Banyak Pertanyaan Seputar STBM Yang Jawabannya Masih Simpang Siur
Banyak Pertanyaan Seputar STBM Yang Jawabannya Masih Simpang Siur
Q&A (Questions
and Answers) ini diambil dari berbagai kegiatan dan berbagai sumber, bertujuan untuk
memberikan pengertian dasar bagi para pelaku/penggiat/pemerhati STBM terutama yang
baru saja berkecimpung di program ini.
Kami membuka pintu akan segala masukan dan saran demi perkembangan dan perbaikan
Q&A ini.
DASAR KONSEP
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Program nasional STBM dikhususkan untuk skala rumah tangga, sehingga program ini
adalah program yang berbasis masyarakat, dan tanpa memberikan subsidi sama sekali bagi
rumah tangga.
sanitasi total
berbasis masyarakat
skala rumah tangga
metode pemicuan
monitoring partisipatif
Bukan. STBM adalah program nasional. Ada banyak proyek/donor/NGO yang melaksanakan
program STBM.
Proyek:
Program:
o Memiliki waktu pelaksanaan relatif lebih panjang (sesuai dengan perencanaan
pemerintah);
o Tidak tergantung oleh satu donor;
o Dilakukan oleh banyak pihak (proyek, donor, LSM/NGO, swasta, dll)dalam
waktu bersamaan.
Donor terkait:
o World Bank;
o Bill Gates Foundation;
o Kedutaan Besar Kerajaan Belanda;
o dll
Swasta:
o Unilever;
o PT Tanshia Consumer Products;
o dll.
LSM/NGO/UN:
o WES Unicef;
o Plan Indonesia;
o Yayasan Dian Desa;
o CD Bethesda;
o Yayasan Rumsram;
o IUWASH – USAID;
o High Five – USAID;
o dll.
Pilar pertama STBM adalah Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS).
STBM:
CLTS:
CLTS merupakan gerakan yang dipimpin oleh masyarakat, menggunakan metode pemicuan.
STBM menggunakan metode yang digunakan di CLTS, dengan materi yang berbeda.
Apakah pengertian total sanitasi / sanitasi total di CLTS sama dengan di STBM?
Tidak sama.
Di CLTS, sanitasi total yang dimaksud adalah terkait community-led. Artinya, semua
komponen masyarakat terlibat dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan evaluasi.
APBD
BOK
CSR
Proyek terkait (PNPM, Pamsimas, CWSHP, WSLIC-2)
LSM/NGO
dll
Bagaimana mengintegrasikan berbagai pelaku STBM di daerah?
Koordinasi di daerah ada di tangan Bappeda. Namun saat ini ada banyak keuntungan yang
didapatkan jika yang melakukan koordinasi adalah Pokja AMPL daerah.
PEMICUAN
Berbeda.
Apakah kondisi Stop BABS / ODF itu tiap rumah harus punya jamban?
Tidak harus.
Seseorang bisa Stop BABS tanpa memiliki jamban. Yang menjadi fokus adalah perubahan
perilaku, bukan pembangunan sarana fisik.
Kita sebagai fasilitator tidak membawa solusi untuk masyarakat. Masyarakat sendiri yang
tahu solusinya.
PILAR 2. CTPS
Adakah saran-saran / fakta terkait Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang jarang
diketahui?
Ada beberapa:
o Sabun dalam CTPS berfungsi bukan untuk mematikan kuman, namun untuk
melarutkan/melunturkan kuman yang ada di tangan sehingga dapat digelontor
oleh air.(Sumber: Artikel CTPS 1);
o Ketika mencuci tangan di tempat umum, keringkan tangan dengan tisu /sapu
tangan /lap bersih, hindari mesin hand drier karena biasanya jarang
dibersihkan sehingga mengandung kuman. (Sumber: Artikel CTPS 2)
Diare dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di Negara-Negara
berkembang.
Anak-anak yang tumbuh di daerah miskin berisiko meninggal 10 kali lebih besar dari pada
mereka yang tinggal di daerah kaya.
Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, dan praktik CTPS dapat mencegah 1
juta kematian tersebut di atas.
Praktik CTPS setelah ke jamban atau menceboki anak, dan sebelum menjamah makanan
dapat menurunkan hampir separuh kasus diare, dan sekitar seperempat kasus ISPA. Paraktik
CTPS juga dapat mencegah infeksi kulit, mata, dan orang dengan HIV/AIDS.
Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok
jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di
permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi.
Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang di peroleh
setelah menggunakan sabun.
Praktik CTPS yang benar memerlukan sabun dan sedikit air mengalir.
Air mengalir dari kran bukan keharusan yang penting air mengalir dari sebuah wadah bisa
berupa botol, kaleng, ember tinggi, gentong, jerigen atau gayung.
Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak maupun punggungnya, terutama
di bawah kuku minimal 20 detik. Bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan air bersih
atau kain, kibas-kibaskan di udara.
Cara termudah untuk waktu 20 detik adalah mencari lagu favorit anak yang dapat
dinyanyikan dalam 20 detik. Misalnya lagu “Happy Birthday― dinyanyikan 2 kali.
Apakah sabun anti bakteri lebih baik dalam memutuskan rantai penyebab penyakit
dari pada sabun biasa?
Dengan penggunaan yang tepat, semua jenis sabun efektif dalam membantu melunturkan
kotoran/kuman (penyebab diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas) dari tangan.
Ketiadaan sabun bukan suatu penghalang praktik CTPS di rumah. Hasil penelitian
menunjukkan sabun telah dapat di jangkau oleh lebih dari 90% rumah tangga di Indonesia.
Masalahnya tidak semua menggunakan sabun tersebut untuk mencuci tangan. Mencuci
pakaian, mandi dan mencuci peralatan makan merupakan prioritas utama pengguna sabun
rumah tangga.
Ya, sebuah penelitian di Karachi, Pakistan, menemukan bahwa anak-anak yang tinggal di
daerah kumuh terkontaminasi, yang mendapatkan pemahaman pentingnya CTPS, 50% lebih
sedikit terkena diare atau pneumonia daripada mereka yang tidak mendapatkan pemahaman
CTPS.
Tidak, kenyataan yang menunjukakn bahwa pengenalan pentingnya CTPS di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 80-an, namun survey perilaku CTPS di Indonesia terhadap 5 waktu
penting CTPS menunjukkan hasil yang sangat rendah yaitu:
Penyampaian pesan harus dilakukan berulang kali agar pemahaman dapat saja sejalan dengan
praktik perilaku tersebut.
Apakah masalah kurangnya praktik CTPS hanya dihadapi di negara-negara
berkembang?
Tidak.
Negara-negara maju pun yang ketersediaan sabun dan air mengalir bukan suatu masalah
juga sering lupa mempraktikkan CTPS ini.
Para praktisi di bidang kebersihan, air dan sanitasi, serta produsen sabun telah banyak
mempelajari hal yang berfungsi baik dan hal yang tidak berfungsi baik dalam mengubah
kebiasaan dan perilaku.
Yang tidak berfungsi baik adalah pelaksanaan sebatas top-down, solusi teknologi, maupun
kampanye dengan komunikasi satu arah untuk penyampaian pesan-pesan edukasi kesehatan.
Pendekatan baru ini menekankan pada kajian mendalam tentang ketertarikan, kebutuhan, dan
motivasi berbagai pihak di masyarakat. Pendekatan ini juga menggunakan berbagai jenis
media massa maupun komunikasi interpersonal untuk menjangkau kelompok sasarannya, dan
melibatkan masyarakat secara aktif.
Apakah itu kemitraan pemerintah swasta untuk cuci tangan pakai sabun (KPS-CTPS)?
KPS-CTPS adalah kemitraan dari berbagai pemangku kepentingan yang berkomitmen pada
peningkatan praktik CTPS di Indonesia.
Dikukuhkan pada tahun 2007, KPS-CTPS di Indonesia saat ini memiliki Core Group yang
terdiri dari Kementrian Kesehatan RI, Bappenas, USAID, WSP, Unicef, Unilever, WFP dan
Reckitt Benckiser.
Tujuan KPS-CTSP adalah untuk mempercepat proses penyampaian pesan CTPS keseluruh
wilayah tanah air dalam rangka mendukung pemerintah untuk menurunkan pneumonia dan
penyakit menular langsung lainnya, melalui mekanisme kemitraan.
Di Indonesia, kelompok sasaran utama CTPS adalah para ibu yang memiliki balita atau para
pengasuh pengganti ibu seperti nenek, tante, baby sitter maupun pembantu.
Anak sekolah, suami maupun ayah adalah kelompok sekunder yang tidak kalah pentingnya
dalam keberhasilan penyampaian pesan CTPS.