Anda di halaman 1dari 36

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jantung merupakan organ paling penting dalam tubuh, jantung berfungsi
untuk memompa darah ke seluruh tubuh, oleh karena itu kita harus senantiasa
memperhatikan kesehatan jantung kita, selain itu penyakit jantung merupakan
penyakt maut yang mematikan dieluruh dunia. Salah satunya yaitu kardiomiopati,
yang akhir-akhir ini semakin meningkat frekuensinya. Dibeberapa negara,
kardiomiopati merupakan penyebab kematian sampai sebesar 30%.
Kardiomiopati adalah sekumpulan kelainan pada jantung dengan kelainan
utama terbatas pada miokardium. Kondisi ini seringkali berakhir dengan menjadi
gagal jantung. Pada kardiomiopati dilatasi ( sering juga disebut kardiomiopati
kongestif atau gagal jantung kongestif) otot jantung yang sebelumnya normal
menjadi rusak, menyebabkan pelemahan dinding-dinding dari ruang-ruang
jantung. Untuk mengkompensasi pelemahan dinding-dindingnya yang berotot
maka ruang-ruang jantung akan membesar.
Pelemahan dan pembesaran otot-otot jantung akhirnya menyebabkan gagal
jantung. Jantung yang bekerja berat adalah penyebab lain dari kardiomiopati
dilatasi. Setiap kondisi yang menyebabkan otot jantung bekerja pada beban yang
tinggi untuk waktu yang lama (minggu atau bulan) akhirnya dapat menyebabkan
pembesaran jantung dan pelemahan otot jantung. Kondisi ini termasuk penyakit
anemia yang lama, kelainan takikardia, hipertiroidisme kronis, dan kerja berat
yang disebabkan kebocoran (regurgitant) katup jantung
Gejala-gejala dari kardiomiopati adalah gejala-gejala dari gagal jantung. Ini
termasuk sesak napas dan atau letih waktu kerja fisik atau waktu berbaring,
bangun tengah malam karena kehabisan napas dan bengkak pada kaki bagian
bawah. Gejala-gejala bertambah seiring dengan kemajuan penyakit. Pasien
dengan kardiomiopati dilatasi juga mempunyai peningkatan kejadian (insiden)
sangat tinggi dari aritmia yang mengancam nyawa, yaitu takikardia bilik dan
fibrilasi bilik. Pada pasien-pasien ini, suatu episode dari syncope (tidak berdaya,
lemah, pucat) harus dipertimbangkan sebagai tanda awal dari kematian mendadak.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mengerti dengan Pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, pemeriksaan dignostik, penatalaksanaan, dan asuhan
keperawatan pada kardiomiopati, gagal jantung.

1.3 Implikasi Keperawatan


Implikasi bagi perawat :
1. Dapat meningkatkan tambahan ilmu pengetahuan pada perawat.
2. Perawat dapat mengaplikasikan ilmunya sesuai dengan konsep kasus.
3. Dapat meningkatkan kemampuan perawat dalam menyelesaikan masalah.
Implikasi pada pasien :
Klien dan keluarga dapat memberikan informasi dengan jelas agar
petugaskesehatan dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan.

2
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 KARDIOMIOPATI
2.1.1 Pengertian Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu keadaan dimana otot jantung kehilangan
kemampuan untuk memompakan darah yang disebabkan oleh kehilangan
kemampuan elemen miokardium untuk berkontraksi (Price, 1995)
Kardiomiopati adalah suatu penyakit miokardium yang menyerang otot
jantung (miokard) dan penyebabnya tidak diketahui. Akan tetapi, hampir pada
setiap penyakit, miokardium jantung dapat turut berubah secara berangsurangsur.
Begitu juga pada penyakit jantung bawaan atau yang didapat, bisa menyebabkan
terjadinya hipertrofi otot jantung. Berbagai keadaan ekstrakardial, misalnya:
anemia, tirotoksikosis, beri-beri, infeksi, dan berbagai penyakit sistemik seperti
lupus eritematosus diseminata, dan periarteritis nodosa dapat mempengaruhi
miokard. (Muttaqin, 2009).
Menurut Goodwin, berdasarkan kelainan patofisiologinya, terbagi atas
kardiomiopati kongestif/dilatasi, kardiomiopati hipertrofik dan kardiomiopati
restriktif. (Mansjoer, et.al 2000).
1. Kardiomiopati dilatasi/kongsetif
Penyakit miokard yang ditandai dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung
dan gagal jantung kongestif akibat berkurangnya fungsi pompa sistolik secara
progresif serta meningkatkan volume akhir diastolic dan sistolik.
2. Kardiomiopati hypertrofi
Suatu penyakit dimana terjadi hypertrofi septum interventrikular secara
berlebihan aliran darah keluar dari ventrikel kiri terhambat.
3. Kardiomiopati restriktif
Suatu penyakit dimana terjadi kelainan komposisi miokardium sehingga
menjadi lebih kaku sehingga pengisian kapiler kiri terganggu, mengurangi curah
jantung, dan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri.
2.1.2 Epidemiologi Kardiomiopati
Insidensi sebenarnya miokarditis tidak diketahui, karena banyaknya kasus
subklinis dibandingkan kasus berat. Banyak kasus tidak diketahui karena kisaran

3
variasi tanda dan gejala yang luas. Suatu penelitian postmortem pada anak yang
meninggal dengan riwayat 4 suspek miokarditis menunjukkan adanya bukti
miokarditis aktif atau telah sembuh pada 17 dari 138 kasus (12,3%). Dari 17 kasus
tersebut, sebanyak 15 kasus ditemukan pada anak yang meninggal mendadak.
Miokarditis karena virus biasanya bersifat sporadik, dan biasanya manifestasinya
tergantung dari usia. Pada bayi biasanya muncul sebagai penyakit fulminan yang
akut, pada anak yang lebih muda muncul sebagai penyakit yang akut tapi kurang
fulminan, dan pada anak yang lebih tua dan remaja biasanya asimptomatis. Angka
kematian miokarditis pada bayi dilaporkan sebesar 75% dan pada anak sebesar
25%.
2.1.3 Etiologi Kardiomiopati
Sebagian besar penyebab kardiomiopati tidak diketahui ada beberapa
sebab yang diketahui antara lain: infeksi berbagai mikroorganisme toksik seperti
etanol: metabolic misalnya pada buruknya gizi dan dapat pula diturunkan.
(Muttaqin, 2009). Goodwin dalam Mansjoer, et.al 2000, membagi etiologi
berdasarkan klasifikasi kardiomiopati yaitu sebagai berikut:
1. Kardiomiopati dilatasi/kongsetif: etiologinya sebagian besar tidak diketahui,
namun mungkin berhubungan dengan virus, penggunaan alcohol yang
berlebihan,penyakit metabolic,kelainan gen dan sebagainya.
2. Kardiomiopati hypertrofi : Penyebabnya tidak diketahui namun sebagian
diturunkan secara autosom dominan.
3. Kardiomiopati restriktif : etiologinya penyakit-penyakit yang menginfiltrasi
miokardium, seperti amiloidosis hemokromatisis, sarkoidosis, dan
sebagainya.
2.1.4 Tanda dan Gejala Kardiomiopati
Kardiomiopati dapat terjadi pada setiap usia dan menyerang pria maupun
wanita. Kebanyakan orang dengan kardiomiopati pertama kali datang dengan
gejala dan tanda gagal jantung. Dispnu saat beraktifitas, parosikmal nokturnal
dispnu (PND), batuk, dan mudah lelah adalah gejala yang pertama kali timbul.
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan kongesti vena sistemik, distensi vena
jugularis, pitting edema pada bagian tubuh bawah, pembesaran hepar, dan
takikardi.

4
2.1.5 Patofisiologi Kardiomiopati
Miopati merupakan penyakit otot. Kardiomiopati merupakan sekelompok
penyakit yang mempengaruhi struktur dan fungsi miokardium. Kardiomiopati
digolongkan berdasar patologi, fisiologi dan tanda klinisnya. Penyakit ini
dikelompokkan menjadi
(1) kardiomiopati dilasi atau kardiomiopati kongestif;
(2) kardiomiopati hipertrofik;
(3) kardiomiopati restriktif.
Tanpa memperhatikan kategori dan penyebabnya, penyakit ini dapat
mengakibatkan gagal jantung berat dan bahkan kematian. Kardiomiopati dilasi
atau kongistif adalah bentuk kardiomiopati yang paling sering terjadi. Ditandai
dengan adanya dilasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan
dinding otot, pembesaran atrium kiri, dan stasis darah dalam ventrikel. Pada
pemeriksaan mikroskopis otot memperlihatkan berkurangnya jumlah elemen
kontraktil serat otot. Komsumsi alkohol yang berlebihan sering berakibat
berakibat kardiomiopati jenis ini. Kardiomiopati hipertrofi jarang terjadi. Pada
kardiomiopati hipertrofi, massa otot jantung bertambah berat, terutama sepanjang
septum. Terjadi peningkatan ukuran septum yang dapat menghambat aliran darah
dari atrium ke ventrikel; selanjutnya, kategori ini dibagi menjadi obstruktif dan
nonobstruktif.
Kardiomiopati restritif adalah jenis terakhir dan kategori paling sering
terjadi. Bentuk ini ditandai dengan gangguan regangan ventrikel dan tentu saja
volumenya. Kardiomiopati restriktif dapat dihubungkan dengan amiloidosis
(dimana amiloid, suatu protein, tertimbun dalam sel) dan penyakit infiltrasi lain.
Tanpa memperhatikan perbedaannya masing-masing, fisiologi kardiomiopati
merupakan urutan kejadian yang progresif yang diakhiri dengan terjadinya
gangguan pemompaan ventrikel kiri. Karena volume sekuncup makin lama makin
berkurang, maka terjadi stimulasi saraf simpatis, mengakibatkan peningkatan
tahanan vaskuler sistemik. Seperti patofisiologi pada gagal jantung dengan
berbagai penyebab, ventrikel kiri akan membesar untuk mengakomodasi
kebutuhan yang kemudian juga akan mengalami kegagalan. Kegagalan ventrikel
kanan biasanya juga menyertai proses ini.

5
2.1.6 Komplikasi & Prognosis Kardiomiopati
Dapat terjadi infark miokard apabila kebutuhan oksigen ventrikel yang
menebal tidak dapat dipenuhi. Dapat terjadi gagal jantung pada kardiomiopati
dilatasi apabila jantung tidak mampu memompa keluar darah yang masuk.

2.1.7 Pengobatan Kardiomiopati


1. Pembatasan garam dan pemberian diuretic dilatasi untuk mengurangi volume
diastolic akhir. Terapi yang lain untuk gagal jantung mungkin diperlukan.
2. Diberikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan embolus. Sebagai
contoh, warfarin, heparin, dan obat baru, ximelagatran. Temuan terbaru
memperlihatkan bahwa ximelagatran memiliki efek samping lebih sedikit
dibandingkan obat lain dan pemantauan mungkin tidak diperlukan sebagai
obat keras. Ximelagataran sedikit diketahui berinteraksi dengan makanan atau
obat lain.
3. Penyekat beta diberikan untuk kardiomiopati hipertrofik dengan tujuan
menurunkan kecepatan denyut jantung, sehingga waktu pengisian diastolic
meningkat. Obat – obat ini juga mengurangi kekakuan ventrikel.
4. Dapat diusahakan reseksi bedah pada bagian miokardium yang mengalami
hepertrofi.
5. Penyekat saluran kalsium tidak digunakan karena dapat semakin menurunkan
konraktilitas jantung.
2.1.8 Pencegahan Kardiomiopati
Kardiomiopati dapat dicegah dengan mengurangi konsumsi alkohol atau
kokain, mengendalikan tekanan darah tinggi dengan diet dan olahraga, makan
makanan yang banyak mengandung vitamin dan mineral.

2.2 GAGAL JANTUNG


2.2.1 Pengertian Gagal Jantung
Gagal jantung adalah ketidakmampuan curah jantung yang cukup untuk
kemampuan tubuh, sehingga timbul akibat klinis dan dan patofisiologi yang khas.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologi dimana jantung
gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun

6
tekanan pengisian cukup (Paul Wood, 1958). Gagal jantung juga dikatakan
sebagai suatu sindroma dimana fungsi jantung berhubungan dengan penurunan
toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup (Jay
Chon, 1988). European Society of Cardiology, 1995 juga menjelaskan adanya
gejala gagal jantung yang reversible dengan terapi, dan bukti objektif adanya
disfungsi jantung.
2.2.2 Epidemiologi Gagal Jantung
Prevalensi gagal jantung pada seluruh populasi berkisar antara 2 sampai
30% dan yang asimtomatik sebesar 4% dari seluruh populasi. Angka ini
cenderung mengikuti pola eksponensial seiring usia, sehingga pada orang tua (70-
80 tahun) menjadi 10- 20%. Meskipun insidens relatif gagal jantung lebih rendah
pada perempuan, perempuan berkontribusi pada setidaknya setengah kasus gagal
jantung karena angka harapan hidup mereka lebih tinggi. Di Amerika, prevalensi
gagal jantung pada usia 50 tahun ialah sebesar 1%, pada usia 80 tahun mencapai
7,5%. Di Inggris, prevalensi gagal jantung pada usia 60-70 tahun sebesar 5% dan
mencapai 20% pada usia 80 tahun, situasi yang sama terjadi di Italia dan Portugal.
Di Cina, prevalensi gagal jantung pada usia 60 tahun ke atas sebesar 0,9%.
Diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung muncul setiap tahunnya
di seluruh dunia. Saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam
waktu 5 tahun sejak diagnosis ditegakkan.
2.2.3 Etiologi Gagal Jantung
Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa
otot jantung karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler
karena hipertensi, atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial). Pada dasarnya
semua kondisi yang menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel
kiri merupakan predisposisi untuk gagal jantung. Penyakit jantung koroner
merupakan penyebab terbanyak (60-75%), diikuti penyakit katup (10%) dan
kardiomiopati (10%). Dewasa ini studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar
setengah pasien gagal jantung memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction, EF)
ventrikel kiri yang baik (EF 40-50%), sehingga tidak lagi dipikirkan bahwa gagal
jantung secara primer terjadi akibat penurunan fraksi ejeksi ventikel kiri.

7
2.2.4 Tanda dan Gejala Gagal Jantung
Pada umunya penderita gagal jantung menyatakan keluhan-keluhannya berupa:
a. Kelelahan dan kelemahan
Kelelahan dan kelemahan ini timbul sebagai akibat kurangnya curah jantung
sehingga pengankutan oksigen tidak adekuat ke otot rangka
b. Nafas pendek
Nafaas pendek bisa disebabkan oleh pengurangan aliran darah ke otot
pernafasan.
c. Sesak nafas
Penderita gagal jantung akan mengalami kesulitan dalam bernafas yang
terjadi beberapa menit setelah berbaring.
d. Batuk-batuk
Batuk sering menyertai gejala nafas pendek dan sesak nafas. Batuk bisa
disebabkan oleh adanya sembab pada bronkus atau tekanan pada bronkus atau
tekanan pada bronkus oleh atrium kiri yang dilatasi.
e. Anoreksia
Kehilangan nafsu makan dan oenurunan berat badan maupun gejala
gastro-intestinalis lainnya sering dialami oleh penderita gagal jantung seperti
mual, muntah dan nyeri abdomen sebagai akibat berkurangnya curah jantung.
Gejala klinis gagal jantung sangat bervariasi yang tergantung atas etiologi
yang mendasari, keparahan, dan apakah ada vagal ventrikel kiri saja atau dalam
gabungan dengan gagal ventrikel kanan. Gejalanya bisa berupa: peningkatan
frekuensi denyut jantung (takikardi), pengurangan pengankutan oksigen ke
jaringan perifer dan peningkatan ekstrasi oksigen (sianosis), adanya variasi
tekanan sistolik dari denyut yang satu ke yang lain (pulsus alternans), bisisng
jantung, dan edema perifer.
2.2.5 Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan sindrom, walaupun penyebabnya berbeda-beda,
namun bila terjadi memiliki gejala, tanda, dan patofisiologi yang sama. Curah
jantung yang tidak adekuat menstimulasi mekanisme kompensasi yang mirip
dengan respon terhadap hipovolemia. Walaupun awalnya bermanfaat, pada
akhirnya mekanisme ini menjadi maladaptif:

8
1. Aktivasi neurohormonal terjadi dengan peningkatan vasokonstriktor (renin,
angiotensin II, katekolamin) yang memicuretensi garam dan air serta
meningkatkan beban akhir (afterload) jantung. Hal tersebut mengurangi
pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang
menyebabkan curah jantung,yang menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang
lebih hebat, sehingga meningkatkan afterload dan seterusnya, yang
membentuk lingkaran setan
2. Dilatasi ventrikel: terganggunya fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan
retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang
berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan
energi terbatas (misalnya pada penyakit koroner) selanjutnya bisa
menyebabkan gangguan kontraktilitas dan aktivasi neuroendokrin.
2.2.6 Komplikasi & Prognosis Gagal Jantung
1. Tromboembolik: risiko terjadi bekuan vena (trombosis vena dlam atau DVT
(deep venosus thrombosis) dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik
tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Kompikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF, yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauan denyut
jantung (denganpemberian digoksin/ bloker β) dan pemberian warfarin.
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan
dosis yang ditingggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihan pada
pasien tertentu.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyababkan sinkop atau kematian
jantung mendadak (25-50% kematian pada CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, bloker β, dan defibrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.
2.2.7 Pengobatan Gagal Jantung
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup

a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang


sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan,
dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung
terkompensasi dan stabil.

9
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.

c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut


jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan
harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan
dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol
memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.
2. Terapi obat-obatan

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan


pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007).
Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee,
2005).
Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan
cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya
bila diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat
karena absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia.
Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid,
mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan
membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan
dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus
turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic
thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada
arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR,
2000).
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham
menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida
seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan
inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume
pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta jantung yang membesar
menjadi mengecil (Tjay, 2007). Digoksin tidak meneyebabkan perubahan
curah jantung pada subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak

10
hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung. Pada
gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan
menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan
gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding
ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin)
atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat
ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida).
Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis
tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi
postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian
yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga
dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta
adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik
negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada
gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung.
Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta
dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas
jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam
sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard (Gibbs CR, 2000).
Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat
tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat.
Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta
memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan
khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati
(Tjay, 2007).
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan
jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan

11
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang
meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark),
sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini
terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat
penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita (Tjay, 2007).
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan
jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya
berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini
sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan
bahwa obat-obatan ini juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan
aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada
gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron
merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki
kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada (Gibbs, 2000).
2.2.8 Pencegahan Gagal Jantung
1. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial ditujukan pada masyarakat dimana belum tampak
adanya resiko gagal jantung. upaya ini bertujuan memelihara kesehatan setiap
orang yang sehat agar tetap sehat dan terhindar dari segala jenis penyakit
termasuk penyakit jantung. cara hidup sehat merupakan dasar pencegahan
primordial penyakit gagal jantung seperti mengkomsumsi makanan sehat,
tidak merokok, berolah raga secara teratur, meghindari stress, seta
memelihara lingkungan hidup yang sehat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan
adanya faktor risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan
membatasi komsumsi makanan yang mengandung kadar garam tinggi,
mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, mengontrol berat
badan dengan membatasi kalori dalam makanan sehari-hari serta menghindari
rokok dan alkohol.
3. Pencegahan sekunder

12
Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena gagal
jantung bertujuan untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium yang
lebih berat. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan diagnosa gagal
jantung,tindakan pengobatan denagn tetap mempertahankan gaya hidup dan
mengindari faktor resiko gagal jantung.
4. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah komplikasi yang lebih
berat atau kematian akibat gagal jantung. Upaya yang dilakukan dapat berupa
latihan fisik yang teratur untuk memperbaiki fungsional pasien gagal jantung.

13
BAB 3. PATHWAYS

3.1. Pathways Kardiomiopati Dilatasi

Salah satu atau kedua Hipertrofi miokardial Otot jantung tidak


ventrikel mengalami dapat melemas dengan
dilatasi disertai benar (mengeras)
Kardiomiopati
disfungsi sistolik dan
hipertrofi Kardiomiopati restriktif
diastolik

Kardiomiopati dilatasi

Peningkatan kapasitas
volume ventrikel volume atrium kiri ↑ Cairan refluks ke paru

kiri/kanan
Ketidakefektifan Edema paru
Kontraksi jantung ↑
pola nafas
Gangguan
Kadar O₂ dalam tubuh
Volume sekuncup ↑ pertukaran gas
tidak adekuat

Preload ↑, Afterload ↓ ketidakefektifan


Sesak nafas
perfusi jaringan
perifer
Penurunan cardiac Suplai O₂ ke jaringan
output ↓
ketidakefektifan
Suplai darah ke perfusi jaringan
saluran pencernaan ↓ perifer serebral

Hipoksia
Iskemia mesenterik

Nyeri perut Gangguan nyeri akut

Mual, muntah, Energi tidak adekuat Intoleransi aktifitas


anoreksia

14
Gangguan nutrisi Gangguan
kurang dari pertumbuhan dan
kebutuhan tubuh perkembangan

3.2. Pathways Kardiomiopati Miokardial

Salah satu atau kedua Hipertrofi miokardial Otot jantung tidak


ventrikel mengalami dapat melemas dengan
dilatasi disertai Kardiomiopati benar
disfungsi sistolik dan hipertrofi Kardiomiopati restriktif
diastolik
Elastisitas otot jantung Terjadi tekanan balik
↓ ke dalam vena
Kontraksi jantung ↓ pulonalis
Edema paru
Darah yang masuk ke
jantung ↓ Gangguan
pertukaran gas
Penurunan cardiac
output Sesak nafas

Ketidakefektifan
pola nafas

Mual, muntah,
Energi tidak adekuat Intoleransi aktifitas
anoreksia

Gangguan nutrisi Gangguan


15
kurang dari pertumbuhan dan
kebutuhan tubuh perkembangan
ketidakefektifan
Suplai O₂ di tubuh perfusi jaringan
tidak adekuat perifer
ketidakefektifan
Suplai darah ke
perfusi jaringan
saluran pencernaan ↓
perifer serebral
Iskemia mesenterik Hipoksia

Nyeri perut Gangguan nyeri akut

Mual, muntah, Energi tidak adekuat Intoleransi


anoreksia aktifitas

Gangguan nutrisi Gangguan

kurang dari pertumbuhan dan

kebutuhan tubuh perkembangan

3.3. Pathways Kardiomiopati Restriktif


Salah satu atau kedua Hipertrofi miokardial Otot jantung tidak
ventrikel mengalami dapat melemas dengan
dilatasi disertai Kardiomiopati benar
Kardiomiopati
disfungsi sistolik dan hipertrofi
restriktif
diastolik
Terjadi tekanan balik Otot jantung menjadi
ke dalam vena kaku
pulonalis 16

Edema paru
Bertambahnya kerja
jantung

Volume sekuncup ↑

Preload ↑, Afterload ↓

Suplai O₂ di tubuh Penurunan cardiac


tidak adekuat output
Suplai darah ke

ketidakefektifan ketidakefektifan saluran pencernaan ↓

perfusi jaringan perfusi jaringan Iskemia mesenterik


perifer perifer serebral
Sinkop Hipoksia Nyeri perut

Intoleransi aktifitas Lemas Mual, muntah,


anoreksia

Gangguan Gangguan nutrisi


Mual, muntah,
pertumbuhan dan kurang dari
anoreksia
perkembangan kebutuhan tubuh
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

17
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
1. Data Biografi
a. Riwayat kesehatan masa lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi,
DM, gagal jantung kongestif, anemia, kelainan katub.
b. Pola kebiasaan /Gaya hidup yang mempengaruhi timbulnya
kardiomiopati adalah merokok, mengkomsumsi alkohol, dan
mengkonsumsi lemak yang mengandung kolesterol tinggi.
c. Faktor herediter, usia, jenis kelamin.
 Faktor herediter, pernah ada anggota keluarga yang
mengalami kardiomiopati;
 Usia. Insiden kardiomiopati iskemik, yang disebabkan oleh
penyakit arteri koroner, lebih tinggi pada pasien usia lanjut.
Kardiomiopati nonischemic dapat terjadi pada semua usia,
termasuk pada usia kanak-kanak. Risiko kematian
mendadak karena hypertrophic kardiomiopati paling besar
terjadi pada pasien di bawah usia 30 tahun. Aritmia
sekunder dengan arrhythmogenic ventrikel kanan dysplasia
biasanya hadir pada masa remaja atau awal masa dewasa;
 Jenis kelamin. Kardiomiopati dilatasi terjadi lebih sering
pada pasien laki-laki dibandingkan pada pasien wanita
(3:1). Kardiomiopati hipertrofi sering terjadi pada kalangan
pasien laki-laki. Pada wanita kardiomiopati muncul pada
usia awal. Aritmogenik ventrikel kanan dysplasia lebih
banyak terjadi pada laki-laki.
2. Aktivitas/Istirahat
Pasien terlihat lemah, lelah/letih, pasien mengeluh merasakan nyeri pada
dada saat beraktivitas, dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan
tenaga , pasien mengalami sesak nafas, pingsan atau hampir pingsan.

18
3. Sirkulasi
a. Frekuensi jantung : Takikardi
b. Irama jantung : Disritmia
c. Bunyi jantung :S1dan S2 kadang melemah, S3(Gallop),
S4(Murmur) dapat terjadi.
d. Kardiomegali, hepatomegali, sinkop, palpitasi, denyut jantung
cepat, sianosi, TD menurun, akral dingin.
e. Tingkat lanjut : Tekanan nadi melemah, Distensi vena
juigularis.
4. Pernafasan
Sesak nafas, dispneu, ortopnue, nafas dangkal dan pendek, bunyi nafas
crakel, batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum, menggunakan
bantuan pernafasan seperti: oksigen atau medikasi.
5. Integritas Ego
Adanya banyak stressor pada pasien, mucul pada pasien yang megalami
masalah finansial, ansietas, takut, resah, gelisah, kurangnya dukungan
keluarga.
6. Makanan dan Cairan
Anoreksia, mual/muntah, penambahan berat badan secara signifikan, diit
tinggi garam/makanan yang mengandung kolesterol
7. Neurosensori
Letargi, disorientasi, kelemahan, sinkop/pingsan.
8. Kenyamanan/Nyeri
Nyeri dada, nyeri abdomen (asites), sakit pada otot
9. Eliminasi
Oliguria, konstipasi/diare.
10. Interaksi Sosial
Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
11. Pengajaran/Penyuluhan
a. Riwayat penggunaan alcohol, cocain.
b. Riwayat keluarga penyakit jantung /IM.
c. Riwayat Diabetes Militus, kehamilan multipara.

19
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan kardiomiopati
adalah:
a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
jantung;
b. Ketidak efektifan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O₂ ke
jaringan tidak adekuat;
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru;
d. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kurangnya suplai O₂
dalam tubuh;
e. Gangguan nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplai darah pada
tubuh;
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan suplai darah yang beredar pada
tubuh tidak adekuat;
g. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia;
h. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kurangnya asupan nutrisi.

4.3 Perencanaan
1. Diagnosa 1: Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas jantung.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam penurunan curah
jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
di terima.
Kriteria hasil:
 Menunjukkan tanda vital yang dapat diterima ( disritmia terkontrol
atau hilang )
 Menunjukan tanda gagal jantung ( mis: parameter hemodinamik
dalam batas normal, haluaran urine adekuat Menunjukkan
penurunan episode dipsnea

20
 Menunjukkan penurunan episode angina
 Ikur serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri dada Variasi penampilan dan perilaku klien karena
(intensitas, lokasi, radiasi, nyeri yang terjadi di anggap sebagai temuan
durasi) pengkajian
Ukur TTV sebelum dan Respons klien terhadap aktivitas dapat
sesudah aktivitas mengindikasikan penurunan oksigen miokardium
Evaluasi perubahan tekanan Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan
darah disfungsi ventrikel , hipertensi juga merupakan
fenomena umum yang berhubungan dengan
nyeri, cemas, dan pengeluaran katekolamin
Monitor status Biasanya terjadi takikardi meskipun pada saat
kardiovaskuler istirahat untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel, kontraksi prematur dari
atrial , takikardi atrial proksimal, kontraksi
prematur dari ventrikel , dan fibrilasi atrial
disritmia umum berkenan dengan kardiomiopati .
Monitor keseimbangan cairan Penurunan curah jantung mengakibatkan
(intake/output and berat gangguan perfusi ginjal , retensi natrium/air, dan
badan harian) penurunan output urine
Sarankan pasien agar Makanan porsi besar dapat meningkatkan kerja
melakukan cardiac diet jantung . kafein dapat merangsang langsung
(mengurangi konsumsi kejantung sehingga meningkatkan frekuensi
caffeine, sodium, cholesterol, jantung.
dan makanan tinggi lemak)

Auskultasi bunyi jantung dan Menunjukkan gangguan aliran darah dalam


catat adanya murmur jantung

21
Lakukan terapi relaksasi jika Meningkatkan suplai oksigen sehingga akan
diperlukan (relaksasi menurunkan nyeri akibat sekunder dari iskemia
pernapasan dalam) jaringan otak

2. Diagnosa 2: Ketidak efektifan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai


O₂ ke jaringan tidak adekuat.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan
miokard kembali adekuat
Kriteria hasil:
 Kulit hangat
 TTV: TD:100-140/80-90mmHg.
 N:60-100 x/menit
 Pasien sadar/ berorientasi
 Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan
INTERVENSI RASIONAL
Monitor TTV:TD dan Nadi hipotensi dapat terjadi sehubungan
dengan disfungsi ventrikel , hipertensi
juga merupakan fenomena umum yang
berhubungan dengan nyeri, cemas, dan
pengeluaran katekolamin

3. Diagnosa 3: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru.


Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam gangguan
pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil:
 TTV normal
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan
AGD dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan

22
Intervensi Rasional

Istirahatkan klien dalam Posisi semifowler membantu dalam ekspansi otot-


posisi semifowler otot pernapasan dengan pengaruh gravitasi.

Catat ada atau tidaknya Bunyi napas tambahan menggambarkan bahwa


bunyi napas tambahan sesuatu telah terjadi pada daerah tersebut

Kaji adanya sianosis dan Sianosis menunjukkan pasien kekurangan oksigen.


pantau hasil Analisa Gas Mengidentifikasi kenormalan oksigen dalam darah
Darah
Kolaborasikan tentang Mendorong untuk mendapatkan proses pertukaran
pemberian obat atau gas yang normal
makanan sesuai indikasi

4. Diagnosa 4: Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kurangnya


suplai O₂ dalam tubuh.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam jam pola nafas
kembali efektif.
Kriteria hasil:
 RR:16-20 x/menit
 Bunyi nafas vesikuler
 Takikardi (-)
 Distres pernapasan (-)
Intervensi Rasional

Evaluasi frekuensi Dispnea merupakan salah satu manifestasi dalam


pernafasan dan ketidakefektifan pola napas
kedalaman. Catat adanya
dispnea, penggunaan alat
bantu nafas.

23
Monitor pola, irama, Respons klien terhadap aktivitas dapat
kedalaman, dan usaha mengindikasikan penurunan oksigen miokard
untuk bernafas

Ukur intake dan output Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan


perfusi ginjal , retensi natrium/air, dan penurunan
pengeluaran urine
Auskultasi suara paru Didapatkan perubahan suara paru karena adanya
setelah perawatan dan penurunan curah jantung
catat hasilnya

Monitor tekanan darah, Mengetahui derajat hipoksia dan peningkatan


nadi, suhu, RR. tekanan perifer

5. Diagnosa 5: Gangguan nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplai


darah pada tubuh.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam pasien dapat
mengontrol nyeri.
Kriteria hasil:
 Mampu mengontrol nyeri ( menggunakan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri)
 Melaporkan nyeri berkurang (0-1)
 TTV dalam batas normal
 Tidak mengalami gangguan tidur

Intervensi Rasional

Lakukan pengkajian Pengkajian secara komprehensif dapat


nyeri secara mengidentifiksi secara menditail dan utuh
komprehensif termasuk mengenai keluhan pasien
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,

24
kualitas, dan faktor
presipitasi

Kontrol lingkungan yang Gangguan lingkungan dan rangsangan dapat


dapat mempengaruhi meningkatkan tekanan vaskuler serebral
nyeri seperti suhu
ruangan, kebisingan
Ajarkan tekhnik Meningkatkan relaksasi
nonfarmakologi
(distraksi, guide imagery)
Berikan analgetik sesuai Analgetik dapat mengurangi nyeri
indikasi

6. Diagnosa 6: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan suplai darah yang


beredar pada tubuh tidak adekuat.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam pasien dapat
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil:
 Klien dapat memperlihatkan peningkatan ADL
 Tidak mengalami kelelahan dan sesak nafas pada saat beraktivitas
 Takikardi, disritmia,pucat ,saat dan setelah beraktivitas ringan.
 TD: 100-140/80-90 mmHg.
Intervensi Rasional

Tingkatkan istirahat, Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen


batasi aktivitas dan
berikan aktivitas
senggang yang tidak
berat
Instruksikan pasien dan Merokok dan menghirup asap rokok akan

25
keluarga mengenai faktor meningkatkan adhesi trombosit yang merangsang
risiko jantung pembentukan trombus pada arteri koroner.
(penghentian merokok, Konsumsi banyak makan garam merupakan salah
diet, gerak badan/latihan) satu faktor presipitasi serangan sesak napas dan
edema ekstremitas
Monitor TTV sebelum Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan
dan setelah aktivitas disfungsi ventrikel , hipertensi juga merupakan
khususnya bila pasien fenomena umum yang berhubungan dengan nyeri,
mengggunakan cemas, dan pengeluaran katekolamin
vasodilator, diuretic.
Catat respon Respons klien terhadap aktivitas dapat
kardiopulmunal setelah mengindikasikan penurunan oksigen miokard
beraktivitas: takikardi,
disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
Jelaskan kepada klien Mendapatkan cukup waktu istrahat diantara waktu
untuk istirahat segera jika aktivitas
timbul
kelelahan/kelemahan.
Anjurkan klien untuk Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,
menghindari peningkatan menurunkan curah jantung dan takikardia, serta
tekanan abdomen, peningkaatan TD
contoh: mengejan, batuk.

7. Diagnosa 7: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam nutrisi pasien
adekuat.
Kriteria hasil:
 Mual, muntah (-)
 Asupan adekuat
 BB stabil

26
Intervensi Rasional

Monitor adanya Berat badan adalah indikator status gizi pasien


penurunan BB dan gula
darah

Monitor mual dan Mual,muntah menurunkan asupan nutisi


muntah
Beri diet tinggi serat Untuk mencegah konstipasi
untuk mencegah
konstipasi
Kolaborasi dengan Suplemen makanan dapat meningkatkan nafsu
dokter tentang kebutuhan makan sehingga intake adekuat
suplemen makanan

Kolaborasi dengan ahli Kalori dan nutrisi yang sesuai dapat


gizi untuk menentukan menyeimbangkan kebutuhan pasien
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
8. Diagnosa 8: Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan kurangnya asupan nutrisi.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam
Kriteria hasil:

27
4.3 Implementasi dan Evaluasi
Hari/ No. Dx. Jam Implementasi Hari/ Jam Evaluasi Paraf
Tanggal Keperawatan Tanggal
Rabu/ 4 1 07.30 1. Mengevaluasi nyeri Rabu/ 4 08.15 S:
November dada pasien November Klien mengatakan nyeri di
2015 2. Mengukur TTV 2015 dadanya sedikit berkurang
pasien sebelum dan O:
setelah beraktifitas Skala nyeri 7 (0-10)
3. Mengevaluasi Pasien terkadang menunjukan
perubahan tekanan ekspresi meringis saat timbul
darah pasien nyeri
4. Memonitor status Terdengar bunyi murmur
kardiovaskuler Output urine berkurang
5. Memonitor A:
keseimbangan cairan Masalah belum teratasi
6. Menyarankan pasien P:
agar melakukan Lanjutkan intervensi
cardiac diet
7. Mengauskultasi bunyi

28
jantung
8. Melakukan terapi
relaksasi
Jumat/ 6 2 07.30 Memonitor TTV, TD dan Jumat/ 6 S: Klien mengatakan tidak
November Nadi November sesak saat bernafas
2015 2015 O: TTV, TD dan Nadi normal
A: Masalah teratasi
P: Hentikan Intervensi
Jumat/ 6 3 07.30 1. Mengistirahatkan Jumat/ 6 08.10 S:
November klien dalam posisi November Klien mengatakan dapat
2015 semifowler 2015 bernafas dengan lebih lega
2. Mencatat ada atau O:
tidaknya bunyi nafas RR normal
tambahan Tidak ada sianosis
3. Mengkaji adanya AGD dalam batas normal
sianosis dan A:
memantau hasil Masalah teratasi
Analisa Gas Darah P:
4. Melakukan Hentikan intervensi

29
kolaborasikan tentang
pemberian obat atau
makanan sesuai
indikasi
Jumat/ 6 4 15.30 1. Mengevaluasi Jumat/ 6 16.45 S:
November frekuensi pernafasan November Klien mengatakan sekarang
2015 dan kedalaman. 2015 sudah dapat bernafas dengan
mencatat adanya lega
dispnea, penggunaan O:
alat bantu nafas. RR:16-20 x/menit
2. Memonitor pola, Bunyi nafas vesikuler
irama, kedalaman, dan Takikardi (-)
usaha untuk bernafas Distres pernapasan (-)
3. Mengukur intake dan A:
output Masalah teratasi
4. Mengauskultasi suara P:
paru setelah Hentikan intervensi
perawatan dan catat
hasilnya

30
5. Memonitor tekanan
darah, nadi, suhu, RR.
Sabtu / 7 5 07.00 1. Melakukan pengkajian Sabtu / 7 07.20 S:
November nyeri secara November Pasien mengatakan nyerinya
2015 komprehensif 2015 berkurang dan dapat menahan
2. Mengontrol nyeri tersebut
lingkungan yang dapat O:
mempengaruhi nyeri Skala nyeri 5 (0-10)
3. Mengajarkan tekhnik TTV dalam batas normal
nonfarmakologi Tidak mengalami gangguan
4. Memberikan analgetik tidur
sesuai indikasi A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Sabtu/ 7 6 14.20 1. Meningkatkan Sabtu/ 7 14.50 S:
November istirahat, membatasi November Klien mengatakan tidak
2015 aktivitas dan 2015 mengalami kelelahan dan sesak
memberikan aktivitas nafas saat beraktifitas

31
senggang yang tidak O:
berat Klien dapat memperlihatkan
2. menginstruksikan peningkatan ADL
pasien dan keluarga TD: 100-140/80-90 mmHg.
mengenai faktor risiko A:
jantung Masalah teratasi
3. Memonitor TTV P:
sebelum dan setelah Hentikan intervensi
aktivitas
4. Mencatat respon
kardiopulmunal
setelah beraktivitas
5. Menjelaskan kepada
klien untuk istirahat
segera jika timbul
kelelahan

6. Menganjurkan klien
untuk menghindari

32
peningkatan tekanan
abdomen.
Minggu / 7 07.00 1. Memonitor adanya 07.30 Minggu S:
8 penurunan BB dan /8 Pasien mengatakan tidak merasa
November gula darah Novem mual lagi
2015 2. Memonitor mual dan ber O:
muntah 2015 BB pasien stabil
3. Memberi diet tinggi Nutrisi adekuat
serat untuk mencegah A:
konstipasi Masalah teratasi
4. Melakukan kolaborasi P:
dengan dokter tentang Hentikan intervensi
kebutuhan suplemen
makanan

5. Melakukan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk

33
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien

34
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kardiomiopati adalah suatu keadaan dimana otot jantung kehilangan
kemampuan untuk memompakan darah yang disebabkan oleh kehilangan
kemampuan elemen miokardium untuk berkontraksi. Berdasarkan kelainan
patofisiologinya, terbagi atas kardiomiopati kongestif/dilatasi, kardiomiopati
hipertrofik dan kardiomiopati restriktif. Pengobatan kardiomiopati dapat
dilakukan dengan pembatasan garam dan pemberian diuretic dilatasi, diberikan
antikoagulan, penyekat beta
Gagal jantung adalah ketidakmampuan curah jantung yang cukup untuk
kemampuan tubuh, sehingga timbul akibat klinis dan dan patofisiologi yang khas.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup. Pengobatan gagal jantung dapat dilakukan dengan terapi umum
dan faktor gaya hidup serta terapi obat seperti diuretik, digoksin, vasodilator, beta
blocker, anti koagulan dan antiaritmia.

5.2 Saran

Sebagai seorang perawat harus memahami lebih banyak lagi mengenai


kardomiopati dan gagal jantung mengingat penyakit tersebut dapat menyebabkan
komplikasi yang berbahya. Dengan perawat memahami lebih dalam lagi
mengenai kardiomiopati dan gagal jantung, perawat dapat melakukan asuhan
keperawatan dengan baik dan benar sesuai standar operasional prosedur. Selain itu
juga diharapkan dapat melakukan pencegahan sebelum terjadinya kardiomiopati
dan gagal jantung.

35
DAFTAR PUSTAKA

Davey, patrick. 2005. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga


http://documents.tips/documents/woc-kardiomiopati-konsul.html (diakses pada 31
Oktober 2015)
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_MIOKAR
DITIS_-SEBAGAI_-PENYEBAB_-KARDIOMIOPATI_-DILATASI.pdf
(diakses pada 31 Oktober 2015)
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/12/PustakaUnpadMIOKARDI
TIS-SEBAGAI-PENYEBAB-KARDIOMIOPATIDILATASI.pdf (diakses
tanggal 31 Oktober 2015 pada pukul 21.43)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31637/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 01 Oktober 2015 pada pukul 11.07)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34923/4/Chapter%20II.pdf
(diakses tanggal 01 November 2015 pada pukul 09.24)
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budhi.setianto/material/kardiomiopati.pdf
(diakses pada 31 Oktober 2015)
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_43795_Askep_Kardiomiopati-2011.pdf
(diakses tanggal 29 Oktober 2015 pada pukul 08.25)
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_43795_Askep_Kardiomiopati-2011.pdf
(diakses pada 31 Oktober 2015)
http://www.spesialis.info/?penyebab-kardiomiopati,722 (diakses pada tanggal 04
November 2015 pada pukul 20.50)
http://www.spesialis.info/?penyebab-kardiomiopati-restriktif,724 (diakses pada 04
November 2015)
https://www.dokterkamu.com/kesembuhan/penebalan-otot-jantung (diakses pada
31 Oktober 2015)
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

36

Anda mungkin juga menyukai