Anda di halaman 1dari 32

Proses Perencanaan Kota 1

Pengertian Proses Perencanaan Kota

Perencanaan kota dan wilayah dapat didefinisikan sebagai proses


pengambilan keputusan untuk mewujudkan tujuan-tujuan ekonomi, sosial, budaya
dan lingkungan hidup melalui pengembangan visi tata ruang, strategi dan rencana,
dan penerapan seperangkat prinsip-prinsip kebijakan, alat-alat, mekanisme
partisipatif kelembagaan, dan prosedur pengaturan.

Perencanaan kota dan wilayah tak terpisahkan dari fungsi ekonomi yang
mendasar. Ini adalah mekanisme yang ampuh untuk menyusun kembali bentuk dan
fungsi kota-kota dan wilayah untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi secara
endogen, membuka lapangan kerja dan membangun kemakmuran, sekaligus
memenuhi kebutuhan kelompok yang paling rentan, terpinggirkan atau yang kurang
terlayani.

Sejarah Proses Perencanaan Kota

Sebelum Perang Dunia I, perencanaan kota (urban planning) merupakan


kepanjangan dari pekerjaan seorang arsitek, atau dengan kata lain adalah arsitektur
dalam skala yang besar. Produk dari urban planning pada periode itu biasanya
terbatas pada desain-desain ruang terbuka dan jalan-jalan.

Saat terjadi revolusi Industri yang dilandasi semangat rasionalisasi dan


liberalisasi dari kekuatan pasar bebas pada awal abad 19, berhasil mendorong
pelaku ekonomi untuk memaksimalkan hasil produksi dengan meminimalkan biaya
produksi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggantikan tenaga
manusia dan hewan dengan mesin. Hal ini telah menyebabkan terjadinya surplus
besar-besaran dari hasil-hasil produksi karena adanya percepatan proses produksi.
Di sisi lain, pengurangan tenaga manusia dalam proses produksi telah
menyebabkan tingginya angka pengangguran sehingga daya beli masyarakat
menjadi sangat terbatas sehingga telah menyebabkan adanya kesenjangan yang
pada gilirannya menyebabkan munculnya ketidakadilan sosial.

Selain dari segi kegiatan ekonomi, efisiensi biaya produksi juga dilakukan di
penataan ruang dengan cara memperpendek jarak tempuh dari masing-masing
unsur produksi, yaitu dengan disatukannya hunian, produksi/pabrik, pergundangan
dan pemasaran dalam sebuah kawasan. Semakin maraknya produk efisiensi ini
menghasilkan banyaknya kawasan campuran yang saling berdekatan antara industri
sekaligus permukiman. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan
kekumuhan ruang kota karena kota-kota Eropa. Apalagi pada masa itu, arsitektur
kota-kota di Eropa dibangun dengan gaya klasik dengan gang-gang sempit tanpa
adanya sistem drainase dan sanitasi yang direncanakan untuk dapat menampung
Proses Perencanaan Kota 2

kegiatan industri skala besar.


Bisa dikatakan bahwa
saluran-saluran air menjadi
mampet dan sarang bagi
berbagai penyakit.

Permasalahan ruang
ini kemudian mendorong
munculnya teori zonasi
(zoning) yang menekankan
pada usaha untuk membagi
lahan menjadi beberapa fungsi tertentu yang spesifik. Teori zonasi inilah yang
menjadi titik tolak bagi sejarah perencanaan kota di dunia yaitu kristalisasi modern
planning dan urban planning di Eropa.

Konsep urban planning negara-negara di Eropa terutama Amerika Serikat


dan Inggris ini dibawa ke negara berkembang pada saat kolonialisasi atau
penjajahan oleh negara-negara Eropa di negara berkembang. Pada awalnya bangsa
Eropa bermaksud berdagang dengan negara-negara dunia ketiga. Mereka kemudian
membangun gudang di beberapa wilayah di negara berkembang untuk
mengumpulkan barang lokal terutama rempah-rempah. Keuntungan yang berlimpah
pada proses perdagangan dengan dunia ketiga pada akhirnya mendorong bangsa
Eropa ini untuk memperkuat posisi mereka di negara berkembang. Selanjutnya,
pengiriman tentara mulai dilakukan untuk mengamankan jalur perdagangan bangsa
Eropa dengan mendirikan benteng dan infrastruktur militer. Maka dimulailah proses
kolonialisasi ini yang diiringi dengan pembangunan penjara-penjara dan perumahan
kolonial serta pemerintahan di daerah jajahan. Keberadaan bangunan-bangunan
kolonial ini telah mengenalkan negara-negara dunia ketiga dengan proses urban
planning tahap kesatu.

Ketika kolonialisme mulai surut, negara-negara Eropa memasuki dunia ketiga


dengan membanjiri pasar di negara berkembang dengan berbagai produk sisa dari
surplus besar-besaran di Eropa Barat sehingga negara berkembang/terbelakang
telah menjadi pasar potensial bagi negara maju.

Fenomena lain adalah terjadinya proses industrialisasi yang dilandasi


dengan second hand technology yang diimpor dari negara maju dan dipusatkan di
kota-kota besar di negara berkembang sehingga menjadikan negara
berkembang/terbelakang menjadi semakin konsumtif, terutama hal ini terjadi di
daerah perkotaan.
Proses Perencanaan Kota 3

Pertumbuhan
kota di dunia ketiga
sangat pesat yang
didorong oleh adanya
berbagai second hand
technology dari negara
maju telah
menyebabkan kota
memiliki daya tarik
bagi masyarakat desa.
Dampak yang paling
nyata dari hal ini
adalah terjadinya proses urbanisasi besar-besaran. Hal ini telah menyebabkan
beban kota menjadi pesat dan memunculkan berbagai masalah tata ruang seperti
kampung kumuh, kurangnya infrastruktur kota, munculnya sektor informal dan
terjadinya urban primacy. Berbagai permasalahan tersebut kemudian mendorong
munculnya urban planning kedua. Proses urban planning pada tahap ini ditandai
dengan munculnya perencanaan komprehensif, pendekatan-pendekatan ilmiah
dalam perencanaan kota, dan perkembangan sistem kelembagaan di negara-negara
dunia ketiga.

Perkembangan Perencanaan Kota

Sejarah perkembangan perencanaan wilayah dan kota di dunia

Dimulai pada zaman pra Yunani (zaman perunggu), Yunani, Romawi, abad
pertengahan, Renaissance dan Boroque, Revolusi Industri hingga pasca industri.
Sebelumnya sudah dijelaskan mengenai Jenis-Jenis Perencaaan, kali ini kita
mencoba mengetahui sejarah perkembangan perencanaan wilayah dan kota.
Mengenai sejarah perkembangan perencanaan wilayah dan kota di dunia lebih
jelasnya sebagai berikut :

Sejarah perkembangan perencanaan wilayah dan kota di dunia dimulai pada


zaman pra Yunani (zaman perunggu), Yunani, Romawi, abad pertengahan,
Renaissance dan Boroque, Revolusi Industri hingga pasca industri. Sebelumnya
sudah dijelaskan mengenai Jenis-Jenis Perencaaan, kali ini kita mencoba
mengetahui sejarah perkembangan perencanaan wilayah dan kota. Mengenai
sejarah perkembangan perencanaan wilayah dan kota di dunia lebih jelasnya
sebagai berikut :
Proses Perencanaan Kota 4

Zaman Pra Yunani (Zaman Perunggu)

Merupakan kota-kota kerajaan


(didiami kurang lebih antara 3000 - 5000
orang);

Berfungsi sebagai benteng


pertahanan, pusat perdagangan bagi hasil-
hasil pertanian daerah sekitarnya, dan
tempat pengolahan barang-barang
(manufaktur), serta kesenian;

Selalu berada di tepi sungai-sungai


besar (sekaligus bermanfaat bagi pertanian,
pertahanan, dan transportasi). Hal ini
menjadi faktor utama pemilihan lokasi kota;

Contoh kotanya : Babilon di Irak, Ur di Turki dan Kahun di Mesir.

Yunani

Munculnya wacana demokrasi (kekuasaan tidak di tangan raja);

Tempat-tempat persidangan demokrasi (pnyx/lapangan terbuka) mengganti


istana raja sebagai pusat kota;

Terjadi suburbanisasi karena ditinggal warganya untuk tinggal di daerah


pinggiran;

Muncul seorang bernama Hippodamus, sebagai peletak dasar teoritis


perencanaan fisik kota;

Contoh kotanya : Athena di Yunani, Miletus dan Priene di Mesir dan Thurij di
Italia. Jumlah penduduknya diperkirakan antara 40.000 - 100.000.

Romawi

Terkenal dengan pandangan Pax Romano;


Proses Perencanaan Kota 5

Keberhasilan menaklukkan
wilayah lain membuat Romawi
membangun jalan-jalan di seluruh
imperiumnya dari Inggris sampai
Babilon dan dari Spanyol sampai
Mesir. Pembangunan jalan-jalan
tersebut bertujuan untuk
memperlancar arus komunikasi dan
perdagangan dari Roma dan
memudahkan pasukan bergerak untuk mengamankan dan menumpas
pemberontakan;

Menjadi perencana wilayah yang pertama;

Dibangunnya kota militer diseluruh imperium dengan maksud untuk


menegakkan citra hukum dan keterlibatan;

Kaesar berlomba-lomba membuat bangunan sebagai tanda kebesaran


dirinya, setiap Kaesar membuat tempat pertemuan umum (forum) yang sering
digunakan untuk pertemuan politik dan bisnis;

Pengaruh gereja terhadap bangunan-bangunan kota;

Munculnya tuan tanah - tuan tanah (feodalisme)

Penemuan bahan peledak, yang pada


akhirnya mempengaruhi bentuk kota. Benteng-
benteng dibangun jauh di luar kota dan daerah-
daerah penyangga.

Renaiisance dan Boroque

Mulai muncul seni sehingga kota lebih artistik; Tokoh perancang yang
terkenal antara lain Leonardo da Vinci dan Michelangelo.
Proses Perencanaan Kota 6

Revolusi Industri

Ditemukannya mesin uap oleh


James Watt pada tahun 1769;

Produksi meningkat yang pada


akhirnya muncul tempat-tempat
pengolahan baru (pabrik) meningkat
yang pada gilirannya membuat jumlah
pekerja bertambah;

Jumlah pekerja yang bertambah


memunculkan persoalan permintaan
permukiman bagi pekerja di sekitar
pabrik yang pada akhirnya juga
memerlukan sarana penunjang lainnya;

Pabrik-pabrik tersebut
memerlukan bahan baku yang lancar dan
memasarkan hasilnya ke konsumen,
yang tentunya memerlukan sarana
transportasi yang cepat;

Munculnya kapal uap dan kereta api uap (1800 an). Kota menjadi lebih
terbuka dengan dibangunnya infrastruktur rel kereta api yang dapat menghubungkan
ke daerah luar kota;

Mulailah periode industrialisasi yang intensif yang ditandai kemacetan lalu


lintas, polusi udara dan air;

Munculnya gerakan reformasi (akhir abad ke 19), seperti munculnya undang-


undang kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan standar perencanaan
perumahan dan permukiman, pengontrolan penggunaan lahan dan tinggi bangunan.
Termasuk didalamnya adalah gerakan anti revolusi industri, seperti Robert Owen
dengan perumahan koperasinya dan JS. Buckingham dengan membentuk
masyarakat kehidupan sederhana;

Tak kalah juga, beberapa pendukung revolusi industri melahirkan konsep-


konsep tentang kota baru. Seperti Sir Titur Salt membangun Saltair di Inggris,
Keluarga Krupp mendirikan Kota Essen di Jerman, serta George Cadbury
memindahkan ke Kota baru Bournville. Kesemua kota baru tersebut selain untuk
pabriknya juga untuk menampung pekerjanya;
Proses Perencanaan Kota 7

Komunikasi makin lancar dengan diketemukannya telegram (1876) dan radio


serta televisi (1925);

Muncul tokoh yang terkenal dengan konsep Kota Taman (kristalisasi konsep
kota baru dalam mengurangi masalah kota industri), yaitu Ebenezer Howard (1896).
Selain itu jgua muncul Patrick Gaddes, yang menyarankan "perencanaan fisik tidak
dapat meningkatkan kondisi kehidupan kota, kecuali jika diterapkan secara terpadu
dengan perencanaan ekonomi dan perencanaan sosial yang berkaitan dengan
lingkungan". Gaddes menyebutnya "urban conurbation".

Pasca Industri

Eksploitasi sumberdaya alam besar-besaran, sehingga memunculkan


pembangunan yang berwawasan lingkungan atau biasa dikenal dengan konsep
pembangunan berkelanjutan;

Transportasi dan komunikasi lebih cepat dan praktis, sehingga perencanaan


transportasi serta komunikasi sangat diperlukan;Urbanisasi semakin tinggi.

Sejarah Perencanaan Wilayah dan Kota di Indonesia. Terdapat 5 masa, yaitu masa
VOC dan Penjajahan Belanda, Masa Perang Dunia II - Tahun 1950an, Masa 1950 -
1960, Masa 1970 - 2000 dan masa tahun 2000an.

Perencanaan Wilayah dan Kota di Indonesia sebagai berikut :

Masa VOC dan Penjajahan Belanda

Secara teknis, perencanaan fisik di Indonesia sudah dimulai sejak masa VOC di
abad 17 yaitu dengan telah adanya De Statuten Van 1642, yaitu ketentuan
perencanaan jalan, jembatan, batas kapling, pertamanan, garis sempadan, tanggul-
tanggul, air bersih dan sanitasi kota;

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda terjadi 2 hal yang dapat dikatakan sebagai
dasar perencanaan kota, yaitu : munculnya Regeringsregelement 1854 (RR 1854),
berisi sistem pemerintahan dengan penguasa tunggal di daerah residen; dan
diundangkannya Staatblad 1882 Nomor 40 yang memberikan wewenang kepada
Proses Perencanaan Kota 8

residen untuk mengadakan pengaturan lingkungan dan mendirikan bangunan di


wilayah (gewent) kewenangannya.

Sejak tahun 1905 yaitu sejak diundangkannya Decentralisatie Besluit Indische


Staatblad 1905/137, maka perencanaan kota lebih eksplisit sehubungan dengan
pemberian kewenangan otonomi bagi stadsgemeente (kota praja) untuk menyusun
perencanaan kotanya;

Usaha tersebut diikuti dengan munculnya kewenangan bagi kabupaten (province


regentschap) untuk mengatur penataan ruang;

Beberapa Peristiwa yang cukup berpengaruh pada masa tersebut yaitu Revolusi
industri, politik kulturstelsel pada masa Van den Bosch, Politik Etis dan terbitnya
perangkat institusi dan konstitusi.

Masa Perang Dunia (PD) II - Tahun 1950an

Pada tahun 1948 diterbitkan peraturan perencanaan pembangunan kota sebagai


peraturan pokok perencanaan fisik kota khususnya untuk kota Batavia, wilayah
Kebayoran dan Pasar Minggu, Tanggerang, Bekasi, Tegal, Pekalongan, Cilacap,
Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang dan Banjarmasin.
Muncul gagasan-gagasan tentang pembangunan kota baru, baik kota satelit seperti
wilayah Candi di Semarang maupun Kebayoran Baru di Jakarta, serta kota baru
mandiri seperti Palangkaraya di Kalimantan Tengah dan Banjar Baru di Kalimantan
Selatan. Pembangunan nasional pada saat itu mendapat bantuan dari negara-
negara maju.

Masa 1950 - 1960

Perkembangan penduduk kota-kota, khususnya di Jawa dan Sumatera berdampak


terhadap berbagai segi, baik fisik, budaya,
sosial dan politik. Konflik regional dimana
pembangunan nasional semakin kompleks.
Peningkatan tenaga ahli perencanaan
wilayah dan kota.

Masa 1970 - 2000

Kompleksitas pembangunan nasional,


regional dan lokal semakin meningkat.
Pengaruh metode-metode dan teknologi
Proses Perencanaan Kota 9

negara maju. Peningkatan program transmigrasi untuk membuka lahan-lahan


pertanian baru di luar Jawa. Pembangunan yang sentralistik dimana industrialisasi
mulai digalakkan ditandai dengan munculnya kawasan-kawasan industri. Munculnya
UU Tata Ruang Nomor 24 Tahun 1992. Standarisasi hirarki perencanaan dari yang
umum, detail dan terperinci untuk tiap daerah tingkat I dan II.

Masa Tahun 2000an

Berlakunya Otonomi Daerah dimana Kabupaten dan Kota berlomba-lomba


meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tingginya wacana partisipasi
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Tingginya wacana pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).

Faktor Perkembangan Kota

Pengembangan dan perkembangan kota berbagai kurun masa dilandasi


berbagai motivasi yang berbeda. Perwujudan perkembangan kota-kota baru ini
kemudian sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh berbagai faktor yang mencakup
faktor sosial dan ekonomi:

A. Faktor Sosial

Faktor Kependudukan

Revolusi industri telah menyebabkan dampak arus urbanisasi dari perdesaan


ke kota-kota. Kesempatan kerja yang makin meningkat sehubungan dengan
industrialisasi besar-besaran telah menyebabkan makin meningkatnya penduduk
kota-kota industri (Lesley E. White, 1965).

Perkembangan penduduk kota besar yang semula telah menarik mereka


karena telah terbukanya kersempatan kerja telah mengalami berbagai degradasi.

Kualitas Kehidupan Masayarakat

Makin padatnya penduduk kota industri, makin menurun pola


kemasyarakatan karena lingkungan kehidupan yang mengutamakan efesiensi
ekonomi, telah menimbulkan berbagai degradasi sosial. Keadaan di kota industri
pada masa pasca revolusi industri mengalami perubahan dalam pelayanan
pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan hubungan antar penduduk.

B. Faktor Ekonomi
Proses Perencanaan Kota 10

Faktor ekonomi yang berpengaruh dan menentukan dalam pengembangan dan


perkembangan kota baru (P. B Desai, Ashish Bose, 1965; T. C Peng, N. S Verma,
1972) mencakup dua hal pokok:

Kegiatan usaha

Terjadinya arus perpindahan penduduk semasa industrialisasi besar-besaran


dikarenakan semakin luasnya lapangan kerja dan usaha di kota-kota besar.
Kegiatan usaha dapat membantu mengurangi beban yang harus ditanggung kota-
kota besar yang umumnya merupakan pemusatan berbagai lapangan kegiatan
usaha.

C. Politik ekonomi

Ada tiga jenis pembangunan kota bardasarkan sistem politik


perekonomiannya (T. C Peng; N. S Verma, 1972):

Kota yang dikembangkan di negara-negara dengan sistem politik


perekonomian campuran atau mixed economy system dimana sebagian sistem
perekonomian ditangani oleh sektor swasta, tetapi sesuai dengan pengawasan,
pengendalian dan perencanaan yang disusun oleh sektor pemerintah. Contoh:
Inggris, pembangunan kota baru di Inggris sudah merupakan bagian dari pola
Kebijaksanaan Pembangunan Nasional yang mengikutsertakan swasta yang
dikendalikan dan berdasarkan rencana pemerintah.

Kota yang dikembangkan di dalam negara dengan “sistem perencanaan


ekonomi terpusat” atau “centrally planned economic system”. Kota baru yang
dikembangkan di negara yang mempunyai “sistem perekonomian bebas” atau “free
or private enterprise economic system”.

Tipologi Proses Perencanaan Kota

Menurut Arstein (dalam Panudju,1999:69-76) tingkat peran serta masyarakat atau


derajat keterlibatan masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemerintah digolongkan menjadi delapan tipologi tingkat peran serta
masyarakat. Secara garis besar tipologi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manipulation atau manipulasi

Tingkat peran serta ini adalah yang paling rendah dimana masyarakat hanya dipakai
namanya sebagai anggota dalam berbagai badan penasihat advising board. Dalam
hal ini tidak ada peran serta masyarakat yang sebenarnya dan tulus, tetapi
diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi dari pihak penguasa.
Proses Perencanaan Kota 11

2. Therapy atau penyembuhan

Dengan berkedok melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, para


perancang memperlakukan anggota masyarakat seperti proses penyembuhan
pasien dalam terapi. Meskipun masyarakat terlibat dalam banyak kegiatan, pada
kenyataannya kegiatan tersebut lebih banyak untuk mengubah pola pikir masyarakat
yang bersangkutan daripada mendapatkan masukan dari mereka.

3. Informing atau pemberian informasi

Memberi informasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka, tanggung jawab


dan berbagai pilihan, dapat menjadi langkah pertama yang sangat penting dalam
pelaksanaan peran serta masyarakat. Meskipun demikian yang sering terjadi
penekanannya lebih pada pemberian informasi satu arah dari pihak pemegang
kuasa kepada masyarakat. Tanpa adanya kemungkinan untuk memberikan umpan
balik atau kekuatan untuk negosiasi dari masyarakat. Dalam situasi saat itu terutama
informasi diberikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit
kesempatan untuk mempengaruhi rencana.

4. Consultation atau konsultasi

Mengundang opini masyarakat, setelah memberikan informasi kepada mereka,


dapat merupakan langkah penting dalam menuju peran serta penuh dari
masyarakat. Akan tetapi cara ini tingkat keberhasilannya rendah karena tidak
adanya jaminan bahwa kepedulian dan ide masyarakat akan diperhatikan. Metode
yang sering dipergunakan adalah survei tentang arah pikir masyarkat, pertemuan
lingkungan masyarakat dan dengar pendapat dengan masyarakat.

5. Placation atau perujukan

Pada tingkat ini masyarakat mulai mempunyai beberapa pengaruh meskipun


beberapa hal masih tetap ditentukan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan. Dalam
pelaksanaannya beberapa anggota masyarakat yang dianggap mampu dimasukkan
sebagai anggota dalam badan-badan kerjasama pengembangan kelompok
masyarakat yang anggota-anggota lainnya wakil-wakil dari berbagai instansi
pemerintah. Walaupun usul dari masyarakat diperhatikan namun suara masyarakat
itu sering kali tidak didengar karena kedudukannya relatif rendah atau jumlah
mereka terlalu sedikit dibanding anggota dari instansi pemerintah.

6. Partnership atau kemitraan


Proses Perencanaan Kota 12

Pada tingkat ini, atas kesepakatan bersama, kekuasaan dalam berbagai hal dibagi
antara pihak masyarakat dengan pihak pemegang kekuasaan. Dalam hal ini
disepakati bersama untuk saling membagi tanggung jawab dalam perencanaan,
pengendalian keputusan, penyusunan kebijaksanaan dan pemecahan berbagai
masalah yang dihadapi.

7. Delegated power atau pelimpahan kekuasaan

Pada tingkat ini masyarakat diberi limpahan kewenangan untuk membuat keputusan
pada rencana atau program tertentu. Untuk memecahkan perbedaan yang muncul,
pemilik kekuasaan yang dalam hal ini adalah pemerintah harus mengadakan tawar
menawar dengan masyarakat dan tidak dapat memberikan tekanan-tekanan dari
atas.

8. Citizen control atau masyarakat yang mengontrol

Pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuatan untuk mengatur program atau
kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Mereka mempunyai
kewenangan dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar yang
hendak melakukan
perubahan. Dalam hal ini
usaha bersama warga
dapat langsung
berhubungan dengan
sumber-sumber dana
untuk mendapatkan
bantuan atau pinjaman
dana, tanpa melewati pihak ketiga.

Dari ke delapan tipologi tersebut, menurut Arnstein secara umum dapat


dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut :

Tidak ada peran serta atau non participation yang meliputi manipulation dan therapy.

Peran serta masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan atau
degrees of tokenism yang meliputi informing, consultation dan placation.

Peran serta masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan atau degrees of


citizen power yang meliputi partnertship, delegated power dan citizen control.

Meskipun tipologi tersebut di atas berdasarkan kasus-kasus peremajaan kota, dapat


pula dipakai sebagai gambaran atau contoh pada kegiatan-kegiatan lain.
Proses Perencanaan Kota 13

Untuk mengukur tingkat peran serta dapat dilakukan dengan mengukur tingkat peran
serta individu atau keterlibatan individu dalam kegiatan bersama yang dapat diukur
dengan skala yang dikemukakan Chapin dan Goldhamer (dalam Slamet,1994:82-
89). Chapin mengungkapkan bahwa skala peran serta dapat diperoleh dari
penilaian-penilaian terhadap kriteria-kriteria tingkat peran serta sosial yaitu :

 Keanggotaan dalam organisasi atau lembaga-lembaga sosial


 Kehadiran dalam pertemuan
 Membayar iuran/sumbangan
 Keanggotaan di dalam kepengurusan
 Kedudukan anggota di dalam kepengurusan.

Menurut Goldhamer untuk mengukur peran serta dengan menggunakan lima


variabel yaitu :

 Jumlah asosiasi yang dimasuki


 Frekuensi kehadiran
 Jumlah asosiasi dimana dia memangku jabatan
 Lamanya menjadi anggota.

Berdasarkan skala peran serta individu tersebut maka dapat disimpulkan skala untuk
mengukur peran serta masyarakat yaitu :

 Frekuensi kehadiran anggota kelompok dalam pertemuan


 Keaktifan anggota kelompok dalam berdiskusi
 Keterlibatan anggota dalam kegiatan fisik
 Kesediaan memberi iuran rutin atau sumbangan berbentuk uang yang telah
ditetapkan.
Proses Perencanaan Kota 14

Peraturan Perencanaan Kota


Proses Perencanaan Kota 15

KEDUDUDKAN PERENCANAAN KOTA DALAM KONTEKS PENATAAN RUANG

ASPEK ASPEK ASPEK


PERENCANAAN PEMANFAATAN RUANG PENGENDALIAN

• NETWORK LAND MANAGEMENT PERATURAN


• ACTIVITY (KAWASAN) PENGELOLAAN LAHAN
• DENSITY
• INTENSITY

• PERATURAN
LAND DEVELOPMENT • PERIJINAN
(PESRSIL, BLOK & SEKTOR) • PENGAWASAN
• PENERTIBAN
• KELEMBAGAAN

ZONING REGULATION
Proses Perencanaan Kota 16
Proses Perencanaan Kota 17

Latar Belakang Proses Perencanaan Kota

Perencanaan kota dapat diartikan sebagai perencanaan yang berkaitan


dengan pengalokasian lahan dalam berbagai macam fungsi dan kegiatan (Hariyono
2010). Salah satu bentuknya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use
planning). Dalam tata ruang dan perencanaan daerah biasanya memiliki jangka
waktu dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali, dimana dalam jangka waktu tersebut
perlu dilakukan review-review dan penyesuaian kembali terutama daerah yang
mengalami perkembangan pesat. Review ini dimaksudkan untuk melihat sejauh
mana penyimpangannya dimana dalam hal ini adalah penyimpangan penggunaan
lahan yang telah ditetapkan pada rencana tata ruang, apakah penggunaan lahan
saat ini sudah selaras dengan penggunaan lahan yang ada pada rencana tata ruang
kota. Proses perubahan penggunaan lahan akan berlangsung terus menerus sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya aktivitas
masyarakat setempat. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan akan ruang, baik itu sebagai tempat tinggal maupun untuk
fungsi lain, sehingga penggunaan lahan yang tidak terencana akan menimbulkan
dampak kerusakan dimasa mendatang. Perencanaan merupakan sebuah proses
yang berkelanjutan yang menghasilkan keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan,
tentang alternatif cara penggunaan sumberdaya yang memungkinkan, dengan
tujuan untuk mencapai suatu bagian dari tujuan dalam jangka waktu tertentu dimasa
yang akan datang (Conyers dan Hill 1984:3) dalam (Hariyono 2010). Oleh karena
itu, sangat diperlukan suatu kegiatan perencanaan dan pengawasan yang baik dan
efisien agar pertumbuhan dan pembanguan suatu wilayah dapat terarah sesuai
dengan yang direncanakan sehingga mencapai hasil yang optimal dan kelestarian
lingkungan tetap terjaga.

Mengingat pentingnya perencanaan kota diperlukan data yang mempunyai


keakuratan, kemudahan untuk diakses dan kemutakhiran untuk pengolahan. Salah
satu teknologi yang mampu menyediakan data/informasi yang handal, mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam pengumpulan data/informasi secara cepat, akurat,
rinci dan mutakhir adalah teknik penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh
Proses Perencanaan Kota 18

yang semakin berkembang telah menghasilkan berbagai data penginderaan jauh


yang memiliki kualifikasi baik untuk identifikasi penggunaan lahan kota, salah
satunya adalah citra Quickbird.

Quickbird adalah citra dengan resolusi tinggi yang dioperasikan oleh Digital
Globe. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial 61 centimeter untuk pankromatik dan
2,44 meter untuk multispektral. Pada resolusi seperti ini , bngunan, jalan, jembatan,
dan detail infrastruktur lainnya akan tampak dengan jelas. Aplikasi citra Quickbird ini
meliputi pemetaan kota dan pedesaan serta sumber daya alam dan bencana,
pemetaan objek pajak, pertanian dan analisis hutan, pertambangan, teknik sipil,
konstruksi, dan deteksi perubahan. Ditinjau dari kemampuan resolusi yang dimiliki,
data citra resolusi ini dapat digunakan sebagai sumber data utama untuk melakukan
penyadapan informasi penggunaan lahan. Pemanfaatan citra Quickbird ini
digunakan untuk mengidentifikasi penggunaan lahan. Proses identifikasi dilakukan
secara onscreen dengan memanfaatkan perangkat lunak Sistem Informasi
Geografis (SIG). Dengan data ini obyek yang luas dapat diteliti tanpa harus
mengadakan penjelajahan seluruh areal, sehingga akan efisien dalam waktu.
Namun hasil penyadapan data membutuhkan data lapangan yang memadai untuk
memperoleh hasil analisis yang baik.

Mekanisme Proses Perencanaan Kota

Dalam perencanaan suatu wilayah dan perkotaan yang masih baru memang
membutuhkan suatu prosedur dan langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan dan
dianalisis secara tepat sejak awal baik untuk jangka pendek, menengah dan
panjang, demi terwujudnya suatu wilayah dan kota yang memenuhi syarat-syarat
yang ideal bagi masyarakat yang akan hidup, beraktifitas dan berinteraksi di
dalamnya baik dari aspek teknik perencanaan, ekonomi, sosial, budaya, administrasi
dan aturan, politik, kondisi alam dan lingkungan. Secara sederhana dapat
didefinisikan bahwa Wilayah merupakan kombinasi antara kota dengan daerah yang
ada disekitarnya/dibelakangnya sedangkan kota merupakan bagian dari suatu
wilayah yang hanya berfokus pada aktifitas dan interaksi manusia yang ada di dalam
perkotaan. Pembentukan suatu kota awalnya berasal dari proses urbanisasi dimana
Proses Perencanaan Kota 19

terjadi proses perpindahan manusia dari daerah pedesaan ke daerah baru untuk
membentuk suatu kota, dengan kata lain urbanisasi tidak hanya bersifat negatif yang
sekarang ini sering diperdebatkan dalam masalah kependudukan di kota-kota besar
melainkan juga suatu proses pembentukan kota/pengkotaan. Secara umum dalam
perencanaan suatu wilayah dan perkotaan haruslah memenuhi syarat-syarat dasar
berikut ini:

 Aman

Dalam pengertian ini menunjukkan bahwa suatu wilayah dan kota haruslah
menjamin rasa aman bagi masyarakat/penduduk yang hidup dan beraktifitas di
dalamnya. Pengertian aman dalam hal ini dapat berkaitan dengan bermacam-
macam aspek kehidupan misalnya aman dari tindak kriminalisme, aman dalam
berlalu lintas, aman dari konflik sosial, aman dari pencemaran dan kerusakan
lingkungan, aman dari segi kestabilan perekonomian masyarakat, aman dari
ketidakstabilan politik dan rasa aman dari berbagai hal dalam kehidupan masyarakat
dalam suatu wilayah dan kota.
 Nyaman

Tingkat kenyamanan suatu kelompok masyarakat dalam suatu wilayah dan


perkotaan merupakan suatu parameter yang penting sebagai salah satu indikator
kemajuan suatu wilayah dan kota. Sama halnya dengan syarat aman, kenyamanan
dalam hal ini juga berkaitan dengan aspek yang telah diuraikan di atas misalnya dari
aspek perekayasaan haruslah memberikan tingkat kenyamanan dari produk
rekayasa yang dihasilkan misalnya kenyamanan dalam berkendaraan dari segi
infrastruktur konstruksi jalan yang dibuat maupun dari jenis infrastruktur lainnya, dari
aspek lingkungan yaitu suatu perkotaan harus meminimalisir terjadinya pencemeran
udara, air, tanah, suara yang dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan bagi
kesehatan masyarakat, kemudian dari aspek sosial dengan minimalnya masalah
sosial yang terjadi tentunya membuat kehidupan penduduk dan individu-individu
dalam suatu wilayah perkotaan merasa nyaman dan tentram, dari aspek kestabilan
politik juga demikian menentukan rasa aman bagi masyarakat, aspek kondisi alam
dalam hal ini berhubungan dengan kenyamanan dan keamanan bagi kehidupan
Proses Perencanaan Kota 20

penduduk dalam suatu wilayah dan kota, misalnya daerah dengan zona gempa yang
tinggi, daerah rawan longsor dan banjir pastinya mempengaruhi tingkat keyamanan
dan keamanan masyarakatnya.
 Berkelanjutan

Suatu wilayah dan kota yang baik dan ideal yaitu jika seluruh unsur pembentuk
suatu wilayah saling bersinergi dan berjalan dengan baik dan berkelanjutan dari
masa ke masa ke arah yang lebih maju dan baik. Berkelanjutan dalam hal ini yaitu
perkembangan dari suatu wilayah dan perkotaan pada kondisi sekarang dimana
mengalami perubahan yang memberikan dampak positif kepada masyarakat di
dalamnya dan mempertahankan yang telah dinilai baik dalam masyarakat dari
seluruh aspek yang mendukung perkembangan dan kemajuan suatu wilayah dan
kota ke arah kondisi yang akan datang secara berkesinambungan.

Kedudukan Pedoman Perencanaan Kota


Peraturan menteri pekerjaan umum (PerMen PU) No.17/PRT/M/2009
tentang pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah kota merupakan
tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor
26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Pedoman Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota ini dimaksudkan sebagai acuan dalam kegiatan penyusunan
rencana tata ruang wilayah kota oleh pemerintah daerah kota dan para pemangku
kepentingan lainnya.
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota bertujuan untuk
mewujudkan rencana tata ruang wilayah kota yang sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Ruang lingkup
Peraturan Menteri ini memuat ketentuan teknis muatan rencana tata ruang wilayah
kota serta proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah kota.

Kedudukan RTRW Kota


Proses Perencanaan Kota 21

Rencana umum tata ruang merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang
disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif yang secara hierarki terdiri
atas RTRW Kabupaten/kota.
Rencana umum tata ruang nasional adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah nasional yang disusun guna menjaga integritas
nasional, keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah dan antar
sector, serta keharmonisan antar lingkungan alam dengan lingkungan buatan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rencana umum tata ruang provinsi adalah rencana kebijakan operasional dari
RTRW Nasional yang berisi strategi pengembangan wilayah provinsi, melalui
optimasi pemanfaatan sumber daya, sinkronisasi pengembangan sektor, koordinasi
lintas wilayah kabupaten/kota dan sektor, serta pembagian peran dan fungsi
kabupaten/kota di dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan.
Rencana umum tata ruang kabupaten/kota adalah penjabaran RTRW provinsi ke
dalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota yang sesuai
dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi
secara keseluruhan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke
dalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional
Dalam operasionalisasinya rencana umum tata ruang dijabarkan dalam rencana rinci
tata ruang yang disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau
kegiatan kawasan dengan muatan subtansi yang dapat mencakup hingga
penetapan blok dan subblok yang dilengkapi peraturan zonasi sebagai salah satu
dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat
dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Rencana rinci tata ruang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis dan
rencana detail tata ruang.
Kawasan strategis adalah Kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena memiliki pengaruh penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan
keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan
termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Proses Perencanaan Kota 22

Rencana tata ruang kawasan strategis adalah upaya penjabaran rencana umum tata
ruang ke dalam arahan pemanfaatan ruang yang lebih spesifik sesuai dengan aspek
utama yang menjadi latar belakang pembentukan kawasan strategis tersebut.
Tingkat kedalaman rencana tata ruang kawasan strategis sepenuhnya mengikuti
luasan fisik serta kedudukannya di dalam sistem administrasi.
Rencana tata ruang kawasan strategis tidak mengulang hal-hal yang sudah diatur
atau menjadi kewenangan dari rencana tata ruang yang berada pada jenjang
diatasnya maupun dibawahnya.
Rencana detail tata ruang merupakan penjabaran dari RTRW pada suatu kawasan
terbatas, ke dalam rencana pengaturan pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik
mengikat dan bersifat operasional. Rencana detail tata ruang berfungsi sebagai
instrumen perwujudan ruang khususnya sebagai acuan dalam permberian advise
planning dalam pengaturan bangunan setempat dan rencana tata bangunan dan
lingkungan.
Proses Perencanaan Kota 23

Proses dan Teknis Perencanaan Kota


Jika mempertimbangkan perencanaan sebagai suatu proses yaitu suatu kerangka
kerja yang mengklaim sebagai suatu disiplin dan berorientasi pada keputusan sosial
dan kebijakan publik, maka perbedaan kegiatan perencanaan dan non-perencanaan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan bukan kegiatan individu yang murni, melainkan dilakukan
individu untuk mempengaruhi tindakan kelompok atau organisasi atau
pemerintah.
2. Perencanaan tidak berorientasi pada masa kini melainkan berorientasi masa
depan melalui proyeksi dan prediksi dan pengawasan hasil.
3. Perencanaan tidak dapat dibuat rutin.
4. Perencanaan bukan merupakan kegiatan trial and error dalam pemecahan
masalah melalui strategi.
5. Perencanaan bukan kegiatan utopia yang mengkhususkan pada cara
pencapaian dalam menuju tujuan di masa depan.
6. Perencanaan bukan hanya kegiatan membuat suatu rencana.
7. Perencanaan harus berhubungan dengan masyarakat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah aktivitas sosial atau


organisasi dalam penyusunan atau pengembangan strategi (rencana) tindakan
masa depan yang optimal dan sistematis untuk mencapai tujuan yang diinginkan
secara rasional, terstruktur, efisien dan keberlanjutan.
Kemudian bagaimana proses penyusunan rencana tersebut? Proses
perencanaan merupakan model pembuatan keputusan yang berulang yang
selanjutnya dapat didorong pada tinjauan terhadap tingkatan sebelumnya (evaluasi)
atau pengulangan kembali seluruh proses. Proses disini merupakan pengawasan
dan evaluasi terhadap dampak perencanaan atau program yang dapat menimbulkan
masalah baru yang menjadi stimulus (feedback) bagi proses perencanaan yang baru
sehingga bersifat kontinu.
Proses Perencanaan Kota 24

Komponen utama dalam proses perencanaan secara komprehensif adalah


sebagai berikut :
Diagnosis masalah (pengumpulan data-identifikasi masalah)

Perencanaan dimulai dengan mengidentifikasi terhadap masalah-masalah yang


muncul. Diagnosis permasalahan yang kompleks dapat melalui tahap pengumpulan
data masa lalu, analisis dan identifikasi persoalan. Paradigma ideologis perencana
dan peranan perencana mempengaruhi bagaiman definisi dari masalah tersebut.
Berikut adalah diagram tahapan diagnosis masalah dan kedudukannya dalam
perencanaan
1. Artikulasi tujuan (penyusunan tujuan – sasaran)
Perencanaan berorientasi pada pengembangan kondisi masa kini menuju kondisi
akhir yang diinginkan dengan pencapaian tujuan tertentu. Tujuan dari perencanaan
itu sendiri sangat sulit dterjemahkan dan sering tidak menyatu dengan tujuan
operasional. Hal ini mengakibatkan adanya disfungsi yang sering diidentfikasi
sebagai pengembangan sarana teknis untuk artikulasi tujuan.
2. Prediksi dan Proyeksi
Pengembangan solusi alternatif memerlukan proyeksi masa depan untuk
memperkirakan/prediksi kondisi, kebutuhan dan hambatan. Keberhasilan prediksi
bergantung pada jumlah informasi yang tersedia dan kontinuitas fenomena yang
dianalisa.

Metode yang digunakan dalam proyeksi dasarnya adalah pengamatan kuantitatif


terhadap kecenderungan masa lalu dan kemudan memperhitungkannya. Metode
yang dapat digunakan berupa analisis shift share dan penyesuaian kurva.
Sedangkan metode yang didasarkan pada pengamatan kualitatif melibatkan proses
historis seperti analisis faktor laten dan teknik konsultasi Delphi.
Dalam perencanaan, prediksi dan proyeksi memiliki dua aspek utama yaitu:
 Prediksi masa depan untuk memperkirakan permintaan fasilitas dan
pelayanan serta menilai kapasitas untuk memenuhi kebutuhan yang diperhitungkan.
Proses Perencanaan Kota 25

 Peramalan hasil dan dampak dari alternatif yang dapat dilakukan dengan
metode ekstrapolasi dan model interaksi.
3. “Desain” Alternatif (pengembangan alternatif)
Desain diperlukan untuk abstraksi pemberian bentuk respon terhadap kebutuhan
atau permasalahan sebagai sarana memahami ide dan mempersiapkan diskripsi
sistem yang diusulkan atau artifak. Abstraksi ini merupakan tahapan proses
pembuatan keputusan yang bertujuan melakukan perubahan situasi yang ada
kedalam situasi yang diinginkan. Desain alternatif penting dalam perencanaan
karena merupakan bagian integral dari pembuatab keputusan.
4. Uji Perencanaan (seleksi alternatif)
Uji perencanaan dilakukan untuk menganalisi apakah alternatif tersebut dapat
diimplementasikan berdasarkan hambatan dan potensi yang telah diperhitungkan.
Hambatan tersebut dapat berupa hambatan ekonomi dan fisik, kekuasaan hukum
dan politik, serta kepentingan pribadi tertentu. Semua faktor tersebut harus dinilai
dalam pengujian alternatif apakah realistis atau tidak.
5. Evaluasi (monitoring-pengendalian)
Evaluasi merupakan tahap memilih pilihan alternatif yang akan diambil melalui
estimasi dampak dari alternatif tersebut. Kriteria evaluasi menentukan alternatif yang
akan diambil. Kriteria tersebut berupa efisiensi alternatif jika diterapkan. Metode
yang dilakukan berupa analisis untung rugi, analisis efektifitas, dan analisis dampak.
Analisis untung dikaitkan antara output dengan nilai uang. Sedangkan analisis
efektifitas mengaitkan biaya dalam evaluasi progam alternatif antara output progam
dengan output progam yang serupa. Serta analisis dampak menggunakan matrik
dan beberapa sistem penilaian untuk mengindikasi nilai relatif, manfaat, atau
kerugian dari setiap output dan dampak tertentu dalam konteks evaluasi khusus.
Metode yang mengkombinasikan penilaian dari motede diatas adalah neraca
perencanaan. Dimana dalam metode ini mempertimbangkan distribusi dan non
moneter. Selain itu terdapat metode matrik tujuan prestasi yang menggambarkan
dampak perencanaan terhadap tujuan dan kelompok kepentingan yang berbeda
dengan prioritas tujuan yang berbeda pula.
Proses Perencanaan Kota 26

Yang terpenting adalah pendekatan evaluasi


tersebut berhubungan dengan tujuan yang
inklusif atau tujuan yang sebanding dengan
kepentingan klien agar perencanaan dapat
diterima.
6. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan kebijakan
dasar/perencanaan. Tahapan implementasi
adalah sebagai berikut:
Dapat disimpulkan mengenai proses
perencanaan, bahwa proses perencanaan terdiri
dari beberapa komponen yaitu diagnosis
masalah, artikulasi tujuan, “desain” alternatif,
prediksi dan proyeksi, uji perencanaan, evaluasi dan implementasi tersebut adalah
saling berhubungan membentuk suatu siklus yang tidak pernah berhenti. Berikut
adalah diagram proses perencanaan komprehensif :
Proses Perencanaan Kota 27

Seperti pada definisi


perencanaan, dimana
perencanaan merupakan proses
yang kontinu, maka diagram
proses perencanaan (mutiple)
adalah sebagai berikut :
Proses Perencanaan Kota 28

Studi Kasus

Kota Sonipat terletak pada jarak 52 kilometer melalui jalan darat dan 44
kilometer dengan kereta api dari New Delhi. Terdapat Jalan Nasional yang terletak 8
kilometer di timur dari kota utama. Hal ini juga terkait dengan Ibu Kota Negara
melalui jalan darat dan kereta api. Kota ini memiliki konektivitas yang baik dengan
interior negara serta bagian negara tetangga Utter Pradesh [Town and Country
Planning, 2003].
Proses Perencanaan Kota 29

Kawasan industri berada di bagian utara dan tenggara kota. Pada sisi utara
merupakan makanan gula yang terletak di tanah desa Jatwara dan Jhowarhi (Gbr.
2). Sementara di selatan dan bagian tenggara terdapat simpul industri skala kecil
seperti spareparts sepeda, perakitan sepeda lengkap, alat-alat tangan, kawat
berduri, bagian-bagian mesin jahit, baut dan mur, steel re-rolling, kaca dan keramik,
karet barang, lampu dan lampu tabung dan lain-lain.
Proses Perencanaan Kota 30

Pertumbuhan sektor industri memberikan dampak terhadap pembangunan


perkotaan dan menarik orang-orang dari daerah yang berdekatan. Badan air dengan
luas 176.575,34 m2 atau 0,54 persen dari total area. Ini merupakan water works
(Diggies) kolam di desa sebelah sementara tidak terdapat danau dan sungai di
wilayah studi. Daerah perdagangan memiliki luasan sebesar 810.683,75 m2 yang
2,49 persen di bagian tengah kota dan bersama dengan jaringan transportasi.
Daerah rekreasi (taman, taman bermain dan taman) telah dilacak seluas 599.986,66
m2 dalam bentuk path kecil yang terletak di daerah perumahan yang direncanakan.

Lahan terbuka/kosong meliputi area seluas 165.523,08 m2diikuti oleh


waste/scrub tanah dan perkebunan yaitu 59.430,92 dan 67.797,95 m2 terletak di
luar kota. Jaringan transportasi juga memainkan peranan penting untuk
perencanaan di tingkat lokal, regional dan nasional. Kota Sonipat adalah kota
linkage utama antara New Delhi dan Chandigarh. Hal ini dihubungkan dengan jalan
dari segala arah. Konektivitas rel dan aksesibilitas lebih baik di kota Sonipat karena
kedekatannya ibukota negara.

Kepadatan penduduk yang lebih proporsional berkaitan dengan rasio antara


jumlah penduduk dan daerah. Lahan dan orang merupakan dua elemen penting dari
suatu daerah dan sehingga rasio antara keduanya merupakan tujuan mendasar
untuk semua sarjana yang terkait dengan analisis populasi [Lemke, dkk 1970].
Kepadatan penduduk adalah indeks yang baik dari pengukuran beban penduduk
dan juga menghasilkan proses yang benar-benar mempengaruhi karakteristik
morfologi dan fungsional kota.
Proses Perencanaan Kota 31

Gambar menunjukkan variasi luas dalam kepadatan penduduk di wilayah


studi. Bagian tengah dari kota ini memiliki tertinggi dan luar bagian dari kota
kepadatan terendah penduduk. Dalam analisis antar lingkungan, kepadatan tertinggi
telah diamati di lingkungan no. 3, 4, 7, 8, 14, 16, 17, 19, 24, 27, 28 dan 29 yang
terletak di sekitar stasiun kereta api dan di bagian tengah kota dan pusat dari
lembaga pendidikan. Densitas tinggi telah ditemukan di lingkungan no.5, 6, 15, 20,
222, 23, dan 25 sekitar antara daerah kepadatan tertinggi dan moderat.
Proses Perencanaan Kota 32

Daerah pinggiran kota telah mengalami perubahan karakteristik dari agraris


ke industri. Daerah pemangkasan akhirnya menyimpulkan pertumbuhan masa
depan kota. Jadi, pemerintah kota membutuhkan beberapa kebijakan yang sesuai
untuk mengelola pertumbuhan penduduk yang cepat dari ekspansi spasial.
Perencanaan kota yang efektif diperlukan untuk menjaga sistem kota. Kondisi ini
akan menjadi beban dari kota dalam hal pertumbuhan penduduk dan penyediaan
fasilitas infrastruktur dasar.

Anda mungkin juga menyukai