak(-/-), luka (-/-),
terasa dingin (-/-)
Ekstremitas bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-),
terasa dingin (-/-)
Kulit : kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning (-),
kebiruan (-), keringat malam hari(-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang.
Status gizi : BB = 50 kg
TB = 155 cm
BMI = 20,8
Kesan : status gizi kesan normoweight
Tanda vital :
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 76 x/menit, reguler, isi cukup
c. Respirasi : 18 x/menit
d. Suhu : 38,5ºC (per axiller)
Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),
venectasi (-), spider naevi (-), turgor menurun (-)
Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam
dengan sedikit uban, mudah rontok (-)
Mata : cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-
), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm),
oedem palpebra (-/-)
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), lidah kotor(-)
Tenggorokan : tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)
Leher : simetris, trachea di tengah, JVP tidak meningkat (5+2),
KGB servikal membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri
tekan (-)
Thorax : normochest, simetris, retraksi interkostal (-), spider
nevi (-), pernapasan tipe thoraco-abdominal, SIC
melebar (-)
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas jantung
Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah : SIC IV LPSS
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS
Kesan :batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR : 76 kali/menit, ireguler, BJ I-II
murni, intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru : Depan
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)
Belakang
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultas : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)
Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik usus melemah
Perkusi : timpani, acites (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri ketok costovertebral (+/-
), hepar dan lien tidak teraba, nyeri titik mc burney (-)
Extremitas Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing
finger (-/-), spoon nail (-/-)
Ekstremitas Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka(-/-),
clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Laboratorium
15-8-17 Hasil Rujukan Satuan
Hb 13,2 12-16 g/dl
HCT 40,1 38-47 
RBC 4,5 4,2-5,4 106/l
WBC 16,1 4,5-11 103/l
AT 348 150-440 103/l
GD B
GDS 105 <110 mg/dL
Ureum 45 10-50 mg/dL
Cr 1 0,6-1,1 mg/dL

2. Foto Rontgen Thoraks


Kesan: Cor an Pulmo dalam batas normal

E. RESUME
Pada anamnesa diketahui: Seorang pasien datang ke IGD dengan
keluhan nyeri daerah pinggang kanan. Nyeri dirasakan kira-kira 4 hari
sebelum dibawa ke Rumah Sakit. Nyeri terasa semakin hari semakin
memberat sampai mengganggu aktivitas. Terasa enakan saat istirahat.
Pasien mengeluh juga nyeri ketika berkemih yang disertai dengan
peningkatan frekuensi berkemih, dan perasaan panas diakhir berkemih.
Pasien juga mengeluhkan demam, mual, dan nafsu makan menurun. Pada
pagi hari saat pasien beraktivitas, pasien merasa nyeri daerah pinggang
kanan, tetapi pasien tidak memeriksakan diri ke dokter dan tidak meminum
obat. Hari kedua, pasien merasa tidak enak badan, demam, dan berkemih
disertai nyeri dan semakin sering dengan volume sedikit-sedikit. Kemudian
pasien memeriksakan diri ke dokter dan beristirahat di rumah. Hari ketiga,
pasien merasa nyeri daerah pinggang kanan memberat dan ada nyeri
berkemih disertai panas ketika berkemih semakin memberat, frekuensi
berkemih semakin sering serta demam sampai menggigil, pasien merasa
mual juga. Pasien kemudian memeriksakan diri ke IGD keesokan harinya.
Pada anamnesa sistem dan pemeriksaan fisik diperoleh keterangan:
nyeri daerah pinggang kanan (+), suhu 38,50C, mual (+), nafsu makan
menurun (+), nyeri saat BAK (+), lemas (+), nyeri ketok costovertebral
kanan (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
leukosit 16,1103/l.

F. DIAGNOSIS BANDING
- Pielonefritis akut ren dextra
- Apendisitis akut
- Cystitis
- Uretritis
- Ureteritis

G. DIAGNOSIS
Pielonefritis akut ren dextra

H. TUJUAN PENGOBATAN
1. Untuk mencegah kerusakan ginjal yang lebih parah.
2. Memperbaiki kondisi pasien.
3. Mencegah kekambuhan.

I. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Rawat Inap
b. Edukasi untuk menjalani perawatan rumah sakit hingga kondisi
membaik.
c. Edukasi mengenai cara membersihkan alat kelamin dengan benar
untuk mencegah infeksi berulang maupun infeksi baru.
d. Konsumsi makanan yang bergizi dan minum minimal 8 gelas sehari.

2. Medikamentosa
a. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
b. Diet TKTP 1700kkal
c. Injeksi Ceftriaxone 1 x 1000mg selama 3 hari
d. Paracetamol tablet 3 x 500mg bila demam
e. Injeksi Metoclopramid 1 x 10mg

dr. Iqbal Pratama


SIP: 216.041.01007
Jl. Pattimura no.11 Kota Malang

TTTanggal: 14-3-2018
A Alergi obat: YA/TIDAK

R/ Loratadine tab mg 10 No.V


∫ 1 dd tab I omni noctum

R/ Dexopin Hydrochloride cream 5% tube No. 1


∫ 4 dd u.e applic loc dol

R/ Klobetasol propionat cream 0,05% tube No. 1


∫ 1 dd u.e applic loc dol

Pro : Tn. TN (51 th)

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada dasarnya prinsip terapi pasien neurodermatitis adalah dengan pemberian


obat steroid topikal dimana potensi obat disesuaikan dengan derajat inflamasi,
selain itu bisa ditambahkan antihistamin baik yang sedatif ataupun tidak. Prinsip ini
merujuk pada pedoman tatalaksana neurodermatitis yang ada dalam PPK
PERDOSKI tahun 2017.
Pada pasien ilusrasi tersebut diberikan klobetasol propionat 0,05%, merupakan
Antibiotik yang digunakan adalah ceftriaxone, yaitu golongan sefalosporin broad-
spectrum yang banyak tersedia di rumah sakit dengan sediaan parenteral. Dosis
yang digunakan adalah 1000 mg dengan interval 12 jam. Berikut adalah daftar
antibiotik parenteral yang dapat digunakan untuk terapi ISK.
Tabel 3.1. Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi

2.7.3 KOMPOSISI
Tiap vial Ceftriaxone mengandung ceftriaxone sodium setara dengan
ceftriaxone 1 gram.
2.7.4 FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT)
Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin. Ceftriaxone mempunyai
spektrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxone efektif terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil
terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri.
2.7.5 INDIKASI
Indikasi Ceftriaxone adalah infeksi-infeksi berat dan yang disebabkan oleh
bakteri gram positif maupun gram negatif yang resisten atau kebal terhadap
antibiotika lain :
 Infeksi saluran pernapasan
 Infeksi saluran kemih
 Infeksi gonore
 Sepsis
 Meningitis
 Infeksi tulang dan jaringan lunak
 Infeksi kulit
2.7.6 KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap Ceftriaxone atau sefalosporin lainnya.
2.7.7 CARA PENGGUNAAN
Injeksi intravena dan intramuskuler.
2.7.8 EFEK SAMPING
 Gangguan pencernaan : diare, mual, muntah, stomatitis, glositis.
 Reaksi kulit : dermatitis, pruritus, urtikaria, edema, eritema multiforma,
dan reaksi anafilaktik.
 Hematologi : eosinofil, anemia hemolitik, trombositosis, leukopenia,
granulositopenia.
 Gangguan sistem syaraf pusat : sakit kepala.
 Efek samping lokal : iritasi akibat dari peradangan dan nyeri pada tempat
yang diinjeksi.
 Gangguan fungsi ginjal : untuk sementara terjadi peningkatan BUN.
 Gangguan fungsi hati : untuk sementara terjadi peningkatan SGOT atau
SGPT.
2.7.9 PERINGATAN DAN PERHATIAN
 Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat, kadar
plasma obat perlu dipantau.
 Sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil (khususnya trimester I).
 Tidak boleh diberikan pada neonatus (terutama prematur) yang
mempunyai resiko pembentukan ensephalopati bilirubin.
 Pada penggunaan jangka waktu lama, profil darah harus dicek secara
teratur.

A. PARACETAMOL
1. FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT)
 Paracetamol atau acetaminophen adalah obat yang mempunyai efek
mengurangi nyeri (analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik).
Parasetamol mengurangi nyeri dengan cara menghambat impuls/rangsang
nyeri di perifer. Parasetamol menurunkan demam dengan cara
menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus.
 Paracetamol (parasetamol) sering digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit seperti sakit kepala, nyeri otot, radang sendi, sakit gigi, flu dan
demam. Parasetamol mempunyai efek mengurangi nyeri pada radang
sendi (arthritis) tapi tidak mempunyai efek mengobati penyebab
peradangan dan pembengkakan sendi.
2. INDIKASI
 Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi, nyeri
pasca operasi minor, nyeri trauma ringan.
 Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyakit. Pada
kondisi demam, paracetamol hanya bersifat simtomatik yaitu meredakan
keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati penyebab
demam itu sendiri.
3. KONTRAINDIKASI
 Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif/alergi
terhadap Paracetamol.
 Penderita gangguan fungsi hati berat.
4. PERINGATAN DAN PERHATIAN
 Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
menghilang, segera hubungi Unit Pelayanan Kesehatan.
 Gunakan Parasetamol berdasarkan dosis yang dianjurkan oleh dokter.
Penggunaan paracetamol melebihi dosis yang dianjurkan dapat
menyebabkan efek samping yang serius dan overdosis.
 Hati-hati penggunaan parasetamol pada penderita penyakit hati/liver,
penyakit ginjal dan alkoholisme. Penggunaan parasetamol pada penderita
yang mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kerusakan fungsi
hati.
 Hati-hati penggunaan parasetamol pada penderita G6PD deficiency.
 Hati-hati penggunaan parasetamol pada wanita hamil dan ibu menyusui.
Parasetamol bisa diberikan bila manfaatnya lebih besar dari pada risiko
janin atau bayi. Parasetamol dapat dikeluarkan melalui ASI namun efek
pada bayi belum diketahui pasti.
5. EFEK SAMPING
 Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan.
 Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
hati.
 Reaksi hipersensitivitas/alergi seperti ruam, kemerahan kulit, bengkak di
wajah (mata, bibir), sesak napas, dan syok.

B. METOCLOPRAMIDE
1. FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT)
Metoclopramide secara cepat diabsorbsi di saluran cerna. Konsentrasi puncak
plasma dicapai dalam wakti 1-2 jam setelah pemberian oral. Waktu paruh
eliminasi obat ini adalah 5-6 jam. Metabolisme obat ini di hati sedikit sekali dan
dieksresikan melalui ginjal serta ditemukan di urin kurang lebih 20% dari total
bersihan dalam bentuk utuh.
2. INDIKASI
Gangguan lambung-usus, mabuk perjalanan, mual di pagi hari pada wanita
hamil, mual dan muntah yang diinduksi oleh obat, anoreksia (kehilangan nafsu
makan), aerofagi (penelanan udara), ulkus peptikum, stenosis pilorik (ringan),
dispepsia, nyeri pada ulu hati, gastroduodenitis, dispepsia setelah gastrektomi,
endoskopi dan intubasi.
3. KONTRAINDIKASI
Penyumbatan usus, feokromositoma, epilepsi.
4. PERINGATAN DAN PERHATIAN
Anak-anak dan remaja, wanita hamil dan menyusui, diabetes, depresi, pasien
yang menggunakan obat-obat lain yang bisa juga menyebabkan reaksi
ektrapiramidal.
Interaksi obat :
• Efek diantagonis oleh antikolinergik dan analgetik narkotik.
• Sedasi meningkat dengan depresan susunan saraf pusat.
• Absorpsi obat-obat (Digoksin, Simetidin) bisa terganggu dan absorpsi dari
usus kecil meningkat (Parasetamol, Tetrasiklin, Levodopa).
• Kebutuhan Insulin mungkin berubah akibat perubahan waktu pengantaran
makanan ke usus.

5. EFEK SAMPING
Reaksi ekstrapiramidal, pusing, kelelahan, mengantuk, sakit kepala, depresi,
kegelisahan, gangguan lambung-usus, hipertensi.
BAB IV
PENUTUP

 Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini sering terjadi akibat infeksi oleh bakteri yang
telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks
vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau
infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya,
kehamilan, atau gangguan metabolik
 Gambaran klinis klasik dari pielonefritis adalah demam tinggi dengan disertai
menggigil, nyeri di daerah perut dan pinggang, disertai mual dan muntah.
Kadang-kadang terdapat gejala iritasi pada buli-buli, yaitu berupa disuri,
frekuensi, atau urgensi
 Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui
atau sulit dikoreksi, maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK.
Pada pasien PNK yang didiagnosis terlambat dan kedua gginjal telah mengisut,
pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal
jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan
pilihan utama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: Jakarta: Pusat Penerbit IPD FK UI;
2009.

2. Djuanda, S., dan Sri A., 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

3. Harahap, M., Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates : Jakarta.2007 Siregar, R.


S., 2008. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Ed 2., EGC : Jakarta

4. Brown R.G, Burns T. 2005. Liken Simplek Kronik dan Prurigo. Lecture
Notes On Dermatology. Ed 8. Jakarta : Penerbit Erlangga

5. Susan Burgin, MD. 2008. Numular Eczema and Lichen Simplex


Chronic/Prurigo Nodularis. Dalam: Fitzpatrick TB, Eizen AZ, Woff K,
Freedberg IM, Auten KF, penyunting: Dermatology in general medicine,
7th ed, New York: Mc Graw Hill

6. Odom RB, James WD, Berger TG. 2000. Atopic dermatitis, eczema, and
noninfectious immunodeficiency disorders. Dalam: Andrew’s Diseases
of The Skin: Clinical Dermatology. 9th ed. Philadelphia: WBSaunders

7. C.A. Holden & J. Berth-Jones. Lichen Simplex Chronic. Dalam: Rook’s Text
Book of Dermatology. Blackwell Publishing. 2004:17.41-17.43.

DOSIS

Dewasa: Seperti 0,05% larutan salin / krim / lotion / gel / kulit kepala: Oleskan
tipis-tipis dan gosok perlahan ke area yang terkena dampak sekali sehari atau dua
hari sekali, dikurangi jika perlu. Dosis maks: 50 g/minggu. Durasi maksimal terapi:
4 minggu. Dosis Anak:> 1 thn Sama seperti dosis dewasa. Durasi maksimal terapi:
5 hari.
Dewasa: Seperti busa 0,05%: Terapkan ke tawaran area yang terkena dampak.
Max: 50g wkly. Durasi terapi maksimal: 2 minggu.
Dewasa: Seperti sampo 0,05%: Terapkan langsung pada kulit kepala kering
setiap hari, biarkan selama 15 menit. Jangan tutupi w / shower cap. Durasi maksimal
terapi: 4 minggu.

KONTRAINDIKASI
Luka kulit bakteri, jamur atau virus yang tidak diobati, rosacea, dermatitis
perioral, jerawat, dan psoriasis plak.

EFEK SAMPING
Dermatologis: Sensasi terbakar dan menyengat, kesemutan, iritasi, gatal,
kekeringan, hipopigmentasi, maserasi, eritema, folikulitis, dermatitis perioral,
atrofi kulit, dan hipertrikosis.

INTERAKSI OBAT
Terjangkit eksposur sistemik dengan inhibitor enzim CYP3A4 (misalnya
itrakonazol, ritonavir). Dapat mengurangi efek antineoplstik aldesleukin. Dapat
mempotensiasi efek hiperglikemik ceritinib. Dapat mengurangi efek terapeutik
kortikorelin dan hyaluronidase. Dapat meningkatkan efek merugikan / beracun dari
deferasinox.

FARMAKOLOGI
Deskripsi: Clobetasol adalah efek glukokortikoid topikal yang sangat kuat dengan
efek antiinflamasi, antipruritic, dan vasokonstriksional. Ini mendorong induksi
protein penghambat fosfolipase A2 (lipokortin), yang kemudian menghambat
pelepasan asam arakidonat, sehingga menekan pembentukan, pelepasan, dan
aktivitas mediator kimia endogen peradangan (misalnya histamin, leukotrien,
prostaglandin).
Farmakokinetik:
Penyerapan: Penyerapan bervariasi tergantung dosis, integritas epidermis,
penggunaan kendaraan, dan penggunaan dressing oklusif.
Distribusi: Distribusi minimal ke dermis.

Anda mungkin juga menyukai