“… Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1)…” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga berbunyi, “Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 93 ayat (2), dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).” Ketentuan pidana ini tidak lagi dikenakan pada pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja atau pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang mengajak melakukan mogok kerja.
Pasal 158 tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat karena memberi kewenangan kepada pengusaha untuk melakukan PHK dengan alasan buruh/pekerja telah melakukan kesalahan berat tanpa due process of law melalui putusan pengadilan yang independen dan imparsial, melainkan cukup hanya dengan keputusan pengusaha yang didukung oleh bukti-bukti yang tidak perlu diuji keabsahannya menurut hukum acara yang berlaku. Pasal 159 dihapus karena ketentuan tersebut melahirkan beban pembuktian yang tidak adil dan berat bagi buruh/pekerja untuk membuktikan kesalahannya. Selain itu, pemberlakuan pasal tersebut menimbulkan kerancuan berpikir dengan mencampuradukkan proses perkara pidana dengan proses perkara perdata secara tidak pada tempatnya.
Pasal 160 ayat (1) sepandang mengenai anak
kalimat “bukan atas pengaduan pengusaha” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga berbunyi, “Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut…”Artinya, apabila pekerja/buruh ditahan oleh pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, meskipun itu atas pengaduan pengusaha atau bukan, maka pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya. Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat “… kecuali Pasal 158 ayat (1), …” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga berbunyi, “Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (2) dan Pasal 168, kecuali Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169, batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.” Artinya, ketentuan ini juga berlaku terhadap pekerja/buruh yang di- PHK karena telah melakukan kesalahan berat.
Pasal 171 sepanjang menyangkut anak
kalimat “… Pasal 158 ayat (1) …” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga berbunyi, “Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan Psal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.” Artinya, ketentuan ini juga berlaku terhadap pekerja/buruh yang di- PHK karena telah melakukan kesalahan berat.
Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) dihapus
karenabertentangan dengan UUD 1945. Frasa “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) terpenuhi, maka…” dalam Pasal 120 ayat (3) dihapus, sehingga berbunyi, “Para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh.” Menurut Mahkamah, ketentuan tersebut harus dimaknai “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan.”