Anda di halaman 1dari 131

Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

LAPORAN PRAKTIKUM
MEKANIKA FLUIDA DAN HIDRAULIKA
SI 2131

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

BAB I
KEHILANGAN TINGGI TEKAN

1.1 Pendahuluan

Air mengalir dalam pipa mempunyai beberapa macam energi, antara lain:
a. Energi kinetik
b. Energi potensial
c. Energi tekanan

Hubungan ketiga energi tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan Bernoulli.


𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
+ 𝑧1 + = + 𝑧2 +
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔
Namun pada kenyataannya terdapat energi yang hilang saat air mengalir dalam pipa. Hal ini
bisa disebabkan oleh faktor gesekan (major losses) atau akibat perubahan bentuk geometri
pipa (minor losses), sehingga persamaan Bernoulli dapat dituliskan:
𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
+ 𝑧1 + = + 𝑧2 + + ℎ𝐿
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔
Pada percobaan ini di pelajari kehilangan tinggi tekan akibat:
1. Faktor gesekan pipa lurus
2. Kontraksi tiba-tiba
3. Ekspansi tiba-tiba
4. Tikungan pada pipa katup

Dalam analisis digunakan beberapa acuan dasar rumus yang diambil dari:
1. Persamaan Kontinuitas (Continuity Equation)

𝑄1 = 𝑄2
𝐴1 × 𝑉1 = 𝐴2 × 𝑉2
Keterangan: A = Luas penampang pipa (m2)
V = Kecepatan di titik acuan (m/s)
Q = Debit (m3/s)
2. Persamaan Bernoulli

𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
+ 𝑧1 + = + 𝑧2 +
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Keterangan: V = Kecepatan di titik acuan (m/s)


P = Tekanan
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
z = tinggi permukaan air dari titik acuan (m)
γ = ρ.g
3. Persamaan Darcy-Weisbach

𝐿 × 𝑉2
ℎ𝑙 = 𝑓 ×
2 ×𝐷 ×𝑔
Keterangan : L = Panjang pipa (m)
V = Kecepatan dalam pipa (m/s)
D = Diameter pipa (m)
f = Koefisien gesek Darcy-Weisbach dalam pipa lurus
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
4. Persamaan Blassius

0,316
𝑓𝐵𝑙𝑎𝑠𝑠𝑖𝑢𝑠 =
𝑅𝑒 0,25
Keterangan : Re = Bilangan Reynold
5. Bilangan Reynold

𝐷
𝑅𝑒 = 𝑉.
µ
Keterangan : V = Kecepatan dalam pipa (m/s)
D = Diameter pipa (m)
µ = Viskositas air (m2/s)
1.2 Tujuan Praktikum
1. Menentukan pengaruh koefisien gesekan pada pipa
2. Menentukan besar kehilangan tinggi tekan akibat:
a. Gesekan pada pipa lurus
b. Ekspansi tiba-tiba
c. Kontraksi tiba-tiba
d. Tikungan

1.3 Alat- Alat Percobaan


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1. Sirkuit pipa yang terdiri dari dua sirkuit terpisah (sirkuit biru dan sirkuit abu-abu) dan
masing-masing dilengkapi oleh piezometer.

Gambar 1. Sirkuit pipa


2 Bangku hidraulik

Gambar 2. Bangku hidraulik


3 Termometer
4 Pompa udara untuk mengkalibrasi alat dan menghilangkan gelembung udara pada
pipa
5 Alat pengukur waktu / stopwatch
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Gambar 3. Alat pengukur waktu

1.4 Dasar Teori dan Penurunan Rumus


1.4.1 Kehilangan tinggi tekan pada pipa lurus

Kehilangan tinggi tekan pada pipa lurus diakibatkan karena adanya faktor gesekan di
sepanjang pipa. Untuk menghitung kehilangan tinggi tekan akibat gesekan sepanjang pipa (L)
pada suatu pipa lurus dengan diameter (D), digunakan persamaan Darcy-Weisbach :
Lv 2
hL  f .
2 Dg
Penurunan rumus:

Dengan hukum kekekalan momentum :


F  0
P1  P2 A   2RL  0
P1  P2 A   2RL
P1  P2    2RL
A
P1  P2    2RL
 A
 2RL
hf  (1)
A

Rumus berat jenis


  g (2)

Rumus luas pipa


A  R 2 (3)

Menurut Chezy
1
  V 2 (4)
2

Subtitusi persamaan (2), (3), (4) ke persamaan (1)


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1
V 2 2RL
hf  2
R 2 g
V 2 L
hf   (5)
Rg

Untuk pipa
f
 (6)
4
D
R (7)
2

Subtitusi persamaan (6) dan (7) ke persamaan (5)


f 2
V L
hf  4
D
g
2
LV 2
hf  f
2 Dg ........ Terbukti
Dimana :
hL= kehilangan tinggi tekan akibat gesekan (m)
f = koefisien gesek pipa (tidak berdimensi)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
f merupakan fungsi dari bilangan Reynolds dari aliran dan kekasaran permukaan pipa.

1.4.2 Kehilangan tinggi tekan akibat ekspansi tiba-tiba


Ekspansi tiba-tiba pada pipa menyebabkan kehilangan tinggi tekan yang disebut minor losses.
Dalam percobaan ini dibandingkan kehilangan tinggi tekan akibat ekspansi dari hasil
percoban dengan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus dasar sebagai berikut :
1. Persamaan Bernoulli
P1 V12 P V2
  z1  2  2  z 2
 2g  2g
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2. Persamaan Kontinuitas
Q  Q1  Q2
Q  A1V1  A2V2
 Tanpa kehilangan energi

Garis Energi
2
2
V2 /2g
V1 / 2g
2
1
P2
P1/ρg P2/ρg
V2
P1 D1 V1 D2

Z1 Z2

Datum

Gambar 4. Ekspansi tanpa kehilangan tinggi tekan


Persamaannya adalah:

P2  P1   V12 1   D1   4

 2g  D  
  2  

Penurunan rumus:

Hukum Bernoulli
P1 V12 P V2
  z1  2  2  z 2 dimana z1  z 2
 2g  2g
P1 V12 P2 V22
  
 2g  2g

V12 V22 P2 P1
  
2g 2g  
P2  P1   V12  V22 (1)
 2g
Persamaan Kontinuitas
Q  Q1  Q2
A1V1  A2V2
A1
V2  V1  (2)
A2
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Rumus luas pipa


1
A D 2  (3)
4
Subtitusi persamaan (3) ke persamaan (2)
1 2
D1
V2  4 V
1 2 1
D2
4

D12
V2  V1
D22

D14 4
V22  V1 (4)
D24

Subtitusi persamaan (4) ke persamaan (1)


 D4 
V12   14 V14
P2  P1    D2 
 2g

  D4 
V12 1   14 
P2  P1    D2 
 Terbukti
 2g

Di mana :
P1 = tekanan pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada titik tinjau 2
V1 = kecepatan fluida pada titik tinjau 1
V2 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 2
Z1 = ketinggian titik tinjau 1 dari datum
Z2 = ketinggian titik tinjau 2 dari datum
D1 = diameter pipa 1
D2 = diameter pipa 2
Q = debit air yang mengalir
A1 = luas pipa 1
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

A2 = luas pipa 1
 = berat jenis fluida = g
 = massa jenis fluida
g = percepatan gravitasi

 Dengan kehilangan energi

Garis energi

He

V2 ²
V1 ² 2g
2g

1 2
P2
P1 γ
P2
γ V2
P1 V1
D1 D2

Z1 Z2

Datum

Gambar 5. Ekspansi dengan Kehilangan Tinggi Tekan


Persamaannya adalah:

P2  P1   V12  D1  


2 4
D 
 1  
 2 g  D2   D2  

Penurunan rumus:
Momentum tiap detik
QV1
Pada titik 1, Momentum1 
g
QV2
Pada titik 2, Momentum2 
g
Perubahan momentum tiap detik :
Momentum  Momentum2  Momentum1
QV2 QV1
Momentum  
g g
QV2  V1 
Momentum 
g
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Im puls  Ft  Momentum


Sehingga perubahan momentum tiap detik :
Momentum  Ft dimana t  1
Momentum  F (1)

Rumus tekanan hidrostatis


F
P
A
F  PA (2)

Subtitusi persamaan (2) ke persamaan (1)


QV2  V1 
 P1  P2 A2
g

P1  P2 A2  QV2  V1 


g

P1  P2   QV2  V1 
gA2

P1  P2   QV2  V1 (3)


 gA2

Persamaan Kontinuitas
Q  Q1  Q2
Q  Q2  A2V2 (4)

Subtitusi persamaan (4) ke persamaan (3)


P1  P2   A2V2 V2  V1 
 gA2

P1  P2   V2 V2  V1 (5)


 g

Besar kehilangan tinggi tekan


Persamaan Bernoulli menjadi
P1 V12 P V2
  z1  2  2  z 2  hL dimana z1  z 2
 2g  2g
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

P1 P2 V12 V22
hL    
  2g 2g

hL 
P1  P2   V12  V22 (6)
 2g

Subtitusi persamaan (5) ke persamaan (6)


V2 V2  V1  V12  V22 
hL  
g 2g

2V2 V2  V1  V12  V22 


hL  
2g 2g

2V22  2V1V2  V12  V22


hL 
2g

V22  2V1V2  V12


hL 
2g

hL 
V2  V1 2 (7)
2g

Persamaan Kontinuitas

Q  Q1  Q2
A1V1  A2V2
A1
V2  V1 (8)
A2

Rumus luas pipa


1
A  D 2 (9)
4
Subtitusi persamaan (9) ke persamaan (8)
1 2
D1
V2  4 V
1 2 1
D2
4
D12
V2  V1  (10)
D22
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

D14 2
V22  V1 (11)
D24

Subtitusi persamaan (10) ke persamaan (7)


2
 D12 
 2 V1  V1 
hL   D2 
2g
2
 D2 
V12  12  1
hL   D2   (12)
2g

Persamaan beda tinggi tekan

Hukum Bernoulli
P1 V12 P V2
  z1  2  2  z 2  hL dimana z1  z 2
 2g  2g
P2 P1 V12 V22
    hL
  2g 2g

P2  P1   V12  V22   h (13)


 2g
L

Subtitusi persamaan (11) dan (12) ke persamaan (13)


2
 2 D14 2   D2 
V1  4 V1  V12  12  1
P2  P1    D2    D2 
 2g 2g
2
 D4   D2 
V12 1  14  V12  12  1
P2  P1    D2    D2 
 2g 2g

 D 4  D 2 2 
V12 1  14   12  1 
P2  P1    D2  D2  
 2g
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

 D4  D4 D 2 
V12 1  14   14  2 12  1
P2  P1    D2  D2 D2 
 2g

 D4 D4 D2 
V12 1  14  14  2 12  1
P2  P1    D2 D2 D2 
 2g

 D2 D4 
V12  2 12  2 14 
P2  P1    D2 D2 
 2g

 D2 D4 
2V12  12  14 
P2  P1    D2 D2 
 2g

 D2 D4 
V12  12  14 
P2  P1   D2 D2 
 Terbukti
 g
Dimana:
P1 = tekanan pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada titik tinjau 2
V1 = kecepatan fluida pada titik tinjau 1
V2 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 2
Z1 = ketinggian titik tinjau 1 dari datum
Z2 = ketinggian titik tinjau 2 dari datum
D1 = diameter pipa 1
D2 = diameter pipa 2
Q = debit air yang mengalir
A1 = luas pipa 1
A2 = luas pipa 1
 = berat jenis fluida = g
P = tekanan hidrostatis
F = gaya hidrostatis
hL = kehilangan tinggi tekan
 = massa jenis fluida
g = percepatan gravitasi
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1.4.3 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Kontraksi Tiba-Tiba


Kontraksi tiba-tiba pada pipa menyebabkan kehilangan tinggi tekan yang juga disebut minor
losses. Dalam perhitungan kehilangan tinggi tekan akibat kontraksi tiba-tiba dipengaruhi oleh
koefisien kontraksi (Cc). Dalam percobaan ini dibandingkan kehilangan tinggi tekan akibat
kontraksi dari hasil percobaan dengan hasil perhitungan.
a. Tanpa Kehilangan Energi

Garis Energi
2
V1 / 2g 1
V2 2/ 2g

P1/ρg
P1 V1 2
P2 P2/ρg
D1 D2
V2
Z1 Z2
Datum

Gambar 6. Kontraksi tanpa Kehilangan Tinggi Tekan

Persamaannya adalah:

P1  P2   V22 1   D2  


4

 2g  D  
  1  
Penurunan rumus:
Hukum Bernoulli
P1 V12 P V2
  z1  2  2  z 2 dimana z1  z 2
 2g  2g
P1 V12 P2 V22
  
 2g  2g

P1 P2 V22 V12
  
  2g 2g

P1  P2   V22  V12 (1)


 2g
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Persamaan Kontinuitas
Q  Q1  Q2
A1V1  A2V2
A2
V1  V2 (2)
A1

Rumus luas pipa


1
A D 2  (3)
4
Subtitusi persamaan (3) ke persamaan (2)
1 2
D2
V1  4 V
1 2 2
D1
4
D22
V1  V2
D12

D24 2
V12  V2 (4)
D14

Subtitusi persamaan (4) ke persamaan (1)


D24 2
V22  V2
P1  P2   D14
 2g

  D4 
V22 1   24 

P1  P2    D1 
 Terbukti
 2g
Dimana :
P1 = tekanan pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada titik tinjau 2
V1 = kecepatan fluida pada titik tinjau 1
V2 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 2
Z1 = ketinggian titik tinjau 1 dari datum
Z2 = ketinggian titik tinjau 2 dari datum
D1 = diameter pipa 1
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

D2 = diameter pipa 2
Q = debit air yang mengalir
A1 = luas pipa 1
A2 = luas pipa 1
 = berat jenis fluida = g
 = massa jenis fluida
g = percepatan gravitasi

b. Dengan Kehilangan Energi

Gambar 7. Kontraksi dengan Kehilangan tinggi tekan

Persamaannya adalah:

P1  P2   V22 1   D24     


2
1
 D4   C  1
 
 2g   1   c  

Penurunan rumus:
Momentum tiap detik
QV0
Pada titik 0, Momentum0 
g
QV2
Pada titik 2, Momentum2 
g
Perubahan momentum tiap detik
Momentum  Momentum2  Momentum0
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

QV2 QV0
Momentum  
g g
QV2  V0 
Momentum 
g
Im puls  Ft  Momentum

Sehingga perubahan momentum tiap detik


Momentum  Ft dimana t  1
Momentum  F (1)

Rumus tekanan hidrostatis


F
P
A
F  PA (2)

Subtitusi persamaan (2) ke persamaan (1)


QV2  V0 
 P0  P2 A2
g

P0  P2 A2  QV2  V0 


g

P0  P2   QV2  V0 
gA2

P0  P2   QV2  V0 (3)


 gA2

Persamaan Kontinuitas
Q  Q0  Q2

Q  Q2  A2V2 (4)

Subtitusi persamaan (4) ke persamaan (3)


P0  P2   A2V2 V2  V0 
 gA2

P0  P2   V2 V2  V0 (5)


 g
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Hukum Bernoulli menjadi


P0 V02 P V2
  z0  2  2  z 2  hL dimana z 0  z 2
 2g  2g
P0 P2 V02 V22
hL    
  2g 2g

hL 
P0  P2   V02  V22 (6)
 2g

Subtitusi persamaan (5) ke persamaan (6)


V2 V2  V0  V02  V22 
hL  
g 2g

2V2 V2  V0  V02  V22 


hL  
2g 2g

2V22  2V0V2  V02  V22


hL 
2g

V22  2V0V2  V02


hL 
2g

hL 
V2  V0 2
2g

hL 
V0  V2 2 (7)
2g

Persamaan Kontinuitas
Q  Q0  Q2

A0V0  A2V2

A2 1
V0  V2  V2 (8)
A0 Cc

Subtitusi persamaan (8) ke persamaan (7)


2
 1 
 V2  V2 
hL   c 
C
2g
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2
 1 
V   1
2
2

hL   c   (9)
C
2g

Hukum Bernoulli
P1 V12 P V2
  z1  2  2  z 2  hL dimana z1  z2
 2g  2g
P1 V12 P2 V22
    hL
 2g  2g

P1 P2 V22 V12
    hL
  2g 2g

P1  P2   V22  V12   h (10)


 2g
L

Subtitusi persamaan (9) ke persamaan (10)


2
 1 
V22   1
P1  P2   V22  V12    c 
C
 2g 2g
2
 1 
V 2   1
P1  P2   V22  V12  2  Cc  (11)
 2g 2g 2g

Persamaan Kontinuitas
Q  Q1  Q2
A1V1  A2V2
A2
V1  V2
A1
2
A 
V12   2  V22  (12)
 A1 

Rumus luas pipa


1
A D 2  (13)
4
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Subtitusi persamaan (13) ke persamaan (12)


2
1 2
 D2 
V1   4
2
 V22
 1 D 2 
 1 
4 
2
 D2 
V12   22  V22 (14)
 D1 

Subtitusi persamaan (14) ke persamaan (11)


2
 1 
V 2  1
P1  P2   V22   D22  V 2  2  Cc 
2

 2 g  D12 
2
2g

P1  P2   V22 1   D22   


2 2
 1
 
 D  C  1
 
 2g  
2
  c  
 1

P1  P2  V22   D24   1  


2

 1   4     1  Terbukti
 2 g   D1   C c  

Dimana:
P1 = tekanan pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada titik tinjau 2
V1 = kecepatan fluida pada titik tinjau 1
V2 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 2
Z1 = ketinggian titik tinjau 1 dari datum
Z2 = ketinggian titik tinjau 2 dari datum
D1 = diameter pipa 1
D2 = diameter pipa 2
Q = debit air yang mengalir
A1 = luas pipa 1
A2 = luas pipa 1
 = berat jenis fluida = g
 = massa jenis fluida
g = percepatan gravitasi
Cc = koefisien kontraksi
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1.4.4 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Tikungan pada Pipa

Kehilangan tinggi tekan yang timbul pada aliran dalam pipa akibat tikungan dibedakan atas
dua macam :

1. Akibat geometri pipa ( hLB ) dengan koefisien kehilangan tinggi tekan KB.

2. Akibat geometri dan gesekan pada tikungan ¼ lingkaran (hLL) dengan koefisien
kehilangan tinggi tekan KL.

Rumus umum kehilangan tinggi tekan pada pipa :


V2
hL  K
2g
dengan :
hL = kehilangan energi akibat tikungan
K = koefisien kehilangan tinggi tekan
V = kecepatan air
g = percepatan gravitasi

K adalah koefisien tinggi tekan. Besarnya K akan bergantung pada ketajaman tikungan. Nilai
K ini juga ditentukan oleh rasio R/D dimana R adalah jari-jari tikungan dan D adalah
diameter pipa.

Tinggi kehilangan tinggi tekan total (h total) di tikungan yang terjadi dalam percobaan kali
ini merupakan penjumlahan kehilangan tinggi tekan akibat perubahan geometri pipa di
tikungan (1/4) lingkaran ( hLB ) dan akibat gesekan yang terjadi sepanjang pipa (h f ).

Sehingga dapat dituliskan seperti berikut ini: htotal  hLB  h f

Harga-harga K untuk masing nilai h adalah sebagai berikut :

a) Akibat Perubahan Geometri Pipa


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Kb 
h T  h f 2 g
V2
Penurunan rumus:

Rumus umum kehilangan tinggi tekan


V2
hK
2g
2g
K h
V2

Sedangkan untuk nilai K = Kb, h yang dimaksud adalah hLB  htotal  h f , maka :

2g
Kb  hLB
V2

Kb 
2g
htotal  h f Terbukti
V2

Dimana:
Kb = koefisien kehilangan tinggi tekan akibat perubahan geometri pipa
g = percepatan gravitasi
V = kecepatan air

b) Akibat Gesekan Pipa dan Perubahan Geometri Pipa di ¼ Lingkaran

2g   R  
KL   hT  1   h f 
V 2   2L  

Penurunan rumus:

Gesekan pada pipa terjadi di dua tempat, yaitu:


1.Sepanjang pipa lurus : menyebabkan hf (di pipa lurus)
2.Sepanjang tikungan : menyebabkan hf (di tikungan)

Misalkan panjang pipa total ialah L, maka


L  L( diPIPALURUS )  L( diTIKUNGAN )
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1. L( diPIPALURUS )  L 
1
2R   L  1 R
4 2
1
2. L( diTIKUNGAN)  R
2

Piezometer Q

Piezometer P

Gambar 8. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Tikungan pada Pipa

914,4 = Jarak antara pusat piezometer P dengan piezometer Q


1
Ll int asan  914.4  2 R  R
2
fLV 2
Rumus gesekan sendiri adalah Rumus Darcy yaitu h f 
2 Dg

Dari persamaan di atas, dapat ditarik hubungan antara hf (di TIKUNGAN) dan hf sebagai:
R
h f ( diTIKUNGAN )  hf
2L

Faktor KL memperhatikan geometri dan gesekan di ¼ lingkaran, jadi tinggi kehilangan tekan
(h) yang dimaksud adalah :
h = hLL = hLB + hf(diTIKUNGAN) , yang diturunkan lebih lanjut sebagai berikut
h = hLL = hLB + hf(diTIKUNGAN)
= (htotal-hf) + hf(diTIKUNGAN)

 R    R  
hLL  hT  h f  h f   hT  1  h f 
 2L    2L  
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2g
Sehingga, dari rumus umum, K  h , untuk nilai K = K L , dan h yang dimaksud adalah
V2
hLL, dapat diperoleh harga K L sebagai berikut :

2 ghLL 2 g   R  
K LL  K L   2  hT  1   h f Terbukti
 2L 
2
V V  
Dimana:
KL = koefisien kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pipa
g = percepatan gravitasi
V = kecepatan air
L = panjang lintasan pipa

1.4.5 Besar Debit

Dalam bangku hidrolik, diketahui bahwa dalam selang waktu t (selang waktu antara
kesetimbangan pertama dengan kesetimbangan kedua) bak penimbang menimbang fluida
seberat W.

3L L

AIR

BEBAN

Gambar 9. Bangku hidraulik


Rumus debit tersebut didapat dari persamaan berikut:

Wair 3Wbeban m 3
Q 
 airt  airt det ik
Penurunan rumus:

Persamaan Kontinuitas
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Vol 3
Q  AV  m / det ik (1)
t

Rumus massa jenis air


Wair
 air 
Vol
Wair
Vol  (2)
 air

Subtitusi persamaan (2) ke persamaan (1)


Wair 3
Q m / det ik  (3)
 airt

Menurut persamaan gaya Wair  3 *Wbeban diturunkan melalui persamaan momen berikut:

 Wair  3Wbeban  0

Wair  3Wbeban (4)

Subtitusi persamaan (4) ke persamaan (3)


Wair 3Wbeban 3
Q  m / det ik Terbukti
 air t  air t
Dimana :

W = berat air yang dikumpulkan (kg)


T = interval waktu keseimbangan beban ( detik)
air = 1000 kg/m3
Q = debit air (m3/detik)

1.5 Prosedur Percobaan


Prosedur kerja percobaan ini adalah:
1. Memeriksa tabung-tabung piezometer agar tidak ada udara yang terjebak di
dalamnya. Prosedur ini dilakukan dengan memompakan udara ke dalam piezometer
untuk menurunkan permukaan air di dalam tabung sehingga ketinggiannya sama dan
mudah untuk diamati.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2. Sirkuiut biru dalam keadaan tertutup, sirkuit abu-abu terbuka semaksimal mungkin
untuk mendapat aliran maksimum sepanjang pipa.
3. Membaca dan mencatat angka pada piezometer pipa 7 dan 8 untuk ekspansi, pipa 9
dan 10 untuk kontraksi, pipa 11 dan 12 untuk aliran melalui belokan R=100mm, pipa
13 dan 14 untuk aliran melalui belokan R=150mm, pipa 15 dan 16 untuk aliran
melalui belokan R=50mm.
4. Mencatat debit yang dihasilkan menggunakan prinsip bangku hidrolik.
5. Mengubah besar debit air dengan cara mengatur kran pengatur masuk air pada sistem
pipa dan catat ketinggian tabung dan debit, lakukan untuk beberapa pengamatan.
6. Sirkuit abu-abu ditutup, dan sirkuit biru dibuka semaksimal mungkin.
7. Membaca dan mencatat angka pada piezometer pipa 1 dan 2 untuk aliran melalui
belokan standar, pipa 3 dan 4 untuk aliran melalui pipa lurus sirkuit biru, pipa 5 dan 6
untuk aliran melalui siku tajam.
8. Mengulangi langkah 4 sampai 5 untuk beberapa pengamatan.

Data yang didapatkan dari percobaan:


1. Q = debit (mm3/s)
2. Δh = beda tinggi tabung piezometer (mm)
3. t = waktu pada bangku hidrolik (s)
4. W = berat beban pada bangku hidrolik (kg)

1.6 Contoh Perhitungan

Beberapa data yang diperlukan dalam perhitungan yaitu :


g = 9.81 m/s2
D1 , D2 = 13.6 mm
D3 , D4 = 13.6 mm
D5 , D6 = 13.6 mm
D7 = 13.6 mm
D8 = 26.2 mm
D9 = 26.2 mm
D10 = 13.6 mm
D11,D12 = 26.2 mm
D13,D14 = 26.2 mm
D15,D16 = 26.2 mm
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

R1-2 = 12.7 mm
R5-6 = 0 mm
R11-12 = 100 mm
R13-14 = 150 mm
R15-16 = 50 mm

Perhitungan Debit Air yang Mengalir


Misal t = 28,32 s
Q=3W/t
= 3 x 2.5 / (1000 x 28,32)
= 0,000264831 m3/s

Pada Pipa Lurus


 Menghitung hL pipa abu pada percobaan 1
hL = h1 – h2
= 374-370
= 4 mm
= 0.004 m

 Menghitung bilangan Reynolds pipa biru pd percobaan 1


𝑄 𝑄 0,000264831
𝑣= = = =1,822323804 m/s
𝐴 0,25 𝜋𝐷 2 0.25 𝑥 3.14 𝑥 0.01362

𝑣𝑑 1,822323804 𝑥 0,0136
𝑅𝑒 = = =28035,75083
 0.000000884

 Menghitung koefisien gesekan menurut Blassius


f = 0.316 Re-0.25
= 0.316 x 28035,75083-0.25
= 0,024420752

 Menghitung koefisien gesekan menurut Darcy-Weisbach


hL 2 gD
fDarcy-Weisbach = f 
LV 2
= (0,004 x 2x 0,0136 x9,81) / (0,9144 x 1,822323804 2)
= 0,144331503
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Pada Pipa Ekspansi Tiba-tiba


Dari data percobaan no 1 :
V = 3,33887E-07 m/s D7= 13.6 mm
g = 9,81 m/s2 D8= 26.2 mm

 Menghitung perbedaan tinggi tekan dengan adanya kehilangan tinggi tekan (he ≠ 0)
 D4 D2 
V12  14  12 
Hf =  D2 D2 
g
= (0,089929106/2x9,81) [(0,0136/0,0262)4 - (0,0136/0,0262)2]
= 0,000162277 m
 Menghitung perbedaan tinggi tekan tanpa kehilangan tinggi tekan (He=0)
  D 4 
V12 1   14 
Hf =   D2 
2g
= (0,0899291062/2x9,81) [1-( 0,0136/0,0262)4]
= 0,000382268 m

Pada Pipa Kontraksi Tiba-tiba


Data yang diambil adalah data pada percobaan no 1:
Q = 4,85029E-05m3/s h9 = 370mm
D9= 26.2 mm
D10= 13.6 mm h10= 292 mm
V1= Q/A9 =3,33887E-07 m/s
V2 =Q/A10 = 3,33887E-07 m/s
h = h9 - h10 = 78 mm

Nilai Cc diperoleh dari :


Hasil interpolasi data koefesien penyempitan Cc untuk air yang telah ditentukan oleh
Weisbach : Cc ≈ A1 : A2 = D12 : D22 = 13,22 : 26,22 = 0,26945 sehingga nilai Cc didapat dari
penginterpolasian yakni:
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

A2/A1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Cc 0,624 0,632 0,643 0,659 0,681 0,712 0,755 0,813 0,892 1,00

Maka harga Cc = 0,6398 (hasil interpolasi nilai-nilai pada tabel)

 Perbedaan Tinggi Tekan dengan Kehilangan tinggi tekan( he≠0)

2
(P1 − P2 ) v22 D2 4 1
= [1 − ( ) + ( − 1) ]
γ g D1 Cc
(0,089929106)2 0,0136 4 1 2
= [1 − ( ) +( − 1) ]
9,81 0,0262 0,6398
= 0,001025678 m
Perbedaan Tinggi Tekan Tanpa KehilanganTinggi Tekan(he=0)
  D 4 
V22 1   24 
Hf =   D1 
2g
= ((0,089929106)2/(2x9,81) [1-( 0,0136/0,0262)4]
= 0,000382268 m

Pada Tikungan
Contoh perhitungan kehilangan tinggi tekan akibat tikungan :
Pada tikungan dengan R= 12.7 mm
Data yang diambil adalah data percobaan no.1
Q = 4,85029E-05 m3/s
D = 13,6 mm
L= 914,4mm
H1 = 905 mm
H2 = 360 mm
v = 1,822323804 m/s
Re = 28035,75083
hT= H1-H2= 545 mm
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

f blassius =0.316.Re-0.25
=0,316(28035,75083)-0.25
= 0,024420752
L × V2 0,9144 × 1,8223238042
hf = f blasius × = 0 024420752 ×
2×D×g , 2 × 0,0136 × 9,81
=0,277912728 m

hLb = hT-hf
= 0,545-0,277912728
= 0,267087272 m

2×g 2 × 9,81
Kb = hLb × = 0,267087272 × = 1,57797856
V2 1,8223238042

2×g π×R
Kl = × [ht − (1 − ) hf]
V2 2×L
2 × 9,81 π × 0,0127
= × [0,545 − (1 − ) 0,277912728 ] = 1,613781901
1,8223238042 2 × 0,9144

1.7 Tabel Pengolahan Data

Tabel 1.1 Data Perhitungan Debit Pipa Biru


Pengukuran Debit dan Temperatur
V pipa Abu (26.2) V pipa biru (13.6)
No Waktu Berat Suhu
debit (m3/s) (m/s) (m/s)
(s) (kg) (⁰C)
1 74 0,000101351 0,187915374 0,697408245
2 50 0,00015 0,278114753 1,032164203
3 37 0,000202703 0,375830747 1,39481649
2,5 27
4 35 0,000214286 0,39730679 1,474520289
5 36,5 0,000205479 0,380979113 1,413923565
6 32 0,000234375 0,434554301 1,612756567
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

7 34,5 0,000217391 0,403064859 1,495890149


8 34,3 0,000218659 0,405415092 1,50461254

Tabel 1.3 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pada pipa lurus
biru
Pipa Lurus Sirkuit Biru
No 3 4 hf dalam
Delta h (hf)(mm) f Darcy Weisbach f Blassius Re
(mm) (mm) m
1 219 164 55 0,055 0,032998198 0,030828625 11039,05043
2 314 197 117 0,117 0,032047191 0,027950445 16337,79464
3 405 220 185 0,185 0,027748485 0,02592368 22078,10087
4 428 225 203 0,203 0,027245591 0,025566026 23339,70663
5 436 233 203 0,203 0,02963097 0,025835653 22380,5406
6 444 233 211 0,211 0,02367263 0,024999638 25527,80413
7 445 235 210 0,21 0,027385557 0,025474226 23677,96325
8 447 239 208 0,208 0,026811164 0,025437226 23816,02717

Tabel 1.4 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pada pipa lurus abu
Pipa Lurus Sirkuit Abu abu
8 9
delta h (hf) (mm) hf dalam m f Darcy Weisbach f Blasius Re
(mm) (mm)
377 373 4 0,004 0,063679471 0,036319909 5730,194118
435 428 7 0,007 0,050876129 0,032929059 8480,687294
493 480 13 0,013 0,05173957 0,030541281 11460,38824
504 495 9 0,009 0,032051962 0,030119921 12115,26756
515 500 15 0,015 0,058096906 0,030437574 11617,37986
515 500 15 0,015 0,044654706 0,029452646 13251,0739
517 505 12 0,012 0,041523643 0,030011769 12290,85115
518 506 12 0,012 0,041043605 0,029968179 12362,51792
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Tabel 1.5 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat ekspansi tiba- tiba
Ekspansi Sirkuit Abu abu
7(mm) 8(mm) delta h(mm) delta h (m) HL (tanpa ktt) (m) HL (dengan ktt) (m)
374 377 3 0,003 0,022990116 0,009759586
425 435 10 0,01 0,05035755 0,021377398
475 493 18 0,018 0,091960463 0,039038346
490 504 14 0,014 0,10277051 0,043627343
494 515 21 0,021 0,094497185 0,040115215
495 515 20 0,02 0,122943237 0,052190914
497 517 20 0,02 0,105770951 0,044901067
499 518 19 0,019 0,107008028 0,045426222

Tabel 1.6 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat konstraksi tiba-tiba


Kontraksi Sirkuit Abu abu
9(mm) 10(mm) delta h (mm) delta h (m) HL (tanpa ktt) (m HL (dengan ktt) (m)
375 330 45 0,045 0,040059188 0,001797184
428 330 98 0,098 0,087745645 0,003936551
480 323 157 0,157 0,160236752 0,007188735
495 320 175 0,175 0,179072746 0,008033778
500 328 172 0,172 0,164656869 0,007387036
500 325 175 0,175 0,214222767 0,009610721
505 326 179 0,179 0,184300873 0,008268329
506 328 178 0,178 0,18645642 0,008365033

Tabel 1.7 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat tikungan R:100


R = 100 mm
11 12 delta h (ht)
Re f hf (m) Kb kl
(mm) (mm) (mm)
5730,19411 0,03631990 31,5137240 31,7817082
155 96 59 0,00228142
8 9 1 7
8480,68729 0,03292905 0,00453067 30,5581748 30,7082020
235 110 125
4 9 9 5 5
11460,3882 0,03054128 0,00767375 26,0875748
310 115 195 26,0203433
4 1 2 9
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

12115,2675 0,03011992 0,00845749 25,1746364 25,2272967


323 112 211
6 1 5 2 9
11617,3798 0,03043757 0,00785865 27,0541242 27,1177681
340 132 208
6 4 6 8 6
0,02945264 0,00989346 22,5571276 22,5867461
375 148 227 13251,0739
6 3 3 3
12290,8511 0,03001176 0,00867316 25,1590568 25,2079796
346 129 217
5 9 1 1 1
12362,5179 0,02996817 0,00876185 25,9319553 25,9793720
349 123 226
2 9 6 4 4
26,7461428 26,8370809
rata rata
3 9

Tabel 1.8 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat tikungan R: 150

R = 150 mm
delta
13 14 Re f hf kb kl
h
185 124 61 5730,194118 0,036319909 0,00228142 32,62495508 32,89293934
257 126 131 8480,687294 0,032929059 0,004530679 32,08013121 32,23015841
325 124 201 11460,38824 0,030541281 0,007673752 26,8537666 26,92099819
349 123 226 12115,26756 0,030119921 0,008457495 27,03903296 27,09169333
353 137 216 11617,37986 0,030437574 0,007858656 28,13552501 28,19916889
359 120 239 13251,0739 0,029452646 0,009893463 23,80391428 23,83353278
359 134 225 12290,85115 0,030011769 0,008673161 26,1251947 26,1741175
360 124 236 12362,51792 0,029968179 0,008761856 27,1256663 27,17308299
Viskositas
0,0008592 rata rata 27,97352327 28,06446143
Dinamik

Tabel 1.9 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat tikungan R: 50


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

R = 50 mm
15 16 delta h Re f hf kb kl
19 13
59 5730,194118 0,036319909 0,002281 31,51372401
4 5 31,78170827
27 15
121 8480,687294 0,032929059 0,004531 29,54353728
3 2 29,69356448
35 16
190 11460,38824 0,030541281 0,007674 25,32582388
0 0 25,39305547
37 16
210 12115,26756 0,030119921 0,008457 25,05034332
3 3 25,10300369
37 17
199 11617,37986 0,030437574 0,007859 25,83754847
6 7 25,90119234
38 16
221 13251,0739 0,029452646 0,009893 21,93373431
4 3 21,96335281
38 17
208 12290,85115 0,030011769 0,008673 24,07215167
3 5 24,12107447
38 16
217 12362,51792 0,029968179 0,008762 24,85761548
3 6 24,90503217
rata rata 26,0168098 26,10774796

Tabel 1.10 Menghitung kehilangan tinggi tekan akibat tikungan standard


Tikungan Standar
no
1 (mm) 2 (mm) delta h (mm) hf (m) kb Kl
1 345 265 80 0,051383847 1,154346261 2,235940389
2 420 249 171 0,102043328 1,269923932 2,166700875
3 500 220 280 0,17283397 1,080741922 1,853403305
4 524 220 304 0,190485993 1,024346652 1,77599189
5 530 215 315 0,17699851 1,354350002 2,12180788
6 535 217 318 0,222827948 0,717911313 1,437028273
7 535 214 321 0,195343384 1,101754817 1,848061823
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

8 539 215 324 0,19734104 1,097704804 1,841867116


Rata-rata 1,100134963 1,910100194

1.8 Grafik dan Analisa Grafik

Grafik Log Hf vs Log Q


4
3.5
Log Hf vs Log Q Pipa Biru
3
2.5 Log Hf vs Log Q Pipa Abu
Log Hf

abu
2
Y=X
1.5
1 Linear (Log Hf vs Log Q
0.5 Pipa Biru)

0 Linear (Log Hf vs Log Q


0 1 2 3 4 5 Pipa Abu abu)
Log Q

Grafik 1. 1 Log Hf vs Log Q


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Tujuan dari pembuatan grafik di atas adalah untuk dapat melihat hubungan antara
kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pada pipa lurus (h f) dengan debit aliran (Q).
Grafik dibuat dalam bentuk log hf dengan log Q untuk mempermudah menganalisa
yaitu dengan cara memperkecil selang nilai masing-masing. Selain itu, pendekatan
kedua nilai dapat lebih mudah dilakukan dalam bentuk log.

Dari grafik pengamatan didapat bahwa semakin besar nilai log Q, semakin besar pula
nilai log hf. Hasil ini sudah sesuai dengan grafik ideal dimana nilai hf dan Q berbanding
lurus. Hal ini dikarenakan, pada pipa dengan luas penampang yang tetap, semakin besar
nilai Q, kecepatan aliran akan semakin tinggi sehingga mengakibatkan kehilangan
tinggi tekan juga semakin besar.

Grafik F Blassius dan F Darcy Weisbach


Pipa Abu abu (1.2)
0.07
0.06 y = 4.9492x-0.503
F Blassius
0.05
0.04
Nilai F

F Darcy Weisbach
0.03
y= 0.316x-0.25
0.02 Power (F Blassius )
0.01
0 Power (F Darcy
Weisbach)
0 5000 10000 15000
nilai Re

Grafik 1.2 F Blassius vs F Darcy Pipa Abu-abu


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Grafik F Blassius dan F Darcy Weisbach


Pipa Biru vs Re (1.2)
0.04
0.035
0.03 F Blassius
0.025 y = 0.6747x-0.32
Nilai F

0.02 y = 0.316x-0.25 F Darcy Weisbach


0.015
Power (F Blassius)
0.01
0.005
Power (F Darcy
0
Weisbach)
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
nilai Re

Grafik 1.3 F Blassius vs F Darcy Pipa Biru

Tujuan dari pembuatan kedua grafik di atas adalah untuk mengetahui hubungan antara
nilai f dengan nilai Re, baik untuk f Blassius maupun f Darcy-Weisbach. Selain itu
grafik tersebut juga berfungsi untuk membandingkan antara nilai f Blassius dan f
Darcy-Weisbach pada masing-masing pipa (pipa biru dan pipa abu-abu).
Berdasarkan kedua grafik di atas, dapat dilihat hubungan antara nilai f dengan nilai Re,
yakni semakin besar nilai Re maka semakin kecil nilai f yang dihasilkan, baik untuk f
Blassius maupun f Darcy-Weisbach.

Idealnya, f Blassius lebih kecil daripada f Darcy-Weisbach. Untuk kedua grafik diatas,
didapat nilai f sudah sesuai dengan ideal, yaitu f Blassius lebih kecil daripada f Darcy-
Weisbach. Hal ini disebabkan pada perhitungan f Blassius, hanya mempertimbangkan
nilai Re yang didalamnya mempertimbangkan nilai kecepatan, diameter dan viskositas
kinematik. Dari ketiga nilai tersebut, nilai yang dapat berubah hanyalah nilai kecepatan,
nilai viskositas kinematik dan nilai diameter akan tetap. Sementara, pada f Darcy-
Weisbach, karakteristik dari pipa serta karakteristik aliran mempengaruhi perhitungan,
yaitu parameter yang diperhitungkan antara lain panjang lintasan pipa, diameter pipa,
gravitasi, kecepatan aliran, dan nilai kehilangan tinggi tekan. Nilai yang dapat berubah
hanya kecepatan, sedangkan nilai yang lain akan tetap. Karena perbedaan parameter
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

yang inilah, hasil yang didapatkan antara f Blassius dan f Darcy-Weisbach akan
berbeda.

2. Grafik H perhitungan vs H pengukuran untuk Ekspansi Tiba-Tiba

Ekspansi
0.12

0.1
H Perhitungan

0.08
Tanpa KTT
0.06
Dengan KTT
0.04 Y=X

0.02 Linear (Y = X)

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
H Pengukuran

Tujuan dari pembuatan grafik di atas adalah untuk mengetahui hubungan antara H
perhitungan dan H pengukuran ekspansi, yaitu apakah nilai H yang didapat melalui
pengukuran (pengamatan) berbeda dari nilai H yang didapat melalui perhitungan.
Idealnya adalah nilai H yang didapat melalui pengukuran sama dengan nilai H yang
didapat melalui perhitungan (hubungan tersebut diwakili oleh grafik linear y = x).

Terdapat perbedaan yang cukup besar antara H perhitungan dengan kehilangan tinggi
tekan dan tanpa kehilangan tinggi tekan. Penyebab terjadinya perbedaan ini
dikarenakan pada grafik tanpa kehilangan tinggi tekan, tidak memperhitungkan faktor
gesekan pada pipa dan perubahan bentuk geometrinya. Sehingga, H perhitungan
dengan memperhitungkan kehilangan tinggi tekan akan semakin akurat yaitu semakin
mendekati garis Y = X yang berarti H perhitungan sama dengan H pengukuran.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

3. Grafik H perhitungan vs H pengukuran untuk Kontraksi Tiba-Tiba

Kontraksi
0.25

0.2
H Perhitungan

0.15 Y=X
0.1 Tanpa KTT
Dengan KTT
0.05

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2
H Pengukuran

Tujuan dari pembuatan grafik di atas adalah untuk mengetahui hubungan antara H
perhitungan dan H pengukuran kontraksi, yaitu apakah nilai H yang didapat melalui
pengukuran berbeda dari nilai H yang didapat melalui perhitungan. Sama seperti pada
grafik akibat ekspansi tiba-tiba, idealnya adalah nilai H yang didapat melalui
pengukuran sama dengan nilai H yang didapat melalui perhitungan (yaitu grafik linear
y = x).

Terdapat perbedaan yang cukup besar antara H perhitungan dengan kehilangan tinggi
tekan dan tanpa kehilangan tinggi tekan. Hal ini dikarenakan, pada grafik tanpa
kehilangan tinggi tekan, tidak memperhitungkan faktor gesekan pada pipa dan
perubahan bentuk geometrinya.

4. Grafik K vs R/D pada Tikungan


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Grafik K vs R/D
30

25

20

15
Nilai K

KB vs R/D
10
KLvs R/D
5

0
0 1 2 3 4 5 6 7
-5
Nilai R/D

Tujuan pembuatan grafik di atas yaitu untuk mengetahui hubungan antara nilai
koefisien kehilangan tinggi tekan (K) dengan perbandingan antara jari-jari tikungan dan
diameter pipa (R/D). Nilai K sendiri dapat dibedakan menjadi dua, KB adalah koefisien
kehilangan tinggi tekan yang diakibatkan oleh perubahan geometri pipa, sedangkan K L
adalah koefisien kehilangan tinggi tekan yang diakibatkan oleh perubahan geometri dan
gesekan sepanjang pipa. Dapat dilihat perbedaan antara KB dan KL yang tidak terlalu
jauh, yaitu nilai KL berada sedikit lebih besar daripada KB. Hasil ini sesuai dengan
kondisi idealnya, yaitu nilai KL harus lebih besar dari Kb.

Grafik di atas dapat digunakan untuk menentukan nilai R/D yang dapat digunakan
untuk mendapatkan nilai K yang kecil sehingga dapat diperoleh nilai hf yang kecil.
Kecenderungan yang terlihat dari grafik di atas adalah semakin besar radius tikungan,
maka gesekan yang terjadi juga akan semakin besar.

1.1 Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini antara lain:
1. Pada pipa lurus, kehilangan tinggi tekan dapat terjadi karena faktor gesekan antara
fluida dengan dinding pipa, serta antar partikel fluida itu sendiri. Semakin besar nilai
faktor gesekan semakin besar nilai kehilangan tinggi tekan pada suatu aliran fluida.
2. Pada kontraksi, ekspansi, dan tikungan, kehilangan tinggi tekan dapat terjadi karena
faktor gesekan dan perubahan bentuk geometri pipa, namun kehilangan tinggi tekan
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

yang disebabkan oleh perubahan bentuk geometri pipa lebih besar dibanding
kehilangan tinggi tekan yang disebabkan oleh gesekan.

2. Saran
Saran untuk percobaan ini antara lain:
1. Sirkuit pipa (keran pipa) diperbaiki dan dirawat, sehingga tidak terjadi kesalahan
yang berasal dari alat seperti kebocoran,dll.
2. Minimalisasi kesalahan paralaks oleh praktikan dengan melakukan pengamatan
yang lebih teliti.
3. Mengkalibrasi setiap pipa pada sirkuit sebelum pengamatan dilakukan.

1.2 Referensi
Panduan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika (SI-2131) Tahun 2013.
Streeter, Victor L., and Wylie, Benjamin E. 1975. Fluid Mechanics. Tokyo: McGraw-
Hill Kogakusha, Ltd.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

BAB II
TUMBUKAN AKIBAT PANCARAN FLUIDA

2.1 Pendahuluan

Setiap fluida yang dipancarkan mempunyai gaya atau kerja mekanis yang menyebabkan
tumbukan. Gaya ini dapat bermanfaat untuk menggerakkan benda atau peralatan lain yang
membutuhkan gaya penggerak, misalnya turbin.

Salah satu cara untuk menghasilkan gaya atau kerja mekanis dari tekanan fluida adalah
dengan menggunakan tekanan untuk mengakselerasikan fluida kecepatan tinggi dalam
sebuah jet dimana jet tersebut diarahkan ke piringan dari sebuah roda turbin, yang berotasi
oleh karena gaya yang timbul pada piringan dikarenakan perubahan momentum dan impuls
yang terjadi ketika jet menyembur pada piringan. Besarnya gaya pada percobaan ini dapat
dihitung dengan memakai prinsip-prinsip mekanika, yaitu persamaan momentum,
keseimbangan momen, dan persamaan gerak lurus berubah beraturan.

2.2 Tujuan Praktikum

1. Mempelajari perilaku tumbukan pancaran fluida pada suatu permukaan piringan yang
dapat menghasilkan suatu energi mekanis.
2. Mengukur dan menghitung besarnya gaya yang diperoleh dari tumbukan pada dua
macam piringan yaitu plat datar dan plat cekung.
3. Menentukan besarnya efisiensi masing-masing piringan.
4. Mengamati hubungan antara besarnya debit yang keluar dengan gaya yang ditimbulkan
hasil perhitungan.

2.3 Alat-Alat Praktikum

1. Jet Impact Apparatus


2. Bangku hidrolis dengan beban
3. Stopwatch
4. Termometer
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Beban
y Geser
a

W
Piringan
Datar
V
1

F β 0.037 m

0.15 Vo
m
Nozzl

Suplai
Air

Gambar 2.1 Sketsa Jet Impact Apparatus

Data-data dari alat :


 Diameter Nozzle = 10 mm
 Luas penampang nozzle = 78,5 mm2
 Massa beban pemberat = 0,610 kg
 Jarak as piringan ke engsel tuas = 0,1525 m
 Jarak nozzle ke piringan = 37 mm

2.4 Teori Dasar dan Penurunan Rumus


2.4.1 Teori Dasar
Bila suatu piringan yang simetris pada sumbu x, sebuah jet yang terisi fluida dengan aliran
pada tingkat W kg/s sepanjang sumbu x dengan kecepata Vo m/s mengenai piringan dan
terdefleksi sebesar sudut β, sehingga fluida tersebut meninggalkan piringan dengan kecepatan
V1 m/s. Perubahan pada ketinggian dan tekanan dalam piezometric dalam jet karena
mengenai piringan hingga meninggalkannya diabaikan.
Besar gaya pada piringan :
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Momentum sebelum menabrak piringan : W Vo (kg m/s2)


Momentum setelah menabrak piringan : W V1 cos β (kg m/s2)

Gaya pada arah jet sama dengan rata-rata perubahan momentum sehingga didapatkan :
∆Momentum = WV1 cos β – WVo (kg m/s2=N)

β
F1

Fo
Gambar 2.2 Aliran Pada Sebuah Piringan

Gaya yang terjadi pada piringan adalah sama, tetapi berlawanan arah sehingga didapat
persamaan pada sumbu Y :
Fpiringan = W (Vo-V1 cosβ)

 Untuk piringan datar, nilai β = 90o maka cosβ = 0, sehingga didapatkan :


Fdatar = W Vo ; tidak tergantung harga V1

 Untuk piringan cekung, nilai β = 180o maka cos β = -1, sehingga didapatkan :
Fcekung = W(Vo+V1)
Jika perubahan tekanan piezometer dan elevasi diabaikan, maka kemungkinan gaya
maksimum pada plat cekung adalah :
Fcekung = 2W Vo

Aliran fluida diukur dengan satuan W (kg/s) yang mewakili satuan debit W/102 (m3),
sehingga kecepatan pancaran, V(m/s) saat meninggalkan noozle diberikan oleh :
V=12,75 W (m/s)
Kecepatan pancaran mengenai piringan, Vo(m/s) lebih kecil daripada kecepatan pancaran
saat meninggalkan noozle, V(m/s) akibat adanya pengaruh gravitasi. Besar kecepatan dapat
dihitung dengan mengguanakan persamaan gerak lurus berubah beraturan, didapat :
Vo2=V 2- 0,726
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.4.2 Penurunan Rumus


 Menentukan besarnya debit ( Q )

L 3L

AIR BEBAN

Gambar 2.3 Bangku Hidrolik

𝛴𝑀 = 0
𝑤 𝑥 𝑔 𝑥 3𝐿 = 𝑚 𝑥 𝑔 𝑥 𝐿
3𝑥𝑤= 𝜌𝑥𝑉
3𝑥𝑤= 𝜌𝑥𝑄𝑥𝑡
3 𝑤 𝑚3
𝑄= ⁄𝑠
𝜌𝑡

Dengan :
W : massa beban ( kg )
m : massa air ( kg )
t : selang waktu ( s )
 : massa jenis air ( kg/m3 )
Q : debit air ( m3/s )

 Besar gaya yang menumbuk piringan (gaya pengukuran) :

Gaya tekan yang menumbuk piringan didapat dengan meninjau hubungan gaya yang bekerja
pada batang
∑MA = 0
F x 152,5 mm = 0,61 kg x g x y
F = 4gy (N)
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

 Menentukan Fperhitungan

Kecepatan air yang keluar melalui nozzle :

𝑄
𝑣= (𝑚/𝑠)
𝐴

Dan jika kecepatan yang mengenai piringan adalah Vo (m/s) maka berdasarkan Hukum
Kekekalan Energi berlaku :

EK A  EPA  EK B  EPB
1 mv 2  0  1 mv 2  mgs
2 2 0
v o  v  2 gs
2 2

v o  v 2  2.(9,81).(0,037)
2

v o  v 2  0,726
2

Dengan :
Ek: energi kinetik (joule)
Ep: energi potensial (joule)
Vo: kecepatan ketika menumbuk piringan (m/s)
V : kecepatan pada saat dipancarkan nozzle (m/s)
g : percepatan gravitasi (m/s2)

Setelah mencapai piringan, pancaran air akan membentuk sudut terhadap arah vertikal. Sudut
yang dibentuk besarnya tergantung pada jenis piringan yang dipakai. Kecepatan air berubah
menjadi V1 cos . Jika dianggap bahwa dalam hal ini berlaku Hukum Kontinuitas

 A v = tetap
dan A tetap maka V = Vo
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Piringan

Vo Vo
V
Gambar 2.4 Tumbukan Fluida Pada Piringan

Berdasarkan Hukum Kekekalan Momentum maka :

 Tumbukan fluida pada piringan

F  dt  m  dv

Ft  mv
 m.(v0  v)
 m.(v0  v0 cos  )
 m.v0 (1  cos  )
m
F v0 (1  cos  )
t
F  W .v0 (1  cos  )

 Untuk piringan datar diperoleh:

 = 900
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Fd  W .v0 (1  cos 90 0 )
Fd  W .v0

 Untuk piringan cekung diperoleh:

  180 0
Fd  W .v0 (1  cos180 0 )
Fd  2.W .v0

2.5 Prosedur Kerja


1. Atur kedudukan jet impact agar jalur pancaran tegak lurus terhadap bidang datar
permukaan.
2. Memasang piringan datar pada alat jet impact.
3. Kalibrasikan neraca pengukur gaya, hal ini dilakukan dengan membuat lengan neraca
dalam keadaan mendatar.
4. Pompa dihidupkan sehingga air memancar melalui nozzle.
5. Atur posisi beban pemberat diatur neraca seimbang kembali.
6. Catat simpangan pemberat terhadap posisi semula (y).
7. Ukur debit air berdasarkan prinsip bangku hidrolik.
8. Lakukan percobaan yang sama untuk 8 macam posisi pemberat (y).
9. Ganti piringan dengan piringan cekung dengan mengulangi prosedur 1 s/d 8.

2.6 Contoh Perhitungan

Berikut ini adalah contoh perhitungan :

2.6.1 Piringan Datar

W = 2,5 kg
g = 9,81 m/s2
w = 0,610 kg
D = 0,01 m
L = 0,1525 m
s = 0,037 m

 Menghitung debit:
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

3𝑊 3 𝑥 2,5
𝑄= = 𝑥 1000 = 0,149 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟⁄𝑠
𝜌𝑡 996,51 𝑥 50,5

 Kecepatan air (V) yang keluar dari nozzle:

𝑉 = 12,75 ∗ 0,149 = 1,894 𝑚⁄𝑠

 Kecepatan air (Vo) saat menumbuk piringan:

𝑉𝑜2 = 𝑉 2 − 2𝑔𝑠
𝑉𝑜2 = 𝑉 2 − 2(9,81)(0,037)

𝑉𝑜 = √𝑉 2 − 0,726

𝑉𝑜 = √(1,894)2 − 0,726 = 1,691 𝑚⁄𝑠

 Mengitung Fperhitungan :

F. hitung = W x Vo

F. hitung = 0,149 ∗ 1,691 = 0,251 N

 Menghitung Fpengukuran:

F. ukur = 4 x g x y
F. ukur = 4 x 9,81 x 0,004 = 0,157 N

 Menghitung efisiensi () piringan datar:

Fpengukuran
 = Fperhitungan x 100 %

0,157
 = 0,251 x 100 % = 62,55%

2.6.2 Piringan Cekung

W = 2,5 kg
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

g = 9,81 m/s2
w = 0,610 kg
D = 0,01 m
L = 0,1525 m
s = 0,037 m

 Menghitung debit :

3𝑊 3 𝑥 2,5
𝑄= = 𝑥 1000 = 0,29 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟⁄𝑠
𝜌𝑡 996,51 𝑥 25,9

 Perhitungan kecepatan air (V) yang keluar dari nozzle:

𝑉 = 12,75 x 0,29 = 3,692 𝑚⁄𝑠


 Menghitung kecepatan air (Vo) saat menumbuk piringan:

𝑉𝑜2 = 𝑉 2 − 2𝑔𝑠
𝑉𝑜2 = 𝑉 2 − 2(9,81)(0,037)

𝑉𝑜 = √𝑉 2 − 0,726

𝑉𝑜 = √(3,692)2 − 0,726 = 3,592 𝑚⁄𝑠

 Mengitung Fperhitungan :

F. hitung = 2 x W x Vo
F. hitung = 2 x 0,290 x 3,592 = 2,081 N

 Menghitung Fpengukuran:

F. ukur = 4 x g x y
F. ukur = 4 x 9,81 x 0,054 = 2,119 N

 Menghitung efisiensi () piringan datar:

Fpengukuran 2,119
 = Fperhitungan x 100 % = 2,089
x 100 % = 101 %
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.7 Pengolahan Data

2.7.1 Piringan Datar

Pengukuran Debit Pergeseran Beban


No.
Waktu T(s) Berat W(kg) Debit Q (liter/s) Y(mm)
1 70 2,5 0,107428725 2
2 65 2,5 0,115692473 3
3 50 2,5 0,150400215 5
4 43 2,5 0,174883971 8
5 34 2,5 0,221176787 10
6 32 2,5 0,235000336 12
7 30 2,5 0,250667025 15
8 28 2,5 0,268571812 16
9 24 2,5 0,313333781 23
10 19 2,5 0,395790039 40

Kec. dari Kec. Menumbuk


F Hitung F ukur Efisiensi W
No. Nozzle Vo
V1 (m/s) (kg.m/s2 (kg.m/s2) (%) (kg/s)
(m/s)
1 1,367 1,069 0,1146 0,07848 68,482% 0,10714
2 1,472 1,201 0,1386 0,11772 84,935% 0,11538
3 1,914 1,714 0,2571 0,1962 76,313% 0,15
4 2,226 2,056 0,3586 0,31392 87,540% 0,17442
5 2,815 2,683 0,5918 0,3924 66,306% 0,22059
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

6 2,991 2,867 0,6719 0,47088 70,082% 0,23438


7 3,190 3,074 0,7686 0,5886 76,581% 0,25
8 3,418 3,310 0,8867 0,62784 70,806% 0,26786
9 3,988 3,896 1,2174 0,90252 74,135% 0,3125
10 5,037 4,965 1,9598 1,5696 80,090% 0,39474

Tabel 2.1 Data Piringan Datar

2.7.2 Piringan Cekung

Pengukuran Debit Pergeseran


No
Waktu T (s) Berat W(kg) Debit Q(liter/s) Beban Y (mm)
1 93 2,5 0,080860331 3
2 70 2,5 0,107428725 7
3 43 2,5 0,174883971 20
4 35 2,5 0,21485745 28
5 31 2,5 0,242580992 35
6 20 2,5 0,376000537 87
7 18 2,5 0,417778375 97
8 16 2,5 0,470000672 126
9 15 2,5 0,50133405 135
10 14 2,5 0,537143625 149

Kec. dari Kec.


F Hitung F ukur
Nozzle Menumbuk
No. Efisiensi (%) W
Vo (m/s) V1 (m/s) (kg.m/s2)
(kg.m/s2)
1 1,029 0,577 0,093 0,11772 126,581% 0,080645
2 1,367 1,069 0,229 0,27468 119,948% 0,107143
3 2,226 2,056 0,717 0,7848 109,456% 0,174419
4 2,735 2,598 1,114 1,09872 98,628% 0,214286
5 3,087 2,967 1,436 1,3734 95,641% 0,241935
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

6 4,785 4,709 3,532 3,41388 96,656% 0,375


7 5,317 5,248 4,374 3,80628 87,021% 0,416667
8 5,982 5,921 5,551 4,94424 89,069% 0,46875
9 6,381 6,323 6,323 5,2974 83,780% 0,5
10 6,836 6,783 7,268 5,84676 80,445% 0,535714

Tabel 2.2 Data Piringan Cekung

2.8 Grafik dan Analisis

F UKUR VS F HITUNG
7
y = 0.8183x + 0.1889
6 Piring Cekung

4
F UKUR

Piring Datar
3

2
Linear (Piring Datar)
1 y = 0.7849x - 0.0209

0
0 2 4 6 8
F HITUNG

Gambar 2.5 Grafik F.ukur VS F.hitung pada kedua piringan

Pembuatan grafik di atas bertujuan untuk mengetahui efisensi gaya yang diterima masing-
masing piringan, serta untuk menentukan bentuk piringan mana yang paling efisien. Dari
hasil pengamatan didapat bahwa piringan yang berbentuk cekung memiliki efisiensi lebih
besar.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Persamaan gaya untuk piringan datar F = W.V0 (β = 90o) dan untuk piringan cekung F = 2
W.V0 (β = 180o) sehingga secara teoritis nilai efisiensi dari piringan cekung lebih besar
daripada yang datar karena gaya yang terjadi pada piringan cekung juga lebih daripada
piringan datar.

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa efisiensi piringan cekung lebih besar daripada
efisiensi piringan datar. Hal ini terlihat dari perbandingan F ukur vs F hitung yang
direpresentasikan oleh gradien dari persamaan garis masing-masing benda uji.

Didapatkan gradien untuk piringan datar = 0,7849 dan gradien untuk piringan cekung =
0,8183 sehingga sesuai dengan analisa teoritis sebelumnya.

Terjadinya perbedaan antara kondisi ideal dan kondisi nyata pada perbandingan F Ukur vs F
hitung disebabkan oleh perbedaaan penghitungan debit yang tidak ideal.

Grafik F.Ukur VS W

F Ukur vs W
7
Y=x
6
y = 13.052x - 1.3692 Piringan Cekung
5
F Ukur (N)

4
Piringan Datar
3
2 Linear (Piringan
y = 4.7766x - 0.5379 Cekung)
1
Linear (Piringan
0
Cekung)
0 0.5 1
W (kg/s)

Gambar 2.6 Grafik F.ukur VS W pada kedua piringan

Grafik F Ukur vs W bertujuan untuk mengetahui pengaruh debit air terhadap F Ukur. Dapat
dilihat dari grafik di atas, hubungan F Ukur dengan W memiliki hubungan yang linear.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Kondisi ideal adalah suatu kondisi dimana F yang kita ukur pada percobaan atau F ukur
memberikan hasil yang sama dengan F yang kita hitung. Dengan demikian W dapat
berhubungan langsung dengan F hitung yaitu F.hitung = W.V 0 (piringan datar) dan F.hitung =
2W.V0 (piringan cekung) dimana F berbanding lurus dengan W.

Hubungan W dengan F Ukur berasal dari W yang merupakan laju massa per satuan waktu.
Makin besar massa yang melalui sistem, makin besar pula F tumbukan yang diukur, oleh
karena itu F Ukur dan W berbanding lurus.

2.9 Kesimpulan dan Saran


2.9.1 Kesimpulan

Dari hasil grafik dan analisa grafik dapat ditarik kesimpulan :

1. Pancaran fluida yang menumbuk suatu bidang permukaan akan menghasilkan gaya yang
besarnya bergantung pada debit dan kecepatan air yang mengenai permukaan tersebut.

2. Gaya tumbukan yang terukur pada piringan memiliki besar yang berbeda untuk jenis
piringan yang berbeda pula, dalam hal ini, piringan cekung memiliki gaya yang diterima
lebih besar daripada piringan datar.

3. Efisiensi gaya yang terukur pada masing-masing piringan memiliki besar yang berbeda.
Hal ini disebabkan oleh berbedanya bentuk permukaan piringan, karena yang satu
memiliki bentuk cekung dan yang lainnya datar. Secara teoritis nilai efisiensi piringan
cekung akan lebih besar daripada nilai efisiensi piringan datar karena melalui rumus F
cekung = 2.W.Vo dan F datar = W.Vo terlihat nilai efisiensi piringan cekung akan lebih
besar daripada nilai efisiensi piringan datar.

4. Semakin besar debit air yang keluar maka gaya (F.hitung) yang dihasilkan akan semakin
besar karena kecepatan air yang menumbuk piringan semakin besar pula yang
menyebabkan meningkatnya F.hitung. Melalui hasil pengolahan data yang dilakukan,
diperoleh gaya yang menumbuk piringan cekung lebih besar daripada gaya yang mengenai
piringan datar.

2.9.2 Saran

1. Penjelasan pengerjaan praktikum hendaknya lebih diperjelas.


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2. Waktu pengerjaan praktikum yang terlalu terbatas sehingga jika terdapat kesalahan pada
pengerjaan praktikum, tidak dapat diulang kembali sehingga data yang dihasilkan kurang
akurat.

2.10 Referensi

 Munson, B., Young, D., & Okiishi, T. (2002). Fundamentals of Fluid Mechanics. John
Wiley & Sons, Inc.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

BAB III
ALIRAN MELALUI VENTURIMETER

3.1 Pendahuluan
Debit dan kecepatan aliran penting untuk diketahui besarnya dalam melakukan penelitian
fluida. Untuk itu, digunakan alat untuk mengukur debit cairan, salah satunya adalah
menggunakan prinsip Bernoulli dan kontinuitas pada pipa tetutup yang diaplikasikan melalui
alat bernama venturimeter. Dengan demikian, venturimeter adalah alat untuk mengukur debit
cairan yang melalui pipa tertutup. Melalui pengamatan pada venturimeter, dapat dibuktikan
pula persamaan Bernoulli dan kontinuitas.

3.2 Tujuan Percobaan


1. Menunjukkan pengaruh perubahan penampang terhadap tinggi garis hidraulik pada
masing-masing manometer.
2. Menentukan koefisien pengaliran pada alat venturimeter yang digunakan.

3.3 Alat-Alat Percobaan

1. Venturimeter
2. Stopwatch
3. Bangku hidraulik
4. Beban counterweight pada bangku hidraulik
Data alat:
 Diameter pipa di manometer A, DA = 26mm
 Diameter pipa di manometer D, DD = 16mm

3.4 Teori Dasar dan Penurunan Rumus

Venturimeter menggunakan prinsip Bernoulli dan kontinuitas dengan mengandaikan


perbedaan luas penampang yang dapat mengakibatkan perbedaan kecepatan. Perbedaan luas
penampang dari diameter yang lebih besar menjadi lebih kecil kemudian membesar lagi
dilakukan seideal mungkin untuk menghindari terjadinya kehilangan tinggi tekan akibat
ekspansi atau kontraksi tiba-tiba. Jika dipasang piezometer pada bagian penampang yang
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

berbeda-beda, akan terlihat perbedaan ketinggian sebagai wujud dari perbedaan tekanan air
yang melewati penampang.
Penampang pada bagian upstream akan dinamakan ai, pada leher disebut a2, dan pada bagian
selanjutnya (bagian ke-n) disebut an. Ketinggian atau head pada pembuluh piezometer akan
disebut h1, h2, hn. Dalam kasus ini diasumsikan tidak terjadi kehilangan energi sepanjang pipa,
dan kecepatan serta head piezometer (h) konstan sepanjang bidang tertentu.
Berdasarkan Hukum Bernoulli dan hukum kontinuitas akan didapatkan persamaan untuk
menghitung debit (Q) dengan koefisien pengaliran pada alat venturimeter adalah c dimana
nilai c berbeda-beda pada setiap alat venturimeter.

Perhitungan Debit:

 Menentukan besarnya debit ( Q )

L 3L

BEBAN
AIR

Gambar 3.1 Penentuan Debit

𝛴𝑀 = 0
𝑤 𝑥 𝑔 𝑥 3𝐿 = 𝑚 𝑥 𝑔 𝑥 𝐿
3𝑥𝑤= 𝜌𝑥𝑉
3𝑥𝑤= 𝜌𝑥𝑄𝑥𝑡
3 𝑤 𝑚3
𝑄= ⁄𝑠
𝜌𝑡

Dengan :
w : massa beban ( kg )
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

m : massa air ( kg )
t : selang waktu ( s )
 : massa jenis air ( kg/m3 )
Q : debit air ( m3/s )

Persamaan Bernoulli:

𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
+ + 𝑧1 = + + 𝑧2
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔

Persamaan kontinuitas :
A1.V1=A2.V2

Hasil dari gabungan Bernoulli dan kontinuitas akan menghasilkan persamaan perhitungan
debit pada venturimeter, sebagai berikut:

2. 𝑔. (ℎ1 − ℎ2)
Q = c. A2√
𝐴2
1 − (𝐴 )2
1

Penurunan Rumus :
𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
+ + 𝑧1 = + + 𝑧2
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔

𝑉12 𝑉22
+ ℎ1 = + ℎ2
2𝑔 2𝑔
𝑉12 𝑉22
+ ℎ1 − ℎ2 =
2𝑔 2𝑔
𝑉12 + 2𝑔(ℎ1 − ℎ2) = 𝑉22
𝑄 𝑄
( ) 2 + 2𝑔(ℎ1 − ℎ2) = ( )2
𝐴1 𝐴2
𝑄 𝑄
( ) 2 − ( )2 = 2𝑔(ℎ1 − ℎ2)
𝐴2 𝐴1
1 1
𝑄2[( ) 2 − ( ) 2] = 2𝑔(ℎ1 − ℎ2)
𝐴2 𝐴1
𝐴12 − 𝐴22
𝑄2( 2 2 ) = 2𝑔(ℎ1 − ℎ2)
𝐴1 𝐴2
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

𝑄2 𝐴22
2
(1 − 2) = 2𝑔(ℎ1 − ℎ2)
𝐴2 𝐴1

𝑄 2𝑔(ℎ1 − ℎ2)
=
𝐴2 √ (1 − 𝐴22)
𝐴12

2. 𝑔. (ℎ1 − ℎ2)
Q = c. A2√
𝐴2
1 − (𝐴 )2
1

3.5 Prosedur Kerja

1. Pastikan bangku hidraulik dalam keadaan mati dan air pada bak kecil sudah dibuang.
2. Kalibrasi tinggi piezometer sesuai dengan skalanya dengan cara menekan katup udara di
atas piezometer perlahan-lahan sampai ketinggian setiap piezometer sama dan berada
dalam skala pengamatan. Setelah air berada dalam ketinggian yang tepat, matikan lagi
bangku hidraulik.
3. Mulailah menyalakan bangku hidraulik, bukalah kran suplai air perlahan-lahan dan
sedikit demi sedikit serta kran kontrol aliran seluruhnya sampai didapat debit yang
dialirkan menghasilkan selisih ketinggian maksimum dari masing-masing piezometernya
tetapi di dalam skala pengamatan.
4. Amatilah perbedaan ketinggian yang terjadi, catat ketinggian air tiap piezometer dan
hitung perbedaan ketinggian di piezometer.
5. Bersamaan dengan proses pengamatan, perhatikanlah kondisi bangku hidraulik. Jika
tempat pemasangan beban mulai terangkat, pasanglah beban dan mulailah pengukuran
waktu dengan stopwatch. Setelah tempat pemasangan beban yang sudah dipasang beban
mulai terangkat lagi, matikanlah stopwatch dan waktu itu akan menjadi acuan
perhitungan debit.
6. Setelah data didapat, tutup kran air kontrol dan matikan bangku hidraulik.
7. Putar kembali kran suplai air secara perlahan untuk mendapatkan debit air yang lebih
kecil dari debit sebelumnya dan nylakan kembali bangku hidraulik.
8. Ulangi langkah 4 s/d 7 hingga didapat data untuk delapan drbit yang berbeda dengan
syarat besar debit harus masih dapat memberikan perbedaan ketinggian yang tampak
jelas pada tiap piezometer.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

9. Setelah data selesai diambil, catat juga nilai koefisien pengaliran (c) pada alat
venturimeter tersebut yang tertera pada bagian belakang alat.
3.6 Contoh Perhitungan

Menentukan besarnya debit :

3∗2,5
Q =
106 ∗39,11∗1000

Q = 191,7668116

Menentukan nilai dari c :

2. 𝑔. (ℎ1 − ℎ2)
Q = c. A2√
𝐴2
1 − ( )2
𝐴1

2∗981∗(13,3−8,9)
191,7668116= c.2,0096√ 2,0096 2
1−( )
5,31

c = 0,95065

3.7 Tabel Pengolahan Data


Tabel 3.1 Bacaan piezometer
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Air Pada Tabung (cm)


A2 cm2 h1-h2 cm Q aliran air (cm^3) c
f g h j k l

10,4 11,1 11,6 12 12,1 12,3 200,96 4,4 191,7668116 0,950913


7,9 9,7 10,9 11,7 12,3 12,7 2,0096 11,2 319,9658703 0,994463
6,4 8,3 9,6 10,3 10,8 11,2 2,0096 11,4 310,5590062 0,956722
10,3 11 11,5 11,8 12 12,3 2,0096 4,4 187,8757515 0,931619
8,6 10 11 11,7 12 12,4 2,0096 9 272,4300763 0,944556
4 5 5,7 6,1 6,3 6,5 2,0096 6,1 222,2880854 0,936149
4,9 5,8 6,3 6,5 6,6 6,8 2,0096 4,1 183,1054688 0,940596
2,9 4,6 5,4 5,8 6,2 6,5 2,0096 7,3 246,7105263 0,949774
2,3 3,8 4,3 4,8 5 5,2 2,0096 5,9 223,7470167 0,958132
Rata-rata 239,8276237 0,951436

Tabel 3.2 Diameter Venturimeter

Tabung Piezometer A (A1) B C D(A2) E F G H J K L

Diameter 26 23,2 18,4 16 16,8 18,47 20,16 21,84 23,53 25,24 26

A(mm) 530,6 422,52 265,8 200,96 221,56 267,79 319,04 374,43 434,62 500,09 530,66
A(cm) 5,306 4,2252 2,658 2,0096 2,216 2,6779 3,1904 3,7443 4,3462 5,0009 5,3066
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

3.8 Grafik dan Analisis


3.8.1 Analisis Grafik Q vs C

Q vs C
400

350

300

250
Q

200

150

100
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3
C

Gambar 3.2 Grafik Perbandingan Q vs C

Tujuan pembuatan grafik ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Q dan koefisien
pengaliran atau faktor koreksi C. Nilai C yang didapatkan relatif konstan dengan rata-rata
0,95 Nilai ini berbeda dari koefisien pengaliran yang terdapat pada alat yang bernilai 0,94.
Selisih 0,01 kemungkinan besar terjadi karena perbedaan perhitungan debit aktual dan
teoritis. Kesalahan nilai C bisa disebabkan perhitungan waktu yang tidak tepat pada bangku
hidraulik yang akan mempengaruhi Q.

Nilai C tidak mungkin lebih dari 1 karena debit aktual tidak mungkin lebih besar dari debit
teoritis karena debit aktual dipengaruhi gesekan fluida dan kontraksi pipa. Apabila hal ini
terjadi, kemungkinan disebabkan oleh adanya gelembung udara di dalam tabung piezometer,
yang menyebabkan terjadinya kerancuan dalam menentukan ketinggian air yang benar dalam
tabung piezometer. Selain itu, gesekan fluida, kontraksi pipa, dan pengaruh lingkungan
seperti suhu, tekanan dan kelembaban akan mempengaruhi kekentalan fluida.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

3.8.2 Analisis Grafik Tinggi Bacaan Piezometer

Gambar 3.3 Grafik Tinggi Bacaan Piezometer

Grafik ini menggambarkan nilai ketinggian air pada setiap tabung piezometer pada debit yang
berbeda. Tujuan pembuatan grafik ini adalah untuk mengetahui pengaruh debit pada
ketinggian air. Semakin tinggi nilai debit, maka ketinggian air pada tabung piezometer akan
semakin tinggi. Hal ini juga dapat dibuktikan secara teoritis bahwa nilai Q akan berbanding
lurus dengan nilai dari akar selisih h.

Pada hubungan antara tinggi bacaan piezometer dengan diameter venturimeter, terdapat
kecenderungan bahwa semakin besar diameter, maka akan semakin besar pula tinggi bacaan
pada piezometer.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

3.9 Kesimpulan dan Saran

3.9.1 Kesimpulan

1. Kita dapat mengetahui pengaruh perubahan penampang terhadap tinggi garis hidraulik
pada masing-masing manometer. Pada titik dengan luas penampangnya terbesar,
merupakan titik tertinggi garis hidraulik pada manometer. Sedangkan, pada titik dengan
luas penampang terkecil, merupakan titik terendah garis hidraulik pada manometer.

2. Nilai koefisien pengaliran pada alat venturi meter yang digunakan adalah sebesar 0,6
pada perhitungan, dan 0,94 pada alat. Terjadi perbedaan yang cukup signifikan akibat
pegaruh lingkungan (suhu,tekanan dan kelembaban) serta kesalahan perhitungan waktu
dalam menggunakan bangku hidraulik.

3.9.2 Saran
Pengaturan waktu harus bertepatan dengan pengambilan jumlah volume air yang dihitung.

3.10 Referensi
 Panduan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika SI-2131. Program Studi Teknik
Sipil FTSL ITB. 2011.
 Chow, Ven Te. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta : Erlangga : 1992.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

BAB IV
OSBOURNE REYNOLDS

4.1 Pendahuluan

Percobaan Osbourne Reynolds adalah percobaan untuk mengamati sifat aliran laminar,
turbulen, dan transisi secara visual maupun teoritis. Secara visual, percobaan dilakukan
dengan mengamati gerak zat warna dalam aliran pipa lurus yang akan menunjukkan pola
aliran tersebut. Zat yang dipakai adalah tinta. Fungsi tinta untuk memudahkan pengamatan
bentuk aliran yang terjadi dalam suatu aliran air pada debit tertentu. Jika tinta tersebut
bergerak secara teratur dan mempunyai garis edar yang sejajar dan bergerak berlapis-lapis,
maka aliran tersebut adalah laminar.

Jika tinta bergerak menyebar tidak menentu maka aliran tersebut adalah turbulen. Apabila
terjadi perpindahan kondisi dari aliran laminar dan aliran turbulen, maka aliran tersebut
adalah aliran transisi.

Data yang diperoleh dari percobaan ini digunakan untuk menghitung Bilangan Reynolds.
Berdasarkan Bilangan Reynolds dapat diklasifikasikan sifat-sifat aliran tersebut secara
teoritis, kemudian dibandingkan dengan hasil pengamatan visual.

4.2 Tujuan Praktikum


1. Mengamati dan mengklarifikasi sifat aliran secara visual berdasarkan pola gerak zat
warna tinta dalam aliran.
2. Menghitung dan mengklarifikasikan sifat aliran secara teoritis berdasarkan Bilangan
Reynolds.
3. Membandingkan apakah terdapat kesesuaian antara pengamatan secara visual dengan
pengamatan secara perhitungan (teoritis).

4.3 Alat-alat Praktikum

1. Seperangkat alat Osbourne Reynolds


2. Termometer
3. Gelas Ukur
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

4. Pengukur waktu (Stopwatch)

Gambar 4.1 Alat Osborne-Reynolds

4.4 Teori Dasar dan Penurunan Rumus


Menurut Reynolds, tipe aliran dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Aliran laminar adalah aliran fluida yang patikel-partikelnya bergerak secara teratur dan
mempunyai garis edar yang sejajar. Perpindahan partikel ini tidak disertai dengan
perpindahan momentum antara lapisan satu dengan lapisan yang lainnya.Nilai bilangan
Reynolds < 2000.

2. Aliran transisi adalah aliran yang terjadi pada tahap peralihan antara aliran laminar dan
aliran turbulen. Secara visual, aliran transisi cenderung sulit ditentukan. Nilai bilangan
Reynolds antara 2000-4000

3. Aliran turbulen adalah aliran yang partikel-partikelnya bergerak tidak beraturan dengan
disertai perpindahan momentum antara partikel fluida yang bertumbukan dengan
kecepatan yang berubah dari titik ke titik pada selang waktu tertentu. Nilai bilangan
Reynolds > 4000.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Untuk mengamati ketiga jenis aliran tersebut, pengamatan secara visual tidak cukup dan agar
hasil pengamatan menjadi objektif maka dibuatlah suatu parameter yang disebut bilangan
Reynolds.

Rumus dari bilangan Reynolds :


Bilangan Reynolds adalah perbandingan gaya inersia terhadap gaya kekentalan yang bekerja
pada suatu cairan.
Gaya Inersia (F i ) = massa x percepatan
Fi  m.a
V
Fi    L3 
t
L
Fi    L2  V
t
Fi    L2  V 2
(1)
Dengan : V = kecepatan aliran
L = dimensi panjang
 = kerapatan massa

Gaya gesek (Ff ) = gesekan x luas


dV
F f  . .A
dy
Dengan :  = kekentalan dinamis
dV
= gradien kecepatan
dy
V = kecepatan setempat
dV
Bila kecepatan sama maka  0 atau V konstan, sehingga :
dx
V
F f   . .L2
y
V
Ff  . .L2
L
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

F f  .V .L
(2)

Bandingkan persamaan (1) dengan persamaan (2) maka menjadi :


Fi   L2 V 2

Ff  V  L
Fi  .L.V

Ff 
Fi V .L

Ff 
V.L
Re 

VD
Re 

di mana:  = kekentalan kinematis



Hasil dari perhitungan di atas adalah berbentuk bilangan tidak berdimensi yang disebut
"Bilangan Reynolds" disingkat Re (diambil dari nama ahli matematika dan saintis Osbourne-
Reynolds dari Inggris). Untuk mencari faktor gesekan untuk setiap jenis aliran dan bilangan
Reynolds-nya,dapat menggunakan diagram Moody sebagai berikut:
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Gambar 4.2 Diagram Moody


Cara membaca diagram Moody untuk mendapatkan nilai (f) faktor gesekan adalah dengan
menarik garis tegak lurus pada sumbu y (mendatar) di nilai bilangan Reynoldsnya, lalu tarik
garis mendatar dan lihat sumbu x sebelah kiri untuk mendapatkan nilai (f) faktor gesekannya.
Friksi atau faktor gesekan yang terjadi akibat tipe aliran fluida dapat diketahui dengan
menggunakan rumus Blasius yaitu :
 Untuk aliran Laminer :
f = 64/Re
 Untuk aliran Turbulen :
f = 0,316 Re-0,25

4.5 Prosedur Percobaan


1. Ukur suhu air dalam percobaan karena harga viskositas bergantung pada suhu dan
diperlukan untuk mencari nilai bilangan Reynolds.
2. Atur debit aliran dan amati bentuk aliran pada pipa alat Osborne Reynolds dengan cara
melihat bentuk gerakan dari tinta. Bila bentuk dan aliran dari tinta teratur dan lurus maka
pada debit tersebut aliran dalam pipa adalah aliran laminar. Bila bentuk aliran dalam pipa
kadang-kadang lurus dan kadang-kadang membelok/bergoyang maka aliran tersebut
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

tergolong aliran transisi. Apabila arah dan bentuk aliran tinta sudah tidak beraturan maka
aliran tersebut termasuk aliran turbulen.
3. Catat volume air yang keluar dalam jangka waktu tertentu(debit air) yang ditampung pada
gelas ukur. Untuk masing-masing jenis aliran, ubah volume air yang keluar sebanyak tiga
kali dan rata-ratakan nilai debit tersebut.
4. Tentukan viskositas kinematik
5. Tentukan volume rata-rata dari V1,V2,dan V3 pada suatu jenis aliran.
6. Percobaan dilakukan 10 kali dengan pengambilan data masing-masing jenis aliran:
 Laminer 6 kali
 Transisi 2 kali
 Turbulen 2 kali
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

4.6 Contoh Perhitungan


4.6.1 Menghitung Debit Rata-rata (Qr)
Misalnya untuk laminer 1 :
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 0,000020
Q1= 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
= 5
= 0,000004 𝑚3 /𝑠
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 0,000025
Q2= 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
= 5
= 0,000005 𝑚3 /𝑠
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 0,000030
Q3= = = 0,000006 𝑚3 /𝑠
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 5
𝑄1+𝑄2+𝑄3
Qr = = 0,000005
3

4.6.2 Menghitung Kecepatan Aliran Rata-rata (Vr)


Untuk laminer 1 :
𝑄1 0,000004
V1 = =1 =0,0301237 m/s
𝐴1 × 3,14 × 0,0132
4

𝑄2 0,000005
V2 = =1 =0,0376547 m/s
𝐴2 × 3,14 × 0,0132
4

𝑄3 0,000006
V3 = =1 =0,0451856 m/s
𝐴3 × 3,14 × 0,0132
4
𝑉1+𝑉2+𝑉3
Vr= = 0,0376547 𝑚/𝑠
3

4.6.3 Menghitung Besarnya Bilangan Reynolds


VD 0,0301237 ×0,013
Re 1  = = 440
 0,00000089

VD 0,0376547 ×0,013
Re 2  = = 550
 0,00000089

VD 0,0451856 ×0,013
Re 3  = = 660
 0,00000089

𝑅𝑒1+𝑅𝑒2+𝑅𝑒3
Re = 3
= 550
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

4.6.4 Menghitung Nilai f :


 Untuk aliran laminer 1 :

64 64
f = 𝑅𝑒 = 550
= 0,1164

 Untuk aliran transisi 1 :

f = 0,316 x Re-0,25= 0,316 x 2310-0,25 = 0,0458


 Untuk aliran turbulen 1 :

f = 0,316 x Re-0,25= 0,316 x 8140-0,25 = 0,0331

4.7 Tabel Pengolahan Data

PENGUKURAN DEBIT KECEPATAN ALIRAN


BILANGAN TAMPAK friction
No volume v debit Q log f log re
waktu t (detik) V (m/dt) REYNOLDS VISUAL (f)
(ml) (m3/dt)
1 10 65 0,0000065 0,04899559 712,4638425 0,089829 -1,04658 2,852763
2 10 50 0,000005 0,037688916 548,0491096 0,116778 -0,93264 2,738819
Laminar
3 10 48 0,0000048 0,036181359 526,1271452 0,121644 -0,91491 2,721091
Harga Rerata : 0,040955288 595,5466991 0,107464 -0,96874 2,774916
4 10 70 0,000007 0,052764482 767,2687534 0,083413 -1,07877 2,884948
5 10 60 0,000006 0,045226699 657,6589315 0,097315 -1,01182 2,818001
Laminar
6 10 50 0,000005 0,037688916 548,0491096 0,116778 -0,93264 2,738819
Harga Rerata : 0,045226699 657,6589315 0,097315 -1,01182 2,818001
7 10 105 0,0000105 0,079146723 1150,90313 0,055609 -1,25486 3,061039
8 10 150 0,000015 0,113066747 1644,147329 0,038926 -1,40976 3,215941
Laminar
9 10 130 0,000013 0,097991181 1424,927685 0,044915 -1,34761 3,153793
Harga Rerata : 0,096734884 1406,659381 0,045498 -1,34201 3,148189
10 10 130 0,000013 0,097991181 1424,927685 0,044915 -1,34761 3,153793
11 10 125 0,0000125 0,094222289 1370,122774 0,046711 -1,33058 3,136759
Laminar
12 10 135 0,0000135 0,101760072 1479,732596 0,043251 -1,364 3,170183
Harga Rerata : 0,097991181 1424,927685 0,044915 -1,34761 3,153793
13 10 170 0,000017 0,128142313 1863,366973 0,034346 -1,46412 3,270298
14 10 170 0,000017 0,128142313 1863,366973 0,034346 -1,46412 3,270298
Laminar
15 10 180 0,000018 0,135680096 1972,976795 0,032438 -1,48894 3,295122
Harga Rerata : 0,130654908 1899,90358 0,033686 -1,47255 3,278732
16 10 170 0,000017 0,128142313 1863,366973 0,034346 -1,46412 3,270298
17 10 180 0,000018 0,135680096 1972,976795 0,032438 -1,48894 3,295122
Laminar
18 10 180 0,000018 0,135680096 1972,976795 0,032438 -1,48894 3,295122
Harga Rerata : 0,133167502 1936,440187 0,03305 -1,48082 3,287004
19 10 270 0,000027 0,203520145 2959,465192 0,042843 -1,36812 3,471213
20 10 230 0,000023 0,173369012 2521,025904 0,044596 -1,35071 3,401577
Transisi
21 10 225 0,0000225 0,169600121 2466,220993 0,044841 -1,34832 3,392032
Harga Rerata : 0,182163093 2648,90403 0,044047 -1,35608 3,423066
22 10 355 0,0000355 0,267591301 3891,148678 0,04001 -1,39783 3,590078
23 10 350 0,000035 0,26382241 3836,343767 Transisi 0,040152 -1,39629 3,583918
Harga Rerata : 0,265706856 3863,746223 0,040081 -1,39707 3,587009
24 10 500 0,00005 0,376889157 5480,491096 0,036727 -1,43502 3,738819
25 10 585 0,0000585 0,440960314 6412,174582 0,035313 -1,45206 3,807005
Turbulen
26 10 550 0,000055 0,414578073 6028,540205 0,035862 -1,44537 3,780212
Harga Rerata : 0,410809181 5973,735294 0,035944 -1,44437 3,776246
27 10 705 0,0000705 0,531413711 7727,492445 0,033704 -1,47232 3,888039
28 10 710 0,000071 0,535182603 7782,297356 0,033644 -1,47309 3,891108
Turbulen
29 10 720 0,000072 0,542720386 7891,907178 0,033527 -1,47461 3,897182
Harga Rerata : 0,5364389 7800,56566 0,033624 -1,47334 3,892126

Tabel 4.1 Pengolahan Data Osborne-Reynolds


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

4.8 Analisis Data


4.8.1 Grafik f VS Re

F VS RE
Laminar Transisi Turbulen
Linear (Laminar) Power (Transisi) Power (Turbulen)
0.12

0.1

0.08

0.06
F

y = 0.316x-0.25
0.04 y = 0.316x-0.25
R² = 1
y = -6E-05x + 0.1332 R² = 1
R² = 0.942
0.02

0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
RE

Gambar 4.3 Grafik f VS Re


4.8.2 Grafik log f VS log Re

LOG F VS LOG RE
Laminar Transisi Turbulen

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
-0.2

-0.4

-0.6
LOG F

-0.8

-1

-1.2
y = -0.25x - 0.5003
-1.4 y = -1x + 1.8062
R² = 1
R² = 1 y = -0.25x - 0.5003
-1.6 R² = 1
LOG RE

Gambar 4.4 Grafik log f VS log Re


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Dari grafik hasil pengamatan di atas, terlihat bahwa aliran laminar, transisi, dan turbulen
memiliki masing-masing karakteristik yang berbeda dari besar bilangan Reynolds dan gaya
gesek dengan pipanya. Aliran laminar memiliki gaya gesek dengan pipa yang paling besar
dan mengakibatkan kecepatan aliran yang lambat. Sedangkan aliran transisi dan turbulen
memiliki besar gesekan dengan pipa yang lebih kecil dan kecepatan aliran yang lebih besar.

Kecenderungan bahwa aliran transisi dan turbulen memiliki karakteristik yang sama dapat
dilihat dari grafik Moody. Aliran dengan besar bilangan Reynolds 2000<X<4000 akan
memiliki hubungan dengan faktor gesekan yang serupa dengan aliran turbulen, sehingga
aliran transisi juga dihitung dengan perhitungan yang sama dengan aliran turbulen.
Selain itu, terdapat perbedaan jenis aliran antara pengamatan dengan perhitungan secara
teoritis.
Berdasarkan
Percobaan
Pengamatan Visual Perhitungan Teoritis
1 Laminar Laminar
2 Laminar Laminar
3 Laminar Laminar
4 Laminar Laminar
5 Transisi Laminar
6 Transisi Laminar
7 Turbulen Transisi
8 Turbulen Transisi
9 Turbulen Turbulen
10 Turbulen Turbulen

Dari tabel perbandingan di atas terlihat bahwa pengamatan visual dan perhitungan secara
teoritis dengan bilangan Reynolds dapat menghasilkan perbedaan dalam penentuan suatu
jenis aliran. Terlihat juga dari tabel tersebut, terdapat 6 aliran laminar, 2 aliran transisi, dan 2
aliran turbulen.

4.9 Kesimpulan dan Saran


4.9.1 Kesimpulan
1. Aliran laminar, transisi, dan turbulen dapat dibedakan dengan cara visual, dengan
membedakan aliran laminar memiliki aliran yang lurus, transisi memiliki aliran yang agak
tidak teratur, dan turbulen memiliki aliran yang tidak teratur sama sekali.
2. Sesuai dengan teori Osbourne-Reynolds, klasifikasi aliran secara teoritis dapat dilakukan
dengan menghitung bilangan Reynolds-nya. Suatu jenis aliran dapat diklasifikasikan
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

laminar apabila memiliki bilangan Reynolds di bawah 2000, transisi pada 2000<Re<4000,
dan turbulen di atas 4000.
3. Terdapat ketidaksesuaian pengamatan secara visual dengan penghitungan bilangan
Reynolds, hal ini dikarenakan pengamatan yang tidak menyeluruh pada pipa.

4.9.2 Saran
1. Pengamatan aliran harus dilakukan secara menyeluruh pada pipa agar tepat dalam
menentukan jenis aliran.
2. Pengaturan waktu harus bertepatan dengan pengambilan jumlah volume air yang dihitung
sehingga diperoleh debit yang tepat dan akurat.

4.10 Referensi

 Streeter, Victor L.,dkk.1985. Mekanika Fluida Edisi Delapan. McGraw-Hill, Inc.


 Munson, Bruce R. 2002. Mekanika Fluida Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
 Panduan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika SI-2131. Program Studi Teknik Sipil
FTSL ITB. 2011.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

BAB I
ALIRAN MELALUI AMBANG

1.1 Pendahuluan

Ambang adalah salah satu jenis bangunan air yang dapat digunakan untuk menaikkan tinggi
muka air serta menentukan debit aliran air. Dalam merancang bangunan air, perlu diketahui
sifat-sifat atau karakteristik aliran air yang melewatinya. Hal ini diperlukan dalam
merencanakan bangunan air untuk pendistribusian air.
Fungsi pengguanaan ambang lebar dan ambang tajam adalah :
1. Ambang tersebut menjadi model untuk diaplikasikan dalam perncanaan bangunan
pelimpah pada waduk dan sebagainya.
2. Bentuk ambang ini adalah bentuk yang sederhana untuk meninggikan muka air. Sebagai
contoh aplikasi, air yang melewati ambang lebar akan memiliki energi potensial yang
lebih besar sehingga dapat dialirkan ke tempat yang lebih jauh dan dapat mengaliri
daerah yang lebih luas.

Terdapat perbedaan bentuk fisik antara ambang lebar dan ambang tajam, sehingga
mempengaruhi jatuhnya aliran. Pada ambang lebar air akan jauh lebih lunak dari ambang
tajam, meskipun tinggi dan lebar ambang sama. Perbedaan bentuk fisik antara ambang lebar
dan ambang tajam dapat terlihat dari gambar di bawah ini.

Gambar 1.1 Ambang Tajam Gambar 1.2 Ambang Lebar


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Dalam percobaan ini akan diamati karakteristik aliran yang melalui ambang dengan tipe
karakteristik sebagai berikut :
1. Keadaan loncat
Keadaan loncat adalah keadaan ketika tinggi muka air di hulu saluran tidak dipengaruhi
oleh tinggi muka air di hilir saluran.
2. Keadaan peralihan
Keadaan peralihan adalah tinggi muka air di hulu saluran mulai dipengaruhi oleh oleh
tinggi muka air di hilir saluran.
3. Keadaan tenggelam
Keadaan tenggelam adalah tinggi muka air di hulu saluran dipengaruhi oleh tinggi muka
air di hilir saluran.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah sebagai berikut:


1. Mempelajari karakteristik aliran yang melalui ambang lebar dan ambang tajam.
2. Mempelajari pengaruh perubahan keadaan tinggi muka air di hilir terhadap muka air di
hulu saluran.
3. Menentukan hubungan tinggi muka air di atas ambang terhadap debit air yang melimpah
di atas ambang.

1.3 Alat-alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.


1. Ambang tajam dan lebar
2. Alat pengukur kedalaman
3. Venturimeter dan pipa manometer
4. Sekat pengatur hilir
5. Penampung air
6. Pompa air
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2
Hulu 3 Hilir

1 5

Keterangan :
4
1. Ambang tajam
2. Alat pengukur kedalaman
3. Meteran
4. Manometer 7 6
5. Sekat pengatur hilir
6. Penampung air
7. Pompa

Gambar 1.3 Skema Alat Percobaan Ambang

1.4 Teori Dasar dan Penurunan Rumus

Aliran pada ambang atau pelimpah adalah salah satu jenis aliran pada saluran terbuka. Profil
pelimpah akan menentukan bentuk tirai luapan yang akan terjadi di atas ambang tersebut.

1.4.1 Debit Aliran

Debit Berdasarkan Venturimeter

Dengan menerapkan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum, dan kontinuitas


(kekekalan masa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi, dapat diterapkan persamaan
Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air sebelum dan pada
kontraksi.

Besarnya debit (Q) dapat diperoleh dengan rumus :


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

𝟏
(𝝆𝒓 − 𝝆𝒂)( 𝝅𝑫1 )𝟐 𝟐𝒈∆𝒉
𝑸=√ 𝟒
𝑫1 𝟒
[(𝑫 ) − 𝟏]𝝆𝒂
2

Penurunan Rumus :

𝑄1 = 𝑄2

𝐴1 𝑉1 = 𝐴2 𝑉2

𝐴1 𝑉1
𝑉2 =
𝐴2
𝐷1 𝑉1
𝑉2 = … … (1)
𝐷2

Substitusikan persamaan (1) :

𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
+ + 𝑧1 = + + 𝑧2
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔

𝑃1 − 𝑃2 V22 − V12
=
𝛾 2g
(𝜌r − 𝜌a) 𝑔 ∆ℎ V22 − V12
=
𝜌a 2
(𝜌r − 𝜌a) 𝑔 ∆ℎ 1 𝐷1 𝑉1 2
= [( ) − 𝑉12 ]
𝜌a 2 𝐷2
(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ 𝐷12
= 𝑉12 [( 2 ) 2 − 1]
𝜌a 𝐷2
(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ 𝑄1 𝐷12
= ( )2 [( 2 ) 2 − 1]
𝜌a 𝐴1 𝐷2
2
(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ 𝑄1 𝐷1
= ( ) [( ) 4 − 1]
𝜌a 1 2 𝐷2
4 𝜋𝐷1
1
( 𝜋𝐷12)(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ
4 = (𝑄1)2
𝐷1
𝜌a [( ) 4 − 1]
𝐷2
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

𝟏
(𝝆𝒓 − 𝝆𝐚)( 𝝅𝑫1 )𝟐 𝟐𝒈∆𝒉
𝑸=√ 𝟒
𝑫1 𝟒
[(𝑫 ) − 𝟏]𝝆𝐚
2

Z1 Z2 Datum

D1 D2

Δh

Gambar 1.4 Venturimeter

Keterangan:
D1 = 3,15 cm
D2 = 2,00 cm
g = 981 cm/detik2
ρair = 1,00 gr/cm3
ρHg = 13,6 gr/cm3
1.4.1 Koefisien Pengaliran (C)

Energi Khas:
𝑄2
𝐸 = 𝐻𝑒1 +
2𝑔𝐴2
Untuk saluran persegi panjang dengan lebar konstan, Energi khas dapat ditulis dalam debit
per satuan lebar:

𝑄 =𝑞×𝑏
𝐴 = 𝐻𝑒1 × 𝑏 ; sehingga
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

(𝑞 × 𝑏)2
𝐸 = 𝐻𝑒1 +
2𝑔(𝐻𝑒1 × 𝑏)2
𝑞2
𝐸 = 𝐻𝑒1 +
2𝑔𝐻𝑒1 2
𝑑𝐸 𝑞2 𝑣2
= 1− 3 = 1−
𝑑𝐻𝑒1 𝑔𝐻𝑒1 𝑔𝐻𝑒1

Bilangan Froude :

𝑣 𝑣2
𝐹𝑟 = → 𝐹𝑟 2 =
√𝑔𝐻𝑒1 𝑔𝐻𝑒1

𝑑𝐸
= 1 − 𝐹𝑟 2 … (5)
𝑑𝐻𝑒1

Energi Total :
𝑣2
𝐻 = 𝐸 + 𝑧 = 𝐻𝑒1 + + 𝑧 (𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛)
2𝑔
𝑑𝐻 𝑑𝐸 𝑑𝑧 𝑑𝐸 𝑑𝐻𝑒1 𝑑𝑧
= + = × + = 0 … … . (6)
𝑑𝑋 𝑑𝑋 𝑑𝑋 𝑑𝐻𝑒1 𝑑𝑋 𝑑𝑋

Subtitusi persamaan (6) ke persamaan (5), didapat :


𝑑𝐻𝑒1 𝑑𝑧
(1 − 𝐹𝑟 2 ) + = 0 … … . (7)
𝑑𝑋 𝑑𝑋
𝑑𝑧
= 0, Karena tinggi dasar saluran akan tetap atau konstan, maka
𝑑𝑋
𝑑𝐻𝑒1
(1 − 𝐹𝑟 2 ) =0
𝑑𝑋

dan kemungkinan terjadi adalah 1  Fr 2  0  Fr  1 , berarti di atas ambang akan terjadi


aliran kritis. Pada aliran kritis terjadi E minimum dimana :
𝑑𝐸
=0
𝑑𝐻𝑒1
Maka, menurut persamaan (5) :
𝑑𝐸 𝑣2
= 1− =0
𝑑𝐻𝑒1 𝑔𝐻𝑒1 2
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

𝑣 2 = 𝑔𝐻𝑒1 → 𝑣 = √𝑔𝐻𝑒1

Besar debit di atas ambang :


𝑄 =𝐴×𝑣

𝑄 = 𝐿 × 𝐻𝑒1 × √𝑔𝐻𝑒1
⁄3
𝑄 = 𝐿 × √𝑔 × 𝐻𝑒12
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Aliran yang lewat di atas pelimpah kecil, sehingga diperlukan koefisien reduksi bagi debit
(Q), maka
⁄2
𝑄 = 𝑐 × 𝐿 × √𝑔 × 𝐻𝑒13 dimana

𝐶 = 𝑐 × √𝑔, maka
⁄2
𝑄 = 𝐶 × 𝐿 × 𝐻𝑒13
𝑸
𝑪=
𝑳 × 𝑯𝒆𝟏 𝟑⁄𝟐

Q = debit yang melalui ambang


C = koefisien pengaliran
L = lebar saluran
He = tinggi muka air di hulu diukur dari bidang atas ambang saat loncat

1.5 Prosedur Percobaan

Prosedur yang harus dilakukan pada percobaan ini adalah:


1. Pastikan ambang dipasang pada posisi tepat dalam model saluran terbuka.
2. Alat pengukur kedalaman dan venturimeter dikalibrasikan terlebig dahulu.
3. Dimensi ambang dicatat dengan alat ukur yang tersedia
4. Keadaan awal pipa manometer pada venturimeter diperiksa.
5. Pompa dinyalakan dengan debit air tertentu sesuai dengan keadaan yang diinginkan,
tetapi tidak sampai meluap.
6. Sekat dihilir diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh keadaan loncat pertama, loncat
kedua, peralihan, tenggelam pertama dan tenggelam kedua. Untuk masing-masing
keadaan di atas diperiksa apakah aliran sudah stabil. Jika sudah pengambilan data dapat
dilakukan.
7. Masing-masing keadaan data tinggi muka air pada delapan titik pengamatan dicatat
untuk menggambarkan profil aliran.
8. Ketinggian raksa pada pipa manometer dicatat untuk menghitung debit aliran.
9. Langkah 6 dan 8 diulang untuk empat debit yang berbeda. Namun, yang dicatat hanya
permukaan air di hulu (y1) dan kedalaman air dihilir (y2) saja.
10. Setelah selesai langkah 9, sekat di hilir dikosongkan.
11. Debit aliran diatur (mulai dari yang terbesar).
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

12. Tinggi muka air sebelum ambang (y1) dan tinggi raksa pada manometer dicatat.
13. Langkah 11 dan 12 diulangi sampai didapat debit minimum yang masih dapat mengalir
sampai lima debit yang berbeda.
14. Cara-cara di atas diulang kembali dengan menggunakan ambang yang berbeda.
1.6 Contoh Perhitungan

1.6.1 Perhitungan pada Ambang Tajam

1.6.1.1 Menghitung Debit yang Mengalir

1
(ρr − ρa)( πD12 )2 2g∆h
Q=√ 4
D1 4
[( ) − 1]ρa
D2

1
(13600 − 1000)( π 0,03152 )2 2 x 9,81 x 0,248
Q=√ 4
0,0315
[( 0,02 )4 − 1] x 1000

Q = 0,00269 m3/s

1.6.1.2 Menghitung He1 dan He2

Y1 = 18,3 cm
Y2 = 3,6 cm
Tinggi ambang(T) = 12 cm

He1 = Y1 − T
He1 = 18,3 − 12
He1 = 6,3 cm

He2 = Y2 − T
He2 = 3,6 − 12
He2 = −8,4 cm
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1.6.1.3 Menghitung Nilai C

L = 8 cm
Q = 2686,6 cm3s-1
He1 = 6,3 cm

Q
C= 3⁄
L × He1 2

2686,6
C= 3⁄
8 × 6,3 2

C = 21,237 cm0.5 s−1

1.6.2 Perhitungan pada Ambang Lebar

1.6.2.1 Menghitung Debit yang Mengalir

1
(ρr − ρa)( πD1 2)2 2g∆h
Q=√ 4
D1 4
[(D ) − 1]ρa
2

1
(13600 − 1000)( π 0,03152 )2 2 x 9,81 x 0,176
Q=√ 4
0,0315 4
[( ) − 1] x 1000
0,02

Q = 0,002263 m3/s

1.6.2.2 Menghitung He1 dan He2


Y1 = 0,175 m
Y2 = 0,028 m
Tinggi ambang(T) = 10 cm
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

He1 = Y1 − T
He1 = 0,175 − 0,1
He1 = 0,075 m

He2 = Y2 − T
He2 = 0,028 − 0,1
He2 = −0,072 m

1.6.2.3 Menghitung Nilai C


L = 8 cm
Q = 2263 cm3s-1
He1 = 7,5 cm

Q
C= 3⁄
L × He1 2

2263
C= 3⁄
8 × 7,5 2

C = 13,77 m0.5 s −1

1.7 Data Pengamatan


1.7.1 Data Pengamatan Ambang Tajam

Tabel 1.1 Data Pengamatan Awal


Data Alat
Tinggi Ambang 12 cm
Lebar 8.1 cm

Kalibrasi Pertama
H1 330 mmhg
H2 107 mmhg
H 223 mmhg
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Tabel 1.2 Data untuk Membuat Profil Muka Air Ambang Tajam
Loncat 1 (cm) Loncat 2 (cm) Peralihan (cm) Tenggelam 1 (cm) Tenggelam 2 (cm)
Titik X Y X Y X Y X Y X Y
1 0 16,2 0 16,4 0 16,4 0 17 0 18,6
2 23,3 15,8 25 15 24 16 23 16,8 23,5 18,5
3 41,1 2 40 1,9 33,2 9,6 38,2 11,9 37 17,5
4 65,4 1,8 133 2,2 54 10,3 46,9 14,6 45,6 17,9
5 108,3 2,2 182 2,4 90 11,5 57,2 13,4 75 18,2
6 129,1 3,3 264 3 125 11,9 164 15,6 172 19,1
7 161 7 281,5 5,8 269,2 13,2 267 16,5 325 20,5
8 263 8,1 383 7,3 583,2 15,5 493 18,5 473 21,5

Titik Definisi Titik Definisi


1
ke- Sebelum ambang 5
ke- Belokan ambang kedua
Belokan pertama pada
2 6 Sebelum air loncat
ambang
3 Ketinggian di atas ambang 7 Setelah air loncat
4 Titik hilir terendah 8 Hilir tertinggi setelah stabil

Tabel 1.3 Data Pengolahan Ketinggian He Ambang Tajam


Manometer Jenis He1
Debit H1 (m) H2 (m) ∆h (m) Q ( m^3/s ) Aliran Y1 (cm) Y2 (cm) (cm) He2 (cm)
L1 16,2 1,8 4,7 -9,7
L2 16,4 1,9 4,9 -9,6
P 16,4 9,6 4,9 -1,9
T1 17 11,9 5,5 0,4
1 0,275 0,155 0,12 0,001869757 T2 18,6 17,5 7,1 6
L1 16,5 2,5 5 -9
L2 16,5 1,7 5 -9,8
P 16,5 9,3 5 -2,2
T1 17,5 15,8 6 4,3
2 0,28 0,15 0,13 0,001946105 T2 18,3 17,3 6,8 5,8
L1 16,5 1,3 5 -10,2
L2 16,5 1,4 5 -10,1
P 16,5 5 5 -6,5
T1 17,5 13,2 6 1,7
3 0,216 0,214 0,002 0,000241385 T2 18,3 16 6,8 4,5
L1 16,9 2,3 5,4 -9,2
L2 16,8 2,4 5,3 -9,1
P 17,1 13,2 5,6 1,7
T1 17,6 15,4 6,1 3,9
4 0,309 0,124 0,185 0,002321563 T2 19,6 20,5 8,1 9
L1 17,2 2,8 5,7 -8,7
L2 17,2 2,6 5,7 -8,9
5 0,325 0,108 0,217 0,002514343 P 17,3 10,3 5,8 -1,2
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

T1 18,9 18,5 7,4 7


T2 20 21 8,5 9,5

Tabel 1.4 Data Pengolahan Koefisien Pengaliran Ambang Tajam


Manometer
Debit ke Q Y1 He1 C (cm^0,5/s) He1/Hd C/cd
H1 (cm) H2 (cm) ∆h (cm)
1 27,5 15,5 12 0,018698 16,2 4,7 22,93762538 0,963115 1,017649146
2 28 15 13 0,019461 16,5 5 21,75811606 1,02459 0,965319115
3 27 16 11 0,017902 16,2 4,7 21,96110433 0,963115 0,974324879
4 30,9 12,4 18,5 0,023216 16,9 5,4 23,12596393 1,106557 1,026004962
5 32,5 10,8 21,7 0,025143 17,2 5,7 23,09522528 1,168033 1,024641213
6 26 17 9 0,016193 15,9 4,4 21,93041547 0,901639 0,972963339
7 25 18 7 0,014281 15,5 4 22,31329219 0,819672 0,989950022
8 27,5 15,5 12 0,018698 16,2 4,7 22,93762538 0,963115 1,017649146
9 28,5 14,5 14 0,020196 16,5 5 22,57946413 1,02459 1,001758988
10 29,5 13,5 16 0,02159 16,7 5,2 22,75933641 1,065574 1,00973919

1.7.2 Data Pengamatan Ambang Lebar

Tabel 1.5 Data Pengamatan Awal


Data Alat
Tinggi Ambang 10 cm
Lebar 8 cm

Kalibrasi
Pertama
H1 173 mmhg
H2 93 mmhg
H 80 mmhg

Tabel 1.6 Data untuk Membuat Profil Muka Air Ambang Lebar
Loncat 1 Loncat 2 Peralihan Tenggelam 1 Tenggelam 2
Titik x y x Y x y x y x y
1 0 15 0 15 0 15,5 0 16 0 18,5
2 10 15,5 10 15,3 10 15,4 10 15,6 10 18,5
3 18 15 18 14,8 18 14,9 18 15 18 18,5
4 26 13 26 13,2 26 13 26 14 16 18,5
5 52 12 52 12,2 52 12 31 14,5 22 18,5
6 70 2 70 2,5 63 9 52 14,5 52 18,5
7 100 2,2 100 2,2 70 9,4 76 15 66 18,5
8 180 4 180 4 76 9,6 100 15,4 90 18,5
9 240 4 240 5 240 11,7 240 16,3 240 18,5
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Titik Definisi Titik Definisi


1 Sebelum ada ambang 5 Titik hilir tepat setelah ambang
2 Belokan ambang pertama 6 Sebelum air loncat
3 Ketinggian di atas ambang 7 Setelah air loncat
4 Belokan ambang kedua 8 Hilir tertinggi

Tabel 1.7 Data Pengolahan Ketinggian He Ambang Lebar


Manometer Jenis
Debit H2 h Q Y1 Y2 He1 He2
H1 Aliran
173 93 80 0,04822785 l1 15,5 2,2 5,5 -7,8
173 93 80 0,04822785 l2 15,3 2,2 5,3 -7,8
1 173 93 80 0,04822785 p 15 11,7 5 1,7
173 93 80 0,04822785 t1 15,1 16,3 5,1 6,3
173 93 80 0,04822785 t2 18,5 18,5 8,5 8,5
157 112 45 0,03617089 l1 14,8 2 4,8 -8
157 112 45 0,03617089 l2 14,8 2,1 4,8 -7,9
2 157 112 45 0,03617089 p 14,4 8 4,4 -2
157 112 45 0,03617089 t1 15,6 16,5 5,6 6,5
157 112 45 0,03617089 t2 19 19,3 9 9,3
148 121 27 0,02801785 l1 14,4 1,9 4,4 -8,1
148 121 27 0,02801785 l2 14,1 1,8 4,1 -8,2
3 148 121 27 0,02801785 p 14,3 10,7 4,3 0,7
148 121 27 0,02801785 t1 14 15 4 5
148 121 27 0,02801785 t2 18,5 20,7 8,5 10,7
142 127 15 0,02088327 l1 13,6 1,3 3,6 -8,7
142 127 15 0,02088327 l2 13,7 1,4 3,7 -8,6
4 142 127 15 0,02088327 p 13,6 10,7 3,6 0,7
142 127 15 0,02088327 t1 14,1 15,6 4,1 5,6
142 127 15 0,02088327 t2 18,4 20,3 8,4 10,3
138 131 7 0,01426599 l1 13,5 1,3 3,5 -8,7
138 131 7 0,01426599 l2 13,5 1,6 3,5 -8,4
5 138 131 7 0,01426599 p 13,2 9,4 3,2 -0,6
138 131 7 0,01426599 t1 13,3 14,5 3,3 4,5
138 131 7 0,01426599 t2 17,8 19,8 7,8 9,8
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Debit Manometer
Q Y1 He1 C He1/Hd C/Cd
ke h1 h2 h
1 138 131 7 0,01426599 13,5 3,5 27,2339028 0,70281124 0,63642361
2 142 127 15 0,02088327 13,6 3,6 38,2168429 0,72289157 0,89308173
3 148 121 27 0,02801785 14,4 4,4 37,945982 0,88353414 0,88675203
4 157 112 45 0,03617089 14,8 4,8 42,9939483 0,96385542 1,00471695
5 173 93 80 0,04822785 15,5 5,5 46,7373289 1,10441767 1,09219526
6 172 100 72 0,04575296 15,5 5,5 44,3389233 1,10441767 1,0361474
7 163 109 54 0,03962322 15,1 5,1 43,0035734 1,02409639 1,00494187
8 169 102 67 0,04413573 15,4 5,4 43,9652645 1,08433735 1,02741544
9 178 93 85 0,04971213 15,8 5,8 44,4867215 1,16465863 1,03960126
10 183 84 99 0,0536501 16,2 6,2 43,4403176 1,24497992 1,01514806
Tabel 1.8 Data Pengolahan Koefisien Pengaliran Ambang Lebar

1.8 Analisis Grafik


1.8.1 Profil Aliran

Profil Aliran Ambang Lebar


20
18
16
14
Loncat 1
12
Posisi Y

10 Loncat 2
8 Peralihan
6
4 Tenggelam 1
2 Tenggelam 2
0
0 50 100 150 200 250 300
Posisi X

Gambar 1.5 Grafik Profil Aliran Pada Ambang Lebar


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

20 Commented [T1]: Profil alirannya jangan dibikin nanjak


gitu ya..aneh
18
16
14 Loncat 1
12 Loncat 2
Y 10
Peralihan
8
Tenggelam 1
6
Tenggelam 2
4
2
0
0 100 200 300 X 400 500 600 700

Gambar 1.6 Grafik Profil Aliran Pada Ambang Tajam

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa saat keadaan loncat 1 dan loncat 2, tinggi He sama
dimana hal ini menunjukkan bahwa tinggi muka air di hulu tidak dipengaruhi oleh tinggi
muka air di hilir pada saat keadaan loncat. Letak air loncat pada keadaan loncat 1 dan loncat
2 berbeda bergantung pada debit air yang mengalir melalui saluran.

Saat keadaan peralihan, tinggi muka air pada hilir mulai bertambah karena penambahan sekat
pada hilir. Pada kondisi ini, seharusnya tinggi muka air di hulu mulai dipengaruhi oleh tinggi
muka air hilir yang mulai bertambah tetapi tidak demikian. Hal ini dikarenakan debit air tidak
mengalir sempurna. Kemudian setelah dilakukan penambahan sekat akan dihasilkan keadaan
tenggelam 1 dan tenggelam 2 dimana tinggi muka air di hulu mulai bertambah akibat
dipengaruhi oleh keadaan tinggi muka air di hilir saluran seiring juga dengan bertambahnya
debit aliran.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1.8.2 Grafik He1 vs He2

He1 vs He2
10

8
Debit 5
6
He1

Debit 1
4
Debit 2
2 Debit 3
Debit 4
0
-15 -10 -5 0 5 10 15
He2

Gambar 1.7 Grafik He1 vs He2 Ambang Lebar

Grafik
9
He1 VS He2
8
7 Debit 1
6 Debit 2
5 Debit 3
He1
4
Debit 4
3
Debit 5
2
1
0
-15 -10 -5 He2
0 5 10 15

Gambar 1.8 Grafik He1 vs He2 Ambang Tajam

Dari grafik di atas, kita dapat mengetahui pengaruh tinggi muka air di hulu dan di hilir pada
setiap debit yang mengalir. Pada grafik tersebut berawal dari kondisi loncat 1, yang berarti
muka air setelah ambang tidak dipengaruhi oleh muka air sebelum ambang. Begitu juga
dengan loncat 2. Lalu grafik bergerak mengalami penurunan, yang berarti berubah menuju
kondisi transisi kemudian tenggelam 1 dan tenggelam 2 yang memiliki kondisi muka air di
hilir dipengaruhi oleh muka air di hulu.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1.8.3 Grafik He1 vs Q

Grafik He1 vs Q
7
6
5
He1 4
3
2
1
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
Q

Gambar 1.9 Grafik He1 vs Q Ambang Tajam Commented [T2]: Jangan pakai garis dua-duanya..biarin
titik2

He1 vs Q
7
6
5
4
He1

3
2
1
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
Q

Gambar 1.10 Grafik He1 vs Q Ambang Lebar

Tujuan dari dibuatnya grafik di atas adalah untuk membuktikan hubungan He1 dengan Q
sesuai dengan teori. Kita mengetahui hubungan antara C, Q dan He yaitu C = Q/LHe3/2
dimana dari grafik di atas, kita mengetahui hubungan dari He1 terhadap Q yaitu semakin
besar debit yang mengalir maka semakin besar pula nilai He1. Penggunaan trendline power
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

pada grafik di atas menujukkan kesesuaian dengan penggunaan rumus teori yang berpangkat
yaitu Q = C x L x He3/2 .

1.8.4 Grafik He1 vs C

He1 vs C
7
6
5
4
He1

3
2
1
0
0 20 40 60 80 100
C

Gambar 1.11 Grafik He1 vs C Ambang Lebar

Grafik He1 vs C
6

He1 (cm) 3

2 Series1

0
0 20 40 60 80 100
C

Gambar 1.12 Grafik He1 vs C Ambang Tajam

Grafik di atas menunjukkan hubungan antara nilai He1 dengan nilai C. Harga dari koefisien
pengaliran idealnya konstan, namun demikian pada grafik terlihat distribusi koefisien
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

pengaliran yang kecil. Nilai dari C diperoleh saat keadaan loncat akibat adanya ambang.
Namun, pada saat kondisi tenggelam, ketinggian muka air di hulu telah dipengaruhi oleh
ketinggian muka air di hilir saluran bukan dipengaruhi oleh ambang lagi. Nilai rata-rata dari
C yang diperoleh (Cd) dapat digunakan untuk mencari nilai Hd dengan menggunakan
persamaan yang diperoleh pada grafik tersebut.

1.8.5 Grafik Q vs C

Q vs C
0.06
0.05
0.04
0.03
Q

0.02
0.01
0
0 10 20 30 40 50
C

Gambar 1.13 Grafik Q vs C Ambang Lebar

Grafik Q vs C
0.06
0.05
0.04

Q 0.03
0.02
0.01
0
0 10 20 30 40 50
C

Gambar 1.14 Grafik Q vs C Ambang Tajam

Pada distribusi nilai C pada grafik ini, terdapat nilai C yang relatif konstan. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai C tidak terlalu dipengaruhi oleh nilai Q yang berubah. Lalu
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

dengan menggunakan grafik ini juga dapat menentukan nilai Cd seperti pada grafik He Vs C
dengan merata-ratakan nilai C yang konstan pada grafik.
Nilai koefisien pengaliran adalah relatif konstan, meskipun demikian pada grafik terlihat
perubahan nilai koefisien pengaliran. Perubahan yang terjadi kecil, dan berbanding terbalik
dengan Q.

1.8.5 Grafik He1/Hd vs C/Cd

He1/Hd vs C/Cd
1.4
1.2
1
He1/Hd

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
C/Cd

Gambar 1.15 Grafik He1/Hd vs C/Cd Ambang lebar

Grafik He1/Hd vs C/Cd


1.4
1.2
1
0.8
He1/Hd
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
C/Cd

Gambar 1.16 Grafik He1/Hd vs C/Cd Ambang Tajam


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Grafik di atas menujukkan hubungan antara H/Hd dengan C/Cd dimana dari grafik di atas dapat
dilihat bahwa nilai He1/ Hd berada pada rentang 0,6 sampai 1,7 dan C/Cd dari 0,9 sampai 1,2 untuk
ambang tajam. Dengan mengetahui nilai Cd dan Hd, maka kita dapat mendesain debit yang harus
dibuat. Begitu juga dengan ambang lebar. Bila dilihat secara geometri, maka bentuk grafik He/Hd Vs
C/Cd relatif sama. Dengan model ini, kita dapat merancang bangunan pelimpah yang akan dibuat agar
aliran dapat sampai di daerah yang diinginkan.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

1.9 Kesimpulan dan Saran

1.9.1 Kesimpulan
1. Karakteristik aliran yang melalui ambang dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
keadaan loncat, peralihan dan tenggelam.
2. Pada keadaan loncat ketinggian muka air di hulu saluran tidak dipengaruhi oleh ketinggian
muka air di hilir saluran. Pada keadaan peralihan, keadaan ketinggian muka air di hulu
saluran mulai dipengaruhi oleh ketinggian air di hilir saluran. Pada keadaan tenggelam,
ketinggian muka air di hulu saluran sudah dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir
saluran.
3. Hubungan antara tinggi muka air diatas ambang terhadap debit air yang melimpah adalah
berbanding lurus yaitu dengan bertambahnya debit maka tinggi air diatas ambang menjadi
bertambah besar.

1.9.2 Saran

1. Hendaknya mistar yang digunakan dalam membaca ketinggian muka air satu jenis.
2. Harus lebih teliti dalam membaca tinggi dari mistar dan ketinggian air raksa pada
manometer agar diperoleh data yang lebih akurat dan tidak terjadi kesalahan paralaks.

1.10 Referensi

 Chow, V. T. (1959). Open-channel Hydraulics. McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.


 Panduan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidraulika SI-2131. Program Studi Teknik
Sipil FTSL ITB. 2011.
 Munson, B., Young, D., & Okiishi, T. (2002). Fundamentals of Fluid Mechanics. John
Wiley & Sons, Inc.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

BAB II
PINTU SORONG DAN AIR LONCAT

2.1 Pendahuluan

Pintu sorong adalah sekat yang dapat diatur bukaanya. Pada bangunan air, aplikasi pintu
sorong adalah pintu pembilas. Fungsinya untuk mencegah sedimen layang masuk ke dalam
pintu pengambilan (intake) dan membilas sedimen yang menghalangi aliran.

Aliran yang melewati pintu sorong mengalami perubahan kondisi dari subkritis ke
superkritis. Di tempat lebih hilir lagi terjadi peristiwa yang dinamakan air loncat (hydraulic
jump) yang memiliki sifat aliran yang menggerus. Fenomena ini terjadi karena kondisi aliran
turbulen yang secara fisik dapat digambarkan sebagai aliran yang terhambat kecepatannya,
sehingga menggulung naik lebih tinggi dari sebelumnya dan bergulung berbalik arah ke hulu
seakan-akan menentang aliran. Secara skematis, pintu sorong dan gejala air loncat dapat
digambarkan sebagai berikut:

Pintu Sorong

Air Loncat

Gambar 2.1 Profil Aliran pada Pintu Sorong dan Air Loncat

2.2 Tujuan Percobaan

1. Mempelajari sifat aliran yang melalui pintu sorong.


2. Menentukan koefisien kecepatan dan koefisien kontraksi.
3. Menentukan gaya-gaya yang bekerja pada pintu sorong Fg dan Fb.
4. Mengamati profil air loncat.
5. Menghitung besarnya kehilangan energi akibat air loncat.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

6. Menghitung kedalaman kritis dan energi minimum.

2.3 Alat-Alat Percobaan

1. Pintu sorong 5. Sekat pengatur hilir


2. Alat pengukur kedalaman 6. Penampung air
3. Meteran 7. Pompa
4. Manometer

2.4 Teori Dasar dan Penurunan Rumus

2.4.1 Debit Aliran (Q)

Debit Berdasarkan Venturimeter


Dengan menerapkan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum, dan kontinuitas
(kekekalan masa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi, dapat diterapkan persamaan
Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air sebelum dan pada
kontraksi.
Besarnya debit (Q) dapat diperoleh dengan rumus :

𝟏
(𝝆𝒓 − 𝝆𝒂)( 𝝅𝑫1 )𝟐 𝟐𝒈∆𝒉
𝑸=√ 𝟒
𝑫1 𝟒
[(𝑫 ) − 𝟏]𝝆𝒂
2

Penurunan Rumus :

𝑄 1 = 𝑄2

𝐴1 𝑉1 = 𝐴2 𝑉2

𝐴1 𝑉1
𝑉2 =
𝐴2
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

𝐷1 𝑉1
𝑉2 = … … (1)
𝐷2

Substitusikan persamaan (1) :

𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
+ + 𝑧1 = + + 𝑧2
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔
𝑃1 − 𝑃2 V22 − V12
=
𝛾 2g
(𝜌r − 𝜌a) 𝑔 ∆ℎ V22 − V12
=
𝜌a 2
(𝜌r − 𝜌a) 𝑔 ∆ℎ 1 𝐷1 𝑉1 2
= [( ) − 𝑉12 ]
𝜌a 2 𝐷2
(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ 𝐷12
= 𝑉12 [( 2 ) 2 − 1]
𝜌a 𝐷2
(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ 𝑄1 𝐷12
= ( )2 [( 2 ) 2 − 1]
𝜌a 𝐴1 𝐷2
2
(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ 𝑄1 𝐷1
= ( ) [( ) 4 − 1]
𝜌a 1 2 𝐷2
𝜋𝐷
4 1
1
(4 𝜋𝐷12)(𝜌r − 𝜌a) 2 𝑔 ∆ℎ
= (𝑄1)2
𝐷1
𝜌a [( ) 4 − 1]
𝐷2
𝟏
(𝝆𝒓 − 𝝆𝐚)( 𝝅𝑫12)𝟐 𝟐𝒈∆𝒉
𝑸=√ 𝟒
𝑫1 𝟒
[( ) − 𝟏]𝝆𝐚
𝑫2
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Z1 Z2 Datum

D1 D2

Δh

Gambar 2.2 Venturimeter


Keterangan:
D1 = 3,15 cm
D2 = 2,00 cm
g = 981 cm/detik2
ρair = 1,00 gr/cm3
ρHg = 13,6 gr/cm3

Debit Aktual Pada Pintu Sorong

Gambar 2.3 Profil Aliran Pada Pintu Sorong

Keterangan
Yo = tinggi muka air di hulu pintu sorong
Yg = tinggi bukaan pintu sorong terhadap dasar saluran
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Y1 = tinggi muka air terendah di hulu pintu sorong


Y2 = tinggi muka air tertinggi di hilir pintu sorong
Ya = tinggi muka air tepat sebelum air loncat
Yb = tinggi muka air tepat setelah air loncat

Besarnya debit teoritis adalah :

by1 2 gy0
QT 
 y1 
  1
 0
y 

Penurunan Rumus : Eo = E1 (dengan persamaan energi)


V02 V2 V 2  V02
yo   y1  1  y 0  y1  1
2g 2g 2g
2
 y1  V12  V02 V 2  V02  y1 
y0 1  y    y o .2 g  1 , karena, V02  V12 
 y  , maka
 0  2 g  y1   0 

1  y  
 0 

  y1  
2

V1 1    y1  y1 
 y   
2
Q2 
1  y  
1  y  

  0  
  y .2 g   0  0 
y o .2 g 
 y1   y1 
o


1  y   b 2 . y12 
1  y  
 0   0 

b 2 . y12 . y o .2 g 2 g. y 0
Q2   maka : QT  b. y1
 y1   y1 

 1   
1  y 
 y0    0

Dengan memasukkan harga koefisien kecepatan (Cv) dan koefisien kontraksi (Cc) ke dalam
persamaan QT maka dapat diperoleh debit aktual (QA)

Y1 Qa
Cc  Cv 
Yg Qt

CcCvbYg 2 gYo
maka: Qa 
Yg
Cc 1
Yo
dimana :
g=percepatan gravitasi (981cm/detik2)
b=lebar saluran = 8cm
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Yo, Y1, dan Yg lihat pada gambar

2.4.2 Gaya yang bekerja pada pintu sorong

Faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam desain pintu air adalah gaya yang bekerja,
alat pengangkat (mesin atau manusia), sekat kedap air, dan bahan bangunan. Gaya yang
berpengaruh adalah gaya akibat tekanan air horizontal bekerja pada plat pintu dan diteruskan
ke sponning.

Tekanan yang bekerja pada permukaan pintu dapat dianalisis dengan pengukuran langsung
pada model. Tekanan normal pada permukaan pintu dapat dinyatakan oleh komponen FH.
Letak dan besarnya gaya-gaya pada pintu dapat ditentukan secara grafis, dengan
menggunakan diagram distribusi. Cara yang lebih sederhana dalam menentukan besarnya
tekanan adalah dengan menganggap bahwa tekanan horizontal pada permukaan pintu
terdistribusi secara hidrostatis.

Q
y Fg
o
Fs0
y
g F gesek y
1
Fs1

0 1

Gambar 2.4 Distribusi Gaya yang Bekerja pada pintu sorong

Gaya dorong yang terjadi pada pintu sorong akibat tekanan hidrostatis dapat dihitung dengan,
secara teori dapat ditulis sebagai berikut :

𝑦02 𝜌𝑄 2 𝑦1
𝐹𝑔 = [0,5 𝜌𝑔𝑦12 ( 2
− 1)] − [ 2
(1 − )]
𝑦1 𝑏 𝑌1 𝑦0
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Penurunan Rumus :

F  
Q
V1  V0 
b
 Fh0  Fh1  Fg  
Q
V1  V0 
b
 Q
 Fg  Fh0  Fh1    V1  V0 
 b 
1  1   Q  y 
 Fg   y 02    y12     V1   1 1  
2  2   b  y0 

 Q2  y1 
1
 
 Fg   y 02  y12    2  1  y  
2  b y 1  0 

Dengan keseimbangan gaya dengan momentum :

𝑦02 𝜌𝑄 2 𝑦1
𝐹𝑔 = [0,5 𝜌𝑔𝑦12 ( 2
− 1)] − [ 2 (1 − )]
𝑦1 𝑏 𝑌1 𝑦0

2.4.3 Air Loncat

Aliran pada pintu sorong adalah aliran tak tunak yang berubah tiba-tiba sehingga mincul
perubahan tinggi mika air dari subkritis menjadi superkritis. Aliran yang keluar dari pintu
biasanya mempunyai semburan kecepatan tinggi yang dapat mengkikis dasar saluran ke hilir.
Peristiwa ini disebut air loncat yang sering terjadi pada saluran hilir kolam pembilas.

Bilangan Froude

Bilangan tak berdimensi yang merupakan indeks rasio antara inersia terhadap gaya akibat
gravitasi.

vo
Fr 
gy

Dimana :

V=kecepatan aliran

Y=tinggi aliran
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Untuk menjaga bilangan Froude yang konstan, kedalaman air berubah dari kedalaman di hulu
(Ya) ke kedalaman di hilir (Yb) air loncat dengan kehilangan energi. Sehingga hubungan
antara keduanya :

Yb 1
 
Ya 2
 1  8  Fa   1
2

Penurunan Rumus :

Q2 Q2
 Z1 A1   Z 2 A2
gA1 gA2
V12 A12 yA V 2 A2 y A
 1 1  2 2  2 2
gA1 2 gA2 2
V12 .b 2 .Y12 Y12 .b V 22 .b 2 .Y22 Y22 .b b
   ............... 
g .Y1. b 2 g .Y2. b 2 2
 V12   V2 Y3 
2  Y12   Y12  2 1  13 Y22   Y22
 g .Y1   g .Y1 Y 2 
 
2 F1
2
 Y3
 1 Y12  2 F12  13 Y22   Y22
 Y 2 
 Y13 2 
2 2 2

2
 Y2
2 F1  3 Y2   Y2  2 F1  1 Y1  0................  3
 Y 2  Y1
3
Y Y Y
2 F12  23  2 F12 2  2  0
Y1 Y1 Y1
Difaktorkan :
 Y22 Y2 2   Y2 
 2   2 F1     1  0
 Y1 Y1   Y1 

 Y22 Y2 2
 2   2 F1   0.....................dengan..rumus.. ABC
 1
Y Y1 
Y2 1
Y1 2
 
1  8F12  1 
Dimana :

F1=Fa= Bilangan Froude di hulu air loncat (titik a)

Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai energi per satuan berat
pada setiap penampang saluran, diperhitungkan terhadap dasar saluran. Untuk saluran dengan
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

kemiringan kecil dan tidak ada kemiringan dalam aliran airnya (α=1), maka energi spesifik
dapat dihitung dengan persamaan :

v2
E  Yc 
2g

Dimana :

E=energi spesifik pada titik tinjauan (m)


Y= kedalaman air di titik yang ditinjau (m)
V=kecepatan air di titik yang ditinjau (m/s)
g=percepatan gravitasi (m/s2)

Untuk energi spesifik tertentu terdapat dua kemungkinan kedalaman yaitu kedalaman hilir
dari kedalaman hulu dan sebaliknya. Pada keadaan kritis kedua kedalaman tersebut seolah
menyatu dan dikenal sebagai kedalaman kritis (Yc). Rumus untuk menghitung kedalaman
kritis (Yc) dan energi Minimum (Emin) adalah :

Kedalaman Kritis (Yc) :

Q2
Yc  3
g *b2

Penurunan Rumus :

Q2
E  y
2 gb 2 y 2
dE Q2
 1 2 3
dy gb y

dE
Aliran kritis : 0
dy

Q2
1 0
gb 2 y c3
Q2
1
gb 2 y c3
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Q2
Yc  3
g *b 2

Energi Minimum (Emin) :

3
Emin imum  Yc
2

Penurunan Rumus :

Menurut Froude, pada aliran kritis Fr=1:


v
Fr 
gYc

dan dari persamaan energi pada saat kritis:


v2
E  Yc 
2g

v2
pada saat kritis Fr = 1, sehingga  Yc ; maka :
g
1
E  Yc  Yc
2
3
Emin imum  Yc
2

Kedalaman air loncat sebelum loncatan selalu lebih kecil daripada kedalaman setelah
loncatan. Energi spesifik pada kedalaman awal lebih besar dan perbedaan besarnya energi
merupakan suatu kehilangan energi yang sebanding dengan penurunan tinggi muka air.
(𝑌𝑏 − 𝑌𝑎)3
∆𝐸 = ∆ℎ =
4 ∗ 𝑌𝑎 ∗ 𝑌𝑏
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.5 Prosedur Percobaan

2.5.1 Percobaan dengan Debit Tetap

1. Sebelum melakukan percobaan, alat dikalibrasikan dahulu pada titik nol terhadap dasar
saluran.
2. Jika menggunakan alat pengukur kedalaman selain penggaris, alat tersebut perlu
dikalibrasi terlebih dahulu. Jika menggunakan penggaris, gunakan penggaris yang sama
untuk tiap percobaan.
3. Periksa keadaan awal pipa manometer pada venturimeter. Jika terdapat selisih
ketinggian pada kedua pipa, catat selisihnya, dan gunakan sebagai kalibrasi dalam
perhitungan debit menggunakan venturimeter.
4. Setelah itu kita mengalirkan air dengan debit tertentu yang memungkinkan terjadinya
aliran yang diinginkan.
5. Kemudian atur kedudukan pintu sorong. Selanjutnya menentukan kira-kira pada
interval berapa profil air loncat masih cukup baik.
6. Setelah aliran stabil, ukur dan catat Yo, Yg, Y1, Ya, Yb, Xa, dan Xb dimana:
 Yo = tinggi muka air di hulu pintu sorong
 Yg = tinggi bukaan pintu sorong terhadap dasar saluran
 Y1 = tinggi muka air terendah di hilir pintu sorong
 Ya = tinggi muka air tepat sebelum air loncat
 Yb = tinggi muka air tepat setelah air loncat
 Xa = kedudukan horisontal titik Ya dari titik acuan jarak horisontal
 Xb = kedudukan horisontal titik Yb dari titik acuan jarak horisontal.
Percobaan dilakukan minimal lima kali dengan mengubah kedudukan pintu sorong.
2.5.2 Percobaan dengan Debit Berubah
1. Tentukan dan catat kedudukan pintu sorong terhadap dasar saluran (Yg tetap).
2. Periksa keadaan awal pipa manometer pada venturimeter. Jika terdapat selisih
ketinggian pada kedua pipa, catat selisihnya, dan gunakan sebagai kalibrasi dalam
setiap perhitungan debit menggunakan venturimeter.
3. Alirkan air dengan debit minimum yang memungkinkan terjadinya aliran yang
diinginkan.
4. Setelah aliran stabil, ukur dan catat Yo, Yg, Y1, Ya, Yb, Xa, dan Xb. Percobaan
dilakukan minimal lima kali dengan mengubah debit aliran.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.6 Contoh Perhitungan

 Lebar saluran (b) = 8,1 cm


 H1 – H2 = 25,5 cm

2.6.1 Pintu Sorong

 Percobaan dengan debit tetap, Yg berubah

 Menghitung Qa

𝟏
(𝝆𝒓 − 𝝆𝒂)( 𝝅𝑫1 )𝟐 𝟐𝒈∆𝒉
𝑸=√ 𝟒
𝑫1 𝟒
[(𝑫 ) − 𝟏]𝝆𝒂
2

1
(13,6 − 1)( 𝜋3,15)2 2 ∗ 981 ∗ 25,5
𝑄=√ 4
3,15 4
[( ) − 1]1
2,00

𝑄a = 2724,23 𝑐𝑚3/𝑠

 Menghitung Qt

2 gy 0
Qt  by1
 y1 
  1
 y0 

2  981  17,2
Qt  8,1  2,2
 2,2 
  1
 17,2 

Qt  3082,37 cm3/s

 Menghitung Cc
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Y1 2,2
Cc  
Yg 3,4

Cc  0,65

 Menghitung Cv

Qa 2724,23
Cv  
Qt 3082,37

Cv  0.88

 Menghitung Fg

𝑦02 𝜌𝑄 2 𝑦1
𝐹𝑔 = [0,5 𝜌𝑔𝑦12 ( 2
− 1)] − [ 2
(1 − )]
𝑦1 𝑏 𝑌1 𝑦0

17,22 1 ∗ 2724,232 2,2


𝐹𝑔 = [0,5 ∗ 1 ∗ 981 ∗ 2,22 ( − 1)] − [ (1 − )]
2,2 2 8,12 ∗ 2,2 17,2

𝐹𝑔 = 97896,18 gr/s2

 Menghitung Fh

Fh  0.5g Yo  Yg 
2

Fh  0.5  1  981  17,2  3,4


2

Fh  93410,82 gr / s 2

2.6.2 Air Loncat

 Menghitung Qa

1
(13,6 − 1)( 𝜋3,15)2 2 ∗ 981 ∗ 25,5
𝑄=√ 4
3,15 4
[( ) − 1]1
2,00
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

𝑄a = 2724,23 𝑐𝑚3/𝑠

 Menghitung Fr

v Q
Fr  
gy b  Ya g  Ya

2724,23
Fr 
8,1  4,5  981  4,5

Fr  1,12

 Menghitung Yb/Ya Teoritis

Yb Yateoritis 
1
2

 1  8  Fra 2  1
Yb Ya teoritis 
1
2

 1  8  1,12 2  1

Yb Ya teoritis  1,08

 Menghitung Yb/Ya Ukur

Yb 7,4
Yb Ya ukur    1,64
Ya 4,5

 Menghitung Kehilangan Energi (ΔH)

H 
Yb  Ya 3
4  Ya  Yb

H 
7,4  4,53
4  4,5  7,4

H  0,18 cm

 Menghitung Kedalaman Kritis (Yc) dan Energi Khas Minimun (Emin)

Kedalaman Kritis (Yc)

Q2 2724,23 2
Yc  3 3
2
b g 8,12  981
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Yc  4,87
cm

 Energi Minimun (Emin)


+
3 3
E min  Yc  x 4,87
2 2

E min  7,3
cm

Pada percobaan debit berubah, Yg tetap:

 Pintu Sorong

 Menghitung Qa

1
(13,6 − 1)( 𝜋3,15)2 2 ∗ 981 ∗ 17,2
𝑄=√ 4
3,15 4
[( ) − 1]1
2,00

𝑄 = 2237,37 𝑐𝑚3/𝑠

 Menghitung Qt

2 gy 0
Qt  by1
 y1 
  1
 0
y 

2  981  10,9
Qt  7,6  2,4
 2,4 
  1
 10,9 

Qt  2573,63cm3/s

 Menghitung Cc

Y1 2,4
Cc  
Yg 4

Cc  0,6

 Menghitung Cv
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Q 2237,37
Cv  
Qt 2573,63

Cv  0,87

 Menghitung Fg

𝑦02 𝜌𝑄 2 𝑦1
𝐹𝑔 = [0,5 𝜌𝑔𝑦12 ( 2
− 1)] − [ 2 (1 − )]
𝑦1 𝑏 𝑌1 𝑦0

10,92 1 ∗ 22 2,2
𝐹𝑔 = [0,5 ∗ 1 ∗ 981 ∗ 2,42 ( 2
− 1)] − [ 2 (1 − )]
2,4 8,1 ∗ 2,2 17,2

𝐹𝑔 = 30660,35 gr/s2

 Menghitung Fh

Fh  0.5g Yo  Yg 
2

Fh  0.5  1  981  10,9  4


2

Fh  23352,71 gr / s 2

 Air Loncat

 Menghitung Qa

1
(13,6 − 1)( 𝜋3,15)2 2 ∗ 981 ∗ 17,2
𝑄=√ 4
3,15
[(2,00)4 − 1]1

𝑄 = 2237,37 𝑐𝑚3/𝑠

 Menghitung Fr

v Q
Fr  
gy b  Ya  g  Ya

2237,37
Fr 
8,1  4  981  4
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Fr  1,1

 Menghitung Yb/Ya teoritis

Yb Ya teoritis 
1
2

 1  8  Fra 2  1 
Yb Ya teoritis 
1
2

 1  8  1,12  1

Yb Ya teoritis  1,14

 Menghitung Yb/Ya ukur

Yb 7,4
Yb Ya ukur    1,85
Ya 4

 Menghitung kehilangan energi (ΔH)

H 
Yb  Ya 3
4  Ya  Yb

H 
7,4  43
4  4  7,4

H  0,33cm

 Menghitung Kedalaman Kritis (Yc) dan Energi Khas Minimun (Emin)

Kedalaman Kritis (Yc)

Q2 2237,37 2
Yc  3 3
2
b g 8,12  981

Yc  4,27 cm

 Energi Minimun (Emin)

3 3
E min  Yc   4,27
2 2

E min  6,41cm
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.7 Tabel Pengolahan Data


2.7.1 Pintu Sorong
Percobaan Debit Tetap, Yg Berubah
Tabel 2.1 Data Percobaan Pintu Sorong Untuk Debit Tetap
H1 249 mmhg
H2 180 mmhg
h 69 mmhg

Yg Yo Y1 Y2 Xa Ya Xb Yb
No (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 3.3 8.3 3.6 4.8 56 4.6 65 4.7
2 2.6 9.1 1.8 4.5 90 2.4 110 5.1
3 2.5 9.3 1.7 4.7 92 1.9 127 5.3
4 2.3 15 2.1 4.8 140 2.6 151 5.2
5 1.7 15.2 1.8 4.5 154 1 177 4.4

Tabel 2.2 Data Hasil Perhitungan Pintu Sorong Untuk Debit Tetap

No Qt (cm3/s) Cc Cv Q cm3/s Yg/Yo Fh (N) Fg (N) Fg/Fh


1 3107.718212 1.090909091 0.455992074 1417.094874 0.397590361 12262.5 32248.09727 2.629814252
2 1780.062163 0.692307692 0.796092914 1417.094874 0.285714286 20723.625 52669.78882 2.541533579
3 1710.291147 0.68 0.828569379 1417.094874 0.268817204 22680.72 55719.08132 2.456671628
4 2733.046488 0.913043478 0.518503758 1417.094874 0.153333333 79112.745 120733.8938 1.526099161
5 2380.817756 1.058823529 0.595213502 1417.094874 0.111842105 89393.625 126726.4139 1.417622497

Percobaan Debit Berubah, Yg Tetap


Tabel 2.3 Percobaan Pintu Sorong Untuk Debit Berubah
Yg 1.7 cm

H1 H2 h Yo Y1 Y2 Xa Ya Xb Yb
No
(mmHg) (mmHg) (mmHg) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 249 180 69 15.2 1.8 4.5 154 1 177 4.4
2 240 184 56 12.5 1.5 4.4 289 2.4 302 4.4
3 238 190 48 8.5 1.6 3.9 90 1.9 100 4.1
4 236 192 44 7.6 1.5 4.2 57 1.8 70 4
5 237 194 43 7.3 1.4 4 56 1.6 68 4.1
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Tabel 2.4 Data Hasil Perhitungan Pintu Sorong Untuk Debit Berubah
No Qt (cm3/s) Cc Cv Q (cm3/s) Yg/yo Fh (N) Fg (N) Fg/Fh
1 2380.817756 1.058823529 0.595213502 1417.094874 0.111842105 89393.625 126726.4139 1.417622497
2 1797.925842 0.882352941 0.710062571 1276.639846 0.136 57211.92 90110.30875 1.575026826
3 1535.368909 0.941176471 0.769807714 1181.938829 0.2 22680.72 44985.59102 1.983428702
4 1355.871948 0.882352941 0.834607041 1131.620275 0.223684211 17074.305 37671.40304 2.206321314
5 1243.156457 0.823529412 0.899876312 1118.687047 0.232876712 15382.08 36188.911 2.352666934

i. Air Loncat
Percobaan Debit Tetap, Yg Berubah

Tabel 2.5 Data Hasil Perhitungan Air Loncat Untuk Debit Tetap
No Q (cm3/s) Froude Yb/Ya Yb/Ya ukur L (cm) L/Yb
1 1417.094874 0.566164529 0.443972748
Teroritis 1.02173913 9 1.914893617
2 1417.094874 1.502320322 1.682643512 2.125 20 3.921568627
3 1417.094874 2.132794456 2.55738849 2.789473684 35 6.603773585
4 1417.094874 1.332353241 1.449443591 2 11 2.115384615
5 1417.094874 5.585723124 7.415213556 4.4 23 5.227272727
Rataan 2.223871134 2.684525969

Tabel 2.6 Data Energi Spesifik tiap Titik Tinjau Untuk Debit Tetap
Q cm3/s Jenis Y (m) E (m) V (m/s)
Yo 0.083 0.085781157 0.233594313
Yb 0.047 0.062316736 0.548191904
1417.094874 Yc 0.02498674 0.12692354 1.414213562
Ya 0.046 0.062337527 0.566164529
Y1 0.036 0.070084137 0.817759604
Yo 0.091 0.093110258 0.203477932
Yb 0.051 0.06298807 0.484980348
1417.094874 Yc 0.02498674 0.12692354 1.414213562
Ya 0.024 0.139033963 1.502320322
Y1 0.018 0.290673097 2.312973446
Yo 0.093 0.09497702 0.196949545
Yb 0.053 0.063681499 0.457789261
1417.094874 Yc 0.02498674 0.12692354 1.414213562
Ya 0.019 0.250845677 2.132794456
Y1 0.017 0.340677896 2.520031808
Yo 0.15 0.150471179 0.096148501
Yb 0.052 0.063309666 0.471058006
1417.094874 Yc 0.02498674 0.12692354 1.414213562
Ya 0.026 0.116477327 1.332353241
Y1 0.021 0.192712504 1.835483406
1417.094874 Yo 0.152 0.152452824 0.094257089
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Yb 0.044 0.062668171 0.605202049


Yc 0.02498674 0.12692354 1.414213562
Ya 0.01 1.600229501 5.585723124
Y1 0.018 0.290673097 2.312973446

Percobaan Debit Berubah, Yg Tetap

Tabel 2.7 Data Hasil Perhitungan Air Loncat Untuk Debit Berubah
No Q (cm3/s) Froude Yb/Ya Teroritis Yb/Ya Ukur L (cm) L/Yb
1 1417.094874 5.585723124 7.415213556 4.4 23 5.227272727
2 1276.639846 1.353418193 1.478252161 1.833333333 13 2.954545455
3 1181.938829 1.778873545 2.064913679 2.157894737 10 2.43902439
4 1131.620275 1.84702358 2.159509768 2.222222222 13 3.25
5 1118.687047 2.178758593 2.621534561 2.5625 12 2.926829268
Rataan 2.548759407 3.139003851

Tabel 2.8 Data Energi Spesifik tiap Titik Tinjau Untuk Debit Berubah
Q cm3/s Jenis Y (m) E (m) V (m/s)
Yo 0.152 0.152452824 0.094257089
Yb 0.044 0.062668171 0.605202049
1417.09487 Yc 0.02498674 0.12692354 1.414213562
Ya 0.046 0.062337527 0.566164529
Y1 0.036 0.070084137 0.817759604
Yo 0.125 0.125660798 0.113863323
Yb 0.044 0.05915098 0.545217589
1276.63985 Yc 0.023307154 0.125243953 1.414213562
Ya 0.024 0.117360897 1.353418193
Y1 0.018 0.239299905 2.083723622
Yo 0.085 0.086801338 0.187995342
Yb 0.041 0.057050937 0.56117678
1181.93883 Yc 0.022139798 0.124076597 1.414213562
Ya 0.019 0.18028395 1.778873545
Y1 0.017 0.242167232 2.101851823
Yo 0.076 0.078310057 0.212892719
Yb 0.04 0.055844678 0.557559488
1131.62027 Yc 0.021506883 0.123443682 1.414213562
Ya 0.026 0.083695687 1.063949894
Y1 0.021 0.130497829 1.46572419
Yo 0.073 0.075547479 0.223565506
Yb 0.041 0.055378964 0.53114525
1118.68705 Yc 0.021342702 0.123279501 1.414213562
Ya 0.01 1.001012588 4.409497361
Y1 0.018 0.187926713 1.825914045
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.8 Grafik dan Analisis


2.8.1 Analisis Grafik Cc vs Yg/Yo Debit Tetap

CC VS YG/YO (DEBIT TETAP)


Cc vs Yg/Yo Poly. (Cc vs Yg/Yo)

1.2

0.8
CC

0.6
y = 38.246x3 - 10.349x2 - 2.8417x + 1.4531
0.4 R² = 0.9998
0.2

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
YG/YO

Gambar 2.7 Grafik Cc vs Yg/Yo Untuk Debit Tetap

Tujuan pembuatan grafik adalah untuk mengetahui hubungan Cc terhadap Yg/Yo saat debit
tetap. Hubungan tersebut adalah fungsi pangkat 3 yang memiliki nilai minimum dan
maksimum dengan persamaan y = 38.246x3 – 10.349x2 – 2.8417x + 1.4531. Dari grafik di
atas, juga dapat mengetahui kapan nilai minimum Cc pada debit tetap maupun debit berubah,
yaitu sebesar 0,68 pada debit tetap dan nilai maksimum Cc yaitu 1,09.

Cc menunjukkan kontraksi saluran saat tepat melewati pintu sorong. Cc terbesar adalah 1.09.
Bila Cc mendekati 1 maka tinggi pintu dengan tinggi terendah akibat kontraksi sama.
Berdasarkan teori, semakin kecil Yg yang disediakan maka ketinggian akibat kontraksi
memiliki selisih semakin kecil. Sehingga semakin besar Cc maka kita akan mendapatkan
Yg/Yo yang semakin besar. Cc yang diinginkan harus seminimal mungkin, agar energi yang
keluar tidak terbuang banyak setelah melewati pintu sorong. Hal ini dikarenakan Cc dengan
Yg/Yo memiliki pengaruh yang berbanding lurus sehingga Cc dan Yg/Yo akan berubah
bersama. Namun, berdasarkan hasil di grafik, grafik menunjukkan ketidaktepatan hubungan
anatar Cc dengan Yg/Yo melebihi 1..
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.8.2 Analisis Grafik Cc vs Yg/Yo Debit Berubah

CC VS YG/YO
Cc vs Yg/Yo Poly. (Cc vs Yg/Yo)

1.2

0.8
CC

0.6

0.4

0.2

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
YG/YO

Gambar 2.8 Grafik Cc vs Yg/Yo Untuk Debit Berubah

Tujuan pembuatan grafik adalah untuk mengetahui hubungan Cc terhadap Yg/Yo saat debit
berubah. Hubungan tersebut adalah fungsi pangkat 3 yang memiliki nilai minimum dan
maksimum dengan persamaan
y = -1145.1x3 + 605.23x2 – 104.35x + 6.7606.

Dari grafik di atas, juga dapat mengetahui kapan nilai minimum Cc pada debit tetap maupun
debit berubah, yaitu sebesar 0,823 pada debit berubah.
Cc menunjukkan kontraksi saluran saat tepat melewati pintu sorong. Cc terbesar adalah
1.0588. Bila Cc mendekati 1 maka tinggi pintu dengan tinggi terendah akibat kontraksi sama.

Berdasarkan teori, semakin kecil Yg yang disediakan maka ketinggian akibat kontraksi
memiliki selisih semakin kecil. . Dari percobaan ini, kita akan mendapatkan bahwa dengan
Yg yang tetap, debit-debit ini akan menghasilkan Yo yang berbeda-beda. Maka,
perbandingan Yg/Yo akan berbeda, bila debit membesar Yo hasilan juga membesar, Yg/Yo
mengecil.

Sehingga semakin besar Cc maka kita akan mendapatkan Yg/Yo yang semakin kecil di mana
gradiennya turun negatif pangkat 2. Namun, bersarkan hasil yang dipaparkan di grafik, grafik
menunjukkan ketidaktepatan hubungan antara Cc dengan Yg/Yo sebenarnya ditambah Cc
melebihi 1.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.8.3 Analisis Grafik Cv vs Yg/Yo Debit Tetap

CV VS YG/YO (DEBIT TETAP)


Cv vs Yg/Yo Poly. (Cv vs Yg/Yo)

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
CV

0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
YG/YO

Gambar 2.5 Grafik Cv vs Yg/Yo Untuk Debit Tetap

Tujuan pembuatan grafik ini adalah menunjukkan hubungan Cv terhadap Yg/Yo dengan
debit tetap. Grafik ini menunjukkan bahwa hungungan Cv dengan Yg/Yo berpangkat 3.
Yaitu
y=-151.67x3 – 105.41x2 + 21.417x + 1.88.

Dari grafik di atas, juga dapat mengetahui kapan nilai minimum Cc pada debit tetap maupun
debit berubah, yaitu sebesar 0,496194 pada debit tetap.

Cv merupakan perbandingan kecepatan aktual fluida dengan kecepatan teoritis yang telah
dihitung. Cv terbesar adalah 0.8285. Bila Cv mendekati 1 maka Q aktual mendekati Q
teoritis. Berdasarkan teori kontinuitas, semakin kecil Yg yang disediakan maka kecepatan
aliran yang dipancarkan semakin besar. Sehingga semakin besar Cv maka kita akan
mendapatkan Yg/Yo yang semakin kecil. Namun, berdasarkan hasil yang dipaparkan di
grafik, grafik menunjukkan ketidaktepatan hubungan antara Cv dengan Yg/Yo sebenarnya.
Hal ini dikarenakan ketidaktepatan pengukuran yang dilakukan oleh praktikan dalam
mengukur ketinggian di titik yang ditetapkan dan dalam mengukur debit yang mengalir pada
saluran.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.8.4 Analisis Grafik Cv vs Yg/Yo Debit Berubah

CV VS YG/YO (DEBIT BERUBAH)


Cv vs Yg/Yo Poly. (Cv vs Yg/Yo)

1
0.9
0.8
0.7
0.6
CV

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
YG/YO

Gambar 2.6 Grafik Gv vs Yg/Yo Untuk Debit Berubah

Tujuan pembuatan grafik ini adalah menunjukkan hubungan Cv terhadap Yg/Yo dengan
debit berubah. Grafik ini menunjukkan bahwa hungungan Cv dengan Yg/Yo berpangkat 3.
Yaitu
y= 667.6x3 – 344.62x2 + 59.412x – 2.6735.

Dari grafik di atas, juga dapat mengetahui kapan nilai minimum cc pada debit tetap maupun
debit berubah, yaitu sebesar 0,5952 pada debit berubah.

Cv menunjukkan kecepatan dari aliran aktual dengan teoritis saat tepat melewati pintu
sorong. Cv terbesar adalah 0.910. Bila mendekati 1 maka Q aktual mendekati atau sama
dengan Q teoritis. Berdasarkan teori, semakin kecil Yg yang disediakan maka kecepatan
aliran yang dipancarkan semakin besar. Dari percobaan ini, kita akan mendapatkan bahwa
dengan Yg yang tetap, debit-debit ini akan menghasilkan Yo yang berbeda-beda. Sehingga
Yg/Yo akan naik positif. Selanjutnya bila dihubungkan oleh Cv, koefisien ini berbanding
positif dengan Yg/Yo. Di mana semakin besar debit, hasilan kecepatan semakin besar. Hal ini
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

didukung oleh persamaan kontinuitas. Namun, praktikan melakukan beberapa kesalahan


dalam pengerjaan yakni ketidaktepatan pengukuran ketinggian titik dan pembacaan
manometer debit.

2.8.5 Analisis Grafik Fg/Fh vs Yg/Yo Debit Tetap

GRAFIK FG/FH VS YG/YO (DEBIT


TETAP)
Fg/Fh Linear (Fg/Fh)

3
2.5 y = 4.619x + 1
2 R² = 0.8703
FG/FH

1.5
1
0.5
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
YG/YO

Gambar 2.9 Grafik Fg/Fh vs Yg/Yo Untuk Debit Tetap

Tujuan pembuatan grafik adalah mengetahui hubungan antara Fg/Fh dengan Yg/Yo.
Idealnya, nilai Fg/Fh adalah 1, berapapun nilai Yg/Yo nya. Hal ini dikarenakan berdasarkan
teori gaya hasil tekan fluida harus sama dengan gaya hasil tekan udara supaya pintu sorong
tidak mengalami pergeseran dan menentukan material pintu yang tepat dan efisien. Hal ini
dikembalikan ke perumusan F=0. Pada percobaan nilai Fg/Fh tidak tetap karena pengaruh
jepit yang berada pada pintu sorong. Pada percobaan ini Fg/Fh terbesar adalah 2,629.
Selanjutnya, dengan debit yang tetap dan tinggi pintu sorong Yg terus diubah menghasilkan
pengaruh kepada Fh. Semakin kecil Yg maka Fh semakin besar. Sehingga bisa digrafikkan,
hubungan 1/Fh berbanding lurus positif dengan Yg.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.8.6 Analisis Grafik Fg/Fh vs Yg/Yo Debit Berubah

GRAFIK FG/FH VS YG/YO (DEBIT


BERUBAH)
Fg/Fh Linear (Fg/Fh)

2.5
y = 7.4472x + 0.5633
2 R² = 0.9834
1.5
FG/FH

0.5

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
YG/YO

Gambar 2.10 Grafik Fg/Fh vs Yg/Yo Untuk Debit Berubah

Tujuan pembuatan grafik adalah mengetahui hubungan antara Fg/Fh dengan Yg/Yo.
Idealnya, nilai Fg/Fh adalah 1, berapapun nilai Yg/Yo nya. Hal ini dikarenakan berdasarkan
teori gaya hasil tekan fluida harus sama dengan gaya hasil tekan udara supaya pintu sorong
tidak mengalami pergeseran atau deformasi.

Hal ini dikembalikan ke perumusan F=0. Pada grafik nilai Fg/Fh tidak tetap karena pengaruh
jepit yang berada pada pintu sorong. Pada percobaan ini Fg/Fh terbesar adalah 2,3.
Selanjutnya, dengan debit yang berubah-ubah dan Yg tetap mengasilkan pengaruh kepada Fg.
Semakin besar kecepatan aliran keluaran Yo semakin besar maka Fg semakin besar.
Sehingga bisa digrafikkan, hubungan 1/Fg berbanding lurus positif dengan Yo.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2.8.7 Analisis Grafik Yb/Ya teoritis vs Yb/Ya ukur

Grafik 2.7 Yb/Ya teoritis vs Yb/Ya ukur


(Debit Tetap)
8
7 y = 2.1169x - 2.5132
6 R² = 0.9376
Yb/Ya teoritis vs Yb/Ya
Yb/Ya teoritis

5
4 ukur (Debit Tetap)
3
2 Linear (Yb/Ya teoritis
vs Yb/Ya ukur (Debit
1 Tetap))
0
-1 0 1 2 3 4 5
Yb/Ya ukur

Gambar 2.11 Grafik Yb/Ya Teoritis vs Yb/Ya Untuk Debit Tetap Commented [T3]: Bikin garis y=x dua-duanya..

Grafik 2.8 Yb/Ya teoritis vs Yb/Ya ukur


(Debit Berubah)
8
7 y = 2.3631x - 3.0793
6 R² = 0.992
Yb/Ya teoritis

5 Yb/Ya teoritis vs Yb/Ya


4 ukur (Debit Berubah)
3
2 Linear (Yb/Ya teoritis
1 vs Yb/Ya ukur (Debit
Berubah))
0
0 1 2 3 4 5
Yb/Ya ukur

Gambar 2.12 Grafik Yb/Ya Teoritis vs Yb/Ya Untuk Debit Berubah

Tujuan pembuatan grafik di atas adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
Yb/Ya ukur vs Yb/Ya teori. Grafik Yb/Ya ukur vs Yb/Ya teori ini seharusnya merujuk pada
nilai y=x. Semakin mendekati garis y=x, artinya hasil pengukuran semakin mendekati nilai
teoritisnya. Namun, didapat perbedaan pada kenyataanya karena sifat aliran air loncat yang
tidak stabil dan selalu beriak sehingga menyebabkan kesulitan dalam pengukuran titik yang
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

tepat untuk nilai Yb dan Ya. Kesalahan perhitungan nilai Q bisa juga terjadi karena fluida ada
yang tertahan di pipa sehingga tidak terpompa secara menyeluruh. Penggunaan intercept (0,0)
bertujuan untuk membandingkan data yang diperoleh dengan trendline keadaan ideal y = x.

2.8.8 Analisis Grafik L/Yb vs Froude

Grafik L/Yb vs Fr (Debit Tetap)


L/Yb vs Fr Poly. (L/Yb vs Fr)

6
5
4
3
L/Yb

2
1
0
-1 0 1 2 3 4 5 6 7
Fr

Gambar 2.13 Grafik L/Yb vs Fr Untuk Debit Tetap Commented [T4]: Bikin kaya’ di bawah ya..yg debit
berubah juga

Grafik L/Yb vs Fr (Debit Berubah)


6
5
4
L/Yb

3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6
Fr

L/Yb vs Fr Poly. (L/Yb vs Fr)

Gambar 2.14 Grafik L/Yb vs Fr Untuk Debit Berubah


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Tujuan pembuatan grafik di atas adalah untuk mengetahui hubungan antara L/Yb vs Fra.
Semakin kecil nilai L/Yb maka nilai Fr akan semakin akurat, yaitu mendekati 1. Ini
mengindikasikan bahwa nilai fr berada pada titik loncatan, artinya nilai pengukuran L/Yb
mendekati kondisi ideal.

Pada grafik terlihat bahwa bilangan Froude bernilai lebih dari 1 semuanya. Ini
memperlihatkan bahwa kondisi tepat sebelum air loncat halnya ialah selalu superkritis, yang
mana air loncat itu terjadi dari kondisi superkritis ke subkritis. Grafik ini menunjukan
besarnya panjang loncatan hidraulik, yaitu jarak antara permukaan depan loncatan sampai
suatu titik pada permukaan gulungan ombak yang sedang menuju ke hilir. Grafik ini juga
dapat digunakan untuk menentukan panjang dan kekuatan perkerasan yang diperlukan dalam
perencanaan saluran air karena pada loncatan hidraulik terjadi aliran yang sifatnya menggerus
permukaan yang dilaluinya

2.8.9 Analisis Grafik Y vs E

Grafik 2.12 Y vs E (Debit Tetap)

0.18

0.15 Debit 1
Ketinggian Titik

0.12 Debit 2
Debit 3
0.09
Debit 4
0.06 Debit 5

0.03 E=Yo
Y Kritis
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
E

Gambar 2.15 Grafik Y vs E Untuk Debit Tetap


Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

Grafik 2.13 Y vs E (Debit Berubah)


0.2

Debit 1
0.15
Ketinggian Titik

Debit 2
0.1 Debit 3
Debit 4
0.05
Debit 5
E=Yo
0
0 0.5 1 1.5 Y Kritis
E

Gambar 2.16 Grafik Y vs E Untuk Debit Berubah

Tujuan pembuatan grafik di atas adalah bagaimana hubungan antara nilai Y dan E. Pada
gambar didapat ketinggian kritis rataan.
1. Berdasarkan grafik debit tetap hasil hitungan Yc, Yc yang didapat rataan ialah 0,024986
m.
2. Berdasarkan grafik debit berubah hasil hitungan Yc, Yc yang didapat rataan ialah
0,0226566 m.

Dapat kita lihat, untuk 1 nilai E terdapat 2 nilai Y. Hal ini menunjukkan pada 2 kedalaman
tertentu, yaitu pada saat sebelum dan sesudah air loncat, memiliki nilai energi yang sama.
Energi pada ketinggian sebelum air loncat berasal dari energi kinetik, sedangkan energi pada
ketinggian setelah air loncat berasal dari energi potensial.

Selain itu, berdasarkan grafik di atas kita dapat mengetahui jenis aliran airnya. Pada grafik
dapat dilihat titik ujung lengkungan kurva merupakan kedalaman kritis yang berada tepat di
tengah superkritis dan subkritis. Jadi kurva yang terdapat di bawah titik ujung tersebut
merupakan jenis aliran superkritis, sedangkan kurva yang terdapat di atas titik ujung tersebut
merupakan jenis aliran subkritis. Selanjutnya berdasarkan penggrafikkan yang ada, nilai E
pada Yo dengan Yo saling mendekati, salah satunya sebagai berikut:
1. Berdasarkan grafik debit tetap hasil hitungan E Yo adalah 0.0857 m, Yo yang didapat
bacaan ialah 0.083 m.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

2. Berdasarkan grafik debit berubah hasil hitungan E Yo adalah 0.1524 m, Yc yang didapat
rataan ialah 0.152 m.

Hal ini menunjukkan bahwa titik Yo mempunyai energi spesifik awal yang murni
berdasarkan teori. Dikarenakan titik awal merepresentasikan energi awal yang ada yakni
energi spesifik awal sebelum adanya gangguan seperti pintu sorong dan fenomena loncatan.
Namun, perbedaan tetap terjadi dikarenakan ketidaktepatan pembacaan profil air dikarenakan
keterbatasan skala nonius alat ukur.

4.9 Kesimpulan dan Saran


4.9.1 Kesimpulan
1. Percobaan pintu sorong menunjukkan bahwa aliran mengalami perubahan dari
subkritis, kritis,lalu ke superkritis dari hulu ke hilir. Debit mempengaruhi besaran
ketinggian titik kritis tetapi bentuk profil selalu sama dari subkritis, kritis, lalu ke
superkritis.
2. Besaran Cc dan Cv dibutuhkan untuk mendesain pintu yang paling baik dan efektif.
Besaran Cc dipengaruhi oleh ketinggian Yg yang menghasilkan gerusan berbeda-beda.
Besaran Cv dipengaruhi oleh besaran debit yang dialirkan.
3. Pada permukaan pintu sorong akan mengalami gaya hidrostatis air dan gaya tahanan
pintu sorong. Gaya pintu harus lebih besar dari gaya hidrostatis atau minimum sama.
Keadaan yang dipertahankan ialah harus kuat, kaku, dan stabil dimana resultan gaya
nol. Bila tidak demikian, pintu akan mengalami deformasi.
4. Aliran hasilan mengalami fenomena lompat (jump) dimana jenis lompatan
diidentifikasi berdasarkan besaran bilangan Froude. Berdasarkan percobaan didapatkan
dua jenis lompatan yaitu, weak jump dan oscilating jump.
5. Loncatan hidraulik menimbulkan kehilangan energi. Kehilangan energi ini ditimbulkan
dikarenakan pergerakan aliran yang turbulen atau membentuk pusaran hingga lompatan
aliran.
6. Ketinggian titik kritis dari aliran sangat dipengaruhi oleh besarnya debit dan perubahan
ketinggian aliran yang dalam percobaan ini ialah tinggi air hulu dengan air hilir.
Ketinggian titik kritis ini menunjukkan sifat dari aliran. Semakin besar debit maka
semakin besar ketinggian titik kritis pada aliran. Energi minimum dipengaruhi pula
oleh debit. Semakin besar debit aliran maka energi minimum semakin besar.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika – Kelompok 12

4.9.2 Saran
1. Dalam melakukan percobaan, praktikan sebaiknya menentukan perubahan Yg nya.
Diusahakan Yg-nya berubah dari kecil ke besar untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
2. Dalam melakukan perocaan, praktikan diharapkan memulai dari debit terbesar dan
berikutnya menurun. Hal ini untuk mengantisipasi meluapnya air yag dialirkan.
3. Pembacaan manometer raksa dan mistar untuk ketinggian air harus tepat 900 dengan mata
untuk menghindari kesalahan pembacaan.

Anda mungkin juga menyukai