Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,
sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik
dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-
pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1
Dikatakan bahwa demam rematik dapat ditemukan di seluruh dunia, dan mengenai
semua umur tapi 90% dari serangan pertama terdapat pada umur 5-15 tahun sedangkan yang
terjadi dibawah umur 5 tahun sangat jarang. 1
Yang sangat penting dari penyakit demam rematik akut ini adalah dalam hal
kemampuannya menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yang akan menimbulkan
gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. Penyakit demam
rematik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequel) yang amat penting pada jantung sebagai
akibat berat ringannya karditis selama serangan akur demam rematik. Cukup banyak
dilaporkan insiden dari kekambuhan demam rematik yang berlanjut dan mengakibatkan
Penyakit Jantung Rematik.1
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 2001
yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara
maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di daerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang
meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.2
Berdasarkan pola etiologi penyakit jantung yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 1973-1977 didapatkan 31,4% pasien Demam Reumatik /
Penyakit Jantung Reumatik pada usia 10-40 tahun, dengan mortalitas 12,4% 1
Clinical scientific session (CSS) ini membahas mengenai demam rematik dan
penyakit jantung rematik yang pembahasannya kami batasi mengenai definisi, epidemiologi,
etiopatogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi.
Penulisan CSS ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang
demam rematik dan penyakit jantung rematik.

1
Penulisan CSS ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada
berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM REMATIK
1. Definisi
Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,
sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik
dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-
pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda radang. Demam rematik dapat sembu
dengan sendirinya tanpa pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat timbul kembali berulang-
ulang, yang disebut dengan kekambuhan (recurrent). Dan biasanya setelah peradangan kuman
Streptococcus Grup A (SGA) betahemolitik, demam rematik tersebut dapat berlangsung terus
menerus melebihi 6 bulan yang disebut demam rematik menahun. 1

2. Epidemiologi
Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang oleh demam rematik akut,
tetapi demam rematik akut ini banyak terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15
tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi epidemiologic pada demam rematik akut ini
yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tetapi pada saat wabah demam rematik tahun
1980 di Amerika pasien-pasien anak yang terserang juga pada kelompok ekonomi menengah
dan atas. Setelah perang dunia kedua dilaporkan bahwa di Amerika dan Eropa insiden demam
rematik menurun, tetapi demam rematik masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara-negara berkembang.1
Majeed 1992, melaporkan insiden demam rematik dan penyakit jantung rematik di
Eropa dan Amerika menurun sedangkan di negara tropis dan sub tropis masih terlihat
peningkatan yang agresif , seperti kegawatan karditis dan payah jantung yang meningkat. 1
Ternyata insiden yang tinggi dari karditis adalah pada anak muda dan terjadinya
kelainan katup jantung adalah sebagai akibat kekurangan kemampuan untuk melakukan
pencegahan sekunder demam rematik dan penyakit jantung rematik. Taranta A dan
Markowitz M, 1984, melaporkan bahwa demam rematik adalah penyebab utama terjadinya
penyakit jantung untuk usia 5-30 tahun. Demam rematik dan penyakit jantung rematik adala
3
penyebab utama kematian akibat penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun dan juga
dilaporkan 25-40% penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung rematik untuk semua
umur. 1

3. Etiologi
Demam rematik disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai sekuel dari
infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit. Tingkat serangan demam
rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi tergantung infeksinya, yaitu 0,3 sampai 3
persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang menderita demam
rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia antara 6
sampai 15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).3

4. Patogenesis
Adanya infeksi Streptokokus Grup A betahemolitikus di faring atau tonsil
merangsang timbulnya antibody untuk menyerang infeksi tersebut. Antibodi yang dihasilkan
oleh tubuh mengalami reaksi immunology mediated inflammation and damage (autoimun)
dengan jaringan tubuh manusia yang mempunyai antigen yang mirip dengan antigen yang
dimiliki oleh bakteri Streptokokus Grup A betahemolitikus (molecular mimicry) seperti pada
jantung, sendi, otak dan otot polos.

Gambar 1. Struktur Streptokokkus Grup A Betahemolitikus


Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada jantung,
otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai pankarditis, dengan
miokarditis sebagai bagian yang paling utama. Saat ini, diketahui bahwa komponen katup
yang mungkin sama atau lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun

4
pericardium. Pada miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan
dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik tidak
hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya,
namun seluruh katup
mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).3,4
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami
kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan
pulmonalis. 3,4
Lesi patognomonis demam rematik adalah badan Aschoff sebagai diagnostic
histopatologik. Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-tanda keaktifan kelainan
jantung dan dapat bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran klinis menghilang atau masih
ada keaktifan laten. Badan Aschoff ini umumny terdapat pada septum fibrosa intervaskular,
di jaringan ikat perivaskular dan di daerah subendotelial. Pada Penyakit jantung rematik
biasanya terkena ketiga lapisan endokard, miokard dan perikard secara bersamaan atau
sendiri-sendiri atau kombinasi. Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup
jantung dan 50% mengenai katup mitral. Pada keadaan dini demam rematik akut katup-katup
ini akan merah, edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai verruceae. Setlah
agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotic, pendek dan tumpul yang
menimbulkan stenosis. 1

Gambar 2. Aschoff Body

5. Manifestasi Klinis
Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria tersebut
dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala minor, dan (3) bukti

5
3,4,5
pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A.

Tabel 1. Manifestasi Klinis Demam Rematik

Kriteria Mayor
1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase
akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu
tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c)
perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis
rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta
gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. 4

2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering
mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa
6
hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan
artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara
tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat
bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai
suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis
harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap
darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti Streptokokus lainnya
yang tinggi.4

3. Khorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu
sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan
emosi. Khorea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa
pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Khorea Sydenham merupakan satu-satunya tanda
mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam
rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Khorea merupakan manifestasi demam
rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.2,4

4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik
dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,
berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema
marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah
badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di
daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu
bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan
memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang
berat.4

7
Gambar 3. Eritema marginatum

5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di
daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa
massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan
diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan
ditemukan jika
tidak terdapat karditis.3,5

Gambar 4. Nodul Subkutan

8
Gambar 5. Manifestasi klinis demam rematik akut

Kriteria Minor
1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor
apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif
yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.3,5

2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada
anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis
sudah dipakai
sebagai kriteria mayor.5

3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39°C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam
derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak
spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki
arti diagnosis banding yang bermakna.5

9
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C
reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju
endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein
C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung
kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila proteinC reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi
Streptokokus
akut dapat dipertanyakan. 4,5

5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal


sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu,
interval P-R yang
memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.3,5

Bukti yang mendukung


Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk
demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer
ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit
Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80%
kasus demam rematik akut.5
Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan
tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun,
biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi Streptokokus
akut.5

6. Diagnosis
Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana
didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah
adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus.
Dua gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala
minor. Arthralgia atau pemanjangan interval PR tidak dapat digunakan sebagai gejala minor
10
ketika menggunakan karditis dan arthritis sebagai gejala mayor. Tidak adanya bukti yang
mendukung adanya infeksi streptokokus grup A merupakan peringatan bahwa demam
rematik akut mungkin tidak terjadi pada pasien (kecuali bila ditemukan adanya khorea).
Murmur innocent (Still’s) sering salah interpretasi sebagai murmur dari regurgitasi katup
mitral (MR) dan oleh karenanya merupakan penyebab yang sering dari kesalahan diagnosis
dari demam rematik akut. Murmur dari MR merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari
bunyi jantung I) sedangkan murmur innocent merupakan murmur dengan nada rendah dan
tipe ejeksi. 3

Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:


1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam rematik.
2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang datang ke tenaga
medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam rematik.
3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak memenuhi kriteria
Jones.

7. Diagnosis Banding
Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik akut. Temuan
klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara lain : keterlibatan dari sendi-sendi
kecil di perifer, sendi-sendi besar terkena secara simetris tanpa adanya arthritis yang
berpindah, kepucatan pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus,
perjalanan penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi salisilat
selama 24 sampai 48 jam.3
Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE, penyakit jaringan
penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk arthritis poststreptococcal;
serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti gonokokus), kadang-kadang perlu
3
dibedakan.
Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus hepatitis B,
herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang dewasa. Penyakit-penyakit
hematologi seperti anemia sel sabit dan leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai
diagnosis banding. 3
Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jantung. Tanda
klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam jangka waktu mingguan, tetapi pada
pasien dengan karditis berat baru hilang setelah 2-6 bulan. Khorea secara bertahap berkurang
11
setelah 6 sampai 7 bulan atau lebih lama dan biasanya tidak menimbulkan sekuel neurologis
yang permanen.3

8. Penatalaksanaan
Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan darah lengkap,
reaktan fase akut (LED, protein C-reaktif), kultur tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer
antibodi kedua, terutama pada pasien dengan khorea), foto Rontgen, dan elektrokardiografi.
Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada
jantung : pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.3,5
Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara
intramuskular, diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang mempunyai alergi
penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 40 mg/kgBB perhari dalam dua sampai
empat dosis selama 10 hari. Terapi anti-inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid
tidak boleh diberikan sampai ditegakkannya diagnosis pasti. Ketika diagnosis demam rematik
akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada pasien dan orang tuanya tentang perlunya
pemakaian antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah infeksi streptokokus berikutnya.
Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian profilaksis untuk menangani endokarditis
infektif.3,5,6
Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari gejala dan
berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu untuk karditis berat. Tirah
baring diikuti periode untuk ambulasi di dalam rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak
diperbolehkan untuk kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah
sudah kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang cukup berat. 3,5

* * kardiomegali diragukan

12
** kardiomegali ringan
*** kardiomegali yang nyata atau gagal jantung

Tabel 2. Durasi tirah baring dan ambulasi indoor

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam rematik
akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai
anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4
sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL.
Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah
perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase
akut.3
Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara
bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan
pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada demam rematik akut.
Pemberian prednisone ( 2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu )
diindikasikan hanya pada kasus karditis berat. 3,5
Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi setengah
duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis berat dengan onset akut.
Digoksin digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan setengah dosis rekomendasi biasa,
karena beberapa pasien dengan karditis rematik sangat sensitif terhadap pemberian digitalis.
Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat indikasi. 3
Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan
emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2 juta unit,
sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk pencegahan rekurensi,
seperti pada pasien dengan gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar 25% pasien
dengan khorea (tanpa adanya karditis) berkembang menjadi penyakit katup jantung rematik
pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada kasus yang berat, obat-obatan berikut dapat
diberikan : fenobarbital (15-30 mg setiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg
dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine,
diazepam, atau steroid.3,5

13
9. Prognosis
Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis.
Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut diperngaruhi oleh tiga
faktor, yaitu:
1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan jantung
pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya kemungkinan insiden
penyakit jantung residual.
2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup
meningkat pada setiap kekambuhan.
3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada serangan
awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering membaik ketika
diikuti dengan terapi profilaksis. 3

10. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin selama 10 hari
untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis
faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya
berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis
streptokokus.3,4,5
b. Pencegahan sekunder
Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada pasien
dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam
remati akut harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam
jangka waktu tidak terbatas. 3

Kategori Durasi
Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai usia
21 tahun, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis tetapi Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,
tanpa penyakit jantung residual (tidak ada yang mana lebih lama
kelainan katup)

14
Demam rematik dengan karditis dan Minimal 10 tahun sejak episode terakhir
penyakit jantung residual (kelainan katup dan minimal sampai usia 40 tahun,
persisten) kadang-kadang selama seumur hidup

Tabel 3 Durasi profilaksis untuk demam rematik

B. PENYAKIT JANTUNG REMATIK


1. Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit jantung
didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan
katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai
katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah
menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau
insufisiensi atau keduanya. 3,4
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari demam
rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari fibrin dan sel-sel darah
di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung. Katup mitral paling sering terkena,
selanjutnya diikuti oleh katup aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan
dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan
parut. Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas
tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea menjadi
terkena.4

Gambar 6. Vegetasi pada katup jantung

15
2. Patofisiologi
Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan
Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptokokus secara
hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai
berikut (1) Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen
Streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3)
antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara
antigenik sama seperti Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan
antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi tesebut
bereaksi dengan jaringan hospes
sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. 5

Gambar 7. Patofisiologi penyakit jantung rematik

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung
khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan
erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral
menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan
aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah
sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,

16
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga
terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan
kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema
intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan.3,5

3. Pola Kelainan Katup


1. Insufisiensi mitral
Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang biasanya meliputi
kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta penebalan korda tendineae.
Selama demam rematik akut dengan karditis berat, gagal jantung disebabkan oleh
kombinasi dari insufisiensi mitral yang berpasangan dengan peradangan pada
perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Oleh karena tingginya volume
pengisian dan proses peradangan, ventrikel kiri mengalami pembesaran. Atrium kiri
berdilatasi saat darah yang mengalami regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan
atrium kiri menyebabkan kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri. 3,7
Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada pasien dengan
insufisensi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih dari separuh pasien dengan
insufisiensi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur mitral setelah 1 tahun. Pada pasien
dengan insufisiensi mitral kronik yang berat, tekanan arteri pulmonalis meningkat, ventrikel
kanan dan atrium membesar, dan berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi
mitral berat dapat berakibat gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang
progresif, onset dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. 4,6

2. Stenosis Mitral
Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis pada cincin mitral,
adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan muskulus papilaris. Stenosis mitral
yang signifikan menyebabkan peningkatan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrium
kiri, hipertensi vena pulmonalis, peningkatan rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi
pulmonal. Terjadi dilatasi serta hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti
gagal jantung kanan.4

3. Insufisiensi Aorta

17
Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup aorta menyebabkan
distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah menyebabkan volume
overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Kombinasi insufisiensi mitral
dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi daripada insufisiensi aorta saja. Tekanan darah
sistolik meningkat, sedangkan tekanan diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta
berat, jantung membesar dengan apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera
bersamaan dengan bunyi jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe
ejeksi sistolik sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume. 4

4. Kelainan Katup Trikuspid


Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut. Insufisiensi
trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan. Gejala klinis yang
disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena jugularis yang jelas terlihat,
pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik yang meningkat selama inspirasi. 4,7

5. Kelainan Katup Pulmonal


Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan merupakan temuan terakhir
pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham Steell hampir sama dengan insufisiensi
aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ditemukan. Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh
pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi serta Doppler.4

4. Penatalaksanaan Operatif
a. Mitral stenosis
Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi
indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi dapat
bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub valvular, kommisurotomi atau
penggantian katup.4

b. Insufisiensi Mitral
Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada penderita insufisiensi
mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli sepakat bahwa tindakan bedah
hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih
baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup
kaku dan terdapat kalsifikasi mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve
18
replacement). Katup biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak
dibawah umur 20 tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita
dengan kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork
Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan
antikoagulan untuk selamanya.4,5

c. Stenosis Aorta
Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan operatif. Pasien
tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta follow up untuk
menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis dengan pelebaran katup
aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien yang dipilih adalah pasien yang tidak
memungkinkan dilakukan penggantian katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat,
atau menunjukkan gejala yang berat. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus
dioperasi walaupun tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang
dari 75 mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila
pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta
yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta
sedangkan pada pasien tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi
sangat kecil, 2% pada penggantian katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai
bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4
sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup
perlu dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah
kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan perburukan biasanya
lebih lambat bila dibandingkan dengan memakai katup sintetis.5

d. Insufisiensi Aorta
Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra indikasi untuk
koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau
miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan jangka panjang. Risiko
operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner
normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan
pada penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4 sampai 10%. Penderita dengan katup
buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.3,5
19
5. Prognosis
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis
sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5
tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak
membaik bila bising organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala
karditisnya lebih berat, dan ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh
30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan
bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. 5

20
BAB III
KESIMPULAN

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,
sendi dan sistem saraf pusat.
Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik,
merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-
anak dan dewasa muda.Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada
daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup
mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami kerusakan
dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan pulmonalis.
Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana
didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah
adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor
selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor.
Penatalaksanaan pada demam rematik maupun penyakit jantung rematik antara lain
tirah baring, eradikasi streptokokus, pemberian obat anti-inflamasi, pencegahan primer dan
sekunder serta tindakan operatif pada kelainan katup.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V, Jakarta : Interna Publishing, 2009
2. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. Report of a WHO Expert
Consultation. Geneva 29 October – 1 November 2001
3. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
2008
4. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook of
Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. p.1961-63
5. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's Principles
of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book. 2005 : 1977-79
6. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI, 2002. 599-
613.
7. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 613-27

22

Anda mungkin juga menyukai