OLEH:
KELOMPOK 9
2. HAFIZ NRP.
3. ZULKIPLI NRP.
2018
PENCAIRAN GAS SECARA JOULE THOMSON
Mesin pendingin joule-thomson digunakan untuk dalam aplikasi medis seperti alat
penyimpan spesimen biomedis dan cryosurgery. Sebegai alat cryosurdery, mesin
pendingin joule-thomson harus memiliki kisaran temperatur yang besar aan mampu
mencapai suhu 120 K agar jaringan kanker yang menginfeksi bagian tubuh dapat
dimatikan (Hidayat, 2011).
Efek joule-thomson biasanya juga digunakan dalam industri migas untuk dijadikan
tolok ukur pada proses pencairan gas. Proses pencairan gas ini dilakukan karena
akibat dari tekanan dan temperatur yang kritis sehingga megakibatkan gas
membentuk kristal yang seperti es atau biasa disebut sebagai gas Hidrat. Proses
pencairan gas yang menggunakan Joule-Thomsone effect adalah dengan
pertolongan suatu kompresor, dimana gas pertama kali ditekan pada tekanan yang
tinggi, kemudian dilepas untuk pengembangan bebas. Gas yang telah mengalami
penurunan suhu akan dialirkan ke dalam kompresor dan proses dapat diulang
kembali hingga mencapai suhu yang cukup rendah sehingga pada pengembangan
atau ekspansi dihasilkan cairan sebagai akibat terjadinya proses kondensasi.
Suatu hari Joule dan Thomson melakukan eksperimen dengan peralatan sederhana
seperti berikut. Bayangkan sebuah tabung dengan pelat berpori (porous plug) yang
memisahkan tabung tersebut menjadi dua bagian. Pelat tersebut dapat dilewati gas
tetapi dengan laju yang lambat (throttle). Pada kedua ujung tabung tersebut terdapat
piston yang bisa masuk dengan tepat dan kuat ke dalam tabung. Setiap piston bisa
bergerak mendekati dan menjauhi poros berpori tersebut. Tabung juga diinsulasi
dengan baik sehingga tidak ada kalor yang bisa masuk dan keluar tabung tersebut
(adiabatik).
Gas dimasukkan di antara pelat berpori dan piston sebelah kiri tabung. Kita
sebut sisi pertama. Pada bagian kanan tabung, piston berada tanpa ruang kosong di
sebelah poros berpori. Sebut saja sisi kedua. Volume awal sisi pertama adalah V1.
Tekanan awal dan temperaturnya masing-masing P1 dan T1. Sekarang, gas pada
sisi pertama didorong piston ke arah poros berpori dan pada saat yang sama piston
sisi kedua akan tertarik menjauhi poros berpori sehingga memiliki tekanan P2 (tentu
saja P2 lebih kecil daripada P1). Pada akhir eksperimen, piston sisi pertama tepat
berada di sebelah poros berpori dan kondisi (volume, tekanan, dan temperatur)
akhir sisi kedua adalah V2, P2, dan T2.
Ada yang aneh hasil percobaan sederhana tersebut! Pengukuran yang akurat
menunjukkan T2 tidak sama dengan T1. Kadang T2 bisa lebih kecil dan lebih besar
dari T1. Bagaimana menjelaskan hal ini?
Analisis Awal
Proses diawali dengan volume V1=V1 dan V2=0 dan diakhiri dengan V1=0 dan
V2=V2. Kerja yang dilakukan pada sisi pertama: W1= – P1(0-V1) =P1V1. Kerja yang
dihasilkan pada sisi kedua: W2 = – P2 (V2-0) = – P2V2
Berarti kerja total adalah
DeltaU = Wtotal
U2 – U1 = P1V1 – P2V2
U2 + P2V2 = U1 + P1V1
U+PV = H (entalpi)
Jadi, persamaan terakhir ditutup dengan H2 =H1. Proses ternyata berlangsung pada
kondisi ISENTALPI. Biasanya dalam soal atau aplikasi termodinamika, alat yang
berperan sebagai poros berpori (porous plug) tersebut adalah valve.
Efek Joule-Thompson
PENCAIRAN GAS
Di lapangan sering dibutuhkan kondisi dengan temperatur yang sangat rendah
(di bawah -100OC), seperti pada proses pemisahan gas oksigen dan nitrogen dari
udara, pembuatan hidrogen cair untuk bahan bakar mesin roket, riset tentang
superkonduksi dan lain-lain.
Pada sebuah proses pencairan gas, gas harus didinginkan sampai pada
temperatur di bawah temperatur kritisnya. Misal temperatur kritis untuk helium,
hidrogen, dan nitrogen adalah masing-masing –268, -240, dan -147OC. Salah satu
metode refrigerasi yang memungkinkan untuk mendapatkan temperatur sangat
rendah ini adalah metode Linde-Hampson seperti pada gambar di bawah.
Di sini gas baru yang akan dicairkan (1) dicampur dengan gas yang tidak
berhasil dicairkan pada tahap sebelumnya (9) sehingga temperaturnya turun sampai
titik (2) dan kemudian bersama-sama masuk ke kompresor bertingkat.
Pengkompresian dilakukan bertingkat sampai titik (3) dengan dilengkapi
intercooling. Gas tekanan tinggi kemudian didinginkan sampai titik (4) dalam after-
cooler dengan menggunakan media pendingin dan didinginkan lebih lanjut sampai
titik (5) dalam alat penukar kalor regenerative dengan membuang kalornya ke gas
yang tidak berhasil dicairkan pada tahap sebelumnya dan akhirnya di-throttled ke
titik (6) sehingga berubah menjadi campuran jenuh. Uap dipisahkan dari gas yang
telah berubah menjadi cair untuk kemudian dilewatkan melalui alat penukar kalor
regenerative untuk menjalani tahap berikutnya.
Di antara nilai-nilai koreksi tekanan dalam tetapan van der Waals, H2O,
amonia dan karbon dioksida memiliki nilai yang sangat besar, sementara oksigen
dan nitrogen dan gas lain memiliki nilai pertengahan. Nilai untuk helium sangat
rendah.
Telah dikenali bahwa pencairan nitrogen dan oksigen sangat sukar. Di abad
19, ditemukan bahwa gas-gas yang baru ditemukan semacam amonia dicairkan
dengan cukup mudah. Penemuan ini merangsang orang untuk berusaha mencairkan
gas lain. Pencairan oksigen atau nitrogen dengan pendinginan pada tekanan tidak
berhasil dilakukan. Gas semacam ini dianggap sebagai “gas permanen” yang tidak
pernah dapat dicairkan.
Baru kemudian ditemukan adanya tekanan dan temperatur kritis. Hal ini
berarti bahwa seharusnya tidak ada gas permanen. Beberapa gas mudah dicairkan
sementara yang lain tidak. Dalam proses pencairan gas dalam skala industro,
digunakan efek Joule-Thomson. Bila suatu gas dimasukkan dalam wadah yang
terisolasi dengan cepat diberi tekan dengan menekan piston, energi kinetik piston
yang bergerak akan meningkatkan energi kinetik molekul gas, menaikkan
temperaturnya (karena prosesnya adiabatik, tidak ada energi kinetik yang
dipindahkan ke dinding, dsb). Proses ini disebut dengan kompresi adiabatik. Bila
gas kemudian dikembangkan dengan cepat melalui lubang kecil, temperatur gas
akan menurun. Proses ini adalah pengembangan adiabatik. Dimungkinkan untuk
mendinginkan gas dengan secara bergantian melakukan pengembangan dan
penekanan adiabatik cepat sampai pencairan.
Perubahan energi dalam dari suatu sistem tertutup adalah sama dengan jumlah
besarnya kalor yang masuk atau disingikirkan dari sistem dan kerja yang dilakukan
oleh atau pada sistem.
Untuk melihat perumusannya, maka harus dihitung jumlah kerja yang dilakukan
oleh gas untuk bergerak melalui sebuah katup kendali. Seandainya sejumlah gas
pada daerah 1 – sebelum katup kendali – mempunyai volume V1 pada tekanan P1
dan ketika melalui katup kendali sejumlah gas tersebut menuju daerah 2 dengan
tekanan P2 akan menjadi jumlah volume V2. Maka kerja yang dilakukan pada gasdi
daerah 1 adalah P1*V1 (berharga positif), sedangkan kerja yang dilakukan oleh
gas didaerah 2 adalah -P2*V2 (berharga negatif).
Selain fenomena entalpi konstan, fenomena lain yang terjadi pada katup kendali
adalah efek Joule-Thomson. Hampir semua komponen berfasa gas di industri
migas, apabila diturunkan tekanannya secara adiabatik (tidak terjadi perpindahan
kalor karena luasan katup kendali dianggap sangat kecil), akan mengalami
penuruan temperatur. Info komplitnya ada di sini. Berkaitan dengan efek Joule-
Thomson ini, ada rumus jempol (rule of thumb) yang biasa dipakai di industri
migas, yaitu setiap penurunan tekanan sebesar 100 psig, akan menurunkan
temperatur sebanyak 5 degF. Kita bisa periksa seberapa jauh keberlakuan rumus
jempol ini.
Dua fenomena di atas – entalpi konstan dan efek Joule-Thomson – bisa diperagakan
oleh mas Hysys, sehingga memberikan gambaran proses secara sebenarnya.
Kasus: komponen stream “1”: methane= 0.6, ethane=0.4, FP= Peng-Robinson,
Pressure=800 psig, Temperature, 100 degF, molar flow = 1 MMSCFD.
Tambahkan sebuah katup kendali di Hysys. Buat stream baru dan namakan stream
“2”. Spesifikasikan tekanan pada stream 2 sebesar 700 psig. Konfigurasi di Hysys
akan terlihat sbb.
Informasi apa yang bisa kita lihat di sini? Mari kita periksa satu per satu.
1. Entalpi konstan. Harus dibuktikan bahwa entalpinya sama dan ternyata memang
benar tidak terjadi perubahan entalpi. Molar entalphy masuk – secara absolut –
adalah -3.443e+4 Btu/lbmole sedangkan molar enthalpy keluar sebesar -3.443e+4
Btu/lbmole juga sehingga perbedaan entalpinya adalah 0 Btu/lbmole.
3. Fraksi uap. Fraksi uap terlihat tidak berubah ketika kita ubah-ubah pada kasus
efek Joule-Thomson. Mari kita ubah temperatur stream 1 menjadi 10 degF dan
tekanan setelah keluar dari katup kendali ditetapkan menjadi 400 Psig. Fraksi uap
terlihat berubah menjadi 0.9279 yang artinya terjadi flashing atau terbentuk fasa
liquid dari campuran hidrokarbon tersebut. Fenomena pembentukan cairan oleh
Joule-Thomson ini sangat banyak diterapkan pada beberapa aplikasi di industri
migas. Hal ini nanti kita bahas pada tulisan lainnya mengenai proses pencairan gas.
Unit Refrigerasi:
Dalam gerobak berpendingin ini terdiri dari dua unit atau komponen utama, yaitu
unit daya dan unit refrigrasi. Di unit daya, gerobak menggunakan accumulator
sebagai sumber energi untuk memberikan energi saat penggunaan refrigerator
dengan menggunakan inverter maka dalam penggunaannya dapat di charger dalam
kondisi tidak tersambung dengan arus PLN. Accumulator yang digunakan yaitu 12
volt sebanyak 2 buah dengan dibantu menggunakan inverter arus AC, accumulator
tersebut mampu untuk diberikan beban daya 80 A Kemudian di unit refrigrasi,
gerobak menggunakan refrigrator untuk merekayasa termal dalam gerobak
sehingga suhu dapat disesuaikan dengan suhu rata-rata normal produk.
Perlunya memperhatikan rancangan struktural ini agar alat dapat bekerja maupun
digunakan secara optimal. Pemilihan desain konstruksi alat dan pemilihan bahan
untuk pembuatan alat seperti besi siku dilakukan agar alat lebih kokoh dan kuat.
Selain itu menggunakan atap fiber karena dimasudkan supaya tahan karat dan
mudah dibersihkan, kemudian pada penggunaan kaca penutup ukuran 7 mm supaya
tahan getaran dan memiliki jarak tembus sinar matahari yang cukup kecil sehingga
tidak terlalu berpengaruh terhadap suhu dalam ruang pendingin.
Mekanisme Kerja Alat Gerobak pendingin ini memperoleh sumber energi dari
accumulator, kemudian dari pembangkit daya ini menghidupkan refrigrator untuk
mendinginkan ruangan. Suhu di atur menggunakan termokopel atau sensor suhu
agar suhu di dalam gerobak konstan.
Alat ini cukup potensial dikembangkan untuk menjadi suatu usaha baru atau inovasi
usaha bagi para penjual sayur dan buah. kebutuhan masyarakat yang meningkat dan
berbanding terbalik dengan kualitas, usaha dengan menggunakan alat ini akan
cukup optimal dalam pemasaran produk kualitas supermarket di jalanan. Dengan
penggunaan alat tersebut, yaitu produk menjadi lebih segar, terhindar dari debu,
lebih higienis, dan terhindar dari lalat.
Pengaturan suhu yang baik merupakan cara yang efektif untuk menurunkan tingkat
kehilangan hasil dan mempertahankan kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran.
Suhu yang rendah, tetapi tidak terlalu rendah, dapat menyebabkan terjadinya
penurunan aktivitas fisiologi sehingga buah menjadi rusak. Suhu yang rendah juga
menurunkan laju pertumbuhan mikroba dan laju pembusukan. Pendinginan
merupakan cara yang efektif untuk menjaga kualitas buah-buahan dan sayur-
sayuran. Terdapat berbagai metode pendinginan yang digunakan, antara lain adalah
kamar pendingin (room cooling), udara pendingin yang bertekanan (forced-air
cooling), air pendingin (hydrocooling), pendingin dengan ruangan hampa (vacuum
colling), dan pengemasan dengan lapisan es (package icing). Namun selain sistem
pendingin di atas, terdapat juga pendinginan yang biasa digunakan untuk
membekukan ice cream, yaitu karbondioksida padat atau kriogenik. Kriogenik ini
dapat menghasilkan suhu hingga -40oC. Prinsip kerja proses kriogenik adalah
pemanfaatan energi pribadi gas umpan berdasarkan efek Joule Thomson. Proses
kriogenik ini berlangsung dalam suatu peralatan yang disebut cold box. Di dalam
cold box ini berisi alat penukar panas dan separator yang diisolasi dengan perlite
( S Bagijo, Junaedi, Azhari, 2010).
Mesin refrigerasi Joule-Thomson (J-T) adalah salah satu jenis dari beberapa
macam mesin refrigerasi bertemperatur sangat rendah dan lainlain, mesin
refrigerasi J-T dapat mencapai suhu lebih rendah sampai di bawah – 60oC
(Sumeru, Tandi, 2009). Pada mesin refrigerasi J-T, yang terdiri dari komponen-
komponen : kompresor, aftercooler, penukar kalor (counterflow heat exchanger),
katup ekspansi dan evaporator, COP-nya tergantung dari efektifitas dari penukar
kalor dan tekanan refrigeran di dalam sistem (Xue at. al, 2001). Salah satu
komponen penting di dalam mesin refrigerasi J-T adalah alat penukar kalor (heat
exchanger), berupa koil pipa helical, dimana terjadi transfer kalor di antara fluida
berbeda temperatur yang mengalir dari bagian aftercooler dan dari evaporator. Pada
Gambar 3 terlihat diagram sistem refrigerasi Joule- Thomson.
Mesin refrigerator yang digunakan adalah lemari es untuk pendinginan. Pendingin
atau refrigerator yang umumnya berdiri tegak pada alat ini dibuat tidur atau
horisontal. Hal ini juga membuat ada sedikit modifikasi pada mesin pendingin
dengan mengubah posisi kompresor supaya tetap tegak lurus. Penambahan
perangkat daya untuk menjalankan lemari pendingin ini pun sudah diberikan yaitu
dengan 2 perangkat accumulator 12 V dan seperangkat inverter 1000 VA.
Pada Gambar 4, terlihat perbedaan sistem refrigerasi Linde dan Joule Thomson,
dimana kelebihan sistem refrigerasi J-T adalah tekanan kerjanya lebih rendah.
Penukar kalor pipa helical juga dapat ditemukan di dalam banyak aplikasi lain
seperti pada : pemrosesan makanan, reaktor nuklir, pemanfaatan panas terbuang
(heat recovery system), proses kimia dan lain-lain. Koil pipa helical cocok untuk
berbagai proses seperti penukar kalor dan reaktor, karena ia dapat berperan dengan
baik sebagai pemindah kalor yang cukup besar dalam ruang yang kecil. Karena
perannya yang cukup banyak di dalam berbagai aplikasi, maka kajian tentang
karakteristik efektifitas dan perpindahan kalor di dalam heat exchanger menjadi
hal yang sangat penting untuk diteliti. Prestasi kerja sistem refrigerasi J-T sangat
tergantung dari karakteristik perpindahan kalor di dalam heat exchanger dengan
ditandai oleh kecepatan pencapaian temperatur, temperatur rendah dan lama operasi
(Yong-Ju Hong, at al.,2009).
Dalam kehidupan sehari hari pasti kita bertanya bagaimana cara kerja suatu alat
seperti kulkas, dan alat lainnya. Ternyata cara kerjanya menggunakan hokum
Termodinamika menggunakan Efek Joule Thomson. Dalam termodinamika , efek
Joule-Thomson (juga dikenal sebagai efek Joule-Kelvin , efek Kelvin-Joule , atau
ekspansi Joule-Thomson ) ditemukan oleh James Prescott Joule dan William
Thomson mereka adalah fisikawan Inggris. Mereka bekerja sama melakukan
melakukan eksperimen yang dirancang untuk menganalisis dan memajukan
termodinamika. Pada tahun 1852, para peneliti membuat penemuan yang sangat
penting. Mereka menemukan apabila sejumlah gas mengalami pengembangan yang
sangat cepat dari keadaan tekanan tinggi menjadi tekanan rendah, cepatnya waktu
tadi secara praktis tidak memungkinkan gas untuk mengalami perambatan kalor
dari luar ke dalam sistem atau sebaliknya. Dengan demikian q = 0 dan proses dapat
dianggap berlangsung secara adiabat. Sebagai akibat pengembangan adiabat ini, gas
mengalami perubahan suhu bisa positif atau negatif. artinya suhu dapat naik atau
turun sebagai akibat pengembangan ini.Gejala ini disebut sebagai efek Joule-
Thompson.
Dalam proses efek joule Thomson di di lakukan pada saat sistem dalam keadaan
adiabatic system yang terjadi tanpa transfer panas dan materi antara system dengan
lingkungan. Perubahan suhu dialami gas expansi tidak bergantung pada tekanan
awal dan akhir akan tetapi juga bergantung pada cara ekspansi yang dilakukan. ika
proses ekspansi reversibel , artinya gas berada dalam kesetimbangan
termodinamika setiap saat, ini disebut ekspansi isentropik . Dalam skenario ini, gas
bekerja positif selama ekspansi, dan suhunya turun. Dalam ekspansi bebas , di sisi
lain, gas tidak bekerja dan tidak menyerap panas, jadi energi internal dilestarikan.
Diperluas dengan cara ini, suhu gas ideal akan tetap konstan, namun suhu gas riil
menurun, kecuali pada suhu yang sangat tinggi. Metode ekspansi dibahas di mana
gas atau cairan pada tekanan P 1 mengalir ke daerah tekanan rendah P 2 tanpa
perubahan signifikan dalam energi kinetik, disebut ekspansi Joule-Thomson.
Ekspansi ini pada dasarnya ireversibel. Selama ekspansi ini, entalpi tetap tidak
berubah. Tidak seperti ekspansi bebas, pekerjaan dilakukan, menyebabkan
perubahan energi internal.
Ada dua faktor yang dapat mengubah suhu cairan selama ekspansi adiabatic.
Perubahan energi internal atau konversi antara energi internal potensial dan kinetik.
Suhu adalah ukuran energi kinetik termal (energi yang terkait dengan gerakan
molekuler); Jadi perubahan suhu mengindikasikan adanya perubahan energi kinetik
termal. The energi internal adalah jumlah energi kinetik termal dan energi potensial
termal. Dengan demikian, bahkan jika energi internal tidak berubah, suhu dapat
berubah karena konversi antara energi kinetik dan potensial; Inilah yang terjadi
dalam ekspansi bebas dan biasanya menghasilkan penurunan suhu saat cairan
mengembang. Jika pekerjaan dilakukan pada atau oleh cairan saat mengembang,
maka total energi internal berubah. Inilah yang terjadi dalam ekspansi Joule-
Thomson dan dapat menghasilkan pemanasan atau pendinginan yang lebih besar
daripada yang diamati dalam ekspansi bebas.
H = U + PV
dimana U adalah energi internal, P adalah tekanan, dan V adalah volume. Jika PV
meningkat, dengan H konstan, lalu U harus menurun akibat fluida yang bekerja di
sekitarnya. Ini menghasilkan penurunan suhu dan menghasilkan koefisien Joule-
Thomson yang bernilai positif. Sebaliknya, penurunan PV Artinya pekerjaan
dilakukan pada cairan dan energi internal meningkat. Jika peningkatan energi
internal melebihi peningkatan energi potensial, akan terjadi peningkatan suhu
cairan dan koefisien Joule-Thomson akan bernilai negatif.
Rasio nilai PV Untuk yang diharapkan untuk gas ideal pada suhu yang sama disebut
faktor kompresibilitas , Z. Untuk gas, ini biasanya kurang dari satu pada suhu
rendah dan lebih besar dari pada suhu tinggi (lihat pembahasan dalam faktor
kompresibilitas ). Pada tekanan rendah, nilai Z selalu bergerak menuju kesatuan
saat gas mengembang. Jadi pada suhu rendah, Z dan PV akan meningkat saat gas
mengembang, menghasilkan koefisien Joule-Thomson yang positif. Pada suhu
tinggi, Z dan PV menurun saat gas mengembang; Jika penurunannya cukup besar,
koefisien Joule-Thomson akan negatif.
Koefisien ini dapat dinyatakan dalam bentuk volume gas V, kapasitas panasnya
pada tekanan konstan C , dan koefisien ekspansi termal \alfa
Lihat koefisien Derivation of Joule-Thomson (Kelvin) di bawah untuk
membuktikan hubungan ini. biasanya dinyatakan dalam ° C / bar (satuan SI: K / Pa
) dan tergantung pada jenis gas dan suhu dan tekanan gas sebelum ekspansi.
Ketergantungan tekanan biasanya hanya beberapa persen untuk tekanan hingga 100
bar.
Semua gas riil memiliki titik inversi dimana nilai tanda perubahan Suhu titik ini,
suhu inversi Joule-Thomson , bergantung pada tekanan gas sebelum ekspansi.
Dalam ekspansi gas, tekanan menurun, jadi tanda \ parsial P adalah negatif menurut
definisi. Dengan pemikiran tersebut, tabel berikut menjelaskan kapan efek Joule-
Thomson mendinginkan atau menghangatkan gas nyata:
aku s demikian
Helium dan hidrogen adalah dua gas yang temperatur inversi Joule-Thomson pada
tekanan satu atmosfer sangat rendah (misalnya sekitar 45 K (-228 ° C) untuk
helium). Dengan demikian, helium dan hidrogen hangat bila diperluas pada entalpi
konstan pada suhu ruangan yang khas. Di sisi lain, nitrogen dan oksigen , dua gas
paling melimpah di udara, memiliki suhu inversi masing-masing 621 K (348 ° C)
dan 764 K (491 ° C): gas-gas ini dapat didinginkan dari suhu kamar oleh Joule-
Efek Thomson. selalu sama dengan nol: Gas ideal tidak hangat dan tidak dingin
saat diperluas ada entalpi konstan.
APLIKASI PENERAPAN EFEK JOULE THOMSON
aplikasi penerapan penggunaan efek joule thomson yaitu di terapkan pada alat
rumah tangga seperti kulkas, kompresor, dan pompa angin. Karena pada penerapan
nya gas di masukan dalam suatu tabung adiabatik dan dimampatkan