Oleh :
Aulannisa Handayani
H1A 013 010
Pembimbing :
dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL, M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tulisan
ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian
Lab/SMF Ilmu Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram/RSUD Provinsi NTB.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
BAB II ISI...................................................................................................2
1
BAB II
ISI
2
Gambar 1. Anatomi Laring
3
leher (omohioideus, sternotyroideus, sternohyoideus) berasal dari bagian
inferior. Otot elevator (milohyoideus, geniohyoideus, genioglosus, hyoglosus,
digastrikus dan stilohyoideus) meluas dari os hyoideum ke mandibula, lidah
dan prosessus stiloideus pada kranium. Otot tirohioideus walaupun
digolongkan sebagai otot – otot leher, terutama berfungsi sebagai elevator.
Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea adalah
otot konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring disebelah
posterior dan berfungsi pada saat menelan.
Anatomi otot – otot intrinsik laring Menyebabkan gerakan antara
struktur-struktur laring sendiri. Otot-otot intrinsik laring adalah
m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid,
m.ariepiglotika, dan m.krikotiroid. otot-otot ini terletak pada bagian lateral
laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di posterior, adalah m.aritenoid
transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoidposterior.
4
trakea superior.Karena perjalan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta
hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibanding saraf
kanan.
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai
sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang – cabang arteri
dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna
saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskuler superious.
Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan
masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.
Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting
pada terapi kanker. Terdapat dua system drainase terpisah, superior dan
inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis
sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Disebelah superor, aliran
limfe menyertai pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan
nodi limfatisis superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os
hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi
pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan disebut nodi
Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi
supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior.
Struktur disekitarnya
Disebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup
beberapa cincin trakea pertama, sementara lobus tiroid terletak diatas dinding
lateral trakea dan dapat meluas hingga ke alae tiroid. Ismus perlu diangkat
dan terkadang diinsisi saat melakukan trakeostomi menembus cincin
kartilaginus trakealis yang ketiga. Otot – otot leher menutup laring dan
kelenjar tiroid, kecuali digaris dimana raphe median menyebabkan struktur –
struktur laring terletak dalam posisi subkutan. Membrana krikotiroidea
mudah dipalpasi dan dalam keadaan darurat, dapat dengan cepat diinsisi
unutk membuat jalan napas, arteri inominata tidak jarang melewati didepan
trakea servikalis, sehingga perlu dilakukan palpasi yang cermat dalam
5
pelaksanaan trakeostomi. Dilateral dan posterior terhadap laring adalah
selubung karotis yang masing – masing berisi arteri karotis, vena jugularis
dan saraf vagus.
6
ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam
keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi
m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan , sehingga
plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis
akan menentukan tinggi rendahnya nada.
2.2.2 Etiologi
Laringitis dapat disbebakan oleh virus maupun bakteri, yang dapat
menyebabkan peradangan lokal atau virus yang menyebabkan radang
sistemik. Adapun penyebab lain diantaranya :4,6
1. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas
seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan
B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Difteri harus
7
selalu dicurigai pada laringitis, terutama jia ditemukan suatu
membrana atau tidak adanya riwayat imunisasi.
2. Pemakaian suara yang berlebihan
3. Trauma
4. Merokok dan minum-minum alkohol
5. Alergi
2.2.3 Epidemiologi8
Laringitis adalah salah satu patologi laring yang paling umum.
Prevalensi laringitis akut tidak dilaporkan karena banyak pasien sering
menggunakan tindakan konservatif untuk mengobatinya. Gejala infeksi
saluran pernapasan atas sering menyertai laringitis; dengan demikian,
pasien terbiasa mengelola pengobatan mereka sendiri.
Sebuah studi oleh Bhattacharyya bahwa setiap tahun sekitar 1%
anak-anak di Amerika Serikat dihadapi oleh masalah suara atau
menelan, dengan laringitis menjadi diagnosis umum dalam kasus ini.
Dengan menggunakan Survei Wawancara Kesehatan Nasional pada
tahun 2012, penelitian ini menemukan bahwa diperkirakan 839.000
anak di Amerika Serikat (1,4%) melaporkan masalah suara dalam 12
bulan sebelum survei, dengan 53,5% dari anak-anak ini telah
didiagnosis laringitis (16,6%) dan alergi (10,4%).
Sebuah penelitian retrospektif oleh Roy et al menunjukkan bahwa
di antara anggota lansia dari populasi AS (mereka yang berusia di atas
65 tahun) laringitis akut dan kronis adalah salah satu diagnosis
gangguan laring / suara yang paling sering, dysphonia dan lesi pita
suara jinak.
Sebuah studi oleh Benninger dkk menemukan bahwa antara tahun
2008 dan 2012, terdapat peningkatan diagnosis dysphonia pada
populasi (dari 1,3% hingga 1,7%) yang berkaitan dengan diagnosis
laringitis akut.
8
2.2.4 Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan
suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas.
Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini
terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta
prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh
faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan
mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar
mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat
saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat
yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri
akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan
merangsang peningkatan suhu tubuh.9
Ketika tubuh mengalami infeksi, sel darah putih mengeluarkan
mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian
menjadi lebih edematous. Tekanan ambang fonasi dapat meningkat
hingga tingkat yang menghasilkan tekanan fonasi yang memadai dalam
mode normal menjadi sulit, sehingga menimbulkan suara serak. Frank
afonia terjadi ketika seorang pasien tidak dapat mengatasi tekanan
ambang fonasi yang diperlukan untuk mengatur pergerakan pita suara.8
Penutup membran dari pita suara biasanya merah dan bengkak.
Nada terendah yang dikeluarkan pada pasien laringitis merupakan hasil
dari penebalan yang tidak teratur sepanjang pita suara. Beberapa penulis
percaya bahwa pita suara menegang daripada menebal.8
9
(afonia), nyeri saat menelan atau berbicara, serta gejala sumbatan
laring. Selain itu juga terdapat batuk kering yang lam kelamaan disertai
dengan dahak kental.6
Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, bengkak,
terutama di atas dan di bawah pita suara. Infeksi biasnaya tidak terata
pada laring, naun merupakan suatu pan-infeksi yang melibatkan sinus,
telinga, laring, dan tuba bronkus.4,6
Gambar 2. mukosa laring yang normal dan mukosa laring & plika vokalis
2.2.6 Diagnosis3,6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditanyakan gejala
utama yang muncul biasanya berupa suara serak, perasaan tidak
nyaman dan nyeri ketika menelan atau berbicara, biasanya juga dapat
disertai batuk kering. Dapat terjadi episode afonia yang mengikuti
infeksi saluran nafas atas seperti rhinorrhea dan nyeri pada
tenggorok. Pada laringitis akut dapat terjadi tanda radang umum seperti
demam dan malaise. Demam dan gejala umum lain bergantung pada
seberapa beratnya infeksi.
Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak,
terutama di daerah atas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat pula
tanda radang akut di hidung, sinus paranasal, atau paru.
Untuk pemeriksaan laring dilakukan dengan laringoskopi indirek.
Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema
10
terutama dibagian atas dan bawah glotis. Namun pada kondisi akut
pemeriksaan ini sulit dilakukan karena struktur di sekitar daerah laring
mengalami hipersensitivitas. Untuk membantu mengatasi masalah ini
maka dapat digunakan agen anestesi lokal berupa spray xylocaine 4-
10%.
2.2.7 Tatalaksana6
Tatalaksana utama laryngitis adalah pencegahan penggunaan suara
berebihan dan menghindari iritan lainnya. Beberapa yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Umumnya dapat sembuh sendiri.
2. Istirahat berbicara dan dan bersuara selama 2-3 hari
3. Menghirup udara lembab untuk melembutkan jalan napas dan
membantu membersihka sekresi eksudat
4. Menghindari iritasi pada faring dan laring (misalnya merokok,
makanan pedas dan dingin).
5. Berikan mukolitik jika disertai dengan batuk produktif.
6. Berikan kosrtikosteroid atau antihistamin
7. Antibitotika diberikan apabila peradangan berasal dari paru.
8. Bila terdapat sumbatan laring, dilaukan pemasangan pipa
endotrakea, atau trakeostomi.
2.2.8 Prognosis
Laringitis akut biasanya sembuh sendiri dan diobati dengan terapi
konservatif. Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik
dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada
usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem
subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal
ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomi.
2.2.9 Komplikasi
11
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu laringitis kronik, apabila
gejala menetap dan tidak ada perubahan selama lebih dari 3 minggu.6
2.4.2 Etiologi
Nodul pita suara umumnya terjadi karena penyalahgunaan suara
(vocal abuse). Pada awalnya terdapat edema dan vasodilatasi (diatesis
prenodular) pada pita suara, sehingga menyebabkan penambahan massa
namun tidak terlalu memengaruhi ketegangan pita suara.4 Vocal abuse
menjelaskan perlakuan suara (vocal behaviour) yang berhubungan
dengan kualitas suara normal yang seringkali menyebabkan
abnormalitas pita suara dan menghasilkan disfonia.
Vocal abuse bercirikan suara yang berangsurangsur menurun,
terutama disebabkan oleh:
a. Latihan suara yang berlebihan
b. Menghabiskan banyak waktu bekerja di studio
c. Bernyanyi terlalu keras
d. Bernyanyi di luar kapasitas suara sang penyanyi.
Berteriak atau berbicara di area dengan suasana berisik (misalnya:
restoran atau lapangan terbang) juga dapat menjadi salah satu penyebab.
Nodul pita suara dapat juga disebabkan oleh infeksi, alergi, dan refluks.
Kebiasaan merokok dinyatakan sebagai faktor tambahan.
12
2.4.3 Epidemiologi
Prevalensi nodul pita suara pada populasi umum tidak diketahui
pasti tetapi telah dilaporkan bahwa hal ini menyebabkan suara serak
pada 23,4% anak-anak, 0,5-1,3% pasien klinik THT dan 6% pasien
klinik phoniatric. Pada sebuah studi, prevalensi yangditemukan adalah
43% dari 218 kasus disfoni dari 1046 guru wanita di Spanyol. Para guru
rata-rata berbicara selama 102 menit per 8 jam. Pada penyanyi yang
bersuara serak, 25% mengalami nodul pita suara.
2.4.4 Patofisiologi
Bagian pita suara yang berperan dalam vibrasi hanya 2/3 anterior
(bagian membranosa), karena kartilago aritenoidea terdapat pada 1/3
posterior bukaan glotis (glottic aperture). Vibrasi yang
berkepanjangan atau terlalu dipaksakan dapat menyebabkan kongesti
vaskular setempat dengan edema bagian tengah membranosa pita
suara, tempat kontak tekanan paling besar. Akumulasi cairan pada
submukosa akibat vocal abuse menyebabkan pembengkakan
submukosa (terkadang disebut insipien atau nodul awal). Voice abuse
yang lama dapatmengakibatkan hialinisasi Reinke’s space dan
penebalan epitelium dasar. Perubahan massa mukosa mengurangi
kemampuan ketegangan pita suara dan penutupan glottis yang tidak
sempurna.
13
f. Pemanasan suara yang lebih lama
g. Peningkatan tegangan otot leher dan masalah tenggorokan.
Pada pasien dengan nodul berukuran sedang sampai besar, suara
saat berbicara umumnya lebih rendah daripada biasanya, dalam dan
berat (husky), parau, dan breathy. Sedangkan pasien dengan
pembengkakan yang tidak terlihat sampai sedang biasa bersuara
normal. Suara saat berbicara kurang sensitive dibandingkan dengan
suara saat bernyanyi.
Pada pasien dengan pembengkakan yang tak terlihat sampai kecil,
terdapat limitasi vokal saat dilakukan penilaian vokal (seperti
diplophonia, tidak dapat bernyanyi nada tinggi dengan suara yang
lembut atau keterlambatan onset bersuara).
Pemeriksaan laringoskopi sering menunjukkan penutupan glotis
yang tidak sempurna, dengan bentuk menyerupai jam pasir dan aduksi
pada pita suara palsu saat fonasi.
Laringoskopi menunjukkan adanya lesi kecil berbatas tegas pada
pita suara. Lesi-lesi ini dapat dibedakan dari pita suara normal karena
warnanya putih dan umumnya ditemukan pada 2/3 posterior pita suara.
Lesi nodul ini tidak timbul secara unilateral, walaupun ukuran yang satu
dapat lebih besar daripada yang lain. Secara histologi, ditemukan
jaringan fibrotik dengan penebalan epitel dan proliferasi jaringan
submukosa.Pemeriksaan mikrolaringskopi dilakukan apabila pada
keadaan sebagai berikut:
1. Pada anak yang dicurigai memiliki nodul pita suara tetapi tidak
dapat diajak bekerja sama untuk pemeriksaan lain.
2. Pada orang dewasa jika perlu operasi mikro eksisi nodul atau saat
diagnosis masih belum jelas. Nodul dapat dieksisi dengan
menggunakan instrumen operasi mikro yang tepat atau teknik
vaporisasi menggunakan laser CO2.
14
Gambar 3. Nodul pita suara yang terletak pada pertemuan anterior dan
sepertiga tengah pita
2.4.7 Tatalaksana
Terapi Medis
Penanganan berfokus pada lubrikasi laring yang baik melalui
hidrasi dan mengobati penyebab lain seperti alergi dan refluks asam
lambung (GERD). Hidrasi yang adekuat dapat membantu mukosa pita
suara menahan kekuatan dan tenaga paksaan getaran.
Terapi Operatif
Pengangkatan nodul dengan cara operasi menjadi pilihan jika
nodul tersebut menetap meskipun sudah mengecil dan pasien
merasakan suaranya tetap tidak membaik setelah terapi yang adekuat
(umumnya minimum 3 bulan). Beberapa penulis memilih menggunakan
teknik microdissection (Gambar 5). Vocal fold stripping tidak termasuk
dalam operasinodul.
15
Lama istirahat pita suara yang diperlukan setelah operasi masih
kontroversial. Biasanya pasien diminta beristirahat berbicara selama 4
hari. Pada awal hari ke-4, pasien diperbolehkan menggunakan suara
secara perlahan-lahan di bawah supervisi ahli terapi wicara.
BAB III
PENUTUP
16
3.1 Kesimpulan
Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang
disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang
bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan penyakit, tetapi
merupakan gejala penyakit atau kelainan laring. Berikut ini akan dibahas dua
penyebab disfonia tersering adalah laryngitis akut dan vocal nodule atau
nodul pita suara.
Laringitis merupakan inflamasi laring yang terjadi kurang dari 3
minggu. Penyebabnya dapat berupa infeksi maupun non infeksi. Gejala
umum yaitu suara serak, demam, dan malaise. Diagnose dapat ditegakkan
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Terapi dapat dilakukan dengan konservatif.
Nodul pita suara merupakan penyebab tersering disfoni menetap pada
anak-anak. Nodul pita suara juga merupakan penyebab perubahan kualitas
suara individu yang sering menggunakan suaranya secara profesional, seperti
penyanyi, oleh karena itu nama lainnya adalah “singer’s nodes” atau
“screamer’s nodes” atau sering juga disebut “teacher’s nodes”.
Strategi penanganan nodul pita suara dilakukan secara konservatif;
terapi wicara merupakan terapi paling utama. Pada terapi wicara ini, pasien
diajari bagaimana menggunakan suara dengan tepat, sehingga dengan
demikian dapat meregresi nodul-nodul tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
2014;41(6):428–31.
17
2. Maharjan S, Parajuli R, Neopane P. Vocal Nodules and Polyps : Clinical
FKUI.2007:190-200
4. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
FKUI.2003
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7th ed.
9. Jhon SD & Maves MD Surgical Anatomyof the Head and Neck. In Byron-
Publisher,2001:9
18