Anda di halaman 1dari 19

BUPATI CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP


NOMOR 12 TAHUN 2011

TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN CILACAP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP,

Menimbang : a. bahwa guna pembayaran atas pelayanan izin mendirikan


bangunan yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat di bidang izin mendirikan bangunan maka
Pemerintah Daerah dapat melakukan pungutan retribusi;
b. bahwa Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten
Cilacap telah diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 6 Tahun 1999 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
c. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor
6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
dipandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan, sehingga
perlu disesuaikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b dan huruf c maka perlu menetapkan Peraturan
Daerah Kabupaten Cilacap tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kabupaten Cilacap;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa
Tengah (Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 8 Agustus
1950);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5145);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik IndonesiaI Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5161);
14. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-
Undangan;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor
2 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap
(Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 1998 Nomor 6 seri
D Nomor 3);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 8 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Cilacap Tahun 2007 Nomor 8);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun
2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2011
Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap
Nomor 63);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 11 Tahun 2011
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten
Cilacap Tahun 2011 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Cilacap Nomor 66).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP
dan
BUPATI CILACAP

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN


BANGUNAN DI KABUPATEN CILACAP

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Cilacap.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Pelaksana Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Cilacap.
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
perangkat daerah Kabupaten Cilacap yang membidangi penyelenggaraan
bangunan.
5. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang
Retribusi Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
6. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.
7. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas
dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
8. Bangunan Bukan Gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau
seluruhnya berada di atas dan/ atau di dalam tanah dan/ atau air, yang tidak
digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal
9. Penyelenggaraan Bangunan adalah kegiatan pembangunan yang meliputi
proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan
10. Kapling adalah suatu perpetakan tanah yang menurut pertimbangan
Pemerintah Daerah dapat dipergunakan untuk tempat mendirikan bangunan.
11. Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat PIMB adalah
permohonan yang dilakukan pemilik bangunan kepada Pemerintah Daerah
untuk mendapatkan Izin Merndirikan Bangunan.
12. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
13. Mendirikan bangunan adalah membuat bangunan, memindahkan bangunan
atau membongkar bangunan dan membuat lagi di lokasi tersebut.
14. Merubah bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah sebagian
bangunan yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan
tersebut meliputi merubah fungsi dan kegunaan, merubah bentuk dan estetika,
merubah konstruksi dan merubah jaringan utilitas.
15. Harga bangunan adalah harga bangunan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
16. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
17. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan,
baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan
bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi atau
organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun bentuk usaha tetap serta
bentuk badan usaha lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
18. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan ,
pemanfaatan ruang serta penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana,
sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah
surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang
terutang.
20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar adalah yang selanjutnya
disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar
daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
21. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat
untuk melakukan tagihan retribusi dan / atau sanksi administrasi berupa
bunga dan / atau denda.
22. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.
23. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan.
24. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

BAB II
OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI

Pasal 2

Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai


pembayaran atas pemberian Izin Mendirikan Bangunan.
Pasal 3

(1) Objek Retribusi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah pemberian
izin untuk mendirikan suatu bangunan.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar sesuai
dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang dengan tetap
memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB),
koefisien ketinggian bangunan (KKB) dan pengawasan penggunaan bangunan
yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi
yang menempati bangunan tersebut.
(3) Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 4

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh IMB.

BAB III
IZIN MENDIRIKAN/ MERUBAH/ MEROBOHKAN BANGUNAN
Bagian Pertama
Perizinan
Pasal 5

(1) Setiap orang yang melaksanakan pekerjaan pembangunan membangun baru,


mengubah, memperluas, mengurangi dan/atau merawat bangunan harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari Bupati.
(2) Pelaksanaan pekerjaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus sesuai dengan IMB yang diajukan permohonannya.

Pasal 6

Sebelum mengajukan PIMB, pemohon dapat meminta petunjuk tentang rencana


mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan kepada SKPD yang ditunjuk.

Pasal 7

Tata Cara Pengajuan PIMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 8

IMB tidak diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:


a. memplester;
b. memperbaiki retak bangunan;
c. memperbaiki ubin bangunan;
d. memperbaiki daun pintu dan atau daun jendela;
e. memperbaiki penutup atap tanpa merubah konstruksi;
f. mendirikan bedeng direksi/ kantor direksi;
g. memperbaiki bangunan yang rusak karena bencana alam atau musibah
sepanjang tidak menyimpang dari IMB yang telah dimiliki.

Pasal 9

(1) Bupati dalam jangka waktu:


a. Paling lama 30 (tigapuluh) hari untuk PIMB rumah tinggal; dan
b. Paling lama 12 (duabelas) hari untuk PIMB bukan rumah tinggal,
Sejak tanggal dilakukan pembayaran Retribusi IMB dan diterimanya tanda
bukti pembayaran harus memberikan keputusan atas PIMB yang diajukan.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penolakan,
persetujuan seluruhnya atau persetujuan sebagian.
(3) Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penolakan
maka Keputusan Bupati tentang Penolakan disertai dengan alasan penolakan
PIMB.
(4) Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persetujuan
seluruhnya, pemohon IMB melaksanakan pekerjaan pembangunan.
(5) Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persetujuan
sebagian, Pemohon IMB memenuhi kekurangan persyaratan yang tercantum
dalam Keputusan Bupati.
Pasal 10

(1) IMB berisi keterangan tentang:


a. Nama pemegang IMB;
b. Alamat pemegang IMB;
c. Jenis bangunan yang diizinkan;
d. Peruntukkan bangunan yang diizinkan;
e. Letak kapling tempat bangunan yang diizinkan.
(2) IMB disertai lampiran yang berisi keterangan tentang:
a. Peta situasi dengan skala 1:500;
b. Gambar rencana bangunan dengan skala 1:50/ 1:100/ 1:200;
c. Perhitungan konstruksi dan instalasi yang ditetapkan bagi bangunan
bertingkat/ bangunan tinggi.

Pasal 11

(1) IMB hanya berlaku bagi seseorang atau badan yang namanya tercantum dalam
IMB.
(2) Bila karena sesuatu hal seseorang atau badan pemegang IMB tidak lagi menjadi
pihak yang mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan dalam IMB tersebut
harus dimohonkan balik nama kepada Bupati.

Pasal 12

(1) Bila pemohon IMB adalah berbentuk Badan dan bubar sebelum PIMB yang
diajukan diputuskan, maka terhadap IMB tersebut tidak diambil keputusan dan
apabila bubar setelah IMB ditetapkan, maka IMB tersebut menjadi batal.
(2) Bila pemohon IMB meninggal, maka PIMB tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli
warisnya, sedangkan apabila IMB sudah ditetapkan dapat dimohonkan balik
nama oleh ahli waris tersebut dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sejak meninggalnya pemohon.

Pasal 13

(1) Permohonan balik nama IMB sekurang-kurangnya berisi keterangan tentang:


a. Nama pemohon;
b. Alamat pemohon;
c. Nomor dan tanggal IMB yang bersangkutan.
(2) Bila penerima IMB tidak lagi menjadi pihak yang mendirikan bangunan karena
meninggal, atau bubar bila berbentuk badan, atau jual beli, permohonan balik
nama IMB dilampiri:
a. Akta Kematian/ Surat Keterangan Kematian, atau Akta Pembubaran yang
sah;
b. Surat Keterangan bahwa pemohon balik nama IMB adalah penerima hak yang
sah;
c. Tanda bukti jual beli;
d. Salinan IMB yang bersangkutan.

Pasal 14

IMB bagi bangunan temporer diberikan dengan mencantumkan syarat bahwa


bangunan yang bersangkutan akan dibongkar setelah lewat jangka waktu yang
ditetapkan.

Bagian Kedua
Pelaksanaan

Pasal 15

Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diserahkannya IMB kepada


pemohon, SKPD yang ditunjuk menandai letak garis sempadan dan ketinggian
permukaan tanah kapling tempat bangunan yang akan didirikan sesuai dengan
rencana yang ditetapkan dalam IMB.

Pasal 16

(1) Pemegang IMB untuk bangunan khusus wajib memberitahukan secara tertulis
kepada Bupati meliputi kegiatan-kegiatan:
a. Saat akan dimulainya pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan
bangunan;
b. Saat akan dimulainya bagian-bagian pekerjaan mendirikan/ merubah/
merobohkan bangunan;
c. Saat penyelesaian bagian pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan
bangunan.
(2) Pemberitahuan tersebut ayat (1) diajukan Pemegang IMB selambat-lambatnya 2
(dua) hari kerja sebelum kegiatan dimulai.

Pasal 17

(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan


sebagaimana dimaksud Pasal 16 Bupati menugaskan pemeriksa untuk meneliti
kenyataan bagian pekerjaan yang ada sesuai dengan rencana dalam IMB.
(2) Apabila setelah pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1), bagian pekerjaan
telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dalam IMB, maka petugas pemeriksa
memberikan tanda bukti persetujuan untuk meneruskan pekerjaan.
(3) Apabila setelah pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1,) bagian pekerjaan
ternyata tidak sesuai dengan rencana dalam IMB, maka petugas pemeriksa
dapat memerintahkan penyesuaian, pembongkaran, dan/atau penghentian
bagian pekerjaan yang tuangkan dalam Berita Acara.

Pasal 18

Petugas pemeriksa sebagaimana dimaksud Pasal 17 ditetapkan dengan Keputusan


Bupati.
Pasal 19

(1) Selama pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan dilaksanakan,


pemegang IMB diwajibkan mengamankan lokasi bangunan sehingga tidak
mengganggu lingkungan.
(2) Selama pelaksanaan pekerjaan, setiap pemegang IMB wajib memasang papan
petunjuk yang memuat keterangan tentang:
a. Nomor dan Tanggal IMB;
b. Nama pemilik IMB;
c. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan;
d. Jenis bangunan;
e. Peruntukkan bangunan;
f. Lokasi/ alamat kapling
g. Pelaksanaan bangunan;
h. Pengawas bangunan.
(3) Apabila pelaksanaan pembangunan mengganggu sarana kota, maka
pelaksanaan kegiatannya tidak boleh dilakukan sendiri tetapi harus dikerjakan
pihak yang berwenang atas biaya pemegang IMB.

Pasal 20

(1) Merobohkan bangunan dilaksanakan berdasarkan ijin merobohkan bangunan


dan/atau perintah merobohkan bangunan.
(2) Bupati berwenang memerintahkan kepada pemilik bangunan untuk
membongkar / merobohkan sebagian atau seluruh bangunan yang dinyatakan:
a.Rapuh, berdasarkan perhitungan teknis konstruksi yang dapat
dipertanggungjawabkan;
b.Tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Rencana Tata
Ruang Wilayah;
c. Mengganggu ketertiban / keamanan umum;
d.Tidak memiliki IMB / tidak sesuai dengan IMB yang dimiliki.
(3) Apabila perintah merobohkan bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak
dilaksanakan, maka pelaksanaan merobohkan bangunan dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah atas biaya pemilik bangunan tersebut.

Pasal 21

Perintah merobohkan bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 20 setelah


mendapatkan pertimbangan dari Tim yang dibentuk oleh Bupati.

Bagian Ketiga
Pemeriksaan Bangunan

Pasal 22

(1) Selama pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan dilaksanakan,


pemilik bangunan mengusahakan agar kutipan/ salinan IMB dan lampiran
yang diberikan kepadanya berada di tempat pekerjaan sehingga petugas
pemeriksa sebagaimana dimaksud Pasal 17 pada setiap kesempatan dapat
membuat catatan tentang:
a. Pemeriksaan umum;
b. Dimulainya pekerjaan-pekerjaan;
c. Penilaian hasil pemeriksaan;
d. Peringatan-peringatan yang diberikan kepada pemegang IMB.
(2) Pemeriksa setiap waktu dapat meminta kepada pemegang IMB untuk
memperlihatkan IMB beserta lampirannya.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya pemeriksa dilengkapi dengan surat tugas dan
tanda pengenal.

Pasal 23

Pemegang IMB wajib membantu terselenggaranya pemeriksaan pekerjaan-pekerjaan


mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan sebaik-baiknya dengan memberikan
keterangan yang diperlukan.
Pasal 24

Pemeriksa berwenang:
a. Memasuki dan memeriksa tempat pelaksanaan pekerjaaan mendirikan/
merubah/ merobohkan bangunan pada setiap saat;
b. Memeriksa apakah bahan bangunan yang dipergunakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku, dan atau standar yang berlaku;
c. Memerintahkan mengganti/ menyingkirkan bahan bangunan yang ditolak
setelah pemeriksaan, demikian pula alat-alat yang dianggap berbahaya serta
merugikan kesehatan/ keselamatan kerja.

Pasal 25

Pemegang IMB wajib memberitahukan kepada SKPD yang ditunjuk saat setelah
selesainya pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan tersebut
dalam IMB selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah pekerjaan mendirikan/
merubah/ merobohkan bangunan itu selesai.

BAB IV
GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 26

Retribusi IMB digolongkan Retribusi Perizinan Tertentu.

BAB V
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 27

Tingkat penggunaan jasa izin mendirikan bangunan diukur dengan rumus yang
didasarkan atas faktor koefisien kota/ wilayah, koefisien kelas jalan, koefisien kelas
bangunan, koefisien guna bangunan, koefisien status bangunan dan koefisien
tingkat bangunan.

BAB VI
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR
DAN BESARNYA TARIP

Pasal 28

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarip retribusi
didasarkan pada tujuan untuk menutup biaya penyelenggaraan pemberian izin
yang meliputi biaya pengecekan dan pengukuran lokasi, biaya pemetaan dan biaya
transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian.

BAB VII
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP

Pasal 29

(1) Retribusi izin mendirikan bangunan meliputi:


a. Biaya pemeriksaan gambar meliputi pemeriksaan gambar konstruksi dan
arsitektur sebesar 0.05% (lima perseratus persen) dari nilai bangunan;
b. Biaya pengawasan sebesar 0.05% (lima perseratus persen) dari nilai
bangunan;
c. Biaya izin sebesar 1% ( satu persen) dari nilai bangunan, serendah-rendahnya
Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
(2) Nilai bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah hasil perkalian antara
jumlah koefisien kota/ wilayah, koefisien guna bangunan, koefisien status
bangunan, koefisien kelas jalan, koefisien tingkat bangunan dengan harga
bangunan.
(3) Khusus untuk bangunan temporer, nilai bangunan adalah perkalian antara
koefisien bangunan temporer dengan harga bangunan.
(4) Besarnya harga dasar bangunan ditetapkan sebagai berikut:
A. Bangunan Tipe A, yaitu bangunan dengan:
a. Pondasi : Batu Belah/ beton
b. Kolom : Beton/ besi
c. Dinding : Tembok
d. Rangka atap : Kayu jati/ baja/ baja ringan
e. Kusen : Alumunium/ Kayu jati
f. Atap : Genteng glazur/ beton/ genteng metal
g. Lantai : Granito/ marmer
h. Langit-langit : Gypsum/ kalsiboard
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 855.000,- (Delapan ratus
lima puluh lima ribu rupiah) per meter persegi.

B. Bangunan Tipe B, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Belah/ beton
b. Kolom : Beton/ besi
c. Dinding : Tembok
d. Rangka atap : Kayu bengkirai/ beton/ baja ringan
e. Atap : Genteng press/ beton/ genteng metal
f. Lantai : Keramik
g. Langit-langit : Eternit/ Gypsum
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 787.500,- (Tujuh ratus
delapan puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) per meter persegi.

C. Bangunan Tipe C, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Belah/ beton
b. Kolom : Beton
c. Dinding : Tembok
d. Rangka atap : Kayu Kalimantan kelas II/ baja ringan
e. Atap : Genteng press/ seng/ asbes
f. Lantai : Keramik
g. Langit-langit : Eternit/ tripleks
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 663.750,- (Enam ratus
enam puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) per meter persegi.

D. Bangunan Tipe D, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Belah/ bata
b. Kolom : Beton
c. Dinding : Tembok
d. Rangka atap : Kayu Tahun
e. Atap : Genteng press/ seng/ asbes
f. Lantai : Tegel abu-abu
g. Langit-langit : Eternit
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 528.750,- (Lima ratus
dua puluh delapan ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) per meter persegi.

E. Bangunan Tipe E, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Belah/ bata
b. Kolom : Bata merah
c. Dinding : Tembok
d. Rangka atap : Kayu Tahun
e. Atap : Genteng flam
f. Lantai : Plester/ tegel
g. Langit-langit : Eternit/ kepang
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 144.750,- (Seratus empat
puluh empat ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) per meter persegi.

F. Bangunan Tipe F, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Belah/ bata
b. Kolom : Kayu/ pilar
c. Dinding : Tembok
d. Rangka atap : Kayu Tahun
e. Atap : Genteng flam/ seng
f. Lantai : Plester
g. Langit-langit : Kepang
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 115.000,- (Seratus lima
belas ribu rupiah) per meter persegi.

G. Bangunan Tipe G, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Bata
b. Kolom : Kayu
c. Dinding : Tembok 1 meter/ papan/ kepang
d. Rangka atap : Kayu Tahun
e. Atap : Genteng flam/ seng
f. Lantai : Plester
g. Langit-langit : Kepang/ tanpa langit-langit
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 94.500,- (Sembilan puluh
empat ribu lima ratus rupiah) per meter persegi.

H. Bangunan Tipe H, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Bata
b. Kolom : Kayu
c. Dinding : Tembok 1 meter/ papan/ kepang
d. Rangka atap : Kayu Tahun/ bambu
e. Atap : Genteng flam/ seng
f. Lantai : Floor/ tanpa lantai
g. Langit-langit : Kepang
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 78.825,- (Tujuh puluh
delapan ribu delapan ratus dua puluh lima rupiah) per meter persegi.

I. Bangunan Tipe I, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Batu Bata
b. Kolom : Kayu
c. Dinding : Papan/ kepang
d. Rangka atap : Kayu Tahun/ bambu
e. Atap : Genteng flam/ seng
f. Lantai : Floor
g. Langit-langit : Kepang
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 54.000,- (Lima puluh
empat ribu rupiah) per meter persegi.

J. Bangunan Tipe J, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Umpak
b. Kolom : Kayu
c. Dinding : Kepang
d. Rangka atap : Kayu Tahun/ bambu
e. Atap : Genteng flam/ seng
f. Lantai : Tanah
g. Langit-langit :-
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 36.000,- (Tiga puluh
enam ribu rupiah) per meter persegi.

K. Bangunan Tipe K, yaitu bangunan dengan:


a. Pondasi : Umpak
b. Kolom : Kayu Tahun/Bambu
c. Dinding : Kepang
d. Rangka atap : Kayu
e. Atap : Welit
f. Lantai : Tanah
g. Langit-langit :-
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 22.500,- (Dua puluh dua
ribu lima ratus rupiah) per meter persegi.
L. Bangunan Tipe L, yaitu bangunan dengan:
a. Pondasi : Umpak
b. Kolom : Bambu
c. Dinding : Kepang
d. Rangka atap : Bambu
e. Atap : Welit
f. Lantai : Tanah
g. Langit-langit :-
Harga dasar bangunannya ditentukan sebesar Rp. 10.500,- (Sepuluh ribu
lima ratus rupiah) per meter persegi.

M. Harga Dasar Bangunan-bangunan bukan gedung ditetapkan sebagai berikut:


a. Pondasi pagar Rp. 63.700,00 /m’
b. Pagar tembok Rp. 83.300,00 /m2
c. Pagar beton/ roster Rp. 96.400,00 /m2
d. Pagar besi/ teralis Rp. 100.000,00 /m2
e. Kolam pasangan Rp. 10.000,00 /m2
f. Kolam Tanah Rp. 6.000,00 /m2
g. Water torn beton Rp. 3.552.500,00 /m3
i. Water torn besi Rp. 2.030.000,00 /m3
j. Pondasi mesin (di luar bangunan) Rp. 200.000,00 /m2
k. Jembatan/ lift (untuk service kendaraan) Rp. 400.000,00 /m2
l. Jembatan jalan kompleks Rp. 200.000,00 /m2
m. Auning dan sejenisnya Rp. 3.000,00 /m2
n. Gerbang maksimal 2 m2 Rp. 200.000,00 /unit
Selebihnya dihitung Rp. 250.000,00 /unit
o. Gapura maksimal 2 m2 Rp. 200.000,00 /unit
Selebihnya dihitung Rp. 250.000,00 /unit
p. Kolam renang Rp. 25.300,00 /m2
q. Kolam pengolahan air Rp. 12.000,00 /m2
r. Menara telekomunikasi dan sejenisnya (tinggi Rp. 18.000.000,00 /m’
max. 20 m’)
s. Menara telekomunikasi dan sejenisnya (tinggi Rp. 17.000.000,00 /m’
max. 40 m’)
t. Menara telekomunikasi dan sejenisnya (tinggi Rp. 16.000.000,00/ m’
max. 60 m’)
u. Menara telekomunikasi dan sejenisnya (tinggi Rp. 15.000.000,00/ m’
max. > 60 m’)
v. Gardu listrik, ruang trafo, atau panel dengan Rp. 400.000,00/ m2
luas max. 10 m2
Selebihnya dihitung Rp. 200.000,00 /m2
w. Monumen dalam persil/ pekarangan Rp. 200.000,00 /m2
x. Reklame 15% dari RAB
y. Instalasi BBM Rp. 2.000.000,00
/saluran pengantar
z. Kolam pemancingan 3% dari RAB
aa. Patung, air mancur, relief dan sejenisnya 3% dari RAB
ab. Galian kabel/ pipa untuk sarana umum Rp. 10.000,00 /m’
(PDAM, Telkom)
ac. Galian kabel/ pipa untuk industri Rp. 50.000,00 /m’
ad. Tangki, kapasitas < 10 m3 Rp. 9.375,00 /m3
ae. Tangki, kapasitas 10 - 25 m3 Rp. 18.750,00 /m3
af. Tangki, kapasitas 25 - 50 m3 Rp. 28.125,00 /m3
ag. Tangki, kapasitas 50 - 100 m3 Rp. 37.500,00 /m3
ah. Tangki, kapasitas > 100 m3 Rp. 46.875,00 /m3

Pasal 30

Koefisien-koefisien sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) adalah sebagai berikut:


a. Koefisien Kota/ Wilayah:
No. Hirarkhi Kota/ Wilayah Koefisien
1. Bangunan pada Kota Kabupaten 1.20
2. Bangunan pada Kota Kecamatan 1.00
3. Bangunan pada Kota/ Kawasan tertentu 0.80
4. Bangunan pada Wilayah Pedesaan 0.65

b. Koefisien Kelas Jalan


No. Kelas Jalan Koefisien
1. Bangunan di pinggir Jalan Utama Kota 2.00
2. Bangunan di pinggir jalan arteri 1.50
3. Bangunan di pinggir jalan kolektor 1.25
4. Bangunan di pinggir jalan lokal 1.00
5. Bangunan di pinggir jalan lingkungan 0.75
6. Bangunan di pinggir jalan setapak/ kampung/ 0.50
desa/ tidak di tepi jalan

c. Koefisien Kelas Bangunan


No. Kelas Bangunan Koefisien
1. Bangunan Permanen 1.00
2. Bangunan Semi Permanen 0.75
3. Bangunan Sementara 0.50

d. Koefisien Guna Bangunan


No. Guna Bangunan Koefisien
1. Bangunan perniagaan 1.400
2. Bangunan perindustrian 1.275
3. Bangunan perumahan (tempat tinggal) 1.000
4. Bangunan kelembagaan/ perkantoran 0.825
5. Bangunan umum 0.600
6. Bangunan pendidikan 0.600
7. Bangunan khusus 0.200
8. Bangunan sosial 0.500
9. Bangunan campuran 1.5 x
koefisien
bangunan
e. Koefisien Status Bangunan
No. Status Bangunan Koefisien
1. Bangunan pemerintahan 1.00
2. Bangunan swasta 1.50
f. Koefisien Tingkat Bangunan
No. Tingkat Bangunan dg. Jumlah lantai Koefisien
1. Bangunan 1 lantai 1.00
2. Bangunan 2 lantai 1.10
3. Bangunan 3 lantai 1.20
4. Bangunan 4 lantai 1.30
5. Bangunan 5 lantai atau lebih 1.40

g. Koefisien Waktu Bangunan (Bangunan Temporer)


No. Waktu Bangunan Temporer Berdiri/ Koefisien
digunakan
1. Kurang dari 1 (satu) minggu 0.50
2. Lebih dari 1 (satu) minggu s.d. 1 (satu) bulan 1.00
3. Lebih dari 1 (satu) bulan s.d. 1 (satu) tahun 1.50
4. Lebih dari 1 (satu) tahun 2.00

Pasal 31

(1) Retribusi Izin merubah bangunan terdiri dari:


a. Biaya pemeriksaan gambar meliputi gambar konstruksi dan arsitektur
0.03% (tiga perseratus persen) dari nilai perubahan bangunan.
b. Biaya pengawasan 0.03% (tiga perseratus persen) dari nilai perubahan
bangunan
c. Biaya izin ditetapkan 0,75% (tujuh puluh lima perseratus persen) nilai
perubahan bangunan
(2) Nilai bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah hasil perkalian antara
jumlah koefisien kota/ wilayah, koefisien kelas jalan, koefisien guna bangunan,
koefisien kelas bangunan, koefisien tingkat bangunan, koefisien status
bangunan dengan harga bangunan.
(3) Koefisien-koefisien sebagaimana dimaksud Pasal 30 berlaku juga untuk
menentukan nilai bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1).

Pasal 32

(1) Terhadap pemegang IMB diwajibkan memasang papan IMB yang bentuk dan
isinya ditetapkan oleh Bupati.
(2) Penggantian biaya papan IMB dibebankan kepada pemegang IMB yang
besarannya ditetapkan oleh Bupati.

BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI

Pasal 33

Retribusi terutang dipungut di wilayah Daerah.

BAB IX
SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 34

Saat retribusi terutang terjadi sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB XI
TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 35

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.


(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB X
TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 36

(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk
oleh Bupati dalam waktu 1 (satu) hari dengan menggunakan SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan
(2) Apabila pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu yang telah
ditentukan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi
yang terutang, yang tidak atau kurang bayar, dan ditagih dengan menggunakan
STRD.

Pasal 37

(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/ lunas.


(2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin kepada Wajib
Retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu,
setelah memenuhi persayaratan yang ditentukan.
(3) Angsuran pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2) harus
dilakukan secara teratur dan berturut-turut.
(4) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin kepada Wajib
Retribusi untuk menunda pembayaran retribusi sampai batas waktu yang
ditentukan setelah memenuhi persayaratan yang ditentukan
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan
oleh Bupati.

Pasal 38

(1) Setiap pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 36 diberikan tanda


bukti pembayaran.
(2) Bentuk, isi, ukuran tanda bukti pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud
ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

BAB XI
TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI

Pasal 39

(1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat
jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat
peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi
retribusi yang terutang.
(3) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaiman
yang dimaksud ayat (1), dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 40

Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan retribusi


ditetapkan oleh Bupati.

BAB XII
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 41

(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Retribusi dapat memberikan


pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi
sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.

BAB XIII
KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 42

(1) Penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga)


tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib
Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh
apabila:
a. Diterbitkan surat teguran;
b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun
tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat
Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah
Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran
atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Pasal 43

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 44

Pelanggaran terhadap Pasal 5 dikenakan sanksi dapat berupa penghentian


pekerjaan pembangunan, pembongkaran bangunan, pencabutan IMB.
Pasal 45

(1) Bupati berwenang memerintahkan penghentian segera pekerjaan


mendirikan/merubah/merobohkan bangunan yang tidak sesuai dengan IMB
yang bersangkutan.
(2) Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari dari setelah diterimanya perintah
penghentian segera tersebut ayat (1), pemilik/penanggung jawab bangunan
diwajibkan untuk memenuhi kekurangan persyaratannya.
(3) Setelah lewat jangka waktu tersebut ayat (2), pemilik/penanggung jawab
bangunan tidak memenuhi kekurangan persyaratan, maka Bupati menetapkan
penghentian pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1).

Pasal 46

(1) Bupati dapat memerintahkan kepada pemilik untuk membongkar bangunan


yang didirikan atau dirubah yang tidak berdasarkan IMB.
(2) Bila selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah perintah pembongkaran
tersebut pada ayat (1) disampaikan, pemilik bangunan tidak memenuhi
perintah tersebut, pembongkaran dapat dilaksanakan oleh petugas dari instansi
yang ditunjuk atas biaya dan resiko pemilik bangunan.

Pasal 47

IMB dapat dicabut apabila:


a. Persyaratan yang menjadikan dasar diberikannya IMB terbukti tidak benar;
b. Pelaksanaan mendirikan bangunan atau merubah bangunan menyimpang
dari rencana yang disahkan dalam IMB;
c. Setelah 6 (enam) bulan sejak diberikannya IMB pelaksanaan pekerjaan belum
dimulai;
d. Setelah pelaksanaan pekerjaan dimulai kemudian dihentikan berturut-turut
selama 12 (dua belas) bulan.

BAB XV
INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 48

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi dapat diberi
Insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.

BAB XVI
PENYIDIKAN

Pasal 49

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang Retribusi Daerah.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi daerah agar keterangan
atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b.meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
d.memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi daerah ;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h.memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka dan/atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k.melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut hukum,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.

BAB XVII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 50

Setiap orang atau Badan yang melaksanakan pekerjaan pembangunan tanpa IMB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di bidang bangunan gedung.

Pasal 51

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan


keuangan Daerah dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang
bayar.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

(1) IMB yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap
berlaku.
(2) Bagi semua bangunan yang telah ada saat berlakunya Peraturan Daerah ini dan
belum dilengkapi IMB diwajibkan mendapatkan IMB berdasarkan Peraturan
Daerah ini.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 53

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan (Lembaran daerah kabupaten Cilacap Tahun 1999 Nomor 12 seri B
nomor 6) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 54

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.
(2) Peraturan pelaksanaan atas Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 6
(enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 55

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap.

Ditetapkan di Cilacap
pada tanggal 30 Desember 2011

BUPATI CILACAP,

Cap & ttd,

TATTO SUWARTO PAMUJI


Diundangkan di Cilacap
pada tanggal 30 Desember 2011

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN CILACAP,

Cap & ttd,

M. MUSLICH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN 2011 NOMOR 12

Anda mungkin juga menyukai