Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

ANALISIS KASUS

Tn. S, laki-laki, 75 tahun, datang ke poliklinik jiwa RS Ernaldi Bahar


dengan keluhan utama sakit kepala dan batuk. Pasien ditemani oleh istrinya Ny.
M, wanita, 63 tahun yang membawa pasien berobat karena pasien selalu
mengeluh sakit kepala walaupun sudah diobati. Wawancara dan observasi
dilakukan pada Jumat, 15 Mei 2015 pukul 10.00 WIB di Klinik Jiwa Rumah Sakit
Ernaldi Bahar, Palembang. Pemeriksaan dan pasien berhadapan dengan posisi
pasien duduk di kursi. Pasien memakai baju kaos putih dan celana panjang warna
biru. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Palembang.
± 3 tahun yang lalu, os mengeluh sering sakit kepala dan batuk. Os selalu
meminta untuk berobat ke dokter. Setelah diperiksa ke dokter, hasil pemeriksaan
lab, rontgen, dan rekam jantung menunjukkan tidak ada masalah pada tubuh os.
Os selalu berpikir bahwa penyakitnya akan timbul pada waktu-waktu khusus. Os
sering lupa bahwa ia telah meminum obat sehingga os sering minum obat
berulang kali dan meminta disuntik setiap ada keluhan. Os telah beberapa kali
diopname di rumah sakit tetapi dokter selalu menyatakan bahwa os tidak memiliki
penyakit setelah diperiksa dan dirawat. Os makan dan minum seperti biasa. Nafsu
makan os baik. Os mandi, BAB dan BAK seperti biasa. Os sudah lama tidak
bekerja karena faktor usia os yang sudah tua.
Dari riwayat premorbid tidak ditemukan adanya perubahan perilaku, os
masih bersosialisasi. Dari autoanamnesis diperoleh yakni kesadaran os kompos
mentis, perhatian os baik, ekspresi fasial echt, verbalisasi jelas, dan kontak mata
ada, daya ingat baik, orientasi tempat, waktu, dan orang baik, diskriminatif insight
baik, tidak ada rasa dendam, dan perhatian yang adekuat.
Pada status internus dan status neurologikus semua dalam batas normal.
Pada status psikiatrikus pada keadaan umum didapatkan kesadaran
kompos mentis, perhatian adekuat, sikap kooperatif, inisiatif ada, tingkah laku
motorik normoaktif, ekspresi fasial wajar, verbalisasi jelas, cara bicara lancar, ada

41
42

kontak fisik, mata, dan verbal. Pada keadaan khusus ditemukan afek hipotimik,
hidup emosi labil, pengendalian terkendali, adekuat, echt, skala diferensiasi
normal, einfuhlung bisa dirabarasakan, arus emosi normal. Keadaan dan fungsi
intelek semua dalam batas normal. Tidak ditemukan kelainan sensasi dan
persepsi. Keadaan proses berpikir dalam batas normal. Pada isi pikiran didapatkan
kelainan berupa hipokondria, pada pemilikan pikiran obsesi (+), bentuk pikira
dalam batas normal, keadaan dorongan instinktual dan perbuatan kompulsi (+).
RTA tidak terganggu.
Berdasarkan uraian di atas pasien didiagnosis multiaksial dengan Axis I:
gangguan hipokondrik. Hal ini didasarkan atas keluhan pasien yang selalu
mengeluhkan sakit kepala dan batuk meski telah diobati. Keluhan pasien
mengarah ke dua organ yaitu kepala dan paru-paru. Hal ini tidak sesuai dengan
karakteristik pasien dengan gangguan hipokondrik, yaitu adanya keluhan-keluhan
yang mengarah ke satu organ.
Berdasarkan teori menurut Maslim, tanda yang paling penting pada
gangguan hipokondrik adalah adanya keyakinan yang bersifat menetap kurang
lebih selama 6 bulan terhadap sekurangkurangnya satu penyakit fisik yang serius.
Pada kasus ini, pasien telah mengeluhkan sakitnya sejak 3 tahun yang lalu Pasien
bahkan sudah dilakukan pemeriksaan fisik dan hasilnya dalam batas normal, tidak
terdapat kelainan namun pasien masih berkeyakinan bahwa penyakitnya masih
akan timbul pada waktu-waktu khusus. Hal ini sesuai dengan teori gangguan
hipokondrik.
Selain itu, pada gangguan hipokondrik pasien biasanya sering mendatangi
beberapa tempat pengobatan untuk mengatasi keluhan-keluhannya. Pasien juga
akan sering melakukan berbagai macam pemeriksaan dan melakukannya
berulang-ulang. Apabila hasil pemeriksaan atau hasil temuan dokter tidak sesuai
dengan harapan pasien, pasien akan melakukan pemeriksaan ulang dari satu
tempat ke tempat lainnya hingga pasien tersebut mendapatkan penjelasan yang
dianggap paling tepat. Pada kasus ini pasien sudah berobat ke dokter, dilakukan
pemeriksaan laboratorium, rontgen, dan rekam jantung dan hasilnya menunjukkan
tidak ada masalah pada tubuh pasien. Pasien juga telah beberapa kali diopname di
43

rumah sakit tetapi dokter selalu menyatakan bahwa pasien tidak memiliki
penyakit setelah diperiksa dan dirawat. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan
bahwa pasien sering berkunjung ke berbagai pemeriksaan meski hasil
pemeriksaan pasien tersebut normal. Hal tersebut sesuai dengan teori pada
gangguan hipokondrik.
Berdasarkan wawancara dan paparan tersebut, pasien telah memenuhi
kriteria diagnosis hipokondriasis dari PPDGJ-III yaitu:1,3,4
1. Keyakinan yang menetap akan adanya sekurang-kurangnya satu penyakit
fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun
pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang
memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas
atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham).
2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa
dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang
melandasi keluhan-keluhannya.
Keluhan pasien bahwa ia sering lupa bahwa ia telah meminum obat
sehingga pasien sering minum obat berulang kali dan meminta disuntik. Selain
itu, pasien juga cenderung pada satu jenis obat dan mengatakan bahwa jenis obat
lainnya tidak dapat mengobati penyakitnya. Dari wawancara tersebut,
kecenderungan isi pikiran obsesi sudah ada dan diikuti oleh tindakan kompulsi
namun belum terdapat bukti bahwa gangguan ini merupakan sumber penderitaan,
tidak adanya kesenangan/kepuasan setelah meminum obat, dan lain sebagainya.
Keluhan tersebut timbul berdasarkan pikiran yang semata-mata timbul karena
gangguan hipokondrik tersebut. Oleh karena itu, diagnosis gangguan obsesif
kompulsif belum dapat ditegakkan karena tidak terdapatnya keterangan lain yang
mendukung pedoman diagnosis tersebut. Hal tersebut sekaligus dapat
menyingkirkan gangguan obsesif kompulsif sebagai diagnosis banding.
Pada aksis II, didiagnosis sebagai Z.03.2 Tidak Ada Diagnosis Aksis II.
Hal ini berdasarkan tidak adanya gangguan pada riwayat premorbid dan pasien
dapat bersosialisai dengan baik.
44

Pada aksis III belum ada diagnosis. Berdasarkan Salim, Axis III meliputi
diagnosis-diagnosis klinis pasien yang berkaitan dengan gangguan pada sistem
organ. Pada kasus ini dikatakan belum ada diagnosis karena pasien tidak terbukti
mengalami gangguan sistem organ. Hal ini dilihat dari kebiasaan pasien yang
sering melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang berulang-ulang,
namun secara klinis tidak ditemukan gangguan pada sistem organ. Jadi, dapat
dikatakan bahwa pasien tidak memiliki diagnosis untuk penyakit klinis tertentu.
Aksis IV stresor tidak diketahui. Aksis IV merupakan berbagai keadaan
yang dapat menjadi faktor penyebab seseorang mengalami gangguan kejiwaan.
Keadaan-keadaan tersebut misalnya masalah pada keluarga, lingkungan sosial,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan,
interaksi dengan hukum/kriminal, dan psikososial atau lingkungan lain. Pada
kasus ini, pasien tidak memiliki masalah yang dapat menyebakan pasien
mengalami keadaan tersebut.
Aksis V GAF Scale 70-61. Skala 70-61 menunjukkan keadaan dengan
beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, atau secara
umum masih baik. Pada kasus ini pasien tergolong ke dalam GAF 70-61 karena
berdasarkan teori, gejala pada pasien dapat digolongkan ringan, selain itu gejala
pada pasien sudah berlangsung dan menetap selama 6 bulan. Secara fungsional
pasien digolongkan mengalami disabilitas fungsi dengan derajat ringan karena
secara umum pasien masih mampu melakukan kegiatan seperti makan sendiri,
bekerja, dan berinteraksi sosial setidaknya keluarga. Meski pasien masih sering
merasa cemas akan keluhan penyakitnya, pasien masih mampu menjalankan
aktivitasnya dengan baik.
Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan psikoterapi dan
farmakoterapi Clobazam tab 10 mg : ½ - ½ - 1 tab Pada prinsipnya penanganan
pasien dengan gangguan psikiatri dapat diatasi dengan psikoterapi. Psikoterapi
pada gangguan hipokondrik meliputi pengelolaan rasa cemas dengan dukungan
sosial dan interaksi sosial dari anggota keluarga terdekat yang bertujuan untuk
mengurangi rasa cemas dan dilakukan konseling untuk menjelaskan pada pasien
tentang penyakitnya dan konsul ke Spesialis saraf untuk memastikan penyebab
45

sakit kepalanya. Farmakoterapi dilakukan bila gejala yang dialami pasien


mengarah ke gangguan cemas atau depresi, sehingga prinsip pengobatannya
menggunakan obat-obatan yang ditujukan untuk mengurangi rasa cemas atau
depresi . Pada pengobatan gangguan hipokondrik dapat diberikan obat anti cemas
seperti Clobazam. Clobazam merupakan obat anticemas golongan Benzodiazepine
yang digunakan untuk mengatasi sindrom cemas yang meliputi (1) adanya
perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistis terhadap dua atau lebih hal yang
dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan seseorang tidak mampu istirahat
dengan tenang; (2) terdapat paling sedikit 6 dari gejalagejala yang termasuk
ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, kewaspadaan berlebihan dan
penangkapan berkurang; (3) hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, yang
ditandai dengan penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin. Obat anticemas golongan Benzodiazepine tersebut bekerja dengan
cara bereaksi dengan reseptor Benzodiazepine sehingga dapat meningkatkan
mekanisme penghambatan dari neuron GABA-ergik yang kemudian dapat
mengurangi hiperaktivitas dari sistem limbik sistem saraf pusat. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka obat yang digunakan pada pasien dalam kasus ini
adalah obat anticemas khususnya dari golongan Benzodiazepine. Yang terpenting
adalah dukungan dari keluarga dan orang sekitar yang harus mendapat penjelasan
sehingga mengerti tentang penyakit pasien untuk menciptakan dukungan sosial
dalam lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai