Anda di halaman 1dari 3

Sexual harassment is illegal

Apa sebenarnya pelecehan seksual itu? Buku Coping With Sexual Harassment and Gender
Bias, oleh Dr. Victoria Shaw, mendefinisikannya sebagai ”mengganggu seseorang yang
menjurus ke hal-hal seksual . . . Itu bisa dilakukan secara fisik (seperti menyentuh seseorang
secara tak senonoh), secara verbal (seperti melontarkan komentar-komentar yang tak senonoh
tentang penampilan seseorang), atau secara nonverbal”. Kadang-kadang, pelecehan dapat
berupa ajakan kasar untuk berhubungan seksual.

Memang, tidak semua remaja merasa terganggu oleh perilaku agresif yang cabul. Ada yang
menganggapnya lucu—atau bahkan semacam sanjungan. Sungguh mengejutkan bahwa salah
satu survei di AS memperlihatkan bahwa di antara korban pelecehan seksual, 75 persen
mengaku bahwa mereka sendiri pernah melecehkan orang lain. Beberapa orang dewasa
mungkin memperparah problemnya dengan menyepelekan seriusnya perilaku agresif yang
cabul, menganggapnya cuma sebagai perilaku kekanak-kanakan.

Ladies, sudah saatnya kita bersikap tegas menolak segala bentuk pelecehan seksual seperti
yang didefinisikan oleh The Advocates for Human Rights, yaitu “semua perilaku verbal, non-
verbal, fisik, atau visual yang berkonotasi seksual, melanggar kesopanan, dan dilakukan
secara sepihak, sehingga mengakibatkan rusaknya martabat seseorang.” Jadi, bukan cuma
kontak fisik yang bisa disebut pelecehan seksual, tapi juga perilaku tidak dikehendaki lain
seperti cat call, komentar mesum, lirikan vulgar, permintaan selfie tanpa busana, dan
semacamnya.

Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual pada anak ada 2 bentuk yaitu berupa sentuhan dan
tanpa sentuhan. Berikut contoh perbuatan dari masing-masing bentuk pelecehan
seksual:
1. Pelecehan Seksual yang Berupa Sentuhan
2. Pelaku memegang-megang, meraba atau mengelus organ vital anak seperti alat kelamin
(vagina, penis), bagian pantat, dada atau payudara.
3. Pelaku memasukkan bagian tubuhnya atau benda lain ke mulut , anus, atau vagina anak
4. Pelaku memaksa anak untuk memegang bagian tubuhnya sendiri, bagian tubuh pelaku,
atau bagian tubuh anak lain.
5. Pelecehan Seksual yang Tidak Berupa Sentuhan
6. Pelaku mempertunjukkan bagian tubuhnya (termasuk alat kelamin) pada anak/remaja
secara cabul,tidak pantas, atau tidak senonoh
7. Pelaku mengambil gambar (memfoto) atau mereka anak remaja dalam aktivitas yang
tidak senonoh,dalam adegan seksual yang jelas nyata, maupun adegan yang secara
tersamar memancing pemikiran seksual. Contohnya, pelaku mereka anak yang sedang
berganti pakaian
8. Kepada anak, pelaku memperdengarkan atau memperlihatkan visualisasi berupa
gambar,video dan semacamnya yang memuat terkait seks dan pornografi seperti
mengajak menonton film/video porno
9. Pelaku tidak menghargai privasi anak/remaja, misalnya tidak menyingkir dan justru
menonton ketika si anak andi atau berganti pakaian
10. Pelaku melakukan percakapan tentang seksual dengan anak/remaja, baik secara
langsung maupun tersembunyi baik melalui telepon, chatting,intenet,surat maupun
sms).

Dan pastinya banyak orang tua yang khawatir tentang cara melindungi si buah hati agar
terhindar dari kejahatan seksual tersebut, dan tentunya kita para remaja ingin tahu cara
menghindari tindak kejahatan ini. Berikut ini tips-tips sederhananya:

1. Harus Berani dan Terbuka


Ajarkan anak untuk bersikap berani terutama terhadap hal-hal yang tidak adil dan tidak
nyaman baginya. Contoh jika dia diperlakukan tidak baik sama seseorang, dia harus berani
menolak. Lalu latih agar anak bersikap terbuka atau orang tua harus melakukan pendekatan
agar anak mau berbagi cerita terutama jika dia mendapat ancaman. Ajarkan anak-anak jangan
takut jika diancam seseorang atau diiming-imingi imbalan tertentu.

2. Terapkan Cara Berpakaian yang sopan


Pakaian yang terbuka dan ketat sangatlah rawan mengundang tindak kejahatan seksual,
oleh sebab itu sejak kecil anak haruslah dilatih berpakaian yang sopan untuk menghindari
tindakan yang tidak diinginkan terjadi pada anak kita. Sedangkan orang tua juga harus
memberi contoh pada anak dengan berpakaian yang sopan pula.

3. Kenali Organ Intim


Pendidikan seks sejak dini memanglah penting, namun masih dianggap tabu oleh
kebanyakan orang. Dengan pendidikan seks, anak akan dikenali mengenai organ reproduksi
mereka dan bagian-bagian pribadi yang tidak boleh di sentuh orang. Sehingga anak-anak
diharapkan lebih mengerti dan cepat sadar bila ada prilaku pelecehan yang terjadi pada
dirinya. Namun tentunya pendidikan seks haruslah diberikan sesuai dengan usia penerima
informasi.

4. Perhatikan Lingkungan Anak


Wajib hukumnya bagi orang tua untuk melakukan hal ini, meski memberikan
kepercayaan penuh terhadap anak bukan berarti orang tua lantas lepas tangan dan kurang
memperhatikan pergaulan anaknya. Anak haruslah berada di lingkungan yang nyaman dan
aman untuk perkembangannya, karena itu perhatikan lingkungan anak mulai dari hal terkecil
seperti siapa temannya, gurunya, wali kelasnya, pelajaran favoritnya. Tidak hanya sampai
disitu, orang tua kemudian harus memperdalam informasi terkait lingkungan anak tapi jangan
sampai menyebabkan tekanan pada anak seperti mewawancarai anak secara paksa.

5. Selalu Waspada
Waspada artinya berhati-hati atau berjaga agar anak tidak menjadi korban pelecehan
seksual, namun waspada bukan berarti ketakutan yang dapat memicu sikap overprotectif (rasa
peduli yang berlebihan) terhadap anak. Karena anak cenderung akan menghindar apabila
berada dalam posisi demikian. Bersikap waspadalah terhadap prilaku-prilaku orang sekitar
bahkan keluarga maupun kerabat dekat seperti tetangga sekalipun. Dan juga orang-orang
yang anda percayai dalam menjaga anak seperti guru di sekolah patut diwaspadai juga, sebab
seperti kebanyak kasus justru guru menjadi pelaku kejahatan ini.

Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39/1999 yang menyatakan dengan tegas
bahwa setiap manusia memiliki hak dan martabat yang sama dan sederajat, berhak atas jaminan
dan perlindungan hak asasi manusia tanpa diskriminasi.

Konvensi tentang Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW:


Convention on Elimination Discrimination Against Women), 1979. Konvensi ini merupakan
perjanjian internasional yang paling komprehensif dan menetapkan keajiban hukum yang
mengikat untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi ini juga menetapkan
persamaan kesempatan perempuan dan laki-laki untuk menikmati hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial dan budaya. Indonesia telah meratifikasi (mengesahkan) konvensi ini melalui
UU No. 7/1984.

Anda mungkin juga menyukai