Anda di halaman 1dari 79

PENGARUH PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ORAL CLINDAMYCIN

YANG TIDAK ADEKUAT TERHADAP KESEMBUHAN PASIEN


AKNE VULGARIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN
RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Skripsi

Oleh :
EKA PUJI PRATIWI
NPM 13310113

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2017

i
ii
iii
Motto

“Don’t Give Up On Things When You Think You Can Fight For it.
It’s Difficult To Wait But It’s More Difficult To Regret, Always Try
and Be Patient To Get What You Want”

“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Allah Bersama kita,


bersama dengan orang yang Sabar”

iv
PERSEMBAHAN

Denagn ridho Allah Swt, kupersembahkan skripsi ini sebagai ungkapan rasa

syukur dan terimakasih yang tak terhingga kepada :

Ayahanda tercinta H. Sukiman S.H dan Ibundaku tercinta Hj. Ayuna Arisandi

S.Pd M.Si, lewat doa restu dan dukungan dari beliau berdua anakmu ini dapat

berjuang, diberi kesehatan, dimudahkan rezeki dan segala urusan selama

menempuh pendidikan dokter.

Teruntuk adik kandungku yang sangat kusayangi Daffa Dwi Prasetyo serta adik

sepupuku Alvionita Destavia dan Rhaditya Al-Faroq serta keluargaku dan orang

tua ke duaku Syofan Oktavian dan Melda Sari terimakasih sudah memberikan

semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dosen pembimbingku dr. Eka Silvia M.Kes, dr.Fitri Septrianingsih serta dr.

Resati Nando Panonsih, MSc, Sp.KK selaku pembimbing I, II dan Penguji, serta

dr. Fasty Ladyani selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas

kesabaran dalam membimbing dan memberikan saran sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Teman-temanku yang luar biasa yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri..

Dwi Ruth Rahayu Manurung, Anissa Metha Puspa Dyra, MG. Rizky Ayu, Irna

Anggraini, Intan Anggriani Yulissa, Riska O, Elvin Yufira, Dony Kadafi, Fadilah

Wanda, Fajri Okta, Eka Mura, Hudli Bambang, Sutandi serta 603ku tercinta

terkasih sayangku Dian Febiola, Shyntia NK, Sasqia Aulia, Febi Fahri, Yasmin

Amelia, Wulan DJ Bumulo, Neuf Filles Amel,Hani,Dila,Roro,Yayak,Sasa,Benjo,

Happy GO Ade,Atyak,Rima,Ajeng,Dekya,Rista,Iqbal,Aspin,Corie,Danil dan

teman-teman angkatan 13 Verte13rae dan temanku yg lain yang takbisa

kusebutkan satu persatu. Kisah berama kalian adalah hal yg takbisa tergantikan.

With love

Eka Puji Pratiwi

v
BIODATA PENULIS

Nama : Eka Puji Pratiwi

NPM : 13310113

Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 23 April 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mayor Zurbi Bustan no.4051 A, Palembang

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. TK : TK Aisyah Palembang (2000-2001)

2. SD : SD Muhammadiyah 06 Palembang (2001-2007)

3. SMP : SMP Negeri 9 Palembang (2007-2010)

4. SMA : SMA Plus Negeri 17 Palembang (2010-2013)

5. Perguruan Tinggi : Universitas Malahayati Bandar Lampung (2013-sekarang)

vi
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
Skripsi, 20 September 2017

Eka Puji Pratiwi

PENGARUH PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ORAL CLINDAMYCIN


YANG TIDAK ADEKUAT TERHADAP KESEMBUHAN PASIEN AKNE
VULGARIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD Dr. H.
ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
xviii + 51 Halaman + 9 tabel + 5 gambar + lampiran

ABSTRAK

Latar belakang :Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel
pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang
khas. Antibiotik digunakan sebagai terapi yang efektif dalam menyembuhkan
akne vulgaris. Antibiotik bekerja sebagai bakterisidal ataupun bakteriostatik
terhadap koloni propionibacterium acnes.
Tujuan penelitian : Mengetahui adanya pengaruh penggunaan antibiotik oral
clindamycin yang tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Metode penelitian : Dilakukan secara analitik observasional dengan pendekatan
retrospektif. Penelitian dilakukan di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada bulan Juli 2017. Sampel pada penelitian
ini diambil secara purposive sampling berjumlah 50 responden dari data rekam
medik berdasarkan kriteria inklusi. Data dikumpulkan dan dilakukan uji analisis
menggunakan uji chi square dengan menggunakan program komputer statistik.
Hasil : Responden rata – rata berusia 22.5 tahun dengan sebagian besar berjenis
kelamin perempuan (70%). Responden yang menggunakan antibiotik secara
adekuat sebanyak 76% dan yang tidak 12%. Sebagian besar responden mengalami
perbaikan setelah diberikan terapi (78%). Hasil analisis bivariat menunjukan ada
pengaruh signifikan penggunaan antibiotik oral doksisiklin terhadap kesembuhan
pasien akne vulgaris di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
(p=0,033).
Kesimpulan : Penggunaan antibiotik oral clindamycin yang adekuat dapat
meningkatkan kesembuhan akne vulgaris.

Kata Kunci :akne vulgaris, clindamycin, antibiotik oral.


Kepustakaan : 41 ( 2003-2017)

vii
GENERAL MEDICINE STUDY PROGRAM
FACULTY OF MEDICINE OF MALAHAYATI UNIVERSITY
Undergraduate Thesis, September 2017

Eka Puji Pratiwi

THE INFLUENCE OF CLINDAMYCINE ORAL ANTIBIOTIC IN


ADEQUATELY TO HEALING OF ACNE VULGARIS PATIENTS IN
DERMATOVENEROLOGY POLYCLINIC OF REGIONAL GENERAL
HOSPITAL DR. H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE

xviii + 51 pages + 9 tables + 5 pictures + attachments

ABSTRACT

Background : Acne vulgaris is a chronic inflammation of the pilosebasea follicle


caused by various factors with a typical clinical picture. Antibiotics are used as
an effective therapy in healing with acne vulgaris. Antibiotics work as
bactericidal or bacteriostatic against propionibacterium acnes colonies.
Objective :This study aims to determine the influence of doxycycline oral
antibiotic inadequately to healing of acne vulgaris patients in Dermatovenerology
Polyclinic of Regional General Hospital Dr. H. Abdul Moeloek, Lampung
Province.
Method :This research was done observational analytically with retrospective
approach. The study was conducted in dermatovenerology polyclinicof Regional
General Hospital Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province at June 2017.
Samples were taken in concecutive sampling number 50 respondent of medical
record data based on inclusion criteria. Data were collected and analysis testing
used chi square test with statistical computer program.
Result :The results showed the average respondents aged 22,5 years with most
female sex (70%). Respondents who used antibiotics adequately as much as 76%
and those who did not 12%. The majority of respondents experienced
improvement after treatment (78%). The results of bivariate analysis showed
significant influence ofdoxycycline oral antibiotic inadequately to healing of acne
vulgaris patients in Dermatovenerology Polyclinic of Regional General Hospital
Dr. H. Abdul Moeloek, Lampung Province (p=0,033).
Conclusion :Using clindamycine oral antibiotic adequately can improve healing
of acne vulgaris.

Keywords :acne vulgaris, clindamycine, oral antibiotic.


References : 41 (2003-2017)

viii
ix
x
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Oral Clindamycin Yang Tidak Adekuat Terhadap Kesembuhan Akne
Vulgaris Pada Pasien Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung”.
Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, maka
dengan selesainya proposal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Muhammad Khadafi, SH. MH selaku Rektor Universitas Malahayati


2. dr. Toni Prasetya, Sp.PD., FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati.
3. dr. Deviani Utami, M.Kes selaku Wakil Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati.
4. dr. H. Dalfian Adnan TH., DK selaku Ketua Prodi Kedokteran Universitas
Malahayati.
5. dr. Eka Silvia, M.Kes., selaku Pembimbing I dan dr. Fitri Septrianingsih
selaku pembimbing II, yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan skripsi ini.
6. dr. Resati Nando Panonsih, MSc, Sp.KK, selaku penguji yang telah banyak
memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati yang telah
membimbing dan memberikan ilmunya selama penulis menyelesaikan study.
8. Kedua orang tua saya yang saya cintai, Bapak H. Sukiman, S.H dan Ibu Hj.
Ayuna Arisandi S.Pd, M.Si dan adik saya yang saya cintai Daffa Dwi
Prasetyo dan keluarga saya dirumah yang tak henti-hentinya mendoakan dan
memberikan semangat kepada saya.
9. Sahabat – sahabat saya tersayang yang selama kurang lebih 4 tahun ini saling
mendukung dan menemani dalam suka duka di Universitas Malahayati.
10. Seluruh mahasiswa prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati angkatan 2013 (Verte13rae).
11. Kepada RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung yang telah
mengizinkan saya penelitian dan kepada seluruh staf RSUD Dr.H Abdul
Moeloek Provinsi Lampung yang telah membantu penelitian untuk skripsi ini.
12. Semua pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam


penulisan skripsi ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu,
saran dan kritik sangat di harapkan dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap

xi
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi peneliti sendiri dan para
pembaca sekalian, Amin.

Bandar Lampung, September 2017

Penulis

(Eka Puji Pratiwi)

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
MOTTO .......................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .......................................................................................... v
BIODATA ....................................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ix
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................... 5
1.4.2 Manfaat Praktis ...................................................................... 5
1.4.3 Bagi Peneliti Sendiri .............................................................. 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 6
1.5.1 Jenis Penelitian ...................................................................... 6
1.5.2 Subjek Penelitian ................................................................... 6
1.5.3 Tempat Penelitian .................................................................. 6
1.5.4 Waktu Penelitian.................................................................... 6
1.5.5 Cara Penelitian....................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7


2.1 Akne Vulgaris ................................................................................... 7
2.1.1 Definisi ................................................................................ 7
2.1.2 Epidemiologi ....................................................................... 8

xiii
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................... 8
2.1.4 Klasifikasi ............................................................................. 12
2.1.5 Patogenesis ........................................................................... 14
2.1.6 Diagnosis .............................................................................. 17
2.1.7 Diagnosis Banding ............................................................... 17
2.1.8 Penatalaksanaan .................................................................... 18

2.2 Clindamycin .................................................................................... 22


2.2.1 Definisi ............................................................................... 22
2.2.2 Mekanisme Kerja ................................................................. 22
2.2.3 Indikasi ................................................................................. 23
2.2.4 Dosis ..................................................................................... 24
2.2.5 Farmakokinetik dan Farmakodinamik .................................. 24
2.2.6 Kontra Indikasi ...................................................................... 25
2.2.7 Efek Samping ........................................................................ 25
2.2.8 Benzoil Peroksida .................................................................. 25
2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 27
2.4 Kerangka Konsep ............................................................................. 27
2.5 Hipotesis ........................................................................................... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 29


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian....................................................... 29
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 29
3.3 Subjek Penelitian ............................................................................. 29
3.3.1 Populasi ................................................................................. 30
3.3.2 Sampel ................................................................................... 30
3.4 Variabel Penelitian ........................................................................... 31
3.5 Definisi Operasional ......................................................................... 32
3.6 Pengumpulan Data ............................................................................ 33
3.7 Pengolahan Data ............................................................................... 33
3.8 Alur Peneltian ................................................................................... 34
3.9 Analisis Data .................................................................................... 34
3.9.1 Analisis Univariat ................................................................... 34
3.9.2 Analisis Bivariat ..................................................................... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 35


4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 35
4.1.1 Karakteristik Responden ......................................................... 35
4.1.2 Analisis Univariat .................................................................... 37
4.1.3 Penggunaan Benzoil Peroksida terhadap kesembuhan AV ..... 38
4.1.4 Analisis Bivariat ...................................................................... 38
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 40
4.3 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 44

xiv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 45
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................. 47
5.2.1 Bagi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek ......................................... 47
5.2.2 Bagi Institusi Malahayati ......................................................... 47
5.2.3 Responden ................................................................................ 47
5.2.4 Penelitian Selanjutnya ............................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi keparahan Akne Vulgaris ............................................... 12


Tabel 2.2 Diagnosa Banding Akne Vulgaris .................................................... 17
Tabel 2.3 Algoritma Pengobatan Akne ............................................................. 20
Tabel 3.1 Definisi Operasional ......................................................................... 32
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Lama Hari Pemakaian
Antibiotik Clindamycin..................................................................... 36
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Derajat Akne Vulgaris ...................................................................... 37
Tabel 4.3 Hasil Analisis Univariat Berdasarkan Penggunaan Antibiotik dan
Kesembuhan Akne Vulgaris ............................................................ 38
Tabel 4.4 Hasil Analisis Univariat Penggunaan Benzoil Peroksida Topikal.... 39
Tabel 4.5 Hasil Analisis Bivariat ...................................................................... 40

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Akne Vulgaris .............................................................................. 7


Gambar 2.1 Klasifikasi tingkat keparahan akne .............................................. 13
Gambar 2.2 Kerangka Teori............................................................................. 27
Gambar 2.3 Kerangka Konsep ......................................................................... 27
Gambar 3.1 Alur Penelitian ............................................................................ 34

xvii
DAFTAR SINGKATAN

AV : Akne Vulgaris

RSUDAM : Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek

P.ACNE : Propionibacterium acne

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Penelitian

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Data penelitian

Lampiran 4 Hasil SPSS (Uji Statistik univariat dan bivariat)

Lampiran 5 Dokumentasi

xix
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akne vulgaris adalah peradangan kronis pada unit pilosebasea (Siregar,

2013). Penyakit ini merupakan penyakit kulit yang sudah dikenal luas dan

sering dikeluhkan. Akne vulgaris bukan penyakit gawat darurat kulit dan tidak

fatal, namun penyakit ini cukup merisaukan karena berhubungan dengan

depresi dan kecemasan yang dapat mempengaruhi kepribadian, emosi, harga

diri, perasaan isolasi sosial dan kemampuan untuk membentuk hubungan.

Kejadian akne vulgaris dapat mengenai mulai remaja, dewasa muda dan dapat

berlanjut sampai usia tua (Zaenglien et al., 2012).

Angka kejadian akne vulgaris berkisar 85% terjadi pada usia 14-17 tahun,

pada wanita 16-19 tahun pada laki-laki 19-20 tahun dengan lesi predominan

komedo dan papula. Akne vulgaris sudah timbul pada anak usia 9 tahun

namun puncaknya pada laki-laki terutama usia 17-18 tahun sedangkan wanita

usia 16-17 tahun. Akne vulgaris umumnya lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan dengan wanita pada rentang usia 15-44 tahun yaitu 34% pada

laki-laki dan 27% pada wanita (Tjekyan, 2008). Sedangkan pada dewasa akne

vulgaris lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Akne tidak hanya

terbatas pada kalangan remaja saja, 12% pada wanita dan 5% pada pria diusia

25 tahun memiliki akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria dan wanita

memiliki akne (Cuncliffe et al., 2007).


2

Berdasarkan survei dikawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus

akne vulgaris. Sedangkan di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi

kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60% penderita akne pada tahun

2006 dan 80% pada tahun 2007 (Kabau, 2012). Prevalensi di Lampung sendiri

belum banyak data prevalensi yang tersedia, namun di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RS Dr,H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, akne vulgaris termasuk

salah satu dari 10 penyakit kulit yang sering dijumpai (Afriyanti, 2015).

Penderita biasanya mengeluh terjadinya ruam kulit berupa komedo,

papul, pustula, nodus, atau kista dan dapat disertai rasa gatal. Predileksi Akne

vulgaris terdapat dimuka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada,

dan punggung (Fulton & James, 2010).

Pengelompokkan derajat akne vulgaris menjadi acuan dalam penentuan

keberhasilan strategi terapi. Terapi yang efektif dapat sangat memperbaiki

kualitas hidup dari penderita akne vulgaris. Salah satu jenis terapi yang sering

digunakan untuk jerawat derajat sedang dan berat adalah terapi topikal

(Griffths, 2016).

Antibiotik sudah secara luas digunakan sebagai salah satu cara efektif

dalam pengobatan akne vulgaris selama 30 tahun terakhir. Terapi antibiotik

tidak hanya menurunkan jumlah P. acnes pada kulit, tetapi juga bekerja

dengan menurunkan jumlah mediator inflamasi P. acnes (Movita, 2013).

Terapi biasanya digunakan untuk pengobatan mild –severe acne (Zaenglien et

al., 2016).

Clindamycin paling efektif dalam pengobatan acne vulgaris jika

dibandingkan dengan erythromycin dan tetracycline. Namun clindamycin


3

memicu kejadian resistensi pada P. acnes secara luas pada beberapa strain

(James, 2016). Penelitian yang dilakukan Nugroho (2013) mengemukanan

bahwa penggunaan clyndamicin efektif dalam terapi akne vulgaris non

resistensi P. acnes.

Saat ini penggunaan antibiotik sebagai pengobatan akne vulgaris dalam

menghambat jumlah P. acnes mengalami resistensi. Munculnya strain baru P.

acnes memegang peranan dalam terjadinya resistensi, Selain itu faktor

pemakaian antibiotik yang tidak adekuat menjadi faktor penting dalam

menyumbang resistensi bakteri (Shancez et al., 2016).

Benzoil peroksida adalah salah satu zat yang dapat digunakan untuk

menangani jerawat, dapat mengurangi jumlah Propionibacterium acnes yang

merupakan bakteri anaerob penyebab infeksi jerawat. Zat ini umumnya

digunakan untuk akne vulgaris yang aman untuk anak-anak, dewasa dan ibu

hamil. Zat ini telah tersedia dalam bentuk krim, gel, losio, dan pencuci muka,

biasanya digunakan pada konsentrasi 2,5, 5 dan 10%. Benzoil peroksida dapat

digunakan tunggal maupun dalam bentuk kombinasi dan telah banyak beredar

di pasaran (Maryawati, 2006).

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh

penggunaan antibiotik oral clindamycin yang tidak adekuat terhadap

kesembuhan pasien acne vulgaris pada pasien di Poliklinik Kulit dan kelamin

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.


4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian yaitu “adakah pengaruh penggunaan antibiotik oral

clindamycin yang tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris

pada pasien di Poliklinik Kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penggunaan antibiotik oral clindamycin

yang tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris pada

pasien di Poliklinik Kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik penyakit akne vulgaris pada pasien di

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung.

2. Mengetahui jenis antibiotik oral clindamycin dan antibiotik topikal

benzoil peroksida yang digunakan pada pasien akne vulgaris di

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung.
5

3. Mengetahui derajat kesembuhan pasien akne vulgaris pada pasien

di Poliklinik Kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung.

4. Mengetahui prevalensi penggunaan benzoil peroksida pada pasien

akne vulgaris di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H Abdul

Moeloek Provinsi Lampung.

5. Mengetahui pengaruh penggunaan antibiotik oral clindamycin yang

tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris pada

pasien di Poliklinik Kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah dan memperkaya pengetahuan

di bidang ilmu kesehatan kulit dengan mendapatkan informasi tentang

penggunaan antibiotik oral clindamycin yang tidak adekuat terhadap

kesembuhan pasien akne vulgaris.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan

pertimbangan antibiotic oral clindamycin sebagai terapi akne vulgaris

di berbagai pelayanan kesehatan.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan edukasi untuk

masyarakat tentang pemilihan antibiotic oral pada terapi akne vulgaris.


6

1.4.3 Bagi Peneliti Sendiri

a. Peneliti ini mendapat wawasan, baik dalam bentuk pengalaman

maupun dari segi ilmu pengetahuan tentang penggunaan antibiotik

oral clindamycin yang tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien

akne vulgaris.

b. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Umum.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional.

1.5.2 Subjek Penelitian

Pasien yang menderita penyakit akne vulgaris.

1.5.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.5.4 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2017.

1.5.5 Cara Penelitian

Cara penelitian dilakukan dengan metode retrospektif.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akne Vulgaris

2.1.1 Definisi

Akne vulgaris adalah gangguan multifactorial pada unit polisebasues

(Bolognia,2012). Akne vulgaris adalah penyakit radang kronis pada

folikel pilosebasea, ditandai dengan komedo, papula, pustula, nodul, dan

pada bekas luka. Komedo adalah lesi utama jerawat dapat dilihat sebagai

papula datar atau sedikit lebih tinggi dengan pembukaan tengah yang

melebar yang penuh dengan keratin yang menghitam (komedo terbuka

atau blackhead comedones). Komedo tertutup (whiteheads comedones)

biasanya papula kekuningan 1 mm dengan gambaran peregangan kulit

(James, 2016).

2.1.2 Epidemiologi

Akne vulgaris mempengaruhi sekitar 40-50 juta individu setiap tahun di

Amerika Serikat, menyebabkan perkiraan biaya tahunan di AS minimal

2,5 miliar dolar. Kejadian puncak pada masa remaja, akne


8

mempengaruhi sekitar 85% orang muda berusia antara 12 dan 24 tahun

dan oleh karena itu merupakan kejadian fisiologis pada kelompok ini.

Meski biasanya dianggap sebagai penyakit usia muda, akne sering kali

terus bermasalah sampai dewasa. Dalam sebuah penelitian berbasis

survei baru-baru ini, 35% wanita dan 20% pria melaporkan memiliki

jerawat di usia 30-an, sementara 26% wanita dan 12% pria masih

terpengaruh pada usia 40-an tahun. Anak laki-laki dan laki-laki etnis

Kaukasia memiliki kecenderungan untuk memiliki penyakit akne

nodulokistik yang lebih parah daripada kelompok lainnya (Bolognia,

2012).

Individu akan mengalami peningkatan risiko terjadinya akne dengan

kariotipe XYY atau kelainan endokrin seperti sindrom ovarium

polikistik, hiperandrogenisme, hiperkortisolisme dan pubertas prekoks.

Pasien dengan kondisi ini cenderung memiliki jerawat lebih parah yang

kurang responsif terhadap terapi standar (Bolognia, 2012).

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab pasti timbulnya akne vulgaris sampai saat ini belum diketahui

secara jelas. Tetapi sudah pasti disebabkan oleh multifaktorial, baik yang

berasal dari luar (eksogen) maupun dari dalam (endogen) (Kabau, 2012).

Faktor resiko yang berperan dalam menimbulkan akne vulgaris yaitu

sebagai berikut (Griffiths, 2016):

a. Genetik

Penderita akne vulgaris sebesar 60% didapatkan karena riwayat

genetik. Dimana pada penderita akne terdapat peningkatan respon


9

pilosebaseus terhadap kadar normal androgen di dalam darah.

Berdasarkan penelitian, ditemukan adanya gen tertentu (CYP17-

34C/C homozigot Chinese men) dalam sel tubuh manusia yang bisa

meningkatkan timbulnya akne.

b. Hormon Endokrin

Pada 60–70% wanita lesi akne menjadi lebih aktif kurang lebih satu

minggu sebelum haid oleh karena hormon progesteron. Estrogen

dalam kadar tertentu dapat menekan pertumbuhan akne karena

menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis.

Hormon gonadotropin dan hormon adrenokortikosteroid,

mempengaruhi secara tidak langsung masing- masing lewat testis,

ovarii dan kelenjar adrenal serta hormon-hormon ini merangsang

kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan akne.

c. Makanan (Diet)

Terdapat makanan tertentu yang memperberat akne vulgaris.

Makanan tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak

(gorengan, kacang, susu, keju, dan sejenisnya), makanan tinggi ,

ewq1karbohidrat (makanan manis, coklat, dan lain-lain), alkohol,

makanan pedas, dan makanan tinggi iodium (garam). Lemak dalam

makanan dapat mempertinggi kadar komposisi sebum.

d. Kosmetik

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya akne vulgaris dan

yang sering mempersulit penanganannya adalah pemakaian bahan


10

kosmetika secara terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat

menyebabkan suatu bentuk akne ringan terutama terdiri dari komedo

tertutup dengan beberapa lesi papulopustular pada daerah pipi dan

dagu. Bahan-bahan yang terdapat pada kosmetik yang dapat

menimbulkan akne adalah yang mengandung bahan – bahan

komedogenik. Bahan ini seperti lanolin, petrolatum, minyak atsiri

dan bahan kimia murni (asam oleik, butil stearat, lauril alkohol,

bahan pewarna (D&C) biasanya terdapat pada krim-krim wajah.

Untuk jenis bedak yang sering menyebabkan akne adalah bedak

padat (compact powder).

e. Trauma

Trauma dapat merangsang timbulnya akne. Keadaan tersebut dikenal

sebagai akne mekanika. Dimana faktor mekanika tersebut dapat

berupa gesekan, tekanan, peregangan, garukan, dan cubitan pada

kulit.

f. Psikis

Hubungan antara faktor kejiwaan (psikis) terhadap kejadian akne

belum diketahui secara pasti. Stress dan gangguan emosional pada

umumnya memegang peranan kecil terhadap patogenesis akne.

Tetapi pada beberapa kasus, kambuhnya akne justru ada

hubungannya dengan timbulnya stress.


11

g. Infeksi

Propionilbacterium acnes (Corynebacterium acnes) dan

Staphylococcus epidermidis biasanya ditemukan pada lesi-lesi akne.

Berbagai Strain propionilbacterium acnes dan Staphylococcus

epidermidis dapat menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak

bebas dan gliserol, asam lemak bebas tersebut memungkinkan

terjadinya lesi komedo.

h. Iklim / Lingkungan Pekerjaan

Telah diketahui meningkatnya hidrasi stratum korneum dapat

mencetuskan timbulnya akne dan memperberat keadaan klinis akne

pada orang-orang tertentu bila lingkungan panas dan lembab.

Misalnya pada cuaca panas di daerah tropis, aktifitas kelenjar

sebasea bertambah, sehingga kemungkinan untuk timbul akne lebih

besar. Pada keadaan lembab dan suhu tinggi di beberapa daerah

tropis dapat memudahkan kambuhnya akne. Efek ini

berhubungan/kontak dengan panas, oli, atau zat kimia tertentu dapat

mengakibatkan timbulnya akne vulgaris atau biasa dikenal dengan

Occupational Acne.

i. Kondisi Kulit

Kondisi kulit juga berpengaruh terhadap akne vulgaris. Jenis kulit

berhubungan dengan akne adalah kulit berminyak. Kulit berminyak

dan kotor oleh debu, polusi udara, maupun sel-sel kulit yang mati

yang tidak dilepaskan dapat menyebabkan penyumbatan pada


12

saluran kelenjar sebasea dan dapat menimbulkan akne. Ada empat

jenis kulit wajah, yaitu :

1. Kulit normal, ciri-cirinya: kulit tampak segar, sehat, bercahaya,

berpori halus, tidak berjerawat, tidak berpigmen, tidak

berkomedo, tidak bernoda, elastisitas baik.

2. Kulit berminyak, ciri-cirinya: mengkilat, tebal, kasar, berpigmen,

berpori besar.

3. Kulit kering, ciri-cirinya: Pori-pori tidak terlihat, kencang,

keriput, berpigmen.

4. Kulit Kombinasi, ciri-cirinya: dahi, hidung, dagu berminyak,

sedangkan pipi normal/kering atau sebaliknya.

2.1.4 Klasifikasi

Akne vulgaris dapat diklasifikasikan tingkat keparahannya berdasarkan jenis

dan luas lesi seperti tabel berikut.

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Keparahan Akne Vulgaris (Griffiths, 2016)


Klasifikasi Gambaran klinis

Akne komedo Lesi non-inflamasi mencakup komedo terbuka dan


komedo tertutup

Komedo muncul dari mikro komedo yang terlihat pada


awal perkembangan penyakit

Ringan Campuran lesi inflamasi dan non inflamasi. Lesi


inflamasi superfisial biasanya berdiameter <5 mm

Ringan– Lesi papulopustular lebih luas sering dikaitkan dengan


sedang lesi non-inflamasi
13

papulopustul

Berat Lesi inflamasi biasanya dalam dan bisa berkembang


menjadi nodul dan pustula dalam. Nodul kecil
sebagai lesi inflamasi yang kuat> 5 mm; Nodul
besar> 1 cm

Nodul besar meluas di area yang luas dan sering


mengakibatkan lesi yang menyakitkan, saluran
sinus eksudatif dan kerusakan jaringan dan jaringan
parut.

Jerawat conglabata mencakup beberapa komedo


berkelompok, diselingi papula, nodul inflamasi
lembut dengan berbagai ukuran, beberapa di
antaranya bersifat supuratif dan menyatu untuk
membentuk saluran sinus. Jaringan parut yang luas
adalah hasil yang sering terjadi

Gambar 2.1 Klasifikasi akne vulgaris (Bolognia, 2012)

Klasifikasi dari bagian Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusomo sebagai berikut (Wasitaatmadja, 2011):


14

a. Acne Mild (Jerawat Ringan), bila beberapa lesi tidak beradang pada 1

predileksi, sedikit lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi

dan sedikit tempat beradang pada 1 predileksi.

b. Acne Moderate (Jerawat Sedang), bila banyak lesi tidak beradang

pada 1 predileksi, beberapa lesi tidak beradang pada beberapa tempat

predileksi, beberapa lesi beradang pada 1 predileksi.

c. Acne Severe (Jerawat Berat), bila banyak lesi tidak beradang pada 1

predileksi, banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.

2.1.5 Patogenesis

Ada empat hal yang erat hubungannya dengan patofisiologi akne

vulgaris (Griffiths, 2016), yaitu :


15

a. Peningkatan produksi sebum

Produksi sebum merupakan permulaan akne pada masa pubertas dan

berat ringannya akne. Hormon Androgen yang secara nyata

meningkat produksinya pada permulaan pubertas dapat menyebabkan

pembesaran dan peningkatan aktifitas kelenjar sebaceus. Produksi

sebum yang meningkat akan disertai peningkatan unsur komedogenik

dan inflamatorik penyebab lesi akne.

b. Penyumbatan keratin di folikel (saluran) pilosebaseus

Penyumbatan dimulai di infrainfundibulum, yang lapisan

granulosumnya lebih tebal dengan glikogen yang lebih banyak. Proses

keratinisasi ini dirangsang oleh androgen, sebum, asam lemak bebas

dan skualen yang bersifat komedogenik. Masa keratin yang terjadi

ternyata berbeda dengan keratin epidermis. Masa keratin folikel

sebasea lebih padat dan lebih lekat, sehingga lebih sulit terlepas satu

dengan yang lainnya, mengakibatkan proses penyumbatan lebih

mudah terjadi. Proses penyumbatan akan lebih cepat bila ada bakteri

atau ada proses inflamasi. Aliran sebum akan terhalang oleh

hiperkeratinisasi folikel sebasea, maka akan terbentuk mikrokomedo

yang merupakan tahap awal dari lesi akne yang bisa berkembang

menjadi lesi inflamasi maupun non inflamasi.

c. Abnormalitas mikroorganisme di saluran pilosebaseus

Bakteri mempunyai peranan dalam terjadinya akne. Ditemukan tiga

kelompok besar mikroorganisme pada kulit penderita akne, yaitu


16

Propionilbacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan satu

golongan fungus adalah Pityorosporum ovale. Mikroflora kulit dan

saluran pilosebaseus penderita akne jauh lebih banyak daripada yang

terdapat pada orang sehat. Di antara mikroflora tersebut yang paling

penting adalah Propionilbacterium Acnes yang mengeluarkan bahan

biologik tertentu seperti bahan menyerupai prostaglandin lipase,

protease, lecithinase, neuramidase dan hialuronidase. Pada penderita

akne, kadar asam lemak bebas, skualen dan asam sebaleik di

permukaan kulit meningkat. Skualen dan asam lemak bebas bersifat

komedogenik. Beberapa asam lemak bebas mengiritasi

infrainfundibulum. Asam lemak bebas yang ada dipermukaan kulit

berasal dari hasil lipolisis trigliserida berbagai lemak oleh kuman

Propionilbacteriurn Acnes.

d. Adanya proses inflamasi

Diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor immunologik dan

non immunologik. Persoalan immunologik akne adalah karena

serbuan leukosit PMN dan limfosit ke kelenjar sebasea karena

diundang oleh sinyal kemotaktik Propionilbacterium Acnes untuk

masuk ke dalam lumen folikel sebasea. Setelah leukosit PMN masuk

ke dalam lumen, maka akan memfagosit Propionilbacterium Acnes

dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak dinding folikel

dan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan keratin) masuk ke dalam

dermis sehingga mengakibatkan inflamasi. Sedangkan faktor non

immunologik yang penting adalah asam lemak bebas, protease dan


17

bahan yang menyerupai prostaglandin yang dapat mencapai jaringan

sekitar unit pilosebaseus secara difusi, kemudian menyebabkan

terjadinya proses inflamasi (Griffiths, 2016).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis Akne vulgaris dapat ditegakkan dengan anamnesis berupa

keluhan gatal atau sakit. Pemeriksaan fisik berupa gambaran klinis

seperti komedo terbuka (black head), komedo tertutup (white head),

papul, pustul, nodul, atau kista. Tempat predileksinya terutama terdapat

di daerah muka, leher, dada dan punggung yang memiliki banyak

kelenjar lemak. Secara umum pemeriksaan laboratorium bukan

merupakan indikasi untuk penderita Akne vulgaris (Wolff & Jhonson,

2016).

2.1.7 Diagnosis Banding

Beberapa diagnosa banding akne vulgaris antara lain :

Tabel 2.2 Tabel diagnosa banding pada Akne Vulgaris (Bolognia, 2012)
Diagnosa Banding Acne

Akne Komedo

Komode Tertutup Komedo Terbuka

Milia Contact acne (see above)


Osteoma cutis Acne exacerbated by systemic
Sebaceous hyperplasia corticosteroids or anabolic steroids
Syringomas Trichostasis spinulosa
Trichoepitheliomas Favre–Racouchot disease
Trichodiscomas, fibrofolliculomas Nevus comedonicus
Eruptive vellus hair cysts, Basaloid follicular hamartoma
steatocystoma multiplex syndrome
18

Colloid milia Familial dyskeratotic comedones


Acne exacerbated by systemic Radiation-induced comedones
corticosteroids or anabolic steroids Dilated pore of Winer (single lesion)
Contact acne (occupational, Follicular spines (in settings such as
pomade, cosmetica, mechanica; viral-associated trichodysplasia
chloracne) spinulosa,type VI pityriasis rubra
Follicular mucinosis pilaris, multiple myeloma,
demodicosis, follicular mucinosis
and lithium therapy)
Akne Vulgaris

Rosacea Keratosis pilaris


Perioral dermatitis Viral-associated trichodysplasia
Folliculitis – culture-negative spinulosa (also referred to as viral-
(normal flora), staphylococcal, associatedtrichodysplasia of
Gram-negative, eosinophilic, immunosuppression)
Pityrosporum, Demodex spp. (adults Lupus miliaris disseminatus faciei
> children) Psychogenic (neurotic) excoriations,
Acne/acneiform eruptions due to factitial lesions
topical or systemic corticosteroids‡, Follicular mucinosis, follicular
anabolic steroids or other mycosis fungoides
medications Pseudofolliculitis Tinea faciei
barbae, acne keloidalis nuchae Molluscum contagiosum (especially
Furuncle/carbuncle inflamed lesions)
Neutrophilic dermatoses and Angiofibromas
neutrophilic eccrine hidradenitis

2.1.8 Penatalaksanaan

Dalam pengobatan pada akne vulgaris dilakukan pengobatan secara

medika mentosa dan non medika mentosa. Pengobatan secara medika

mentosa dapat dilakukan dengan pemberian obat-obat topikal, obat

sistemik, bedah kulit dan lain-lain (Djuanda et al., 2010).

a. Medika mentosa

Pemahaman mengenai patogenesis akne dengan keempat faktor yang

berperan akan mempermudah prinsip penanganan akne, yaitu

memperbaiki keratinisasi folikel, menurunkan aktivitas kelenjar


19

sebasea, menurunkan populasi bakteri P. acnes, dan menekan

inflamasi.

Medikamentosa terdiri dari :

1. Pengobatan topikal

Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan

komedo, menekan peradangan, dan mempercepat penyembuhan

lesi. Obat topikal terdiri atas: bahan iritan yang dapat mengelupas

kulit (sulfur 4-8%, resorsinol 1-5%, asam salisilat 2-5%,

peroksida benzoil 2,5-10%, asam azeleat 15-20%); antibiotika

topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel

akne vulgaris seperti Eritromycin 1% dan Clindamycin fosfat

1%; anti peradangan topikal, salap atau krim kortikosteroid

kekuatan ringan atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) dan lainnya

seperti asam laktat 10% yang untuk menghambat pertumbuhan

jasad renik. Benzoil Peroksida memiliki efek anti bakterial yang

poten .Retinoid topikal akan menormalkan proses keratinasi

epitel folikuler, sehingga dapat mengurangi komedo dan

menghambat terbentuknya lesi baru.

Kongres European Academy of Dermatology and Venerology ke-

9 di Jenewa tahun 2002 mengeluarkan konsensus tentang

pengobatan akne seperti tercantum pada tabel 2.2.


20

Tabel 2.3 Algoritma pengobatan akne (Griffiths, 2016)

Derajat I Derajat II–III Derajat IV Maintenance


(Ringan) (Sedang) (Berat)

Retinoid Retinoid Isotretinoin Retinoid


topikal topikal topikal

Benzoil Benzoil Atau retinoid Benzoil


peroksida peroksida topikal, peroksida
atau atau antibiotik atau
antibiotik antibiotik oral, terapi antibiotik
topikal topikal hormone topikal

Antibiotik oral

Terapi hormon

Sebagian besar akne ringan sampai sedang membutuhkan terapi

topikal. Akne sedang sampai berat menggunakan kombinasi

terapi topikal dan oral (Layton, 2012).

2. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan

pertumbuhan jasad renik di samping juga mengurangi reaksi

radang, menekan produksi sebum, dan mempengaruhi

perkembangan hormonal. Golongan obat sistemik terdiri atas:

anti bakteri sistemik (tetrasiklin 250mg-1gr/hari, doksisiklin

50mg/hari, eritromisin 4x250mg/hari, azitromisin 250-500mg

seminggu 3 kali); obat hormonal untuk menekan produksi

androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ target


21

di kelenjar sebasea (estrogen 50mg/hari selama 21 hari dalam

sebulan atau antiandrogen siproteron asetat 2mg/hari); vitamin A

dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi (50.000 iu-150.000

iu/hari atau isotretionin 0,5-1 mg/kgBB/hari) ; dan obat lainnya

seperti anti inflamasi non steroid (ibuprofen 600mg/hari, dapson

2x100mg/hari, seng sulfat 2x200mg/hari).

3. Bedah kulit

Tindakan bedah kulit terkadang diperlukan terutama untuk

memperbaiki jaringan parut baik yang hipertrofik maupun yang

hipotrofik yang diakibatkan oleh akne vulgaris yang berat. Ada

macam-macam bedah kulit yang bisa dilakukan seperti bedah

skalpel untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau

melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang

dalam, bedah listrik yang dilakukan pada komedo tertutup untuk

memudahkan dalam pengeluaran sebum, bedah kimia dengan

asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan jaringan parut

yang berbenjol, bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair

untuk mempercepat penyembuhan radang, dan dermabrasi untuk

meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne yang

luas (Djuanda et al., 2010).

b. Non medika mentosa

Pada pengobatan secara non medika mentosa dilakukan dengan edukasi

mengenai akne vulgaris dan pencegahannya. Pencegahan terhadap


22

akne vulgaris dapat dilakukan dengan melakukan perawatan kulit

untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran dan

mikroorganisme, menghindari faktor pemicu dengan pola hidup

sehat, penggunaan kosmetik secukupnya, dan menghindari

pemencetan lesi yang tidak lege artis yang dapat memperberat lesi

akne (Djuanda et al., 2010).

2.2 Clindamycin

2.2.1 Definisi

Clindamycin adalah senyawa semi sintetis dari derivat antibiotik

lincomycin. Clindamycin memiliki efek lipofilik yang lebih besar

karena unsur chlorine yang dimilikinya. Hal ini membuat penetrasi

clindamycin ke dalam sel bakteri lebih baik daripada lincomycin

(Heba, 2015).

2.2.2 Mekanisme Kerja

Mekanisme efek antimikroba clindamycin adalah mengikat 50 S

subunit ribosome bakteri dan menghambat sintesa protein. Dalam

sebuah review topikal antibiotik, clindamycin menunjukkan tiga

mekanisme kerja yaitu:

1. Menurunkan prosentase asam lemak bebas

2. Memiliki efek antiinflamasi

3. Menurunkan jumlah propionibacteria (Whitney, 2011)


23

Secara spesifik antiinflamasi yang dimiliki clindamycin terdiri dari

menghambat pertumbuhan, sintesa protein, produksi lipase, produksi

folikular asam lemak bebas, dan molekul kemotaksis leukosit pada

P.acnes. Pada perkembangannya diketahui ternyata Clindamycin juga

dapat menghambat i NOS enzim dan berbagai sitokin proinflamasi

(IL-1 , IL-6, IFN-y dan TNF-a (Del Roso, 2010).

2.2.3 Indikasi

Clindamycin efektif terhadap sebagian besar bakteri aerob gram positif

seperti strain Streptococcus, Staphylococcus, Enterococcus, Bacilus

antracis dan Corynebacteriumdiphtarie tetapi pada umumnya agak

resisten terhadap bakteri gram negatif seperti Enterobacteriaceae,

Neisseria gonorrhoeae, N. Meningitidis dan Haemophilus influenzae.

Di lain pihak, clindamycin sangat efektif terhadap bakteri anaerob

gram positif seperti Eubacterium, Proponibacterium, Peptococcus,

Peptostreptococcus, Clostridium perfringens dan Cl. Tetani dan juga

efektif terhadap beberapa bakteri aerob negatif seperti Fusobacterium

sp dan Bacteriodes sp termasuk B.fragilis (Katzung, 2014).

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) terhadap bakteri gram

positif berkisar antara 0,002 – 0,8 ug/ml, untuk strain

Propionibacterium sp sebesar 0,02 ug/ml sedangkan bakteri anaerob

gram negatif (sebagian besar strain Bacteriodes sp) adalah 2 ug/ml.

Target aksi clindamycin dalam terapi acne vulgaris adalah P. Acnes,


24

bakteri gram positif, dan bakteri anaerob berbentuk batang (Katzung,

2014).

2.2.4 Dosis

Dosis clindamycin oral sebesar 0.15-0.3 gram tiap 8 jam (10-20

mg/kg/hari untuk anak), menghasilkan kadar serum sebesar 2-3

mcg/mL. ketika diberikan secara intravena, 600 mg clindamycin setiap

6 jam menghasilkan kadar sebesar 5-15 mcg/mL. Waktu-paruhnya 2.5

jam pada individu normal, dan meningkat hingga 6 jam pada penderita

anuria. Penyesuaian dosis tidak diperlukan untuk gagal ginjal

(Katzung, 2014).

2.2.5 Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Sembilan puluh persen obat ini terkait pada protein. Clindamycin

berpenetrasi dengan baik kedalam sebagian besar jaringan, kecuali ke

otak dan cairan serebrospinal. Obat ini berpenetrasi dengan baik ke

dalam abses dan secara aktif terambil dan terkonsentrasi di sel

fagositik. Clindamycin di metabolisme oleh hati, dan bentuk aktif obat

ini serta metabolitnya yang juga aktif diekskresi dalam empedu dan

urine (Katzung, 2014).

Clindamycin diabsorpsi hampir lengkap pada pemberian per oral, dan

kadar puncak 2-3 mcg/ml dicapai dalam 1 jam setelah pemberian 150

mg. Adanya makanan dalam lambung tidak mempengaruhi

absorpsinya. Waktu paruhnya 2,7 jam (Katzung, 2014).


25

2.2.6 Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap klindamisin dan linkomisin, Kolitis

pseudomembranosa sebelumnya, kerusakan hati yang parah, diare,

diketahui menderita intoleransi alkohol(topikal, larutan, suspensi)

(Katzung, 2014).

2.2.7 Efek Samping

Efek samping yang umum terjadi seperti diare, mual, dan ruam pada

kulit. Gangguan fungsi hati (dengan atau tanpa ikterus) dan

neutropenia sesekali timbul. Diare berat dan enterokolitis juga dapat

menyertai pemberian clindamycin. Pemberian clindamycin merupakan

faktor resiko terjadinya diare dan kolitis akibat Clostridium difficile

(Katzung, 2014).

2.2.8 Benzoil Peroksida

Benzoil peroksida dapat digunakan untuk menangani akne

inflamasi superfisial (akne yang tidak dalam).Senyawa ini merupakan

antibakteri non-antibiotik yang berperan sebagai bakteriostatik

terhadap P.acnes (John C. Hall, 2008). Resistensi P. acnes tidak

terjadi pada penggunaan benzoil peroksida. Penggunaannya biasanya

tidak diberikan sebagai monoterapi karena dianggap sebagai salah satu

obat kombinasi. Penggunaan kombinasi selama perawatan dengan

antibiotik akan membatasi terjadinya resistensi, bahkan jika hanya

digunakan dalam jangka waktu 2 sampai 7 hari (James, 2016).

Efektivitas benzoil peroksida tidak hanya terbatas sebagai anti

inflamasi dan antibakteri non-antibiotik, tetapi juga dapat memberikan


26

efek komedolitik (James, 2016). Benzoil peroksida diuraikan pada

kulit oleh sistein sehingga membebaskan radikal bebas oksigen yang

akan mengoksidasi protein bakteri. Senyawa tersebut meningkatkan

laju pengelupasan sel epitel dan melepaskan struktur gumpalan pada

folikel sehingga berdampak pada aktivitas komedolitik. (John C.Hall,

2008).

Benzoil peroksida diberikan dalam sediaan topikal.

Perawatan wajah dengan obat ini akan memberikan hasil efektif bila

dilakukan pembasuhan selama 2 menit. Pemakaian biasanya sekali

atau dua kali sehari (James, 2016). Benzoil peroksida tersedia dalam

bentuk sabun, losio, krim, dan gel tersedia dalam konsenstrasi 2.5%

hingga 10%. Formulasi gel biasanya memiliki aktivitas yang lebih

poten dibandingkan dengan losio, krim, dan sabun (Zaenglein, 2012).

Efek samping terjadinya dermatitis kontak alergi jarang sekali

dilaporkan seperti keluhan gatal, akan tetapi keluhan rasa terbakar

atau tersengat pernah dilaporkan (James, 2016).


27

2.3 Kerangka Teori

Akne 1. Genetik
vulga 2. Hormon
ris 3. Endokrin
4. Diet
1. Hiperproduksi 5. Lingkungan
sebum 6. Psikis
2. Hiperkeratinisasi 7. Kosmetik
duktus 8. Trauma
pilosebaseous 9. Infeksi
3. Infeksi P acnes 10. Kondisi kulit
4. Inflamasi

Pola pemakaian antibiotik oral


clyndamicin

1. Menurunkan prosentase asam


lemak bebas
2. Memiliki efek antiinflamasi
3. Menurunkan jumlah P. acnes

Kesembuhan
akne
vulgaris
Gambar 2.2 Kerangka Teori (Goldsmtih, 2012; Griffiths, 2016;
Katzung, 2014)

2.4 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen


Penggunaan antibiotik Kesembuhan akne
oral clindamycin vulgaris

Gambar 2.3 Kerangka Konsep


28

2.5 Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0: Tidak terdapat pengaruh penggunaan antibiotik oral clindamycin yang

tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris pada pasien di

Poliklinik Kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung.

Ha: Terdapat hubungan penggunaan antibiotik oral clindamycin yang tidak

adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris pada pasien di

Poliklinik Kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung.
29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian dalam bentuk analitik observasional,

yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan

menggunakan lembar rekam medis sebagai alat pengumpulan data.

Rancangan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rancangan

restrospektif yaitu variabel terikat pada penelitian di observasi pada waktu

saat ini, sedangkan variabel bebas dilihat berdasarkan riwayat penyakit masa

lampau (Dahlan, 2012). Penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh

penggunaan antibiotik oral clindamycin yang tidak adekuat terhadap

kesembuhan pasien akne vulgaris pada pasien di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2017.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek pada Juni 2017.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa

akne vulgaris di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek provinsi Lampung.


30

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan sebagian yang diambil dari

keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi. Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah

total sampling yaitu seluruh populasi dalam penelitian dijadikan

sebagai sampel (Sastroasmoro, 2011). Responden yang dapat dijadikan

sampel penelitian adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan

ekslusi seperti berikut ini.

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien acne vulgaris yang rutin berobat di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

b. Memiliki rekam medis lengkap.

c. Menggunakan antibiotik oral clindamycin dengan dosis 2 x 150

mg selama 2 minggu atau lebih.

d. Menggunakan terapi antibiotik oral dan kombinasi topikal.

e. Semua jenis kelamin.

2. Kriteria Ekslusi

a. Menggunakan obat anti acne di luar pengobatan yang dilakukan

di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung selama pengobatan acne vulgaris saat ini.

b. Menggunakan antibiotik oral selain clindamycin selama

pengobatan akne saat ini.

c. Pasien yang tidak kontrol ke poliklinik lebih dari 2 minggu.


31

3.4 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 variabel, yaitu :

1. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kesembuhan akne vulgaris.

2. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah penggunaan antibiotik oral

clindamycin.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional


Definisi Alat Cara Skala
Variabel Hasil ukur
Operasional Ukur Ukur ukur
Kesembuhan akne Responden Rekam Observasi 0 = Belum Nominal
vulgaris yang didiagnosa Medis rekam Sembuh (jika
akne vulgaris terdapat tanda
dan dinilai infeksi,
kesembuhannya misalnya
oleh dokter papul, pustul
spesialis kulit dan nodul.)
dan kelamin 1 =Perbaikan
yang masuk (dilihat dari
dalam kriteria penurunan
inklusi derajat akne)
2 = Sembuh
(jika tidak
terdapat
tanda infeksi,
misalnya
papul, pustul
dan nodul.)
Penggunaan Pengobatan Rekam Observasi 0 =Tidak Ordinal
antibiotik oral antibiotic oral medis Adekuat, bila
clindamycin dengan digunakan
clindamycin selama 2 - 4
dengan dosis minggu
2 x 150 mg rutin pengobatan
selama 2-4 tidak rutin
minggu. 1 = Adekuat,
bila digunakan
selama lebih
dari 4 minggu
dan
pengobatan
rutin
Sumber : Katzung, 2014 Sumber : Rimadhani, 2015
32

3.6 Pengumpulan Data

1. Menggunakan data sekunder dengan melihat isi rekam medis.

2. Melakukan pengolahan data dengan program komputer statistik.

3.7 Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah dengan tahapan sebagai berikut :


1. Editing

Tahapan untuk melakukan pengecekan isi rekam medis.

2. Scoring

Tahapan ini dilakukan guna memberi skor pada setiap hasil pengukuran

dari responden, dalam hal ini tidak ada pedoman baku untuk scoring

sehingga penetapan scoring harus konsisten.

3. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan untuk memudahkan dalam proses analisis

dan mempercepat pada saat memasukkan data.

4. Processing

Memasuki data yang telah diskor ke dalam komputer seperti ke dalam

spread sheet program excel atau ke dalam program SPSS (Statistic

Product And Service Solutions).

5. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan data yang

sudah dimasukkan dengan melihat ada tidaknya kesalahan yang terjadi.

Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat memasukkan data ke

komputer.
33

3.8 Alur Penelitian

Melakukan survei pendahuluan

Penyusunan Proposal Penelitian

Mengurus Perizinan

Pengumpulan DataSekunder

Pengumpulan data identitas responden,


riwayat pengobatan antibiotik oral
clindamycin, derajat kesembuhan acne
vulgaris melalui rekam medik

Tabulasi Data Sekunder

Analisis Data

Gambar 3.1 AlurPenelitian

3.9 Analisis Data

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

kuantitatif, dengan analisis univariat yang bertujuan untuk menyajikan

secara deskriptif dari variabel-variabel yang diteliti. Analisis yang

bersifat univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari seluruh faktor

yang terdapat dalam variabel masing-masing, baik variabel bebas

maupun variabel terikat, untuk mendapatkan gambaran jawaban

responden dan menjelaskan karakteristik masing-masing variabel.


34

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independent dengan variabel dependen. Penelitian ini peneliti

menggunakan uji bivariat dengan uji Chi Square. Pengujian ini dengan

cara membandingkan frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang

diharapkan apakah ada perbedaan bermakna. Tingkat Kepercayaan

yang digunakan adalah 95%. Hasil uji hipotesis didapatkan p-value ≤

0,05 yang berarti ada pengaruh yang bermakna antara kedua variabel.

Jika p-value > 0,05 berarti tidak ada pengaruh yang bermakna antara

kedua variabel.
35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian tentang pengaruh penggunaan antibiotik oral clindamycin yang

tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris ini dilakukan

pengambilan data penelitian pada bulan Juni 2017 berdasarkan rekam medik

pasien akne vulgaris yang berobat di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek. Pengambilan data dilakukan dengan purposive sampling.

Berdasarkan perhitungan besar sampel dan yang memenuhi kriteria inklusi,

sampel pada penelitian ini didapatkan sebanyak 50 responden dengan hasil

penelitian sebagai berikut.

4.1.1 Karakteristik Responden

Pada data karakteristik responden berdasarkan usia dan lama hari

pemakaian antibiotik diketahui distribusi frekuensi seperti yang tertera

pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan usia dan lama hari


pemakaian antibiotik pada pasien akne vulgaris di poliklinik
kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Variabel Mean Median Standar Minimal Maksimal
Devia
si
Usia 22,5 tahun22,5 tahun 4,239 15 tahun 31 tahun
Lama
pemak 22,88 hari 23 hari 5,371 9 hari 45 hari
aian

Berdasarkan tabel 4.1. diketahui bahwa rerata usia responden

adalah 22,5 tahun dan 50% berusia 22,5 tahun ke bawah dan 50%

berusia 22,5 tahun ke atas. Tingkat variasi umur 4,239 dengan usia
36

responden tertua yaitu 31 tahun dan usia termuda 15 tahun. Karateristik

berdasarkan lama hari pemakaian antibiotik diketahui bahwa rerata

lama hari adalah 22,88 hari dan 50% lama pemakaian selama 23 hari ke

bawah dan 50% selama 23 hari ke atas. Tingkat variasi lama pemakaian

adalah 8,468 dengan lama hari pemakaian antibiotik tercepat yaitu 9

hari dan terlama 45 hari.

Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan


derajat akne vulgaris di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek
Variabel Frekuensi Presentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 15 30
Perempuan 35 70
Derajat AV
Ringan 10 20
Sedang 30 60
Berat 10 20
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin menunjukkan responden yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 35 responden dan yang berjenis kelamin laki -

laki sebesar 15 responden Maka, sebagian besar responden adalah

berjenis kelamin perempuan.

Karakteristik responden berdasarkan derajat akne vulgaris

menunjukkan responden yang menderita akne vulgaris derajat

sedang sebesar 30 responden atau 60%, derajat ringan sebesar 10

responden atau 20% dan derajat berat sebanyak 10 responden atau

20%. Maka, sebagian besar responden adalah pasien akne vulgaris

dengan derajat sedang.


37

4.1.2 Analisis Univariat


Pada data karakteristik responden berdasarkan penggunanaan

antibiotik dan kesembuhan pasien akne vulgaris di poliklinik kulit dan

kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek diakukan analisis univariat.

Hasil analisis univariat tertera pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Hasil analisis univariat berdasarkan penggunaan antibiotik


dan kesembuhan akne vulgaris di poliklinik kulit dan kelamin
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
Variabel Frekuensi Presentase (%)
Penggunaan Antibiotik
Adekuat 38 76
Tidak adekuat 12 24
Kesembuhan AV
Sembuh 5 10
Perbaikan 39 78
Tetap 6 12
Total 50 100

Berdasarkan hasil analisis univariat karakteristik responden

berdasarkan penggunaan antibiotik menunjukkan responden yang

menggunakan antibiotik secara adekuat sebesar 38 responden dan

yang tidak adekuat sebanyak 12 responden. Maka, sebagian besar

responden menggunakan antibiotik secara adekuat.

Sedangkan hasil analisis univariat karakteristik responden

berdasarkan kesembuhan akne vulgaris menunjukkan responden

yang mengalami perbaikan sebanyak 39 responden atau 78%, yang

tetap sebesar 6 responden atau 12% dan sembuh setelah diberikan

terapi sebanyak 5 responden atau 10%. Oleh karena itu, sebagian

besar responden mengalami perbaikan setelah diberikan terapi

antibiotik clindamycin oral.


38

4.1.3 Penggunaan Benzoil Peroksida terhadap kesembuhan Akne

Vulgaris

Pada data karakteristik responden penggunaan benzoil peroksida

terhadap kesembuhan akne vulgaris di poliklinik kulit dan kelamin

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek diakukan analisis univariat. Hasil

analisis univariat tertera pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Hasil analisis univariat berdasarkan penggunaan benzoil


Peroksida pada pasien akne vulgaris di poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
Penggunaan Kesembuhan akne vulgaris
benzoil Total
Sembuh Perbaikan Tetap
peroksi N (%) N (%) N (%) N (%)
da
Ya 4 (11) 30 (83) 2 (5,5) 36 (100)
Tidak 1 (0,71) 9 (64) 4 (2,8) 14 (100)
Total 5 (10) 39 (78) 6 (12) 50 (100)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui dari 36 responden yang

menggunakan benzoil peroksida topikal terdapat 4 responden (11%)

sembuh, 30 responden (83%) mengalami perbaikan dan yang tetap

sebesar 2 responden (5,5%).

4.1.4 Analisis Bivariat

Pada data pengaruh penggunaan antibiotik oral clindamycin

yang tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien acne vulgaris di

poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek dilakukan

analisis. Hasil analisis bivariat tertera pada tabel berikut.


39

Tabel 4.5. Hasil uji chi kuadrat pengaruh penggunaan antibiotik oral
clindamycin yang tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien
akne vulgaris di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek
Penggunaan Kesembuhan akne vulgaris
Total P-Value
atibioti Sembuh Perbaikan Tetap
k N (%) N (%) N (%) N (%)
Adekuat 4 (10,5) 32 (84,2) 2 (5,3) 38 (100)
Tidak 1 (8,3) 7 (58,6) 4 (33,3) 12 (100)
0,033
adekuat
Total 5 (10) 39 (78) 6 (12) 50 (100)

Berdasarkan hasil analisis bivariat dapat diketahui dari 38

responden yang menggunakan antibiotik secara adekuat terdapat 4

responden (10,5%) sembuh, 32 responden (84,2%) mengalami

perbaikan dan yang tetap sebesar 2 responden (5,3%). Sedangkan dari

12 responden dengan penggunaan antibiotik oral clindamycin yang

tidak adekuat terdapat sebanyak 1 responden (8,3%) sembuh, 7

responden (58,6%) terjadi perbaikan kesembuhan dan 4 responden

(33,3%) tetap. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,033 < nilai α =

0,05 artinya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan

antara penggunaan antibiotik oral clindamycin yang tidak adekuat

terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris di poliklinik kulit dan

kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.


40

4.2 Pembahasan

Akne vulgaris adalah gangguan multifaktorial pada unit polisebasues

(Bolognia,2012). Akne vulgaris merupakan penyakit radang kronis pada

folikel pilosebasea, ditandai dengan komedo, papula, pustula, nodul dan pada

bekas luka (James, 2016).

Pada hasil penelitian diketahui bahwa usia responden rata – rata dan usia

median adalah 22,5 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa teori

yang ada. Akne vulgaris umumnya muncul pada usia pubertas dan umumnya

prevalensi meningkat pada usia 20 – 35 tahun (James, 2016).

Penelitian Zeichner (2015) dalam analisis post-hoc terhadap 79 wanita

dewasa berusia > 25 tahun dengan derajat akne vulgaris sedang sampai berat

mengemukakan bahwa pengobatan dengan clindamycin yang dikombinasikan

dengan benzoil peroksida memberikan efek terbaik setelah pengobatan

selama 12 minggu.

Hasil penelitian ini juga diketahui karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin menunjukkan responden yang berjenis kelamin laki - laki

sebesar 15 responden (30%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak

30 responden (70%). Maka, sebagian besar responden adalah berjenis

kelamin perempuan. Pada wanita, periode menarche didahului dengan

munculnya komedo. Keberadaan akne pada pada periode ini dipengaruhi oleh

peningkatan hormon gonad pada wanita yang sedang mengalami tanda –

tanda perubahan seksual sekunder. Komedo akan berkembang menjadi akne

vulgaris derajat ringan sampai sedang dengan daerah predileksi terbanyak di


41

wajah dan punggung pada wanita antara usia 26 sampai 44 tahun (Zaenglein,

2012).

Akne vulgaris sebagian besar dapat berkurang pada dekade ketiga, namun

pada 20% remaja dapat memiliki akne yang bertahan sampai dewasa dengan

mayoritas terjadi pada wanita. Prevalensi akne vulgaris pada usia dewasa

terjadi dapat disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat pada masa

remaja atau pada akhir onset penyakit (Gold, 2015). Pemikiran sejak lama

diketahui bahwa kondisi peradangan pada wajah dan rahang bawah pada

wanita dewasa dipicu oleh lesi inflamasi dan distribusi komedo pada masa

remaja (Dreno, 2014; Tanghetti, 2014).

Pada penelitian ini diketahui bahwa lama hari pemakaian antibiotik

clindamycin oral pada responden rata – rata 23 hari. Sedangkan berdasarkan

penggunaan antibiotik menunjukkan responden yang menggunakan antibiotik

secara adekuat sebesar 38 responden atau 76% dan yang tidak adekuat

sebanyak 12 responden atau 24%. Penelitian ini sesuai dengan penelitian

Rimadhani (2015) menunjukan pemakaian antibiotik selama 2 minggu mulai

menunjukan adanya perbaikan terhadap peradangan akne vulgaris. Oleh

karena ini, antibiotik clindamycin oral yang diberikan selama 2 minggu

secara teratur dan sesuai dosis dianggap sudah sebagai terapi yang adekuat.

Pengobatan yang waktunya kurang mengakibatkan hasil terapi tidak

maksimal. Lama penggunaan antibiotik yang tidak adekuat juga

mempengaruhi terjadinya resistensi atau menurunkan keberhasilan terapi.

Beberapa literatur lain menyebutkan terdapat perbedaan lama penggunaan


42

antibiotik yang disebut adekuat. Seperti halnya penelitian Bienenfeld (2017)

pada penelitian evidence based review pada beberapa penggunaan terapi

antibiotik oral diketahui bahwa clindamycin memberikan perbaikan

kesembuhan akne dimulai pada minggu ke-4. Berbagai konsensus

menerangkan bahwa pemberian antibiotik oral minimal selama 6-8 minggu

dan akan memberikan hasil terapi terbaik pada waktu pemakaian selama 12

minggu (Thiboutot, 2009; Goh, 2015, Gollnick, 2016).

Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,033 < nilai α = 0,05 artinya dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan

antibiotik oral clindamycin yang tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien

akne vulgaris di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Nugroho (2013) yang menunjukan

terdapat penurunan jumlah lesi akne vulgaris secara bermakna (p=0,001) pada

penderita akne derajat ringan-sedang yang diberikan clindamycin selama 2

minggu.

Clindamycin digunakan untuk terapi akne vulgaris karena menargetkan

kolonisasi dan proliferasi P. acnes (Leccia, 2015). Clindamycin adalah

antibiotik yang bekerja dengan target pada ribosom bakteri subunit 50s dan

mengganggu sintesis protein sehingga memberikan efek anti bakteri (Nguyen,

2015). Selain memiliki efek anti bakteri, clindamycin juga memiliki efek anti

inflamasi. Seperti yang diketahu bahwa salah satu mikroorganisme utama

penyebab akne vulgaris, P. acnes dapat menginduksi proses inflamasi.


43

Clindamycin terbukti menghambat respon inflamasi P. acnes dan juga

menghambat ekspresi sitokin proinflamasi, seperti IL-1β, IL-6, INF-γ, TNF-a

dan GM CSF. Selain itu, penggunaan clindamycin juga dapat meningkatkan

fagositosis, opsonisasi dan respon inflamasi yang lebih baik (Del Rosso,

2010). Meskipun clindamycin terbukti menunjukan keberhasilan yang cukup

besar dalam pengobatan akne vulgaris, obat ini jarang digunakan sebagai

pengobatan monoterapi karena beresiko meningkatkan resistensi bakteri

(Leyden, 2007)

Saat ini penggunaan antibiotik sebagai pengobatan akne vulgaris dalam

menghambat jumlah P. acnes mengalami resistensi. Munculnya strain baru P.

acnes memegang peranan dalam terjadinya resistensi, Selain itu faktor

pemakaian antibiotik yang tidak adekuat menjadi faktor penting dalam

menyumbang resistensi bakteri (Shancez et al., 2016). Resistensi dapat

dicegah dengan menghindari penggunaan antibiotik monoterapi, membatasi

lama penggunaan antibiotik, dan menggunakan antibiotik yang adekuat

bersama benzoil peroksida jika memungkinkan (Sanchez et al., 2016).

Pada tabel 4.4 dapat diketahui dari 36 responden yang menggunakan

benzoil peroksida topikal terdapat 4 responden (11%) sembuh, 30 responden

(83%) mengalami perbaikan dan yang tetap sebesar 2 responden (5,5%).

Sedangkan dari 14 responden dengan penggunaan obat topikal non-benzoil

peroksida terdapat sebanyak 1 responden (0,71%) sembuh, 9 responden

(64%) terjadi perbaikan kesembuhan dan 4 responden (28%) tetap.


44

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pemakaian benzoil peroksida

topikal memberikan efek kesembuhan pada pasien akne vulgaris.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa benzoil peroksida topikal

merupakan salah satu topical drug of choice dalam pengobatan akne vulgaris

derajat ringan sampai sedang (Zanglein, 2012). Penelitian Maryawati (2006)

mengatakan bahwa uji klinik gel benzoil peroksida lebih cepat menurunkan

lesi jerawat dibandingkan dengan placebo (p<0,001). Benzoil peroksida

merupakan antimikroba kuat, tetapi bukan antibiotik, sehingga tidak

menimbulkan resistensi (Movita, 2013). Benzoil peroksida merupakan obat

topikal untuk akne vulgaris yang bekerja menurunkan populasi P. acnes,

menurunkan produksi asam lemak bebas, menghambat pembentukan

mikrokomedo (komedolitik) dan retensi hyperkeratosis (Zanglein, 2016).

4.3 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan seperti jumlah sampel

yang menggunakan clindamycin oral sedikit, data dalam rekam medik yang

tidak lengkap, penilaian lama penggunaan antibiotik hanya berdasarkan data

rekam medik sehingga sulit menilai responden yang drop out dalam

penelitian. Penelitian ini juga sulit dalam menilai apakah terapi antibiotik oral

yang diberikan hanya menjadi satu – satunya faktor dalam kesembuhan

penyakit dikarenakan dalam pengobatan akne vulgaris tidak dilakukan hanya

dengan monoterapi, tetapi diberikan antibiotik oral dengan pengobatan

topikal.
45

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh

penggunaan antibiotik oral clindamycin yang tidak adekuat terhadap

kesembuhan pasien akne vulgaris pada pasien di Poliklinik Kulit dan

kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dapat ditarik

kesimpulan:

1. Karakteristik responden penelitian sebagian besar berjenis kelamin

perempuan (35%) dan memiliki derajat akne sedang (60%) dengan rerata

lama pemakaian antibotik selama 23 hari dan rerata usia responden

berusia 22,5 tahun.

2. Responden yang menggunakan antibiotik secara adekuat sebanyak 76%

dan yang tidak 24%.

3. Karakteristik responden penelitian berdasarkan kesembuhan akne

vulgaris menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami

perbaikan (78%).

4. Responden yang menggunakan benzoil peroksida topikal sebesar 72%

dan yang menggunakan topikal non-benzoil peroksida sebesar 28%.

5. Ada pengaruh signifikan penggunaan antibiotik oral clindamycin yang

tidak adekuat terhadap kesembuhan pasien akne vulgaris di Poliklinik

Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

(p=0,033).
46

B. Saran

1. Bagi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Diharapkan pelayanan kesehatan dalam hal ini RS dapat memberikan

terapi antibiotik yang adekuat dan dapat memberikan edukasi ke pasien

dalam penggunaan terapi akne vulgaris yang sesuai dan benar.

2. Bagi Institusi Malahayati

Diharapkan institusi malahayati dapat memberikan informasi hasil

penelitian ini terhadap peserta didik dalam ilmu penyakit kulit dan

kelamin terutama dalam penatalaksaan akne vulgaris.

3. Penelitian selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian

pengembangan terkait pengaruh jenis antibiotik lainnya .


47

DAFTAR PUSTAKA

Bienenfeld, A., Nagler, A.R., Orlow, S.J. (2017). Oral Antibacterial Therapy for
Acne Vulgaris- An Evidence Based Review. Am J Clin Dermatol. DOI

Bolognia, J.L., Jorrizo, J. L., Schaffer, J. V. (2012). Dermatology. Edisi 3.:


Elsevier Saunders: British: 24-27

BPOM RI. (2009). Bahan Kosmetik Sebagai Anti Acne. Naturakos, 4(10), hal. 1–
12.

Cuncliffe, W. J., Perera, D. H., Thackeray, P., Williams, M., Froster, R. A.,
Williams, S. M.(2007). Pilosebaceuous Duct Physiology, Observation on the
Number and Size of Pilosebaceuous Ducts in Acne Vulgaris. But J Dermatol.
95(4): 153-155.

Dahlan, S. M. (2012). Langkah – Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang


Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto: 93-95

Del Rosso JQ, Schmidt NF. (2010). A Review of The Anti-Inflammatory


Properties of Clindamycin in the Treatment of Acne Vulgaris. Cutis. Jan
2010;85(1): 15-24

Djuanda, P. D. dr. A., Hamzah, dr. M., & Aisah, P. D. dr. S. (2010). Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin . Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: 165-169

Dreno B, Thiboutot D, layton AM, et al. (2014). Large-Scale International Study


Enhances Understanding of an Emerging Acne Population): Adult Females. J
Eur Acad Dermatol Verereol. Diunduh pada tanggal 8 Juli 2017

Fulton, James Jr. (2010). Acne Vulgaris. Jakarta : Elseiver Saunders. 8-15.

Goh CL, Abad-Casintahan F, Aw DC, Baba R, Chan LC, HungNT, et al. (2015).
South-East Asia Study Alliance Guidelines on TheManagement of Acne
Vulgaris in South-East Asian Patients. J Dermatol. 42(10):945–53.

Gold, M. H., Korotzer, A. (2015). Sub-grup Analyses from A Trial of A Fixed


Combination of Clindamycin Phosphate 1,2% and Benzoyl Peroxide 3,75%
Gel for the Treatment of Moderate to Severe Acne Vulgaris. J Clinical and
Aestethetic Dermatology. 8(12): 22-26.

Goldsmith, L. A., et. al. (2012). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.


Edisi 8. USA: McGraw Hill: 102-107.
48

Gollnick HP, Bettoli V, Lambert J, Araviiskaia E, Binic I, Dessinioti C, et al.


(2016). A Consensus-Based Practical and Daily Guidefor The Treatment of
Acne Patients. J Eur Acad Dermatol Venereol. 30(9):1480–90.

Griffiths, C., Barker, J., Bleiker, T., Chalmer, R., Creamer, D. (2016). Rook`s
Textbook of Dermatology Ninth Edition Volume 2. United Kingdom: Willey-
Blackwell Publication.

Hanna, S., Sharma, J., & Klotz, J. (2003). Acne vulgaris: More than skin deep.
Dermatology Online Journal, 9(3), 8. Retrieved from
http://escholarship.org/uc/item/0t2870v9#

Harper, J. (2007). Acne Vulgaris Edisi 4. Jakarta: EGC: 453-456

Heba, A., Shalita A. (2015). Topical Clindamycin Preparations in the Treatment


of Acne Vulgaris: Mechanism. www.medscape.org.

James, W. D., Berger, T. G., Elston, D. M., Neuhaus, E. M. (2016). Andrews’


Disease of the Skin - Clinical Dermatology, 11th Edition. Philadelphia:
Elsevier.

John C. Hall,MD (2010). Seborrheic Dermatits, Acne, Rosasea. In: Brian


J.Hall,John C.Hall. Sauer’s Manual of skin disease. 10thed.USA:
LippincottWilliams & Wilkiins, a Wolters Kluwer.pg.149-159

Kabau S. (2012). Hubungan antara Pemakaian Jenis Kosmetik dengan Kejadian


Akne Vulgaris. Jurnal Media Medika Muda.43(4): 32-36.

Leccia, M.T., Auffret, N., Poli, F., Claudel, J.P., Corvec, S., Dreno, B. (2015).
Topical Acne Treatments in Europe and The Issue of Antimicrobial
Resistance. J Eur Acad Dermatol Venereol. 29:1485–1492.

Leyden, J.J., Del Rosso, J.Q., Webster, G.F. (2007). Clinical Considerations in the
Treatment of Acne Vulgaris and Other Inflammatory Skin Disorders: Focus
on Antibiotic Resistance. Cutis. 79:9–25.

Maryawati, A. (2006). Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benzoil
Peroksida-HPMC. [Skripsi]. Padang: Universitas Andalas.

Movita, T. (2013). Acne Vulgaris. J Cermin Dunia Kedokteran. 40(8)::269-272.

Nguyen, T. A., Eichenfield, L. F. 2015. Profile of Clindamycin Phospate


1,2%/Benzoyl Peroxide 3,75% Aqueous Gel for the Treatment of Acne
Vulgaris. Dovepress. 8: 549-554.
Nugroho, R. A. (2013). Terapi Topikal Clindamicin Dibandingkan Dengan
Niacinamide + Zinc pada Acne Vulgaris. [Skripsi]. Semarang: Universitas
Diponegoro.
49

Ramdani, R., & Sibero, H. T. (2015). Treatment for acne vulgaris, 4, 87–95.

Rao,J.(2015).Acne Vulgaris. Retrieved from


http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview.

Rimadhani, M., Rahmadewi. (2015). Antibiotik Oral pada Pasien Akne Vulgaris:
Penelitian Restrospektif. Berkala Ilmu kesehatan Kulit dan Kelamin. 27(2):
84-89.

Sanchez, M. A., Ayala, E. R., Olivera, R. M. P., Sanchez, A. T., Mendoza, M. I.


A. (2016). Bacterial Resistance in Acne? A Meta Analyisis of the
Controversy. Cirugia y Cirujanos. 84(3): 190-195.

Sastroasmoro, S. (2011).Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta


:Sagung Seto.

Siregar, R. (2013). Saripati Penyakit Kulit. (D. H. Hartanto, Ed.) (Edition 2).
Jakarta: EGC.

Tanghetti, E. A., Kawata, A. K., Daniels, Sr, et al. (2014). Understanding the
Burden of Adult Female Acne. J Clin Aesthet Dermatol.7: 22–30.

Thiboutot, D. M., Strauss, J. S. (2003). Diseases of the sebaceous glands. In:


Freedberg IM, Eizen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,
editors. Dermatology in General Medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill.
p. 672–87.

Thiboutot D. M., et al. (2009). New Insights into the Management of Acne: an
Update from the Global Alliance to Improve Outcomes in Acne Group.J Am
Acad Dermatol. 10.1016/j.jaad.2009.01.019

Tjekyan, R. M. S. (2008). Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Media


Medica Indonesiana, 43, 37–43.

Tranggono, R. (2009). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik Edisi 5.


Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Wasitaatmadja, S. (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

Whitney K, Ditre CM. (2011). Anti Inflammatory Properties of Clindamycin: A


Review of Its Use in the Treatment of Acne Vulgaris. Dermatology: 4 27 – 41

Wolff,K, Christon, Alison M. Layton (2016). Disorders of Sebaceous and


Apoccrine Glands In: Johnson RA. Saavedra AP eds. Fitzpatrick`s Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology Seventh Edition. New York : McGraw
Hill: 557-612
50

Zaenglein, A. L., Graber, E. M., Thiboutot, D.M. (2012). Acne Vulgaris dan
Acneiform Eruption. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K eds. Fitzpatrick`s Dermatology In General Medicine
Eight Edition. New York : McGraw Hill. Pp. 897-917.

Zaenglein, Emmy M Graber, Diane M.Thiboutot. (2016). Guidelines of Care for


the Management of Acne Vulgaris. J Am Acad Dermatol. 74:945-73.

Zeichner J. (2015). The Efficacy and Tolerability of A FixedCombination


Clindamycin (1.2%) and Benzoyl Peroxide(3.75%) Aqueous Gel in Adult
Females with Facial AcneVulgaris. J Clin Aesthet Dermatol. 8: 21–25.

Anda mungkin juga menyukai