Anda di halaman 1dari 11

1.

Status Sosial Wanita


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, 2001 status adalah keadaan atau
kedudukan orang/badan dan sebagainya dalam hubungannya dengan masyarakat. Status
social wanita berarti kedudukan wanita dalam masyarakat.
Menurut Soekanto Soerjono, 1990 status sosial atau kedudukan sosial adalah
tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain dalam
arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-
kewajibannya.Status adalah kedudukan seseorang dalam keluarga dan masyarakat.
Status social wanita adalah kedudukan wanita yang akan mempengaruhi
bagaimana wanita diperlakukan, dihargai dan kegiatan apa yang boleh dilakukan.

Status wanita mencakup dua aspek yaitu :


1. Aspek otonomi wanita.
Aspek ini mendeskripsikan sejauh mana wanita dapat mengontrol ekonomi atas
dirinya disbanding dengan pria.
2. Aspek kekuasaan sosial
Aspek ini menggambarkan seberapa berpengaruhnya wanita terhadapa orang lain
diluar rumah tangganya.

Status wanita meliputi :

1. Status reproduksi, yaitu wanita sebagai pelestarian keturunan. Hal ini mengisyaratkan
bila seorang wanita tidak mampu melahirkan, maka status sosialnya dianggap rendah
dibanding wanita yang bisa mempunyai anak.
2. Status produksi, yaitu sebagai pencari nafkah dan bekerja diluar rumah. Santrock
(2002) mengatakan bahwa wanita yang bekerja akan meningkatkan harga diri. Wanita
yang bekerja mempunyai status yang lebih tinggi disbanding dengan wanita yang tidak
ikut kerja.

Pola patriaki beranggapan bahwa posisi wanita sebagai mahkluk yang berbeda dibawah
laki-laki, sehingga banyak perempuan sering mendapatkan perilaku yang tidak
manusiawi dan tidak senonoh. Status sosial yang rendah tersebut dapat menimbulkan
tindakan diskriminasi.

Bentuk diskriminasi yang timbul:


1. Menginginkan anak laki-laki daripada perempuan
2. Tidak punya hak hukum dan kekuasaan
3. Terlalu banyak anak dan terlalu sering melahirkan

Usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki status sosial diantaranya:


1. Memperbaiki derajat kesehatan
2. Bicarakan dengan pasangan hidup atau keluarga
3. Berusaha untuk memajukan kesehatan dan masa depan anak-anak
4. Berbagi informasi

2. Nilai Wanita
Menurut kamus besar bahasa Indonesia 2001, nilai berarti harga, mutu, kadar,
sifat-sifat yang penting yang berguna bagi kemanusiaan.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian oleh
seseorang sesuai dengan tuntutan hati nuraninya. Nilai bersifat pribadi, membentuk dasar
perilaku seseorang, diperlihatkan melalui pola perilaku yang konsisten, komponen
intelektual dan emosional.
Jadi nilai wanita adalah kepandaian atau sifat-sifat(hal-hal) yang penting atau
berguna yang berhubungan erat dengan kedudukan wanita dalam keluarga(rumah tangga)
dan masyarakat.
Sejak zaman dulu perempuan sering diberlakukan nista diseluruh penjuru dunia
dalam sejarah. Perempuan dianggap sebagai setengah manusia, mahluk pelengkap, konco
wingking dan sejenisnya dimana hak dan kewajiban, terlebih lagi peradabannya diatur
dan ditentukan oleh laki-laki. Pada peradaban Nasrani Kuno abad ke-5 M, mereka
menyatakan bahwa perempuan tidak memiliki ruh suci. Pada abad ke-6 masehi
perempuan tercipta hanya untuk melayani laki-laki semata-mata.
Di zaman peradaban Zunani Kuna pada kalangan kerajaan, mereka menempatkan
perempuan sebagai mahluk yang terkurung dalam istana. Kalangan dibawahnya
menjadikan perempuan bebas diperdagangkan. Saat perempuan sudah menikah, suami
berhak melakukan apa saja terhadap istrinya. Pada peradaban Romawi perempuan
kedudukannya dibawah kekuasaan sang ayah, dimana setelah menikah berpihak kepada
suami. Kekuasaan yang dimiliki sangat mutlak, sehingga berhak menjual, mengusir,
menganiaya bahkan sampai membunuh.
Pada abad ke-7 masehi, perempuan sering menjadi barang sesajen bagi para dewa
oleh masyarakat Hindu Kuno. Hak hidup bagi perempuan yang bersuami tergantung
hidup mati suaminya. Jika suaminya meninggal, maka istri harus dibakar hidup-hidup
bersama mayat suaminya dibakar.
Gambaran ilustrasi peradaban diatas menyiratkan bagi kita, nilai perempuan yang
sangat rendah dibanding laki-laki. Tapi nilai dan kedudukan wanita saat ini yaitu wanita
mempunyai kedudukan khusus didunia yang dapat sejajar dengan laki-laki karena
sebenarnya dimata Tuhan tidak ada perbedaan antara wanita dengan laki-laki karena
posisinya seorang wanita dapat menjadi penyebab keberhasilan atau kegagalan dalam
mencapai tujuan.

3. Peran Wanita
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001 peran berarti tingkah
laku yang diharapkan yang dimiliki wanita sehubungan dengan kedudukan dimasyarakat.
Menurut Soekanto Soerjono, 1990 peranan (role) merupakan dinamis kehidupan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.
Peran wanita adalah apa yang harus dilakukan wanita dalam suatu situasi tertentu agar
dapat memenuhi harapan mereka sendiri dan harapan orag lain.

Menurut Kartono Kartini, 1992 peran wanita sebagai berikut :

1. peran wanita berkaitan dengan kedudukannya dalam keluarga


a. Ibu rumah tangga penerus generasi. Perempuan berperan aktif dalam peningkatan
kualitas generasi penerus sejak dalam kandungan.
b. Istri dan teman hidup patner sex. Sikap istri mendampingi suami merupakan relasi
dalam hubungan yang setara sehingga dapat tercapai kasih sayang dan kelanggengan
perkawinan.
c. Pendidik anak. Anak memperoleh pendidikan sejak dalam kandungan. Memberikan
contoh berperilaku yang baik karena anak belajar berperilaku dari keluarga. Ibu dapat
memberikan pendidikan akhlak, budi pekerti, pendidikan masalah reproduksi.
d. Pengatur rumah tangga. Perempuan menjaga, memelihara, mengatur rumah
tangga, menciptakan ketenangan keluarga. Istri mengatur ekonomi keluarga, pemelihara
kesehatan keluarga, menyiapkan makanan bergizi tiap hari, menumbuhkan rasa memiliki
dan bertangggung jawab terhadap sanitasi rumah tangga juga menciptakan pola hidup
sehat jasmani, rohani dan sosial.
2. Peran wanita berkaitan dengan kedudukannya dalam masyarakat sebagai mahluk sosial
yang berpartisipasi aktif.
Wanita berpatisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Wanita
berperan aktiv dalam pembangunan dalam berbagai bidang seperti dalam pendidikan,
kesehatan, politik, ekonomi, sosial, budaya untuk memajukan bangsa dan Negara.
3.Peran wanita dalam organisasi profesi.
Wanita berperan dalam oganisasi profesi seperti pemberdayaan perempuan(
KOMNAS PEREMPUAN) dan organisasi- organisasi yang bergerak di bidang wanita
yang tujuannya memperjuangkan hak-hak kaum wanita.
Permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi social dan upaya mengatasinya :
1. Kekerasan
A. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan konsep baru, yang diangkat pada
Konferensi Dunia Wanita III di Nairobi, yang berhasil menggalang konsesus
internasional atas pentingnya mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap
perempuan dalam kehidupan sehari-hari di seluruh masyarakat dan bantuan terhadap
perempuan koban kekerasan. Oleh karena kekerasan terhadap perempuan merupakan
konsep baru, maka mengenai definisi atau batasan kekerasan terhadap perempuan
(baca:istri) dalam rumah tangga anampaknya belum ada definisi tunggal dan jelas
dari para ahli atau pemerhati maslah-masalah perempuan. Walaupun demikian
kirannya perlu dikemukakan beberapa pendapat mengenai hal tersebut.
Pengertian kekerasan menurut Pasal 89 KUHP adalah melakukan kekerasan
adalah pempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak
sah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menepak,
menendang dsb.
Tindak kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan dan pemaksaan meliputi
tindakan seksual, psikologis, fisik dan ekonomi yang dilakukan individu terhadap
individu yang lain dalam hubungan, rumah tangga atau hubungan intim (karib).

Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan yang berakibat timbulnya


kesengsaraan atau penderitaan termasuk penderitaan secara fisik, seksual, psikologis
dan penelantaran .Termasuk juga ancaman yang menghasilkan kesengsaraan di
dalam lingkup rumah tangga (Kemala Candrakirana,2005)

Kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan yang dilakukan oleh suami


terhadap istri atau juga dikenal dengan kekerasan dalam rumah tangga (Carwoto,
2000: 85). Deklarasi Tentang Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan ( 1993 )
mendefinisikan Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai berikut : “ Segala bentuk
tindak kekerasan berbasis jender yang berakibat, atau mungkin berakibat, menyakiti
secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk
ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena
kebebasan, baik yang terjadi dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan
pribadi

B. Bentuk- Bentuk Kekerasan yaitu :


a. Kekerasan psikis.
Misalnya: mencemooh, mencerca, men&na, memaki, mengancam,
melarang berhubungan dengan keluarga atau kawan dekat / raasyarakat,
intimidasi, isolasi, melarang istri bekerja.
b. Kekerasan fisik.
Misalnya memukul, membakar, menendang, melempar sesuatu, menarik
rambut, mencekik, dll.
c. Kekerasan ekonomi.
Misalnya: Tidak memberi nafkah, memaksa pasangan untuk prostitusi,
memaksa anak untuk mengemis,mengetatkan istri dalam keuangan rumah
tangga, dan lain-lain.
d. Kekerasan seksual.
Misalnya: perkosaan, pencabulan, pemaksaan kehendak atau melakukan
penyerangan seksual, berhubungan seksual dengan istri tetapi istri tidak
menginginkannya.
Banyak kasus terjadi kekerasan psikis berupa makian, hinaan (ungkapan verbal )
seiring berkembang menjadi kekerasan fisik. Pada awalnya mungkin belum terjadi, tetapi
ketidaksengajaan pria kemudian berlanjut pada tindakan kekerasan fisilk secara nyata.

C. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga.:


1. Kemandirian ekonomi istri. Secara umum ketergantungan istri terhadap suami
dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan, akan tetapi tidak sepenuhnya
demikian karena kemandirian istri juga dapat menyebabkan istri menerima
kekerasan oleh suami.
2. Karena pekerjaan istri. Istri bekerja di luar rumah dapat menyebabkan istri
menjadi korban kekerasan.
3. Perselingkuhan suami. Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau
suami kawin lagi dapat melakukan kekerasan terhadap istri.
4. Campur tangan pihak ketiga. Campur tangan anggota keluarga dari pihak
suami, terutama ibu mertua dapat menyebabkan suami melakukan kekerasan
terhadap istri.
5. Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama. Pemahaman ajaran agama yang
salah dapat menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga.
6. Karena kebiasaan suami, di mana suami melakukan kekerasan terhadap istri
secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan (Fathul Djannah, 2002: 51).

Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu :


1.Budaya patriarki yang mendudukan laki—laki sebagai mahluk superior dan
perempuan sebagai mahluk interior.
2.Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki
boleh menguasai perempuan.
3.Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul, biasanya
akan meniru perilaku ayahnya (Aina Rumiati Aziz, 2002: 2).

Alasan Tindak Kekerasan Oleh Pria :


a. Tindakan kekerasan dapat mencapai suatu tujuan.
1) Bila terjadi adi konflik, tanpa harus musyawarah kekerasan merupakan cara
cepat penyelesaian masalah.
2) Deegan melakukan perbuatan kekerasan, prig merasa hidup lebih berarti
karena dengan berkelahi ma ka pria merasa menjadi lebih digdaya.
3) Pada saat melakukan kekerasan pria merasa memperoleh `kemenangan' dan
mendapatkan apa yang dia harapkan, maka korban akan menghindari pada konflik
berikutnya karena untuk menghindari rasa sakit.

b. Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria merasa mempunyai istri ‘kuat' maka dia
berusaha untuk melemahkan wanita agar merasa tergantung padanya atau
membutuhkannya.
c. Ketidaktahuan pria. Bila latar belakang pria dari keluarga yang selalu mengandalakan
kekerasan sebagai satu-satunyajclan menyelesaikan masalah dan tidak mengerti cara
lain maka kekerasan merupakan jalan pertama dan ut-aina baginya sebagai cara yang
jitu setiap ada kesulitan atau tertekan karena memang dia tidak pernah belajar cara
lain untuk bersikap

D. Akibat kekerasan terhadap perempuan


Kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat hal-hal sebagai berikut ;
1. Akibat fisik ( terhadap perorangan )
 luka berat dan kematian akibat perdarahan
 Infeksi, seperti ISR, PMS, HIV/AIDS
 Penyakit radabng panggul yang kronik, yang dapat berakibat infertilitas
 Kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman.

2. Akibat Non fisik ( terhadap perorangan )

 Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan ,cemas, rasa rendah diri, sulit
tidur, mimpi buruk, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat, menarik diri.
 Trauma terhadap hubungan seksual, disfungsi seksual
 Perkawinan yang tidak harmonis
 Bunuh Diri
3. Akibat Terhadap Masyarakat
 Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan
 Efek terhadap produktivitas
 Kekerasan Terhadap Perempuan di lingkungan sekolah dapat mengakibatkan
putus pendidikan karena terpaksa keluar sekolah.

E.. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah Kekerasan terhadap Perempuan antara
lain:
1. Masyarakat menyadari/mengakui kekerasan terhadap perempuan sebagai
masalah yang perlu diatasi
2. Menyebarluaskan produk hukum tentang pelecehan seksual ditempat kerja
3. Membekali perempuan tentang penjagaan keselamatan diri
4. Melaporkan tindak kekerasan pada pihak yang berwenang
5. Melakukan akasi menentang kejahatan seperti kecanduan alkohol, perkosaan
dan lain-lain antara lain melalui organisasi masyarakat

Peran petugas kesehatan dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan, antara lain:
1. Melakukan penyuluhan untuk mencegah dan penanganan Kekerasan
Terhadap Perempuan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan.
3. Bermitra dan berpartisipasi dalam pengembangan jaringan kerja untuk
menanggulangi masalah kekerasan terhadap perempuan dengan instansi
terkait : LSM, organisasi kemasyarakatan lainnya dan organisasi profesi.
4. Memberikan pelayanan yang dibutuhkan bagi korban kekerasan terhadap
perempuan.

F. Kekerasan Terhadap Perempuan Dari Perspektif Gender.


Faham gender memunculkan perbedaan laki-laki dan perempuan, yang sementara
diyakini sebagai kodrat Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah. Oleh
karena gender bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan berperilaku
dalam masyarakat. Perbedaan perempuan dan laki-laki akibat gender ternyata melahirkan
ketidak adilan dalam bentuk sub-ordinasi, dominasi, diskriminasi, marginalisasi,
stereotype. Bentuk ketidak adilan tersebut merupakan sumber utama terjadinya kekerasan
terhadap perempuan. Hal tersebut di atas terjadi karena adanya keyakinan bahwa kodrat
perempuan itu halus dan posisinya di bawah laki-laki, bersifat melayani dan tidak sebagai
kepala rumah tangga. Dengan demikian maka perempuan disamakan dengan barang
(properti) milik laki-laki sehingga dapat diperlakukan sewenangwenang. Pola hubungan
demikian membentuk sistem patriarki. Sistem ini hidup mulai dari tingkat kehidupan
masyarakat kelas bawah, kelas menengah dan bahkan sampai pada tingkat kelas tinggi.
Mulai dari individu, keluarga, masyarakat dan negara.
G. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Akar kekerasan terhadap perempuan karena adanya budaya dominasi laki-laki
terhadap perempuan atau budaya patriarki. Dalam struktur dominasi laki-laki ini
kekerasan seringkali digunakan oleh laki-laki untuk memenangkan perbedaan pendapat,
untuk menyatakan rasa tidak puas dan kadangkala untuk mendemontrasikan dominasi
semata-mata. Kekerasan terhadap perempuan sering tidak dinggap sebagai masalah besar
atau masalah sosial karena hal itu merupakan urusan rumah tangga yang bersangkutan
dan orang lain tidak perlu ikut campur tangan. Dalam kaitan itu sesuai dengan pendapat
Susan L. Miler, yang mengatakan bahwa kejahatan dari kekerasan rumah tangga sudah
merupakan suatu yang rahasia, dianggap sesuatu yang sifatnya pribadi dan bukan
merupakan masalah sosial (Susan L. Miler, 2000:289).
Walaupun adanya pandangan seperti tersebut di atas tidak berarti menjadikan
alasan untuk tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap perempuan
yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Perlindungan hukum adalah setiap
usaha yang dilakukan oleh pihak-pihak untuk menanggulangi kekerasan terhadap
perempuan, kekerasan dalam bentuk fisik, psikologis, seksual dan kekerasan ekonomi.
Pihak-pihak yang dapat melakukan perlindungan hukum bagi perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga, bisa siapa saja misalnya dapat dilakukan oleh keluarga
korban, tetangga korban, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim),
lembaga sosial dan lain sebagainya. Yang jelas pihak-pihak dimaksud dapat memberikan
rasa aman terhadap istri korban kekerasan suami. Perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga sering tidak dapat berbuat banyak atau dalam keadaan binggung, karena
tidak tahu harus mengadu ke mana, ke rumah asal belum tentu diterima. Hal ini
disebabkan oleh adanya budaya di mana perempuan yang sudah kawin menjadi tanggung
jawab suaminya. Sehingga apabila terjadi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga sering tidak terungkap kepermukaan karena masih dianggap membuka aib
keluarga. Dengan sulit terungkapnya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga, ini berarti perempuan korban kekerasan ikut melindungi kejahatan dalam rumah
tangga. Setelah berlakunya U U No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, pelaku kekerasan dalam rumah tangga dalam rumah tangga diatur
dalam Bab II, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 U U No. 23 Tahun 2004.
ketentuan pidananya diatur pada Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49
adan Pasal 50.

.Daftar pustaka

Nurianti Irma. Handout Kesehatan reproduksi. 2015

http://51.254.243.28:1338/sc/1488163zNTA4ZmRiODY/Status%20Sosial%20Wanita.pdf.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2015

http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/05/dimensi-sosial-wanita-dan.html

Anda mungkin juga menyukai