Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dimana beragam suku
dan berbagai budaya ada, itulah sebabnya semboyan negara kita adalah
“Bhinneka Tunggal Ika”, yang berarti “Walaupun berbeda-beda, namun tetap satu
jua”. Berbedanya kebudayaan ini menyebabkan banyaknya mitos yang begitu
dipercaya oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.Kebudayaan adalah
suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara
belajar dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan budaya itu sendiri adalah norma
atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak, dan mengambil keputusan. Budaya
memiliki nilai-nilai tersendiri tergantung dengan budaya yang dianut oleh
seseorang dan dianggapnya benar secara turun temurun atau secara agama yang
bisa diterima dikalangan masyarakat.
Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang mempengaruhi status
kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam masyarakat ada
yang menguntungkan, ada pula yang merugikan. Banyak sekali pengaruh atau
yang menyebabkan berbagai aspek kesehatan di negara kita, bukan hanya karena
pelayanan medik yang tidak memadai atau kurangnya perhatian dari instansi
kesehatan.
Salah satu hal yang mempengaruhi kesehatan di Indonesia, antara lain masih
adanya pengaruh sosial budaya yang turun menurun masih dianut sampai saat ini.
Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran ataupun ilmu
kebidanan atau bahkan memberikan dampak kesehatan yang kurang
menguntungkan bagi ibu dan anaknya. Faktor perilaku yang bersifat budaya
sangat mempengaruhi kesehatan. Tradisi yang ada di masyarakat seperti
pandangan budaya mengenai penanganan kesehatan, kehamilan dan kelahiran,
mengenai kesakitan, kematian di tiap-tiap daerah sesuai kepercayaan dan adat

1
istiadat yang berlaku. Pembahasan lebih lanjut yang akan disampaikan dalam
makalah ini yaitu tentang budaya yang menguntungkan dan merugikan di
berbagai daerah di Indonesia, yaitu sumatera yang dapat mempengaruhi kesehatan
masyarakat di Sumatra.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Gambaran Tentang Sehat – Sakit di Indonesia ?
2. Apa Pengertian Transcultural ?
3. Bagaimana Aspek Psikososial pada Masyarakat Sumatera ?
4. Bagaimana Aspek Budaya pada Masyarakat Sumatera ?
5. Bagaimana Praktik Kesehatan Keluarga pada Masyarakat Sumatera ?
6. Bagaimana Budaya Sakit Batak Toba ?
7. Bagaimana Budaya Penanganan Nutrisi dan Diet di Sumatra ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Gambaran Tentang Sehat – Sakit di Indonesia
2. Untuk mengetahui Pengertian Transcultural
3. Untuk mengetahui Aspek Psikososial pada Masyarakat Sumatera
4. Untuk mengetahui Bagaimana Aspek Budaya pada Masyarakat
Sumatera
5. Untuk mengetahui Praktik Kesehatan Keluarga pada Masyarakat
Sumatera
6. Untuk mengetahui Budaya Sakit Batak Toba ?
7. Untuk mengetahui Budaya Penanganan Nutrisi dan Diet di Sumatra

BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Tentang Sehat – Sakit di Indonesia


Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional
diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat

2
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan
kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya.
Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-
kadang bias dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal
karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya
terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian
yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli
filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit
ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses
yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi
dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio-budaya.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan. Definisi sakit:
seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila
ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultan
dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan
manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being, merupakan dari empat faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological balance.

3
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya.

4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif,


promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor
yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social,perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di
kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi
impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal
yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang
pengetahuan ini dalam tradisi klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model
keseimbangan (equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-
unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang
seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda
dosha, yin dan yang. Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan baru
berdasarkan paradigma sehat.
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan
yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai
masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral,
dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan
perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan
penduduk yang sakit. Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama
terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan
dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun
tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut

4
menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada
mengobati penyakit. Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang
mempunyai konotasi biomedik dan sosio-kultural.
Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness
sedangkan dalam bahasa Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat
dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut.
Dengan disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses
biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, dengan illness dimaksud reaksi
personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman.
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu:
Naturalistik dan Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang
menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan),
kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas
dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut
pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni
suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-
kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang
normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan,
bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep
Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi
suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau
roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai
budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah
dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting)
dan kaddala massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung
bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah
masyarakat tersebut.

5
B. Pengertian Transcultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture,
Trans berarti alur perpindahan , jalan lintas atau penghubung. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui. Cultur
berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
1. Kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan.
2. Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi
suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural
berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan.
3. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.
Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of
Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah
tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni
merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi perawatan, praktik
klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini ingin memberikan
penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam
perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh karenanya , tindakan
perawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang
nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat
menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan
yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia
terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama
merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi
pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan
mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing
approach ).
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan
sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang
bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku

6
bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba,Batak Karo, Batak
Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam.
Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut
kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah
penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang. Orang Batak adalah
penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan.

C. ASPEK PSIKOSOSIAL
1. Perbedaan kelas social
Stratifikasi social orang Batak di dalam kehidupan sehari-hari mungkin tidak
terlihat jelas. Strafikasi social orang Batak dibedakan berdasarkan tiga prinsip
berikut.
a. Perbedaan usia
b. Perbedaan pangkat dan jabatan
c. Perbedaan sifat keaslian
Pelapisan social berdasarkan perbedaan usia terlihat dalam hubungan adat
yang ada dalam masyarakat. Dalam hubungan masalah-masalah adat, hanya
orang-orang tua yang ikut serta, sedangkan orang-orang muda tidak ikut campur.
Bahkan, dalam masalah warisan, anak-anak akan diwakilkan oleh orangtuanya.
Setelah anak tersebut dewasa, hak tersebut baru dikembalikan kepadanya. Dalam
persoalan pekerjaan adat, tetapi anak-anak tidak mempunyai pekerjaan apa pun.
System pelapisan social berdasarkan pangkat dan jabatan terlihat dalam
kehidupan sehari-hari. Dahulu keturunan bangsawan selalu diutamakan
kedudukan dan peranannya dalam masyarakat. Mereka diutamkan dalam adat,
pembagian daging atau “jambar”, dan tempat duduknya di tengah-tengah
pertemuan apa pun. Pada dasarnya, orang-orang bangsawanlah yang menentukan
segala persoalan kemasyarakatan dalam adat. Tingkatan kedudukan yang teratas
ini pada masyarakat Simalungun disebut “partongah” atau “puang”. Pada
masyarakat Mandailing, juga terdapat lapisan masyarakat, seperi “namora” dan
bangsawan. Namora-namora dan orang-orang bangsawanlah yang memegang
peranan dalam soal-soal adat dan hokum.

7
Pada masyarakat Nias juga terdapat lapisan masyarakat yang terdiri atas
beberapa lapisan yang disebut kasta. Kaum bangsawan merupakan lapisan
masyarakat yang paling atas dan budak adalah lapisan paling bawah. Pergaulan
dibatasi hanya dalam satu golongan. Pergaulan dengan golongan lain seperti
golongan atas ke golongan bawah dianggap hina. Sebaliknya, bila seseoaranf dari
tingkatan yang lebih rendah menaikkan tingkatnya, ia harus mengadakan upacara
adat. Pada masyarakat Melayu, juga ada pembagian lapisan masyarakat. Lapisan
bangsawan adalah kelas paling atas, termasuk didalamnya Sultan dan Tengku.
Kaum bangsawan ini menguasai seluruh daerah Sumatera Timur pada masa
penjajahan Belanda.
Sesudah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, perbedaan-perbedaan golongan
di daerah Sumatera Utara sudah dihapuskan. Perbedaan tersebut sebenarnya
adalah ciptaan penjajah Belanda untuk menjalankan polotik devide et impera di
Indonesia. Akan tetapi, dengan jiwa dan semangat juanga angkatan 45, perbedaan
golongan dalan masyarakat dihapus karena tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia yang berjiwa kekeluargaan.
Pembagian lapisan lain yang membatasi golongan-golongan
dalammasyarakat, antara lain petani, pedagang, pegawai, dan buruh. Dalam ruang
social modern sekarang ini, mobilitas social merupakan arus yang bebas.
Pada masyarakat Batak, orang yang mula-mula mendirikan sebuah kampong
dinamakan “marga tanah” dan orang yang dating kemudian dinamakan “marga
parripe”. Umumnya, “marga parripe” adalah marga-marga lain dari “marga tanah”
sering marga parripe ini adalah kemenakan darai “marga tanah” itu sendiri.
Dahulu , “marga tanah” lebih tinggi kedudukannya ditengah-tengah
masyarakat. Tidak hanya memegang pimpinan dalam bidang pemerintahan, tetepi
juga adat dan kepercayaan. Marga pendatang harus tunduk marga tanah.
Walaupun menurut peraturantidak ada lagi perbedaan kedudukan setiap warga
Negara, dalam praktek sehari-hari masih sering terlihat adanya sisa-sisa pengaruh
lama. “marga tanah” selalu di utamakan dalam masyarakat. Umumnya, marga
tanah masih mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi menduduki posisi
dalam masyarakat. Terlebih lagi dalam masyarakat dalam pedesaan, masih terasa
pengaruh tersebut. Kuat lemahnya pengaruh lama tersebut tergantung pada

8
dinamika dan cara berfikir masyarakat setempat. Makin cepat dinamika suatu
masyarakat semakin cepat penghapusan perbedaan tersebut
2. Bentuk-bentuk keluarga batak dan system ikatan kekerabatan
Pengertian “keluarga” yang lebih luas adalah kerabat yang terdiri dari
beberapa gezin. Keluarga Batak terdiri dari Karo, Simalungun, Fakfak (Dairi),
Tapanuli Selatan (Natal) Tapanuli Tengah (Sibolga). Pada umumnya, dalam
keluarga Batak tersebut sekurang-kurangnya ada tiga unsure yang terjalin dalam
“Dalihan Na Tolu” atau Tri Tengku. Dalam sikap sehari-hari Dalihan Na Tolu
diatur sedemikian rupa sebagai berikut.
Mardongan Tubu. Artinya, kita harus bersikap hati-hati kepada dongan tubu
agar tidak menyinggung perasaannya. Kita minta penjelasan dan pendapat dalam
segala sesuatu. Jangan pernah kita memperlakukan seolah-olah dongan tubu itu
tidak penting karena semua suka duka menjadi tanggung jawab dari dongan
sabutuha (saudara satu ayah satu ibu)
Somba Maehula-hula. Artinya, kita harus merendah diri pada hula-hula dan
selalu menghormati dengan setinggi-tingginya karena semua rejeki, hamoroan
dan hangabeon ada karena restu dari hula-hula. Siapa pun yang tidak hormat
kepada hula-hula akan mendapat celaka. Kita harus mem berikan segala
permintaan hula-hula agar tidak terkutuk.
Elek Marboru. Artinya, kita harus bersikap membujuk, membimbing, dan
memaafkan kepada boru. Barulah yang diharapkan dapat membantu segala
pekerjaan kita, baik berupa tenaga atau materi. Jadi, kalau boru bersalah, kita
tidak boleh terlalu marah agar ia tidak menjauh. Bila perlu, boru di bujuk dengan
membawa makanan (dengke=ikan) agar jangan marah lagi.
Pada masyarakat batak masih terdapat beberapa rumah tangga dalam satu
rumah besar \, misalnya “rumah bolon” (Simalungun, Toba) seperti di Tanah
Karo. Di kampong Lingga masih masih terdapat rumah tangga tinggal dalam satu
rumah besar yang merupakan keluarga luas virilokal.
Rumah tangga virilokal di masyarakat Batak bermakna ganda, yaitu pertama
virilokal di masyarakat batak arti tinggal dalam “rumah bolon” bersama
orangtuanya setelah menikah dan kedua adalah virilokal tertentu untuk anak yang
bungsu. Menurut hokum kebapaan pada adat Simalungun, anak laki-laki yang

9
bungsu telah ditentukan mewarisi rumah orangtua.oleh karena itu, setelah
menikah, ia tinggal bersama orangtuanya. Bila orang tuanya meninggal dunia,
dengan sendirinya rumah yang ditempatinya itu diwariskan kepadanya.
Selama hidup bersama ibu dan bapak atau mertua, pasangan suami istri di
berikan berbagai bimbingan, nasihat, contoh-contoh baik dan lain-lain. Setelah
sekian lama hidup dengan orangtua dan merasa rumah tangga baru tersebut sudah
mampu berdiri sendiri, barulah mereka dimerdekakan (ipajae). Dalam rangka
“pajaehon” atau memerdekakan rumah tangga baru tersebut, mereka dibekali
dengan berbagai alat-alat rumah tangga, antara lain satu periuk, satu kuali, dua
piring, dua mangkok,satu pisau, satu cangkul, satu tumba beras, dan satu kaleng
padi. Pemberian alat-alat ini hanya berupa simbolik menurut adat.
Hubungan dengan orangtua atau mertua sudah berbeda dengan sebelumnya.
Bila sebelumnya mereka bebas mengambil apa saja yang mereka sukai di rumah
orangtuanya, setelah dimerdekakan mereka dapat memperolehnya dengan cara
meminta, meminjam, dan membelinya bila perlu.
Kedudukan rumah tangga baru ini sepenuhnya memiliki peran sendiri dalam
hubungan adat ditengah-tengah kerabatnya. Kedudukan dalam adat ditentukan
oleh kelompok kerabat yang di sebut “Dalihan Na Tolu”.
Kedudukan suami sebagai kepala rumah tanggal adalah yang tertinggi, tetapi
dalam mengambil keputusan harus dimusyawarahkan bersama istri yang disebut
“Riah Tongah Jabu”
3. Nilai-nilai dan Startegi Koping
System kepercayaan kuno di daerah Batak Toba dan Karo yang masih dianut
oleh sebagian penduduk sampai sekarang berpangkal darikepercayaan tentang
adanya pencipta dan ciptaannya. Pembagian alam atas tiga bagian dunia tentang
roh, dan makhluk-makhluk halus lainnya, ramalan, korban, dan kepercayaan
tersebut dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Dunia dewa-dewa pencipta ((kosmologi dan kosmogoni),
b. Konsepsi tentang roh, dan
c. Kepercayaan tentang hantu, begu, atau jin.
Menurut kepercayaan animisme Batak, dunia terbagi atas tiga bagian yakni
dunia atau ‘benua” (benua toru, benua tonga, dan benua ginjang) atau ‘benua

10
bawah, benua tengah, benua atas’. Benua atas memiliki tujuh lapisan dan disinilah
rumah dewa-dewa serta keluarga bengu dan jin. Ketiga pembagian ini sebenarnya
tidak mutlak karena di benua tengah juga begu. Tuhan yang tertinggi bagi suku
Batak adalah “Mula Jadi Na Balon”, yakni pemula dari segalanya atau diolah
menjadi pemula sendiri. Akan tetapi, setelah Belanda dating di daerah Toba,
mayoritas masyarakat Batak beragama Kristen dan sebagian beragama islam
meskipun sampai sekarang masih ada yang menganut kepercayaan nenek
moyangnya.
Pada masyarakat Batak yang patrilineal, anak perempuan tidak berhak
menjadi ahli waris. Sebagai imbalan, anak perempuan wajib disekolahkan, diberi
uang belanja, dan dikawinkan oleh orangtuanya apabila telah ditemu jodohnya.
Perempuan tidak berhak mewarisi, tetapi sebaliknya, mempunyai hak untuk
dirawat, disekolahkan, dan dikawinkan. Hal ini merupakan system yang
bersesuaian. Bila yang satu diubah, yang lainnya harus diubah pula. Sebagai
contoh, bila si perempuan berhak mewarisi, kewajiban membelanjai harus
ditiadakan.
Kebelakangan ini ada kecenderungan untuk memberi sesuatu kepada anak
perempuan seperti dalam istilah Batak “Pauseang”. Hal tersebut tidak ditafsirkan
sebagai warisan. Pemberian ini dianggap sebagai tanda kasih sayang, bukan
warisan. Nilai-nilai dan strategi koping yang digunakan oleh masyarakat Batak
adalah sebagai berikut.
a. Menghormati yang lebih tua
b. Memecahkan masalah dengan musyawarah
c. Suami sebagai kepala rumah tangga, tetapi dalam mengambil
keputusan harus mendiskusikan terlebih dahulu dengan istri dan anaknya.

D. ASPEK BUDAYA
1. Nilai Budaya
a. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan
adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya,
orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk

11
kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok
yang memberikan gadis disebut Boru.
b. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak,
dan yang baik-baik.
c. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual
dan meterial.
d. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan
keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
e. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di
emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
f. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
Aspek kehidupan orang batak dikelompokkan dalam Sembilan nilai budaya sebagai
berikut.
a. Kekerabatan mencakup hubungan suku dan kasih sayang berdasarkan
hubungan darang dan kerukunan.
b. Religi mencakup kehidupan keagamaan, baik agama warisan nenek moyang
maupun agama yang dating dari luar, yang mengatur hubungan dengan Maha
Pencipta serta hubungan antara manusia dan lingkingan.
c. Hagabean mencakup lengkapnya putra-putri, banyaknya jumlah keturunan,
dan panjangnya umur.
d. Kehormatan mencakup kemuliaan, wibawa, dan karisma.
e. Kemajuan diraih dengan jalan merantau dan menuntut ilmu.
f. Norma dan hokum.
g. Kekayaan lahir batin.
h. Pengayoman.
i. Konflik menyangkut perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan
keseimbangan aspek di atas.
2. Unsur Budaya
a. Bahasa
Rumpun bahasa Batak adalah sekelompok bahasa yang dituturkan di Sumatera
Utara. Kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok yang dijuluki Northwest

12
Sumatra-Barrier Islands dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia. Bahasa Batak
mempunyai aksara bernama Surat Batak
b. Pengetahuan
Arti “ sakit “ bagi orang Batak adalah keadaan dimana seseorang hanya
berbaring , dan penyembuhannya melalui cara – cara tradisional , atau ada juga
yang membawa orang yang sakit tersebut kepada dukun atau “ orang pintar “.
Dalam kehidupan sehari – hari orang batak , segala sesuatunya termasuk
mengenai pengobatan jaman dahulu , untuk mengetahui bagaimana cara
mendekatkan diri pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh dari mara
bahaya.
Bagi orang batak , di samping penyakit alamiah , ada juga beberapa tipe spesifik
penyakit supernatural , yaitu :
1) Jika mata seseorang bengkak ,orang tersebut diyakini telah melakukan
perbuatan yang tidak baik ( mis : mengintip ) . Cara mengatasinya agar matanya
tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih
2) Nama tidak cocok dengan dirinya ( keberatan nama ) sehingga membuat
orang tersebut sakit.
Cara mengobatinya dengan mengganti nama tersebut dengan nama yang lain ,
yang lebih cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama keluarga.
3) Ada juga orang batak sakit karena tarhirim
Mis : seorang bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji
tersebut tidak ditepati. Karena janji tersebut tidak ditepati , si anak bisa menjadi
sakit.
4) Jika ada orang batak menderita penyakit kusta , maka orang tersebut dianggap
telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam pergaulan
masyarakat.
Di samping itu , dalam budaya batak dikenal adanya “kitab pengobatan” yang
isinya diantaranya adalah , Mulajadi Namolon Tuhan Yang Maha Esa bersabda : “
Segala sesuatu yang tumbuh di atas bumi dan di dalam air sudah ada gunanya
masing – masing di dalam kehidupan sehari – hari , sebab tidak semua manusia
yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya , maka gunakan tumbuhan ini
untuk kehidupan”
c. Teknologi

13
Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada , mulai sejak
dalam kandungan sampai melahirkan.
1) Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan
a) Perawatan dalam kandungan : menggunakan salusu yaitu satu butir
telur ayam kampung yang terlebih dahulu di doakan
b) Perawatan setelah melahirkan : menggunakan kemiri , jeruk purut dan
daun sirih
c) Perawatan bayi : biasanya menggunakan kemiri , biji lada putih dan
iris jorango
d) Perawatan dugu – dugu : sebuah makanan ciri khas Batak saat
melahirkan yang diresap dari bangun – bangun , daging ayam , kemiri dan
kelapa.
2) Dappol Siburuk (obat urut dan tulang)
Asal mula manusia menurut orang batak adalah dari ayam dan burung. Obat
dappol si buruk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana langsung di
praktikkan dengan penelitian alami dan hamper seluruh keturunan Siraja Batak
menggunakan obat ini dalam kehidupan sehari – hari.
3) Untuk mengobati sakit mata.
Menurut orang batak , mata adalah satu panca indra sekaligus penentu dalam
kehidupan manusia , dan menurut legenda pada mata manusia berdiam Roh Raja
Simosimin , Berdasarkan pesan dari si raja batak , untuk mengeluarkan penyakit
dari mata , maukkanlah biji sirintak ke dalam mata yang sakit . Setelah itu
tutuplah mata dan tunggulah beberapa saat , karena biji sirintak akan menarik
seluruh penyakit yang ada di dalam mata . Gunakan waktu 1x 19 hari , supaya
mata tetap sehat. Sirintak adalah tumbuhan Batak yang dalam bahasa Indonesia
berarti mencabut ( mengeluarkan ) , nama ramuannya dengan sdama tujuannnya.
4) Mengobati penyakit kulit yang sampai membusuk
Berdasarkan pesan siraja batak untuk mengobati orang yang berpenyakit kulit
supaya menggunakan tawar mulajadi ( sesuatu yang berasal dari asap dapur ).
Rumpak 7 macam dan diseduh dengan air hangat..
d. Oganisasi Sosial
1) Perkawinan
Perkawinan orang batak adalah eksogami marga, yaitu mengambil si gadis dari
luar marga. Menikah dengan orang semarga dilarang, tetapi menikah denga anak
perempuan saudara laki-laki ibu, marboru tondong/tulang(Simalungun), marboru

14
tulang(batak Toba), anak beru(Karo) justru dianjurkan, atau dianggap perkawinan
yang ideal. Perkawinan menurut patrilineal-eksogen menimbulkan beberapa
ketentuan dan akibat sebagai berikut.
a) Harus ada sedikitnya tiga marga/klan
b) Timbul perbedaan status atau kedudukan pihak pemberi gadis,
tondong(Simalungun), hula-hula(Toba), Kalibubu(Karo), Mora(Tapanuli Selatan),
dengan penerima gadis, anak boru(simalungun), anak boru(Toba), anak
beru(Karo),dan anak Boru(Tapanuli Selatan)
2) Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang
disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh
keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh
yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh
simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat
patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang
anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka
dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan
dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat
prinsip yaitu :
a) perbedaan tigkat umur,
b) perbedaan pangkat dan jabatan,
c) perbedaan sifat keaslian dan,
d) status kawin.
e. Mata Pencarian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang.
Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat
tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang
dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak
antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek.
Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor
kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu,
temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
f. Religi

15
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan.
Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara.
Walaupun demikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang
masih mempertahankan konsep asli religi penduduk batak.
Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan
oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan
mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula
Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan
Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus.
g. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat
hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari
suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara
perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan,
menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai
dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang.
h. Hukum
Patik dohot uhum, aturan dan hukum. Nilai patik dohot dan uhum merupakan
nilai yang kuat di sosialisasikan oleh orang Batak. Budaya menegakkan
kebenaran, berkecimpung dalam dunia hukum merupakan dunia orang Batak.
Nilai ini mungkin lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam
perjalanan hidup orang Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam
berbicara dan berjuang memperjuangkan hak-hak asasi. Ini tampil dalam
permukaan kehidupan hukum di Indonesia yang mencatat nama orang Batak
dalam daftar pendekar-pendekar hukum, baik sebagai Jaksa, Pembela maupun
Hakim.
i. Konflik
Dalam kehidupan orang Batak Toba kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan
yang ada pada Angkola-Mandailing. Ini dapat dipahami dari perbedaan mentalitas
kedua sub suku Batak ini. Sumber konflik terutama ialah kehidupan kekerabatan
dalam kehidupan Angkola-Mandailing. Sedang pada orang Toba lebih luas lagi
karena menyangkut perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya. Antara lain

16
Hamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber konflik yang abadi bagi orang
Toba.
j. Makanan
Keluarga Batak memiliki beragam jenis makanan khas yang dihidangkan pada
waktu-waktu tertentu. Masyarakat Batak selalu berusaha untuk makan bersama.
Apabila masih ada anggota keluarga yang belum dating, mereka bersama. Apabila
masih ada anggota keluarga yang belum dating, mereka akan menunggu untuk
makan bersama. Sebelum mengadakan suatu perkumpulan, mereka harus
menyiapkan sesaji berupa indahan(nasi), pirai ni minuk(telur ayam kampong),
sitompion(sagu), lampet(tepung beras, kelapa,dan gula dibungkus daun pisang
lalu direbus), gambiri(kemiri), ansimun(mentimun), itak gur-gur(tepung
beras,kelapa,gula dikepel tanpa direbus), parbue(beras),pisang dan aek sitio-
tio(air putih). Sesaji ini diletakkan dalam mombang(sejenis tampah yang terbuat
dari pelepah dan daun enau atau kelapa), kemudian diberi asap bakaran kemenyan
untuk mengiringi tonggo.
Ada salah satu budaya yang tidak bisa lepas dari suku batak yaitu mengkonsumsi
ikan asin. Mayoritas orang Batak sangat suka makan ikan asin. Terutama yang
tinggal di Bonapasogit, semboyannya adalah : tiada hari tanpa ikan asin. Ikan asin
sudah berjasa besar mengentaskan jutaan orang Batak dari kemiskinan; mencetak
sejumlah jenderal, menteri, pejabat tinggi, pengusaha besar, dan menghasilkan
sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan budaya pop, ikon masyarakat Batak modern
adalah gulamo ataugambas (ikan asin); terutama jenis kapala batu atau hase-
hase.
Mayoritas orang Batak sangat suka makan ikan asin. Terutama yang tinggal di
Bonapasogit, semboyannya adalah : tiada hari tanpa ikan asin. Ikan asin sudah
berjasa besar mengentaskan jutaan orang Batak dari kemiskinan; mencetak
sejumlah jenderal, menteri, pejabat tinggi, pengusaha besar, dan menghasilkan
sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan budaya pop, ikon masyarakat Batak modern
adalah gulamo ataugambas (ikan asin); terutama jenis kapala batu atau hase-
hase. Namun di balik jasa besarnya itu, ternyata ikan asin merupakan faktor
kedua yang membuat orang Batak rentan terhadap kanker hidung.

17
Penyakit yang dapat ditimbulkan dari budaya suku batak yang mengkonsumsi
ikan asin adalah Kanker nasofaring ( KNF ). Hal ini disebabkan karena, secara
genetis orang Batak punya keunikan atau kelebihan dibanding etnis lain. Orang
Batak memiliki gen HLADRB 108, yang tidak dipunyai oleh orang Jawa,
Melayu, Minang dan suku-suku lain. Hanya orang-orang di Cina Selatan yang
punya kesamaan dengan orang Batak dalam perkara genetis ini. Dan lantaran
memiliki gen yang namanya sulit diucapkan itu, orang Batak sangat disukai oleh
Karsinoma Nasofaring. Nama yang terdengar eksotis dan biasa disingkat KNF ini
adalah, ternyata, “nama panggung” si kanker hidung”.
Selain karena gen HLADRB 108, hal yang menyebabkan ikan asin menjadi
penyebab KNF adalah di dalam ikan asin terdapat kandungan yang dapat memicu
virus dalam tubuh sehingga kekebalan tubuh akan menurun. Berdasarkan
penelitian, kemungkinan adanya nitrosamin pada ikan asin karena dalam proses
pengeringan dijemur di bawah terik matahari. Diduga, sinar ultraviolet dari
matahari yang membentuk nitrosamin pada ikan asin.

E. Praktik Kesehatan Keluarga


Kepercyaan kuno batak adalah syamaisme, yaitu suatu kepercayaan dengan
melakukan pemasukan roh kedalam tubuh seseorang sehingga roh itu dapat berkata-
kata. Orang yang menjadi perantara disebut “shaman”. Shaman bagi orang batak
disebut si “baso” yang berarti “kata”. Pada umumnya, si “baso” ini adalah dukun
wanita. Ketika baso ini berkatat-kata, bahasanya harus ditafsirkan secara khas.
Pembicaraan inilah yang dipercayai akan menjadi petunjuk bagi orang untuk
pengobatan dan ramalan. Selain Baso, ada juga yang memegang peranan penting
yaitu Datu,biasanya seorang pria. Berlainan dengan baso,datu didalam kegiatanya
tidak menjadi medium, melainkan langsung berbicara dengan roh. Datu bertugas
mengobati orang sakit sehingga dalam tugas ini datu tidak saja mengetahui white
magic, tetapi juga mengetahui black magic atau magis jahat. Tugas lain dari datu
adalah memimpin upacara pesta sajian besar dan menjadi pawing hujan.
Menurut kepercayaan orang batak, apabila seseorang sakit, “tondi” atau
“tendi” si sakit pergi kesuatu tempat meninggalkan tubuhnya. Karena tondi itu pergi,

18
orang tersebut jatuh sakit. Agar orang yang sakit dapat sembuh, tendinya harus
dipanggil agar masuk kembali ketubuh orang yang sakit itu (tondi mulak tu badan).
Mediator untuk memanggil tondi tersebut adalah baso atau datu. Kalau tondi itu
setelah beruang-ulang dipanggil tidak mau pulang juga, berarti orang sakit tersebut
tidak ada harapan lagi untuk hidup.
Disamping itu , siraja batak berpesan kepada keturunannya , supaya manusia
dapat hidup sehat , maka makanlah atau minumlah : apapaga , airman , anggir ,
adolorab , alinggo , abajora , ambaluang , assigning , dan arip – arip. Dalam budaya
batak juga dikenal dengan adanya charisma , wibawa dan kesehatan menurut orang
batak dahulu , supaya manusia dapat sukses dalam segala hal biasanya diwajibkan
membuat sesajen berupa : ayam merah , ayam putih , ayam hitam , ketan beras
(nitak) , jeruk purut , sirih beserta perlengkapannya. Beberapa contoh pengobatan
tradisional lainnya yang dilakukan oleh orang batak adalah :
1. Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara
pengobatannya dengan menggunakan belau.
2. Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam )
biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan selimut / kain
yang tebal

F. Budaya Sakit Batak Toba


Dalam budaya batak, Raja Batak Tidak mengijinkan mereka berobat kedokter,
melainkan berobat kepada seorang namalo (datu/dukun), datu adalah orang yang
memiliki kemampuan tertinggi dalam mengobati. Dalam budaya batak toba dukun
atau datu terbagi 2 yaitu sebagai berikut : Datu Bolon (laki-laki), dan sibaso
(perempuan).
Menurut Hughes (Fosterr/Anderson, 2009 : 6) hal pengobatan tradisional
Batak Toba ini merupakan etnomedisin, yaitu kepercayaan dan praktek-praktek yang

19
berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan
asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual.
Bagi orang Batak, di samping penyakit alamiah, ada juga beberapa tipe
spesifik penyakit supernatural, yaitu :
1. Mata bengkak
Jika mata seseorang bengkak atau bil-bilon biasa suku batak
mengucapkannya ,orang tersebut diyakini telah melakukan perbuatan yang
tidak baik ( mis : mengintip ). Cara mengatasinya agar matanya tersebut
sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih atau mencabut bulu mata yang
dekat denagn posisi mata yang bengkak.
Cara Mengobati Sakit Mata dalam Budaya Batak Toba. Menurut orang
batak, mata adalah satu panca indra sekaligus penentu dalam kehidupan
manusia, dan menurut legenda pada mata manusia berdiam Roh Raja
Simosimin. Berdasarkan pesan dari si raja batak, untuk mengeluarkan
penyakit dari mata, masukkanlah biji sirintak ke dalam mata yang sakit .
Setelah itu tutuplah mata dan tunggulah beberapa saat, karena biji sirintak
akan menarik seluruh penyakit yang ada di dalam mata. Gunakan waktu 1x 19
hari, supaya mata tetap sehat. Sirintak adalah tumbuhan Batak yang dalam
bahasa Indonesia berarti mencabut ( mengeluarkan ), nama ramuannya sama
dengan tujuannnya. Atau dengan mengoleskan air sirih atau mencabut bulu
mata yang dekat dengan posisi mata yang bengkak.
Disamping itu, Si Raja Batak berpesan kepada keturunannya, supaya
manusia dapat hidup sehat, maka makanlah atau minumlah : apapaga, airman,
anggir, adolorab, alinggo, abajora, ambaluang, assigning, dan arip-arip. Dalam
budaya Batak juga dikenal dengan adanya charisma, wibawa dan kesehatan
menurut orang batak dahulu, supaya manusia dapat sukses dalam segala hal
biasanya diwajibkan membuat sesajen berupa : ayam merah, ayam putih,
ayam hitam, ketan beras ( nitak ), jeruk purut, sirih beserta perlengkapannya.
2. Nama yang tidak cocok
Nama tidak cocok dengan dirinya ( keberatan nama ) sehingga
membuat orang tersebut sakit.Cara mengobatinya dengan mengganti nama

20
tersebut dengan nama yang lain , yang lebih cocok dan didoakan serta
diadakan jamuan adat bersama keluarga.
3. Tahirim
Ada juga orang batak sakit karena tarhirim. Misalnya: seorang bapak
menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut tidak
ditepati. Karena janji tersebut tidak ditepati, si anak bisa menjadi sakit. Dan
cara pengobatannya ialah dengan menepati janji tersebut.
4. Kusta
Jika ada orang batak menderita penyakit kusta, maka orang tersebut
dianggap telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam
pergaulan masyarakat. Di samping itu, dalam budaya batak dikenal adanya
“kitab pengobatan” yang isinya diantaranya adalah, Mulajadi Namolon Tuhan
Yang Maha Esa bersabda : “Segala sesuatu yang tumbuh di atas bumi dan di
dalam air sudah ada gunanya masing-masing di dalam kehidupan sehari-hari,
sebab tidak semua manusia yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya,
maka gunakan tumbuhan ini untuk kehidupanmu“
5. Mali Tondi
Mali tondi ialah sesuatu keadaan yang dapat dikatakan salah satu
penyakit.misalnya : seorang anak yang ditinggalkan ibunya, seseorang yang
mengalami kecelakan tetapi selamat. Mali tondi dapat diobati dengan cara
mangupa-upa anak tersebut dengan memberinya makanan dengan telur dan
menabur beras ke kepalanya dengan menyebutkan mulak tondi tu badan yang
artinya mengembalikan ruh kembali kepada orang tersebut.
6. Dappol Siburuk
Dappol Siburuk ( obat urut dan tulang ). Asal mula manusia menurut orang
batak adalah dari ayam dan burung. Obat dappol si buruk ini dulunya berasal
dari burung siburuk yang mana langsung di praktikkan dengan penelitian
alami dan hampir seluruh keturunan Siraja Batak menggunakan obat ini dalam
kehidupan sehari-hari.

G. Budaya Penanganan Nutrisi dan Diet di Sumatra


1. Budaya menguntungkan
a. Budaya Aceh

21
Masyarakat Aceh mempunyai suatu budaya perawatan selama masa
nifas tertentu yang sangat dipercaya. Nifas sendiri merupakan periode waktu
selama 6 sampai 8 minggu setelah persalinan dimana semua alat-alat
reproduksi akan kembali lagi seperti keadaan sebelum hamil. Biasanya satu
hari setelah para ibu melakukan persalinan di klinik, mereka akan pulang ke
rumah kemudian besoknya mandi dengan air hangat untuk mencegah masuk
angin. Setelah itu diletakkan pilis di dahi, param di badan, tapal di perut, dan
betadin di tempat kemaluan agar tidak terjadi infeksi, lalu memakai gurita.
Mereka juga meminum jamu yang dibuat sendiri secara tradisonal
dengan bahan-bahan alami, seperti kunyit yang ditumbuk lalu diperas dan
diminum. Jamu ini dipercaya dapat membuat darah nifas lebih cepat
mengering dan juga tidak bau badan. Terkadang mereka juga memakan tape
untuk menghangatkan tubuh mereka dan sebagai sumber tenaga karena
mengandung alkohol dan karbohidrat.

b. Budaya Sumatera Barat


Suku Minangkabau adalah salah satu dari ratusan suku bangsa di
Indonesia yang berasal dari Propinsi Sumatera Barat. Suku ini merupakan
etnik mayoritas setelah Batak Mandailing dan Mentawai. Mereka memiliki
kebudayaan yang telah dianggap mapan, yang sesungguhnya memiliki
hubungan etnik kultural dengan nenek moyang.
Menurut beberapa ibu-ibu yang bersuku Minang, perawatan ibu
postpartum menurut budaya Minang meliputi minum telur dan kopi,
penguapan dari bahan rempah-rempah (betangeh), pemanasan batu bata
(duduk di atas batu bata), meletakkan bahan-bahan alami di atas perut ibu
(tapal), minum jamu dari bahan rempah-rempah, dan membersihkan alat
kelamin dengan air rebusan daun sirih.
c. Budaya Lampung
Cara makan budaya Lampung yaitu Midang, yang artinya makan
ramai-ramai secara lesehan, biasa dilakukan saat pesta adat atau kehidupan

22
sehari-hari, dan bertujuan untuk mengumpulkan seluruh anggota keluarga.
Makanan yang disajikan biasanya ikan yang dibakar atau digoreng, lalapan,
tempoyak, sambal seruit (pepadun/pedalaman), pekhos (saibatin/pesisir).
Hidangan tersebut dipercaya dapat menambah nafsu makan seseorang.
Sambal pekhos yaitu sambal mentah, yang terbuat dari cabe, tomat, terasi,
bawang merah, bawang putih, garam, biasanya diberi jeruk sambal.
2. Budaya yang Merugikan
a. Pemberian nutrisi pada bayi baru lahir di masyarakat Kerinci,
Sumatera Barat
Ada suatu kebiasaan yang ada pada masyarakat daerah ini yang kurang
baik untuk nutrisi bayi, yaitu ibu bayi tidak langsung memberikan ASInya
pada bayi tapi ibu bayi membuang ASI yang pertama kali keluar. Padahal ASI
yang pertama kali keluar mangandung colostrums yang sangat berperan dalam
kekebalan tubuh bayi. Masyarakat ini menganggap colostrums sebagai ASI
yang sudah rusak karena warnanya yang kekuningan. Selain itu, colostrums
juga dianggap dapat menyebakan diare, muntah, dan masuk angin pada bayi.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

B. Saran
Ada baiknya semua hal di dalam makalah ini dipelajari lebih lanjut untuk
mendapatkan ilmu yang lebih lagi. Sehingga kita sebagai perawat dapat
mengkombinasikan keperawatan tradisional dan professional.

23
DAFTAR PUSTAKA

24
Emil. 2013. Makalah Keperawatan Transkultur. Available:
http://slametarmia.blogspot.com/2013/02/makalahkeperawatantranskultural_1
2.html. Diakses tanggal 25 Maret 2015.
Hidayah, Zuliyani.1997. Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES
Koentjaraningrat.1971. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Melalatoa, M. Junus.1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Sudiharto.2007.Asuhan Keparawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan
Transkultural.Jakarta:EGC

25

Anda mungkin juga menyukai