1. Status reproduksi, yaitu wanita sebagai pelestarian keturunan. Hal ini mengisyaratkan
bila seorang wanita tidak mampu melahirkan, maka status sosialnya dianggap rendah
dibanding wanita yang bisa mempunyai anak.
2. Status produksi, yaitu sebagai pencari nafkah dan bekerja diluar rumah. Santrock
(2002) mengatakan bahwa wanita yang bekerja akan meningkatkan harga diri. Wanita
yang bekerja mempunyai status yang lebih tinggi disbanding dengan wanita yang tidak
ikut kerja.
Pola patriaki beranggapan bahwa posisi wanita sebagai mahkluk yang berbeda dibawah
laki-laki, sehingga banyak perempuan sering mendapatkan perilaku yang tidak
manusiawi dan tidak senonoh. Status sosial yang rendah tersebut dapat menimbulkan
tindakan diskriminasi.
2. Nilai Wanita
Menurut kamus besar bahasa Indonesia 2001, nilai berarti harga, mutu, kadar,
sifat-sifat yang penting yang berguna bagi kemanusiaan.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian oleh
seseorang sesuai dengan tuntutan hati nuraninya. Nilai bersifat pribadi, membentuk dasar
perilaku seseorang, diperlihatkan melalui pola perilaku yang konsisten, komponen
intelektual dan emosional.
Jadi nilai wanita adalah kepandaian atau sifat-sifat(hal-hal) yang penting atau
berguna yang berhubungan erat dengan kedudukan wanita dalam keluarga(rumah tangga)
dan masyarakat.
Sejak zaman dulu perempuan sering diberlakukan nista diseluruh penjuru dunia
dalam sejarah. Perempuan dianggap sebagai setengah manusia, mahluk pelengkap, konco
wingking dan sejenisnya dimana hak dan kewajiban, terlebih lagi peradabannya diatur
dan ditentukan oleh laki-laki. Pada peradaban Nasrani Kuno abad ke-5 M, mereka
menyatakan bahwa perempuan tidak memiliki ruh suci. Pada abad ke-6 masehi
perempuan tercipta hanya untuk melayani laki-laki semata-mata.
Di zaman peradaban Zunani Kuna pada kalangan kerajaan, mereka menempatkan
perempuan sebagai mahluk yang terkurung dalam istana. Kalangan dibawahnya
menjadikan perempuan bebas diperdagangkan. Saat perempuan sudah menikah, suami
berhak melakukan apa saja terhadap istrinya. Pada peradaban Romawi perempuan
kedudukannya dibawah kekuasaan sang ayah, dimana setelah menikah berpihak kepada
suami. Kekuasaan yang dimiliki sangat mutlak, sehingga berhak menjual, mengusir,
menganiaya bahkan sampai membunuh.
Pada abad ke-7 masehi, perempuan sering menjadi barang sesajen bagi para dewa
oleh masyarakat Hindu Kuno. Hak hidup bagi perempuan yang bersuami tergantung
hidup mati suaminya. Jika suaminya meninggal, maka istri harus dibakar hidup-hidup
bersama mayat suaminya dibakar.
Gambaran ilustrasi peradaban diatas menyiratkan bagi kita, nilai perempuan yang
sangat rendah dibanding laki-laki. Tapi nilai dan kedudukan wanita saat ini yaitu wanita
mempunyai kedudukan khusus didunia yang dapat sejajar dengan laki-laki karena
sebenarnya dimata Tuhan tidak ada perbedaan antara wanita dengan laki-laki karena
posisinya seorang wanita dapat menjadi penyebab keberhasilan atau kegagalan dalam
mencapai tujuan.
3. Peran Wanita
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001 peran berarti tingkah
laku yang diharapkan yang dimiliki wanita sehubungan dengan kedudukan dimasyarakat.
Menurut Soekanto Soerjono, 1990 peranan (role) merupakan dinamis kehidupan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.
Peran wanita adalah apa yang harus dilakukan wanita dalam suatu situasi tertentu agar
dapat memenuhi harapan mereka sendiri dan harapan orag lain.
b. Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria merasa mempunyai istri ‘kuat' maka dia
berusaha untuk melemahkan wanita agar merasa tergantung padanya atau
membutuhkannya.
c. Ketidaktahuan pria. Bila latar belakang pria dari keluarga yang selalu mengandalakan
kekerasan sebagai satu-satunyajclan menyelesaikan masalah dan tidak mengerti cara
lain maka kekerasan merupakan jalan pertama dan ut-aina baginya sebagai cara yang
jitu setiap ada kesulitan atau tertekan karena memang dia tidak pernah belajar cara
lain untuk bersikap
Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan ,cemas, rasa rendah diri, sulit
tidur, mimpi buruk, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat, menarik diri.
Trauma terhadap hubungan seksual, disfungsi seksual
Perkawinan yang tidak harmonis
Bunuh Diri
3. Akibat Terhadap Masyarakat
Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan
Efek terhadap produktivitas
Kekerasan Terhadap Perempuan di lingkungan sekolah dapat mengakibatkan
putus pendidikan karena terpaksa keluar sekolah.
E.. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah Kekerasan terhadap Perempuan antara
lain:
1. Masyarakat menyadari/mengakui kekerasan terhadap perempuan sebagai
masalah yang perlu diatasi
2. Menyebarluaskan produk hukum tentang pelecehan seksual ditempat kerja
3. Membekali perempuan tentang penjagaan keselamatan diri
4. Melaporkan tindak kekerasan pada pihak yang berwenang
5. Melakukan akasi menentang kejahatan seperti kecanduan alkohol, perkosaan
dan lain-lain antara lain melalui organisasi masyarakat
Peran petugas kesehatan dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan, antara lain:
1. Melakukan penyuluhan untuk mencegah dan penanganan Kekerasan
Terhadap Perempuan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan.
3. Bermitra dan berpartisipasi dalam pengembangan jaringan kerja untuk
menanggulangi masalah kekerasan terhadap perempuan dengan instansi
terkait : LSM, organisasi kemasyarakatan lainnya dan organisasi profesi.
4. Memberikan pelayanan yang dibutuhkan bagi korban kekerasan terhadap
perempuan.
.Daftar pustaka
http://51.254.243.28:1338/sc/1488163zNTA4ZmRiODY/Status%20Sosial%20Wanita.pdf.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2015
http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/05/dimensi-sosial-wanita-dan.html