Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

DISUSUN OLEH :

EPI MULYANI

PROGRAM STUDY NERS

STIKES KARYA HUSADA SEMARANG

2016
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan (Urinaria)


A. Pengertian Sistem Urinaria
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam
air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
B. Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria
1. GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium
pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal
kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada
umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri
atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah
yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat
kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal,
tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari
disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah
antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar
dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok –
belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa
Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal
asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
1. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut
nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang
tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai
bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi

Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai
bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari
sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai
bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan
dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke
bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal.
Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran
paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang
disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang
merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai
proses.
3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar.
Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut
kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang
langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus
keluar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter,
hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya
amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan
berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.

c. Tes Fungsi Ginjal Terdiri Dari


1. Tes untuk protein albumin. Bila kerusakan pada glomerolus atau tubulus, maka protein dapat
bocor masuk ke dalam urine.
2. Mengukur konsentrasi urenum darah. Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan urenum maka
urenum darah naik di atas kadar normal (20 – 40) mg%.
3. Tes konsentrasi. Dilarang makan atau minum selama 12 jam untuk melihat sampai seberapa
tinggi berat jenisnya naik.
4. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
5. Peredaran Darah

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis,
yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi
arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut
dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang
meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.

1. PERSYARAFAN GINJAL
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan
senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan
hormn kortison.
2. URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari :


a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang
akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf
sensorik.
3. VESIKULA URINARIA ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang
simfisis pubis di dalam ronga panggul.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan
ligamentum vesika umbikalis medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari:


1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar),
tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada
dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses
miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama
terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi
pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter
bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila
saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing
keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem
persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter
interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk kandung kemih.
Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi
penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena
membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis
sepanjang arteri umbilikalis.
4. URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki – laki terdiri dari :


1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya
± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan
spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara
uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya
sebagai saluran ekskresi.

C. Urine (Air Kemih)


1. Sifat – sifat air kemih
 Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake) cairan serta faktor
lainnya.
Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
 Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.
 Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
 Baerat jenis 1.015 – 1.020.
 Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur menyebabkan
reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
2. Komposisi air kemih
 Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air
 Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin
 Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat
 Pigmen (bilirubin, urobilin)
 Toksin
 Hormon

3. Mekanisme Pembentukan Urine


Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120 – 125ml filtrat
(cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart.
Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan
sebagian diserap kembali.
4. Tahap – tahap Pembentukan Urine
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari permukaan
aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian
cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginja.
b. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa
ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi
pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan
dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian
bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada pupila renalis.
c. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus pengumpul. Pada tubulus
pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine
sesungguhnya.

Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari ureter,
urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan
urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.

D. Mikturisi
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melui ureter ke dalam kandung kemih., keinginan
untuk buang air kecil disebabkan penanbahan tekanan di dalam kandung kemih dimana saebelumnmya
telah ada 170 – 23 ml urine.
Miktruisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat – pusat
persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menekan
kandung kemih membantu mengosongkannya.

E. Ciri – ciri Urine Normal


Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus
dengan pH rata – rata 6.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


1. Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faiKtcw utama yang memengaruhi output urine (jumlah
urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan
pembentukan urine.
2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan
di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya
terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini
karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya
tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. I-Ial tersebut
dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air
kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang airkecil
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang meaarang untuk buang air kecil di tempat tertentu9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih dengan
melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
9. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otioti kandung
kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontirolan
pengeluaran urine.
10. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menye;babkan penurunan pemberian obat anestesi menurunkan filtrasi
glomerulus yang dapat jumlah produksi urine karena dampak dari
11. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan
proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah urine, se;dangkan
pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY
(intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi
urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat
mengganggu pengeluaran urine.

Kelainan- kelainan pada sistem perkemihan

Masalah-masalah dalam Eliminasi

Masalah-masalahnya adalah : retensi, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola urine


(frekuensi, keinginan (urgensi), poliurine dan urine suppression).
Penyebab umum masalah ini adalah :
 Obstruksi
 Pertumbuhan jaringan abnormal
 Batu
 Infeksi
 Masalah-masalah lain.

1. Retensi
o Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk
mengosongkan diri.
o Menyebabkan distensi kandung kemih
o Normal urine berada di kandung kemih 250 – 450 ml
o Urine ini merangsang refleks untuk berkemih.
o Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine

Tanda-tanda klinis retensi


 Ketidaknyamanan daerah pubis.
 Distensi kandung kemih
 Ketidak sanggupan unutk berkemih.
 Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
 Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
 Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

2. Inkontinensi urine
 Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya
urine dari kandung kemih
 Jika kandung kemih dikosongkan secara total selama inkontinensia sampai inkontinensi komplit
 Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia sampai inkontinensi
sebagian

Penyebab Inkontinensi
o Proses ketuaan
o Pembesaran kelenjar prostat
o Spasme kandung kemih
o Menurunnya kesadaran
o Menggunakan obat narkotik sedative

F. Perubahan pola berkemih


1. Frekuensi
a. Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan
b. Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis
c. Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil
d. Canture / nokturia – meningkatnya frekuensi berkemih pada malam hari, tetapi ini tidak
akibat meningkatnya intake cairan.
2. Urgency
 Adalah perasaan seseorang untuk berkemih
 Sering seseorang tergesa-gesa ke toilet takut mengalami inkontinensi jika tidak berkemih
 Pada umumnya anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
3. Dysuria
a. Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
b. Dapat terjadi karena : striktura urethra, infeksi perkemihan, trauma pada kandung emih dan
urethra
4. Polyuria
a. Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa danya
peningkatan intake cairan
b. Dapat terjadi karena : DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik
c. Tanda-tanda lain adalah : polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat badan
5. Urinari suppresi
a. Adalah berhenti mendadak produksi urine
b. Secara normnal urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60 – 120
ml/jam (720 – 1440 ml/hari) dewasa
c. Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari disanuria
d. Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100 –
500 ml/hari
e. Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan shock.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Urine meliputi Volime, warna, Berat Jenis, Ph, Protein, Bikokarbonat, warna
tambahan, dan osmolalitas.
2. pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, Natrium, pencitraan radionuklida, dan Klorida,
fosfat, dan magnesium meningkat.
3. pemeriksaan ultrasound ginjal
4. arteriogram ginjal
5. EKG
6. CT Scan
7. Endourologi
8. Urografi ekskretorius
9. sistouretrogram berkemih
ASKEP MASALAH KEBUTUHAN ELIMINASI URINE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH KEBUTUHAN ELIMINASI URINE

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :
1. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih
tergatung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun
tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola berkemih
 Frekuensi berkemih
frekuesi berkemih menentuka berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam
 Urgensi
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut megalami
inkotinensia jika tidak berkemih
 Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan pada striktur uretra,
infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
 Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa adanya peingkata
asupa caira. Keadaan ini dapat terjadi pada penyekit diabetes, defisiensi ADH, da pen yakit
kronis ginjal.
 Urinaria supresi
Keadaan produksi urine yang berhenti secara medadak. Bila produksi urine kurag dari 100
ml/hari dapat dikataka anuria, tetapi bila produksiya atara 100 – 500 ml/hari dapat dikataka
sebagai oliguria.
3. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarka dalam waktu 24 jam.
4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
 diet da asupan (diet tinngi protei dan natirum) dapat mempengaruhi jumlah urine yang
dibentuk, sedangka kopi dapat meningkatkan jumlah urine
 gaya hidup
 stress psikologi dapat meingkatka frekuensi keinginan berkemih.
 Tingkat aktivitas
5. Keadaan urine
Keadaan urie meliputi : warna, bau, berat jeis, kejerihan, pH, protei, darah, glukosa
6. Tanda klinis gangguan elimiasi urine seperti retensi urine, inkontinensia uirne.

B. Diagnosa KeperawatanDiagosa keperawata yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi urine adalah
sebagai berikut :
1. Perubahan pola eliminasi urine b/d
• Ketidakmampuan salura kemih akibat anomali saluran urinaria
• Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit
• Kerusakan pada saluran kemih
• Efek pembedahan pada saluran kemih
2. Inkontinensia fungsional b/d
• penurunan isyarat kandung kemih dan kerusakan kemampuan untuk mengenl isyarat akibat
cedera atau kerusakan k. Kemih
• kerusakan mobilitas
• kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
3. Inkontinensia refleks b/d
Gagalnya fungsi rangsang di atas tingkatan arkus refleks akibat cedera pada m. spinalis
4. Inkontinensia stress b/d
• Tingginya tek. Intraabdimibal dan lemahnya otor peviks akibat kehamilan
• Penurunan tonus otot
5. Inkontinensia total b/d
Defisit komnikasi atau persepsi
6. Inkontinensia dorongan b/d
Penurunan kapasitas k. Kemih akibat penyakit infeksi, trauma, tindakan pembedahan, faktor
penuaan
7. Retesi urine b/d
adanya hambatan pada sfingter akibat pebyakit striktur, BHP
8. Perubahan body image b/d
inkontinensia dan enuresis
9. Resiko terjadinya infeksi salura kemih b/d pemasangan kateter , kebersihan perineum yang kurang
10. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d gangguan drainase ureterostomi.

C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
1. Memahami arti eliminasi urine
2. Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
3. Mencegah infeksi
4. Mempertahankan integritas kulit
5. Memberikan rasa nyaman
6. Mengembalikan fungsi kandung kemih
7. Memberikan asupan secara tepat
8. Mencegah kerusakan kulit
9. Memulihkan self esteem atau Mencegah Tekanan Emosional

D. Rencanakan Tindakan :
1. Monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan liminasi urine,
retensi dan urgensia
2. Kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
3. Monitor terus perubahan retensi urine
4. Lakukan kateterisasi urine

Inkontinensia dorongan

1. Pertahankan hidrasi secara optimal


2. Ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dengan cara
3. Ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih yang tidak biasa)
Anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi
4. Anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih
5. Lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih

Inkontinensia total
1. Pertahankan jumlah cairan dan berkemih
2. Rencanakan program kateterisasi intermiten apabila ada indikasi
3. Apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangan untuk pemasangan kateter
indweeling

Inkontinensia stress
kurangi faktor penyebab seperti :
1. kehilangan jaringan atau tonus otot, dengan cara :
• ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan kelemahannya saat
melakukan latihan
• untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine,
kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks,
ulangi hingga 10 kalidan lakukan 4 kali sehari
2. meningkatkan tekanan abdomen dengan cara :
• latih untuk menghindari duduk lama
• latih untk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam.

Inkontinensia fungsional
Ajarkan teknik merangsang redleks berkemih, dengan berkemih seperti :
mekanisme supra pubis kutaneus
1. ketuk supra pubis secara dalam, tajam dan berulang
2. anjurkan pasien untuk
• posisi setengah duduk
• mengetuk kandung kemih secara langsug denga rata-rata 7 – 8 kali seiap detik
• gunakan sarung tangan
• pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi saling berhasil
• lakukan hingga aliran baik
• tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong
• apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti sudah tidak ada lagi yang
dikeluarkan.
3. apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit dan berikan jeda waktu 1 menit di
antara setiap kegiatan
• tekan gland penis
• pukul perut di atas ligamen inguinalis
• tekan paha bagian dalam
4. catat jumlah asupan dan pengeluaran
5. jadwalkan program kateterisasi pada saat tertentu

Inkontinensia Fungsional
1. tingkatkan faktor yang berperan dalam kontinen, sepperti :
a. Pertahakan hidrasi optimal dengan cara
b. Pertahankan nutrisi yang adekuat
c. Tingkatka intergritas diri dan berikan motivasi kemampuan mengontrol kandung kemih,
dengan cara menghindari penggunaan bedpan (pispot).
d. Tingkatkan integritas kulit dengan cara
e. Tingkatkan higiene perseorangan denga cara
2. jelaskan cara mengenali perubahan urine yang abnormal seperti adanya peningkatan mukosa, darah
dalam urine dan perubahan warna
3. ajarkan cara memantau adanya tanda dan ISK, seperti peningkatan suhu, perubahan keadaan urine,
nyeri supra pubis bagian atas, nyeri saat berkemih, mual, muntah

E. Pelaksanaan (tindakan Keperawatan)


Pengumpulan Urine untuk bahan pemeriksaan

Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan
sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut atara lain : pegambilan urine biasa,
pegambila urine steril dan pengumpulan selama 24 jam.
1. pengambilan urine biasa merupaka pengambilan urine dengan cara mengeluarkan urine seperti
biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya untuk memeriksa gula atau kehamilan.
2. pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan cara dengan menggunakan alat
steril, dilakukan dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan keteterisasi atau pungsi supra
pubis. Pengambilan urine steril bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal atau saluran
kemih lainnya.
3. pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam 24 jam,
bertujuan untuk mengeetahui jumlah urine selama 24 jam dan mnegukur berat jenis urine, asupan
dan pengeluaran serta mengetahui fungsi ginjal.

Alat
1. botol penampung beserta penutup
2. etiket khusus
Prosedur Kerja
1. mencuci tangan
2. jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. bagi pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri, bantu untuk BAK, keluarkan urine setelah itu
tampung dengan meggunakan botol
4. bagi pasien yang mampu BAK sendiri, anjurka pasien untuk BAK dan anjurkan untuk menampung
urine ke dalam botol.
5. catat nama dan tanggal pengambilan pemeriksaan
6. cuci tangan

Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal

Menolong BAK dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan membantu
pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan menggunakan alat penampung dengan
tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan urine (warna dan jumlah)
Alat dan bahan :
1. urinal
2. pengalas
3. tisu

Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. jelaskan prosedur pada pasine
3. pasang alas urinal di baah glutea
4. lepas pakaian bawah pasien
5. pasang urinal dibawah glutea/pinggul atau diantara kedua paha
6. anjurkan pasien untuk berkemih
7. setelah selesai, rapikan alat
8. cuci tangan dan catat warna serta jumlah produksi urine

Melakukan kateterisasi
Indikasi :
Tipe Intermitten
o tidak mampu berkemih 8 – 12 jam setelah operasi
o retensi akut setelah trauma uretra
o tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesik
o cedera pada tulang belakang
o degenerasi neuromuskular secara progresif
o pengeluaran urine residual
Tipe Indwelling
o obstruksi aliran urine
o pasca operasi saluran uretra dan struktur disekitarnya
o obstruksi uretra
o inkontinensia dan disorientasi berat

Alat dan bahan


1. sarung tangan steril
2. kateter steril (sesuai denga ukurannya dan jenis)
3. Duk steril
4. minyak pelumas/ gel
5. larutan pembersih antiseptik
6. spuit yang berisi cairan
7. perlak dan alasnya
8. pinset anatomi
9. bengkok
10. urinal bag
11. sampiran

Prosedur Kerja
U/ pasien priaØ
1. cuci tangan
2. jelaskan prosedur
3. atur ruangaan/ pasang sampiran
4. pasang perlak/alas
5. gunakan sarung steril
6. pasang duk steril
7. pegang penis dengan tangan sebelah kiri, lalu preputium ditarik sedikt ke pangkalnya dan
bersihkan dengan kapas savlon
8. beri gel pada ujung kateter, lalu masukkan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas
9. jika tertahan, jangan dipaksa
10. setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquades
11. sambung kateter dengan urobag dan fiksasi ke arah paha
12. rapikan alat
13. cuci tangan
U/ pasien wanitaØ
1. cuci tangan
2. jelaskan prosedur
3. atur ruangan
4. pasang perlak/alas
5. gunakan sarung tangan steril
6. pasang duk steril
7. versihka vulva kapas savlon dari atas ke bawah
8. buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri lalu bersihkan bagian dalam
9. beri gel pada ujunng kateter lalu masukkan pelan-pelan sambil anjurkan tarik napas, hingga urine
keluar
10. setelah selesai, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya menggunaka spoit
11. sambung kateter denga urine bag dan fiksasi ke arah samping
12. rapikan alat
13. cuci tangan

Menggunakan kondom kateter


Menggunakan kondom kateter merupakan tindakan keperawata dengan cara memeberikan kondom
kateter pada pasine yang tidak mampu mengontrol berkemih. Cara ini bertujuan agar pasine dapat berkemih
dan mempertahankannya.
Alat dan bahan
1. sarung tangan
2. air sabun
3. pengalas
4. kondom kateter
5. Urinal bag
6. Sampiran

Prosedur kerja
1. cuci tangan
2. jelaskan prosedur pada klien
3. atur ruangan/pasang sampiran
4. pasang perlak/alas
5. gunakan sarung tangan
6. atur posisi klien dengan terlentang
7. bersihkan area genitalia dengan sabun dan bilas dengan air hangat bersih kemudian keringkan.
8. lakukan pemasangan kondom dengan menyisakan 2,5 – 5 cm ruang antara glans penis dengan
ujung kondom
9. letakkan batang penis dengan perekat elastis, tapi jangan terlalu ketat
10. hubungkan ujung kondom kateter dengan saluran urobag
11. rapikan alat
12. cuci tangan

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperaWatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam :
1. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan asupan cairan
dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih atau
kateter.
2. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurannya distensi, volume urine residu,
dan lancarnya kepatenan drainase
3. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak ditemukan
adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
4. Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi an
kulit di sekitar uterostomi kering.
5. Memnerikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan adanya
distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
6. Melakukan bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi inkontinensia dan
mampu berkemih di saat ingin berkemih.
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER

1. Definisi
• Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan
• Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silikon
• Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk menampung air seni yang be
rubah-ubah jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal
• Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra ke dalam
kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine.

2. Tujuan
• Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
• Untuk pengumpulan spesimen urine
• Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
• Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan

3. Prosedur
A. Alat
a. Tromol steril berisi
b. Gass steril
c. Deppers steril
d. Handscoen
e. Cucing
f. Neirbecken
g. Pinset anatomis
h. Doek
i. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
j. Tempat spesimen urine jika diperlukan
k. Urinebag
l. Perlak dan pengalasnya
m. Disposable spuit
n. Selimut

B. Obat
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %

C. Petugas
a. Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas mutlak dibutuhkan dalam
rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial
b. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud
c. Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan penderita, melakukan tindakan harus
sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati
d. Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan tujuan
tindakan
D. Penderita
Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan dilakukan
penderita atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent
E. Penatalaksanaan
1. Menyiapkan penderita : untuk penderita laki-laki dengan posisi terlentang sedang wanita
dengan posisi dorsal recumbent atau posisi Sim
2. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi yang baik
3. Siapkan deppers dan cucing , tuangkan bethadine secukupnya
4. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada genetalia penderita
5. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan bethadine
6. Melakukan desinfeksi sebagai berikut :

Pada penderita laki-laki : Penis dipegang dan diarahkan ke atas atau hampir tegak lurus dengan
tubuh untuk meluruskan urethra yang panjang dan berkelok agar kateter mudah dimasukkan.
desinfeksi dimulai dari meatus termasuk glans penis dan memutar sampai pangkal, diulang sekali
lagi dan dilanjutkan dengan alkohol. Pada saat melaksanakan tangan kiri memegang penis
sedang tangan kanan memegang pinset dan dipertahankan tetap steril.

Pada penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora, desinfeksi dimulai dari atas
(clitoris), meatus lalu kearah bawah menuju rektum. Hal ini diulang 3 kali . deppers terakhir
ditinggalkan diantara labia minora dekat clitoris untuk mempertahankan penampakan meatus
urethra.
7. Lumuri kateter dengan jelly dari ujung merata sampai sepanjang 10 cm untuk penderita laki-
laki dan 4 cm untuk penderita wanita. Khusus pada penderita laki-laki gunakan jelly dalam
jumlah yang agak banyak agar kateter mudah masuk karena urethra berbelit-belit
8. Masukkan katether ke dalam meatus, bersamaan dengan itu penderita diminta untuk menarik
nafas dalam.

Untuk penderita laki-laki : Tangan kiri memegang penis dengan posisi tegak lurus tubuh
penderita sambil membuka orificium urethra externa, tangan kanan memegang kateter dan
memasukkannya secara pelan-pelan dan hati-hati bersamaan penderita menarik nafas dalam.
Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba
lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan. Menaruh neirbecken di bawah pangkal
kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 5 – 7,5 cm dan
selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.

Untuk penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora sedang tangan kanan
memasukkan kateter pelan-pelan dengan disertai penderita menarik nafas dalam . kaji
kelancaran pemasukan kateter, jik ada hambatan kateterisasi dihentikan. Menaruh
nierbecken di bawah pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine
keluar sedalam 18 – 23 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.
9. Mengambil spesimen urine kalau perlu
10. Mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril sesuai volume yang tertera pada label
spesifikasi kateter yang dipakai
11. Memfiksasi kateter :
Pada penderita laki-laki kateter difiksasi dengan plester pada abdomen
Pada penderita wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha
12. Menempatkan urinebag ditempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih
13. Melaporkan pelaksanaan dan hasil tertulis pada status penderita yang meliputi :
• Hari tanggal dan jam pemasangan kateter
• Tipe dan ukuran kateter yang digunakan
• Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-kelainan lain yang ditemukan
• Nama terang dan tanda tangan

Anda mungkin juga menyukai