Anda di halaman 1dari 94

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERSYARAFAN – STROKE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

Fatimah Yuniasih : NIM 4002170131

Norni : NIM 400217016

PROGRAM EKSTENSI KEPERAWATAN STIKES

DHARMA HUSADA BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT karena berkat rahmat dan
berkah-Nya, penyusun diberikan kesempatan dalam melakukan penyusunan
tentang asuhan keperawatan persyarafan-stroke.

Dengan segala perhatian, bimbingan dan arahan dari Ibu Irma Nur
Amalia, Mkep. selaku dosen Keperawatan Medikal Bedah di Stikes
Dharma Husada Bandung, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas
Keperawatan Medikal Bedah, namun masih ada kekurangan yang mungkin
terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Besar harapan penyusun agar penyusunan ini dapat bermanfaat untuk


penyusun khususnya dan bagi perkembangan ilmu keperawatan pada
umumnya. Semoga Allah SWT berkenan meridhoi dan semua ini dijadikan
suatu bentuk amal ibadah. Aamiin.

Bandung, Maret 2018

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2

C. Tujuan.................................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Stroke...................................................................................... 4

B. Asuhan Keperawatan........................................................................................... 31

C. LITERATUR REVIEW...............................................................56
BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian........................................................................................................... 55

B. Analisa Data........................................................................................................ 61

C. Diagnosa.............................................................................................................. 63

D. Intervensi............................................................................................................. 64

E. Implementasi...................................................................................................... 71

F. Evaluasi............................................................................................................... 80

BAB IV Pembahasan....................................................................................................... 82

BAB V Kesimpulan........................................................................................................ 91

Daftar pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit yang terkait dengan pembuluh darah ke otak merupakan


penyebab kematian nomor tiga di Amerika serikat dan menjadi penyebab
sekitar 150.000 kematian setiap tahunnya. Sekitar 550.000 orang mengalami
stroke yang keduakalinya dimasukkan dalam kondisi tersebut, angka
kejadian tersebut meningkat menjadi 700.000 per tahun hanya unutk
Amerika serikat sendiri (Black & Hawks, 2014).

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian


setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbangkan 85,5% dari total kematian akibat stroke
diseluruh dunia. Duapertiga penderita stroke terjadi di negara yang sedang
berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban baru setiap tahun, dimana
sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2010).

Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan


dinegara maju, saat ini juga banyak terdapat dinegara berkembang salah
satunya di negara Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan terkena
stroke. Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting karena di Asia
menduduki urutan pertama dengan jumlah kasusnya yang semakin banyak.
Penyakit stroke merupakan salah satu dari penyakit tidak menular yang
masih menjadi masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Seiring
dengan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam waktu
bersamaan, dimana di Indonesia peningkatan kasus dapat berdampak negatif
terhadap ekonomi dan produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke

1
membutuhkan waktu lama dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes,
2014).

Menurut Kepala Badan Litbangkes (2014), Stroke adalah penyakit


penyebab kematian pertama di Indonesia. Didapat 750.000 insiden stroke
pertahun. Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda 2013) menemukan
prevalensi stroke di Indonesia sebesar 12,1 per 1000 penduduk. Angka
tersebut naik sebesar 8,3 % di banding Riskesda tahun 2007. Pada tahun
2013, Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia berdasar diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) sebesar 7,0 per mil perseribu atau diperkirakan
sebanyak 1.236.825 orang (0,7%), sedangakan berdasar diagnosa
Nakes/gejala sebesar 12,1 per mil perseribu atau diperkirakan sebanyak
2.137.941 orang (12,1%), dan provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah
penderita terbanyak berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/gejala
yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%) sedangkan
provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu
sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan 2,955 orang (5,3 %) (Pusat Data dan
Informasi kementrian kesehatan RI, 2014).

Stroke merupakan penyebab utama dari kecacatan pada orang dewasa


dan merupakan diagnosis utama teratas dalam perawatan jangka panjang,
sejalan dengan tingginya tingkat kematian pada stroke, penyakit ini juga
menyebabkan angka kesakitan atau morbiditas yang signifikan pada orang-
orang yang bisa bertahan dengan penyakit stroke. Sebesar 31%
membutuhkan bantuan untuk perawatan diri, 20% membutuhkan bantuan
untuk ambulasi, 71% memiliki beberapa gangguan dalam kemampuan
bekerja sampai tujuh tahun setelah menderita stroke dan 16% dirawat di
rumah sakit (Black & Hawks, 2014).

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun dapat merumuskan


masalah.

1. Bagaimana asuhan keperawatan pada sistem persyarafan (stroke)


dari tinjauan teori?

2. Bagaimana asuhan keperawatan sistem persyarafan (stroke) dari


tinjauan kasus?

C. Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan sistem


persyarafan – stroke.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep penyakit

1. Definisi

Penyakit Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah


tanda tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
atau global, dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler.

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya


suplai darah. ( brunner dan suddarth 2001).

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan


neurologisyang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian
dari otak. (Black dan Hawks, 2014).

Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai awitan tiba-tiba ,


berlangsung lebih dari 24 jm, dan disebabkan penyakit serebrovaskular.
Stroke terjadi saat terdapat gangguan aliran darah kebagian otak. Aliran
darah terganggu karena adanya sumbatan penbuluh darah, karena trombus
atau embolus, atau ruptur pembeuluh darah. ( Morton. et.all, 2014)

4
2. Etiologi

a. Trombosis

Penggumpalan (trombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan pada


bagian garis endotelial dari pembuluh darah. Aterosklerosis yang merupakan
penyebab utama menyebabkan lemak tertumpuk dan membentuk plak pada
dinding pembuluh darah yang terus membesar dan menyebabkan
penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis menghambat aliran darah
sehingga darah akan berputar-putar di bagian permukaan yang terdapat plak,
menyebabkan penggumpalan yang akan melekat pada plak tersebut.
Akhirnya rongga pembuluh darah menjadi tersumbat. Trombus bisa terjadi
di semua bagian sepanjang arteri karotid atau pada cabang-cabangnya.

b. Embolisme serebral

Embolus yang paling sering terjadi adalah plak. Embolus terbentuk di


bagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir malalui sirkulasi serebral
sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat
arteri. Trombus dapat terlepas dari arteri karotis bagian dalam pada bagian
luka plak dan bergerak ke dalam sirkulasi serebral.

Abnormalitas patologik pada jantung kiri (fibrilasi Atrial kronik


menyebabkan darah terkumpul di dalam atrium yang kosong, gumpalan
darah yang sangat kecil terbentuk dalam atrium kiri dan bergerak menuju
jantung dan masuk kedalam sirkulasi serebral), seperti endokarditis infektif,
penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal,
adalah tempat-tempat asal emboli. Embolisme biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.

5
c. Iskemia ( penurunan aliran darah ke area otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang mensuplai darah ke otak .

d. hemoragik

 Hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah serebral dengan


pendarahan ke jaringan otak atau darah keotak) akibatnya adalah
perhentian suplai darah keotak.

 Hemoragi ekstradural atau epidural biasanya diikuti dengan fraktur


tengkorak denan robekan arteri tengah atau arteri menenges lain.

 Hemoragi subdural atau hemoragi subdural akut pada dasarnya sama


dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematomi subdural
biasanya jembatan vena robek, karenanya pembentukan hematoma
lebih lama dan meyebabkan tekanan pada otak.

 Hemoragi subarakhnoid dapat terjadi akibat trauma dan hepertensi,


tetapi penyebab yang paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada
otak.

 Hemoragi intraserebral atau pendarahan substansi dalam otak paling


umum pada pasian dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral,
karena perubahan degeneratif penyakit biasanya menyebabkan
ruptur pembuluh darah.

e. Penyebab lain

Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan aliran


darah ke arah otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang menyempit.
Spasme berdurasi pendek tidak selamnaya meneybabkan kerusakan otak
yang permanen. Hiperkoagulasi adalah kondisi terjadi penggumpalan yang
berlebihan pada pembuluh darah yang bisa terjadi pada kondisi kekurangan
protein C dan protein S, serta gangguan aliran gumpalan darah yang dapat

6
menyebabkan terjadinya stroke trombosis dan iskemik. Tekanan pada
pembuluh darah serebral bisa disebabkan oleh tumor, gumpalan darah yang
besar, pembengkakan pada jaringan otak, perlukaan pada otak, atau
gangguan lain. Namun, penyebab-penyebab tersebut jarang terjadi pada
kejadian stroke.

f. Faktor Risiko

Hipertensi adalah faktor risiko yang bisa dimodifikasi terpenting


baik untuk stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Penyakit
kardiovaskular dan atrial fibrilasi juga bisa dihubungkan dengan
peningkatan terjadinya stroke. Diabetes mellitus dapat meningkatkan risiko
terjadinya stroke, mekanismenya adalah perubahan makrovaskular.
Penyempitan karotis dan riwayat serangan iskemik transien (Transient
ischemic attacks [TIAs) , dengan pengenalan dini dan pengobatan untuk
penyem[itan pembuluh daraha karotis dan pengobatan TIAs dengan agen
antiplatelet bisa menurunkan risiko stroke. Selain itu hiperlipidemia,
merokok, tingkat pendidikan, pekerjaan (dihubungkan dengant stress),
sosial ekonomi, konsumsi alkohol yang berlebihan, penggunaan kokain dan
kegemukan. Yang telah disebutkan merupakan faktor risiko yang bisa di
modifikasi. Sedangkan faktor risiko yang tidak bisa di modifikasi adalah
jenis kelamin, kejadian stroke pada pria sedikit lebih tinggi dibandingkan
pada wanita, stroke jarang terjadi pada wanita usia produktif. Selain itu
penuaan adalah faktor risiko yang tidak dapat dicegah dan diobati.

3. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERSARAFAN

7
1. Badan sel

 Ukuran dan bentuk yang beragam

 Badan sel disebut juga nuklei berada di SSP

 Ganglia berada di SST kecuali basal ganglia(nuklei) yang berada di


serebrum

2). Akson

 Tiap sel saraf hanya memiliki satu akson

8
 Fungsinya membawa impuls saraf keluar sel tubuh

 Akson lebih panjang dari dendrit bisa mencapai 100 cm

 Membran akson disebut juga aksolema

3). Dendrit

 Dendrit memiliki struktur yang sama dengan akson hanya lebih


pendek dan bercabang

 Fungsinya menerima dan membawa impuls yang datang ke badan


sel

4). Impuls Saraf (Potensial Aksi)

 Pergerakan ion menyebrangi membran sel saraf

 Pertukaran impuls saraf disebut depolarisasi

 Pertukaran impuls saraf yang berulang disebut repolarisasi

5). Fungsi sistem saraf

 Menerima informasi dari dalam maupun dari luar melalui afferent


sensory pathway

 Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan


sistem saraf pusat.

 Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat saraf (refleks)


maupun di otak untuk menentukan respon yang tepat dengan
situasi yang dihadapi.

6) kelompok sistem saraf

Sistem saraf dikelompokkan kedalam 2 bagian:

9
 Sistem saraf pusat (SSP)/CNS : otak dan medula spinalis

 Sistem saraf periper/tepi (SST)/PNS : seluruh saraf diluar otak


dan medula spinalis

 Menghantarkan informasi secara cepat melalui efferent pathway


(motorik) ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atua modifikasi
tindakan.

7). Otak

Otak menjadi 6

 Serebrum

 Diensefalon

 Sereberum

 Midbrain

 Pons

 Madula oblongata

8). Serebrum 1

Merupakan bagian terbesar otak

 Fungsi : mengendalikan mental, tingkah laku, pikiran, kesadaran,


kemauan, kecerdasan, kemampuan berbicara, bahasa

 Terdiri dari 2 hemisfer : kiri dan kanan

 Mengandung substansi/jaringan kelabu dan putih

 Hemisfer dipisahkan suatu celah yang dalam dan dihubungkan


kembali oleh corpus callosum

10
9). Serebrum 2

 Sebelah kiri mengendalikan bagian sebelah kanan tubuh, begitu


sebaliknya

 Bagian luar substansi kelabu : korteks

 Korteks serebri bergulung2/berlipat tidak teratur

luas permukaan >>

 Lekukan diantaranya : sulkus

 Sulkus yang terdalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis

 Fisura dan sulkus membagi otak menjadi beberapa lobus, yg


letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya

10). Serebrum 3

 Substansi putih terletak lebih dalam

 Korteks serebri juga terbagi bagian yang memiliki fungsi sensorik


dan sebagian fungsi sensorik

 Korteks serebri (cerebral cortex), sering hanya disebut korteks,


adalah lapisan luar materi abu-abu (grey matter), sekitar 2 mm
tebalnya, yang menutupi seluruh permukaan belahan otak.

11). Serebrum 4

Serebrum Terbagi menjadi bagian2 : LOBUS

 Lobus frontalis

 pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti


kemampuan berpikir abstrak dan nalar, motorik

11
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi

 pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus


presentralis (area motorik primer)

 terdapat area asosiasi motorik (area premotor)

 Lobus parietalis

 pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area

 sensorik primer)

 terdapat area asosiasi sensorik

 Lobus oksipitalis

 pusat penglihatan & area asosiasi penglihatan:


menginterpretasi & memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus & mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori.

 merupakan lobus terkecil

 Lobus temporalis

 berperan dlm pembentukan & perkembangan emosi


pusat pendengara

 ganglia basal

Merupakan kumpulan dari badan-badan sel saraf (nukleus).

12
 Berperan dalam mengontrol gerakan dgn cara:
1). Menghambat tonus otot,

2). Memilih dan mempertahankan aktivitas motorik

3). Memantau dan mengkoordinasi kontraksi menetap yang


lambat

 Penyakit Parkinson: gangguan pd Ganglia Basal, terutama


karena defisiensi neurotransmiter dopamin

 peningkatan tonus (kekakuan), tremor istirahat, &


perlambatan inisiasi & pelaksanaan gerakan yang berbeda

12). Thalamus

Fungsi:

 sbg stasiun relay & pusat integrasi sinaps untuk pengolahan


awal semua input sensori menuju korteks

 menyaring sinyal-sinyal tak bermakna

 bersama batang otak & area asosiasi mengarahkan perhatian


kita ke rangsangan yang menarik

 Menentukan kesadaran kasar bbg sensasi ttp tdk dpt


membedakan lokasi & intensitas

 Memperkuat perilaku motorik volunter yang dimulai oleh


korteks

13). Hipothalamus

 Merupakan area terpenting dlm pengaturan lingkungan


internal tubuh (homeostasis)

13
 Mengontrol suhu tubuh, rasa haus & pengeluaran urin, lapar
& kenyang, sekresi hormon-hormon hipofisis anterior,
menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior, kontraksi
uterus & pengeluaran ASI.

 Merupakan pusat koordinasi sistem saraf otonom utama

 Berperan dalam pola perilaku & emosi (respons takut &


berani; perilaku seksual)

14) serebelum

Serebelum membandingkan antara informasi yg diterima dari pusat


pengontrolan yg lebih tinggi ttg apa yg sebaiknya otot lakukan &
sistem saraf perifer ttg apa yg otot lakukan

memberi sinyal umpan balik untuk mengoreksi gerakan

dikirim ke serebrum mll thalamus gerakan yg lebih halus,

cepat, terkoordinasi, & terampil; mempertahankan posisi &


keseimbangan

 Menerima perintah gerakan terencana bds informasi dr


korteks motorik & ganglia basal mll nukleus di Pons

 Menerima gerakan nyata dari

o reseptor propriosepsi mll traktus spinoserebellar anterior


& posterior

o dari reseptor vestibular di telinga melalui traktus


vestibulocerebellar

o dari mata.

 Membandingkan sinyal umum (perintah untuk bergerak) dgn


informasi sensorik (gerakan nyata)

14
 Mengirimkan umpan balik berupa sinyal korektif ke nukleus
di batang otak & korteks motorik mll thalamus

15). Batang otak

Midbrain (Mesensefalon)

 superior colliculi: pusat refleks gerakan kepala & bola mata


ketika berespons terhadap rangsang visual

 inferior colliculi: pusat refleks gerakan kepala & tubuh ketika


berepons thd rangsang suara.

3. Manifestasi klinis

a. Kehilangan motorik

 Hemiparesis ( kelemahan salah satu sisi tubuh)

 Hemiplegia ( paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama)

b. Kehilangan kemunikasi

 Disartria ( paham dengan bahasa yang diucapkan seseorang tetapi


mengalami kesulitan dalam melafalkan kata dan tidak jelas
pengucapannya)

 Disfasia atau afasia (kehilangan kata)

 Afasia Broca (ekspresif atau motorik) adalah tidak mampu


membentuk kata yang dapat dipahami mungkin mampu bicara dalam
respons kata tunggal: memiliki tingkatan kesulitan memproduksi
bicara yang bervariasi, dan kata apa yang dikeluarkan diucapkan
dengan perlahan, susah payah, dan artikulasi yang buruk.

15
 Afasia Wernick ( reseptor, sensori atau penerima) adalah tidak
mampu memahami kata yang dibicarakan: bisa berbicara dengan
artikulasi dan struktur kata yang benar tapi tetapi kurang dalam hal
makna.

 Afasia global (kombinasi baik afasia reseptor dan afasia ekspresif).


Mengulangi bunyi yang sama dengan apa yang mereka dengar dan
memiliki pemahaman yang buruk.

 Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang


dipelajari sebelumnya)

c. Gangguan persepsi

 Homonimus hemianopsia (setengah jarak atau setengah pengelihatan


normal)

 Kehilangan penglihatan perifer ( tidak menyadari objek atau batas


objek )

 Diplopia ( pengelihatan ganda)

 sindrom horner ( paralisis pada saraf simpatik ke mata, adalah


kehilangan penglihatan pada setengah bagian yang sama dari lapang
pandang setiap mata, yang artinya hanya bisa melihat setengah dari
penglihatan normal)

d. Defisit sensori

 Parestesia ( kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan


dalam )

e. Defisit emosional

 Kehilangan kontrol-diri

 Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan strees

16
f. Defisit kognitif.

kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.

g. Disfagia. Adalah gangguan menelan. Karena menelan adalah proses yang


kompleks membutuhkan beberapa fungsi saraf kranial.

h. Hipertermi adalah kenaikan suhu tubuh (.37,5o C)

i. Negleksi Unilateral

Adalah ketidakmampuan seseorang untuk merespon stimulus pada


bagian kontralateral dari bagian infark serebral. Oleh karena dominasi dari
belahan otak bagian kanan dalam mengarahkan perhatian, negleksi paling
sering terlihat pada klien dengan kerusakan pada bagian kanan.

i. Inkontinensia

Disfungsi pada sistem pencernaan dan perkemihan. Salah satu tipe


neurologis perkemihan adalah tidak dapat menahan kandung kemih. Saraf
mengirim pesan kondisi kandung kemih yang penuh ke otak, tapi otak tidak
mengartikan pesan ini dengan benar dan tidak meneruskan pesan untuk
tidak megeluarkan urine. Hal ini menyebabkan kondisi sering berkemih,
merasa sangat ini buang air kecil, dan inkontinensia. Tipe neurologis pada
pencernaan mengalami kesulitan buang air besar, bisa juga karena hilang
ingatan sementara, tidak ada perhatian, faktor-faktor emosional,
ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan mobilitas fisik, dan infeksi.

Manifestasi klinis dihubungkan dengan area otak yang terkena

Arteri Struktur Otak Tanda/Gejala Oklusi

Suplai darah anterior

17
Koroidal Globus palidus, korpus 1. Hemiplegia
anterior genikulat lateral, kontralatera.
2. Hemihipestesia.
ekstremitas posterior
3. Homonimus
lateral, ekstremitas
hemianopia
posterior kapsul
interna, lobus temporal
media.

Oftalmik Saraf orbital dan Kebutaan mononukleus


optikus sementara atau kebutaan
unilateral komplet

Serebri Tigaperempat anterior 1. Defisit sensorik dan


anterior permukaan medial dari motorik kontralateral
nukleus kaudatus, lebih besar di tungkai
globus palidus, dan daripada lengan.
2. Inkontinensia.
kapsul interna
3. Penyimpangan mata
hemisfer serebri
dan kepala ke arah
lesi.
4. Refleks genggam
kontralateral.
5. Gejala abulik.
6. Apraksia lengan
7. Afasia ekspresif
(disumbatan hemisfer
dominan).
8. Afasia motorik atau
sensorik (oklusi
distal)

Serebri Permukaan kortikal Komplet :


1. Kealpaan spesial
Media lobus parietal,

18
temporal, dan frontal. (spatial neglect) dan
Ganglia basalis dan
hemianopia
kapsul interna
homonimus.
2. Afasia global (lesi
disebelah kiri)
Batang tubuh atas :
1. Hemiplegia
kontralateral dan
hemianestesia wajah
dan lengan.
2. Penyimpangan
ipsilateral.
3. Afasia Broca
(biasanya bagian kiri )
Bagia tubuh bawah :
1. Hemianopia
kontralateral atau
kuadrantanopia atas.
2. Kealpaan penglihatan
(visual neglect) kiri
(lesi disebelah kanan)

Suplai darah posterior

Vertebral Bagian anterior Gangguan kontralateral pada


medula sensasi nyeri dan suhu

Serebeli Lobus oksipital, Hemiplegia kontralateral,


posterior permukaan medial dan kehilangan sensorik, dan
inferior lobus defisit lapang pandang
temporal, otak tengah, ipsilateral
ventrikel ketiga dan
keempat

19
Serebeli Medula dan serebelum 1. Cabang medial :
inferior vertigo, nistagmus,
posterior ataksia, pusing
persisten.
2. Cabang lateral :
kekikuan unilateral
pada gaya berjalan
dan ataksia
ekstremitas,
ketidakmampuan
berdiri, jatuh tiba-
tiba, vertigo, disartria,
tanda okulomotirk.

Serebeli Serebelum dan pons Sindrom horner dan


inferior kehilangan sensai nyeri dan
anterior suhu kontralateral di lengan,
batang tubuh, dan tungkai.

Serebeli Bagian atas serebelum, Bicara rero dan kehilangan


superior otak tengah sensasi nyeri dan panas
kontralateral.

Basilaris Pons dan otak tengah Paralisis ekstremitas,


paralisis bulbus atau
pseudobulbus nukleus
motorik saraf kranial,
nistagmus, koma, atau
sindrom terkunci.

20
Jika gejala membaik kurang dari 24 jam, kejadian tersebut
digolongkan sebagai serangan iskemik sementara (transient ischemis
attacks, TIA). Sebagian besar TIA berlangsung hanya selama
beberapa menit hingga kurang dari satu jam, yang kemudian
menyamarkan pengenalan lanjut dan terapi cepat. Dengan demikian,
diagnosis banding stroke mencakup menyingkirkan perdarahan intra
serebral, SAH, hematoma subdural atau epidural, neoplasma, kejang
dan sakit kepala migrain.

a. Patofisiologi
Saat darah yang mengalir ke setiap bagian otak terhambat akibat
trombus atau embolus, deprivasi oksigen jaringan serebral mulai terjadi.
Deprivasi selama satu menit dapat menyebabkan gejala reversibel,
seperti kehilangan kesadaran. Deprivasi oksigen selama periode yang
lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik pada neuron. Area
nekrotik kemudian dikatakan mengalami infark.
Deprivasi oksigen awal dapat disebabkan oleh iskemia umum (akibat
henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia akibat proses anemia atau
berada di tempat tinggi. Jike neuron hanya hanya mengalai iskemik dan
belum mengalami neksrosis, terdapat kesempatan untuk
menyelamatkannya. Situasi ini sama dengan cidera fokal yang
disebabkan oleh infark miokardium. Arteri koronaria yang tersumbat
dapat menyebabkan area infark (kematian) jaringan. Di sekeliling area
infark tersebut adalah area jaringan iskemik yang mengalami sedikit
deprivasi oksigen. Jaringan iskemik ini, seperti pada otak, dapat
diselamatkan dengan pengobatan yang tepat atau mati akibat kondisi
sekunder.
Iskemia serebral adalah proses kompleks yang bergantung pada
keparahan dan durasi penurunan aliran darah serebral. Kaskade iskemik
mulai dalam hitungan detik hingga menit setelah kegagalan perfusi,
yang menciptakan zona infark yang ireversibeldan area sekitar dari
“penumbra iskemik" yang kemungkinan dapat diselamakan. Tujuan

21
penatalaksanaan stroke akut adalah menyelamatkan penumbra iskemik,
atau daerah yang beresiko. Tanpa intervensi cepat, seluruh penumbra
iskemik akhirnya dapat menjadi bagian yang mengalami infark. Iskemia
dengan cepat bisa mengganggu metabolisme. Kematian sel dan
perubahan yang permanen dapat terjadi dalam waktu 3-10 menit.
tingkat dasar oksigen klien dan kemampuan mengompensasi
menentukan seberapa cepat perubahan yang tidak bisa diperbaiki akan
terjadi. Tekanan perfusi serebral harus turun duapertiga dibawah nilai
normal (nilai tengah tekanan arterial sebanyak 50 mmHg atau
dibawahnya dianggap nilai normal) sebelum otak tidak menerima aliran
darah yang adekuat. Dalam waktu singkat, klien yang sudah kehilangan
kompensasi autoregulasi akan mengalami manifestasi dari gangguan
neurologis.
Stroke karena embolus disebabkan oleh bekuan darah, pecahan plak
ateromatosa, lemak, atau udara. Embolus diotak seringkali berasal dari
jantung, sekunder akibat infark miokardium atau fibrilasi atrial. Jika
perdarahan adalah etiologi stroke, hipertensi seringkali merupakan
faktor presipitasi. Kelainan pembuluh darah, seperti malformasi
arteriovenosa dan aneurisma serebral, lebih rentan mengalami ruptur
dan menyebabkan perdarahan jika ada hipertensi.
Sindrom neurovaskular yang paling sering dijumpai pada stroke akibat
trombus atau embolu disebabkan oleh terkenanya arteri serebri media.
Arteri ini terutama menyuplai darah ke bagian lateral hemisfer serebral.
Infark ke area otak tersebut menyebabkan defisit motorik dan sensorik
kontralateral. Jika hemisfer yang mengalami infark adalah hemisfer
dominan, masalah bicara dapat terjadi, dan disfasia mungkin muncul.
Sulit untuk memprediksi besarnya iskemia otak atau infark yang
disebabkan oleh stroke trombotik atau embolik. Terdapat kemungkinan
bahwa stroke akan meluas setelah serangan awal. Kemungkinan aterjadi
edema serebral masif dan peningkatan TIK hingga titik herniasi dan
kematian setelah stroke trombotik yang luas. Area otak yang terkena
dan luasnya gangguan memengaruhi prognosis. Karena stroke

22
trombotik seringkali disebabkan oleh aterosklerosis, terdapat risiko
stroke dimasa mendatang pada pasien yang pernah terserang stroke.
Pada stroke embolik, pasien juga mengalami serangan stroke berikutnya
jika penyebab yang mendasari tidak diobati. Jika luasnya jaringan otak
yang rusak akibat stroke hemoragik tidak besar dan bukan di area vital,
pasien dapat pulih dengan defisit minimal. Perdarahan biasanya
berhenti kerena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh
tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur
ulang merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah
perdarahan pertama. Jika perdarahan luas atau di area otak yang vital,
pasien mungkin tidak akan pulih; namun, jika perdarahan intra serebral
tidak masif pasien kemungkinana dapat bertahan hidup.

Patways

23
b. Klasifikasi
a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena
adanya penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi
menjadi dua yaitu : stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus
dan stroke embolik, yang disebabkan oleh embolus. Membagi stroke
non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya antara lain:
1) Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic
Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24
jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic
Neurologik Defisit (RIND). Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak
lebih dari seminggu.

24
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in
evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap,
tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragi). Pembuluh darah otak yang
pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat
menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
c. Pemeriksaan penunjang
1) pemeriksaan laboratorium : hitung sel darah lengkap, elektrolit,
glukosa, dan parameter koagulasi.
2) Scan tomografi komputer (computer tomography scan- CT-scan)
idealnya CT scan dilakukan dalam 60 menit kedatangan di unit
gawat darurat sehingga keputusan pengananan dapat diambil. CT
scan dapat bermanfaat dalam membedakan antara lesi
serebrovaskular dan nonserebrovaskular. Sebagai contoh, perdarahan
subdural, abses otak, tumor, SAH, atau perdarahan intra serebral
terlihat di CT scan. Akan tetapi area infark tidak dapat terlihat pada
CT scan dalam 48 jam.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI). Teknik MRI dengan T1-
wighted dan T2-wieghted, fluid-attenuated inversion recovery
(FLAIR), diffusion-weighted, dan perfusision-weighted lebih baik
dalam mendeteksi infark dari CT scan. Perubahan dini normalnya
tampak dalam 24 jam pertama. Dengan menggunakan FLAIR,
gambar dapat dimanipulasi sehingga hanya area abnormal yang

25
dikuatkan. Pemeriksaan berdasarkan ketersediaan teknologi adalah,
adalah diffusion –weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted
imaging (PWI). Teknik ini membanyu mengidentifikasi inti infark
dan penumbra, yang merupakan hal penting karena adanya jaringan
yang dapat hidup dapat memandu intervensi seperti reperfusi.
4) Angiografi telah menjadi standar emas untuk mengevaluasi sistem
pembuluh darah serebral. Membantu mennetukan penyebab stroke
secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
5) Ultrasonografi doppler (USG doppler). Mengidentifikasi penyakit
arteriovena ( masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau
timbulnya plak]) dan anteriosklerosis.
6) Elektroensefalogram(Electroencephalogram-EEG). Mengidentifiksai
masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah yang
spesifik.
7) Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
8) EKG (Elektrokardiogram) untuk mengetahui adanya aritmia atau
iskemik jantung. Fibrilasi atrial adalah aritmia dengan bekuan darah
di jantung dan dapat berjalaan menuju otak (merupakan etiologi
kardioembolik). Perubahan lain yang dapat dijumpai pada EKG
adalah gelombang T inversi, depresi ST, dan elevasi serta
pemanjangan QT
9) Ekhokardiogram untuk mengetahui jika dicurigai terdapat emboli
atrium.
10) Carotid duplex scanning digunakan untuk mengidentifikasi stenosis
atau sumbatan pada arteri karotis

d. Penatalaksanaan
e. Identifikasi awal stroke
Faktor penting dalam intervensi dan pengobatan awal pada
stroke adalah identifikasi stroke yang benar dan menentukan
manifestasi stroke yang benar dan menetukan manifestasi awal
serangan. Oleh karena manifestasi bisa berbeda berdasarkan

26
lokasi dan ukuran infark, alat pengkajian standar seperti NIHSS
(Acute Sroke Quick Screen dan National Institute of Health
Stroke Score) dapat digunakan untuk mengidentifikasi dengan
cepat sehingga klien bisa mendapatkan manfaat dari terapi
trombolisis. Riwayat lengkap mengenai masalah yang menyertai
dan juga riwayat kesehatan dan sosial yang terdahulu dapat
memberikan data tentang penyebab stroke.
.Penatalaksanaan Klinis
Penatalaksanaan klinis stroke memiliki empat tujuan utama :
perbaikan aliran darah serebral (reperfusi), pencegahan trombosis berulang,
perlindungan saraf, dan perawatan suportif. Keputusan di unit gawat darurat
menentukan rencana pengobatan pasien. Fokus pengobatan awal seharusnya
adalah menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga hal yang
diperlukan area ini adalah oksigen, glukosa, dan aliran adarah yang adekuat.
Kadar oksigen dipantau melalui gas darah arteri dan oksigen dapat
diberikan pada pasien jika diindikasikan. Perawatan kegawatdaruratan klien
dengan stroke termasuk didalamnya mempertahankan jalan udara yang
paten. Klien yang tidak sadar harus dibaringkan ke bagian yang terkena
stroke untuk meningkatkan penyaluran saliva dari jalan nafas. Kerah baju
harus dilonggarkan untuk memfasilitasi aliran balik vena. Kepala harus
dielevasi, tapi leher tidak boleh ditekuk. Klien harus tetap dalam kondisi
tenang. Jika klien memperlihatkan usaha ventilasi yang buruk, intubasi dan
ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan untuk mencegah hipoksia dan
peningkatan iskemia serebral Hipoglikemia dapat dievaluasi dengan
pemeriksaan serial gula darah. Reperfusi dapat dilakukan dengan
menggunakan aktivator plasminogen jaringan (t-PA, tissue plasminogen
activator) IV. Tekanan perfusi serebral adalah refleksi tekanan darah
sistemik, TIK, fungsi autoregulasi di otak, dan frekuensi serta irama
jantung. Parameter yang paling mudah dikendalikan secara eksternal adalah
tekanan darah dan frekuensi serta irama jantung. Jika pasien adalah kandidat
untuk terapi trombolitik, pengobatan dimulai di unit gawat darurat dan
kemudian dipindahkan ke ICU. Jika pasien bukan kandidat untuk terapi

27
trombolitik, kerumitan masalah pasien menentukan penempatannya di
ICU,unit medis, atau unit khusus stroke.
2.Penatalaksanaan Farmakologis
Agens trombolitik adalah obat eksogenus yang melarutkan bekuan.
Pelarutan bekuan memungkinkann reperfusi jaringan otak. terapi
trombolitik IV harus dimulai dalam 3 jam atau kurang dari awitan gejala
neurologis. Waktunya dimulai dari saat terakhir kali opasien terlihat sehat.
Pemilihan kandidat untuk terapi ini harus dilakukan secara seksama. Risiko
utama terapi ini adalah perdarahan intraserebral namun yang
menguntungkan bahwa agens ini terbukti efektif dalam mereversi defisit
neurologis dan meningkatkan kualitas hidup setelah stroke.
3.Pengendalian Hipertensi dan Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pasien yang menderita hipertensi sedang biasanya tidak diobati
secara akut. Jika tekanan darah turun setelah otak menjadi terbiasa dengan
hipertensi yang dibutuhkan agar perfusi adekuat, tekanan perfusi otak akan
turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan diastolik di atas sekitar
105 mmHg, mungkin perlu diturunkan secara bertahap.
Jika TIK meningkat pada pasien yang pernah mengalami stroke,
peningkatan biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun respon alami
otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular. Metode pengendalian
peningkatan TIK yang dapat dilakukan adalah hiperventilasi; pembatasan
cairan; elevasi kepala; menghindari fleksi leher; atau rotasi kepala
berlebihan yang dapat menghambat aliran keluar vena dari kepala; dan
pemakaian diuretik osmotik (manitol) untuk mengurangi edema serebral.
4.Penatalaksanaan Bedah
Pada pasien yang mengalami stenosis karotis, endartektomi karotis
dapat dilakukan untuk mencegah stroke. Endarterektomi karotis adalah
prosedur bedah untuk mengangkat plak aterosklerosis yang telah menumpuk
di bagian dalam arteri karotis. Endaterektomi dapat dilakukan pada pasien
dengan stadium stenosis tiinggi (>70%) jika operasi dilakukan oleh seorang
bedah terampil. Manfaat pembedahan meningkat untuk pasien pria dengan
riwayat stroke sebelumnya. Pasien dengan stenosis kurang dari 50% tidak
mendapat manfaat dari pembedahan.
Pencegahan Komplikasi

28
Perdarahan. Setelah pemberian rt-PA, klien dimonitor untuk potensi
komplikasi dari rt-PA, yang dapat meliputi perdarahan intrakranial dan
perdarahan sistemik. Dengan mengontrol ketat tekanan darah adalah satu-
satunya tindakan yang paling penting untuk mencegah perdarahan
intrakranial setelah trombolisis.
Edema serebral. Peningkatan TIK adalah komplikasi potensial dari stroke
iskemik yang luas dan komplikasi potensial pada perdarahan intraserebral
baik kondisi utama maupun sekunder dari terapi trombolisis. Peningkatan
TIK, herniasi pusat, dan perdarahan batang otak dapat menyebabkan
kematian karena penekanan pada pusat vital di medula yaitu kegagalan
batang otak.
Stroke berulang. Kejadian stroke berulang dalam empat minggu pertama
setelah stroke iskemik akut. Karena itu heparin diindikasikan untuk
mencegah stroke berulang pada klien yang berisiko emboli kardiogenik

5.Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian. Pengkajian neurologis menyeluruh sangat penting untuk
mengidentifikasidefisit yang dialami pasien. Pasien perlu di pantau dengan
seksama untuk mengetahui adanya infeksi, perubahan suhu, dan perubahan
kadar glukosa, yang kesemuanya berkemungkinan memberikan pengaruh
buruk pada pasien yan pernah mengalami stroke. Perawat berada dalam
posisi unik untuk mengidentifikasi masalah an kolaborasi dengan dokter
dalam melakukan ryjukan yang tepat ke spesialis rehabilitasi dan ahli gizi.
Rencana. Perawat berperan penting dalam mencegah komplikasi yang
terkait imobilitas, hemiparesis, atau defisit neurologis lain yang disebabkan
oleh stroke. Tindakan pencegahan sangat penting dalam hal infeksi saluran
kemih, aspirasi, ulkus dekubitus, kontraktur, dan tromboflebitis.
Modifikasi emosi dan perilaku, pasien yang mengalami stroke dapat
memperlihatkan masalah emosi, dan perilaku mereka dapat berbeda dari
perilaku dasarnya. Emosi dapat labil;seperti menangis suatu saat kemudian
tertawa, tanpa penjelasan atau kendali. Toleransi terhadap stress juga dapat
berkurang. Perawat membantu keluarga dalam memahami perubahan
perilaku ini.perawat juga membantu memodifikasi perilaku pasien dengan

29
mengendalikan stimulus lingkungan, memberikan peride istirahat sepanjang
hari untuk mencegah pasien terlalu letih, memberikan umpan balik positif,
dean memberikan pengulangan saat pasien berusaha mempelajari kembali
suatu keterampilan.
Komunikasi Pasien dapat menunjukkan frustasi berat terhadap
defisitnya. Kemungkinan tidak ada satupun defisit yang menimbulkan lebih
bnayak frustasi bagi pasien dan mereka yang berusaha berkomunikasi
dengannya daripada defisit yang melibatkan produksi dan pemahaman
bahasa. Disfasia dapat dapat mengenai kemampuan motorik, fungsi
sensorik, atau keduanya. Jika area cidera otak di atau dekat area Broca kiri,
memori pola motorik bicara terganggau. Hal ini menyebabkan disfasia
ekspresif, yaitu pasien memahami bahasa, tetapi tidak dapat
menggunakannya dengan tepat. Disfasia reseptif biasanya disebabkan oleh
cidera area wernicke kiri, yang mengendalikan pusat pengenalan bahasa
lisan. Adanya disfasia ekspresif dan disfasia reseptif disebut disfasia global.
Penting bagi staf keperawatan untuk memberi tahu keluarga bahwa pasien
mengalami disfasi tidak berarti ia mengalami gangguan kecerdasan.

A. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian klien stroke sangat diperlukan untuk menentukan
diagnosa keperawatan. Klien yang sadar dapat dilakukan anamnesa yang
terkait dengan perubahan sensasi, gerakan tubuh, dan defisitneuorlogis

30
lainnya sebagai indikasi perkembangan infark atau iskemia serebral,
edema atau perdarahan. Riwayat yang lengkap tentang masalah yang
terjadi saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat sosial akan
memberikan informasi tentang sebab-sebab stroke.Selanjutnya kaji status
neurologis dan vital sign.
Pengkajian
1) Biodata
Pengkajian biodata :
 Nama dan Umur : karena umur di atas 55 tahun merupakan
resiko tinggi terkena penyakit stroke.
 Jenis kelamin : jenis kelamin laki-laki lebih tinggi 30%
di banding wanita.
 Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
 Data penting lain yang harus di kaji adalah : pekerjaan,
pendidikan, agama, suku, alamat rumah, sumber biaya,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
 Identitas penanggung jawab yang harus dikaji adalah : nama,
umur, hubungan dengan pasien, pendidikan dan alamat.
2) Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi penurunan
Kesadaran atau koma, disertai kelumpuhan dan sakit kepala hebat
bila dalam keadaan sadar.
3) Riwayat kesehatan sekarang (saat pengkajian) dengan PQRST :
penyebab, onset, lamanya, frekuensi, intensitas, faktor pencetus,
lokasi hal yang memeperberat dan hal yang memperingan. Tiba-tiba
terjadi keluhan neurologis misal penurunan kesadaran sampai koma
dan sakit kepala hebat.

4) Riwayat penyakit dahulu


Jenis CVA bleeding memberi gejala yang cepat memburuk. Oleh
karena itu klien langsung di bawa ke rumah sakit. Perlu di kaji ada
nya penyakit DM, hipertensi, kelainan jantung dan polisitemia.
Karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas
pembuluh darah otak menjadi menurun.

5) Riwayat penyakit keluarga

31
Perlu di kaji apakah di dalam anggota keluarga ada yang
mengalami penyakit stroke, diabetes mellitus, atau hipertensi.
Dengan menggunakan genogram atau penyakit yang pernah diderita
oleh anggota keluarga yang menjadi faktor risiko, 3 generasi.
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena klien mengalami
kelumpuhan sampai koma maka klien perlu memerlukan bantuan
dalam memenuhi kebutuhan seharii-hari meliputi:
 Mandi
 Makan/minum/Bab/Bak
 Berpakaian
 Berhias
 Aktivitas mobilisasi
7) Pemeriksaan fisik
i. B1 (Breathing/ pernafasan)
Perlu di kaji adanya :
 Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan
kehilangan reflek batuk.
 Adakah tanda-tanda lidah jatuh kebelakang.
 Auskultasi jalan nafas mungkin ada suara tambahan
(crackles/ronkhi)
 Catat frekuensi dan irama nafas.
ii. B2 (Blood/ sirkulasi)
Deteksi adanya : tanda-tanda TIK yaitu peningkatan tekanan
darah serta pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
iii. B3 (Brain/ persarafan,otak)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Observasi tingkat
kesadaran terjadi penurunan kesadaran secara kualitatif seperti
compos mentis, somnolen, sopor, koma, atau secara kuantitatif dengan
menggunakan Skala Koma Gasglow :
Respon Membuka Mata Nilai
 Spontan 4
 Terhadap percakapan 3
 Terhadap nyeri 2
 Tidak ada respon 1

Respons Motorik
 Mematuhi perintah 6
 Menunjuk rangsang 5
 Menarik diri dari rangsang 4

32
 Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
 Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
 Tidak ada respon 1
Respons Verbal
 Terorientasi 5
 Pembicaraan membingungkan 4
 Kata-kata tidak tepat 3
 Bunyi terbalik-balik 2
 Tidak ada respon 1

Dan pemeriksaan fungsi saraf kranial


 Saraf kranial I (saraf olfaktorius) berisi serabut sensorik untuk indra
penghidu. Dengan menutup mata klien lalu meletakan zar beraroma
didekat hidung klien (kopi, sabun, kayu manis) untuk dikenali. Masing-
masing lubang hidung diperiksa terpisah.
 Saraf kranial II (saraf opptikus) melibatkan evaluasi ketajaman
penglihatan dan lapang pandang. Memeriksa dengan meminta klien
memandag lurus kedepandengan satu mata tertutup, pemeriksa
menggerakkan satu jari dari tepi masing-masing kuadran penglihatan ke
arah pusat penglihatan klien, klien harus memberitahu saat jari tanagn
pemeriksa terlihat.
 Saraf kranial III (saraf okulomotorius), IV (saraf troklearis), dan VI
(saraf abdusens) diperiksa secara bersamaan karena semua saraf
tersebut mempersarafi otot ekstra okular. saraf okulomotorius
bertanggung jawab untuk akomodasi lensa dan ukuran pupil, saraf
okulomotorius mempersarafi otot yang mengangkat kelopak mata dan
otot yang menggerakkan mata ke atas, ke bawah dan ke tengah. Saraf
troklearis untuk menggerakkan mata ke bawah, dan ke dalam. Dan saraf
abdusen untuk menggerakkan mata kesamping. Pada pasien sadar,
meminta pasien untuk menggerakan mata mengikuti jari tangan
pemeriksa saat menggerakkan ke semua arah pandang.
 Saraf kranial V (saraf trigeminalis), mempunyai tiga bagian: oftalmik,
maksilaris, mandibularis. Bagian sensirik dari saraf ini mengendalikan

33
sensasi kornea dan wajah. Bagian motorik mengendalaikan otot
mengunyah.
 Saraf kranial VII (saraf fasialis), berhubungan dengan rasa di duapertiga
depan lidah, bagian motorik mengendalikan otot ekspresi wajah.
 Saraf kranial VIII (saraf akustik), dibagi menjadi cabang koklear dan
vestibular, yang masing-masing mengendalikan pendengaran dan
keseimbangan.
 Saraf kranial IX (saraf glosofaringeus) dan X (saraf vagus), diperiksa
secara bersamaan. Saraf glosofaringeus mempersarafi serabut sensorik
hingga sepertiga belakang lidah, uvula dan palatum mole. Saraf vagus
mempersarafi laring, faring dan palatum mole setta mengirimkan
respons ke jantung, lambung, paru, dan usus halus.
 Saraf kranial XI (saraf aksesorius spinal), menegndaliakn otot trapezius
dan sternokleidomastoideus.
 Saraf kranial XII (saraf hipoglosus), mengendalikan gerakan lidah.

iv. B4 (Bladder/ perkemihan) Tanda-tanda inkontinensia urine.


v. B5 (Bowel/ pencernaan) Tanda-tanda inkontinensia alfi.
vi. B6 (Bone/ tulang dan integument) Kaji adanya kelumpuhan atau
kelemahan, kekuatan otot dan tanda-tanda dikubitus karena tirah
baring yang terlalu lama.
b. Sosial interaksi Biasanya di jumpai tanda-tanda kecemasan
karena ancaman kematian diekspresikan dengan menangis,
klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan
penyembuhannya.
8). Pemeriksaan Fisik Head To Toe :
Diisi dengan bentuk narasi hasil penegkajian dan pemeriksaan :
1) Kepala : Bentuk, Lesi, Hematoma, Benjolan
2) Rambut : Warna, Kebersihan, Distribusi, Kerontokan dan Alopesia.
3) Mata : Kesimetrisan, kelopak mata, alis, pergerakan bola mata, pupil,
sclera, kornea, konjungtiva, test penglihatan, penggunaan alat bantu
4) Telinga : Kesimetrisan, kebersihan, serumen, test pendengaran,
penggunaan alat bantu

5) Hidung : Kesimestrisan, kebersihan, sekresi cairan, PCH, polip, pasase


udara, penggunaan selang oksigen, nyeri tekan, tes penciuman

34
6) Mulut : Warna mukosa, kesimetrisan, kelembaban, stomatitis, keutuhan
gigi, karies, gingivitis, kebersihan lidah, palatum, uvula, sekresi dahak, tes
pengecapan
7) Leher : Adanya pembengkakan, benjolan, nyeri saat menelan, ROM, JVP
8) Dada : Bentuk, warna, kesimetrisan, retraksi otot dada, kondisi payudara,
benjolan/pembengkakan kelenjar, Auskultasi suara jantung paru, Perkusi
jantung paru adanya pembesaran dan cairan, Palpasi jantung paru adanya
nyeri tekan
9) Abdomen : Bentuk, warna, kesimestrisan, adanya bekas luka, distensi,
asites, aukultasi bising usus dan bruit, perkusi seluruh kuadran, adanya
shifting dullness, palpasi adanya nyeri tekan/nyeri lepas dan pembesaran
organ (hepar, lien, ginjal, gaster), ketok ginjal
10) Genital : Bentuk, kebersihan, adanya pembengkakan (vagina, testis,
penis dan prostat), sekresi cairan, nyeri atau keluhan lain saat BAK/BAB,
frekuensi/ konsistensi/warna/bau urine/feses, siklus menstruasi, penggunaan
kateter, palpasi blader.
11) Ekstremitas Atas dan Bawah : Warna, kesimetrisan, deformitas,
kontraktur, CRT, turgor kulit, kondisi luka /dekubitus, gangrene, luka bakar
(Rule of nine), ROM, Kekuatan otot, Krepitasi, nyeri pada sendi dan tulang,
penggunaan alat bantu (kruk, kursi roda, traksi, gips, ORIF,OREF)
Kaji Refleks Biceps, Triceps, Brachialis, Achiles, Patella, Baninski

2. Diagnosa keperawatan
 Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
aliran darah serebral karena adanya trombus, embolus,
perdarahan, edema, atau spasme.
 Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan,
penekanan refleks batuk, menelan, dan penurunan kesadaran.
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hilangnya tonus
otot berhubungan dengan lemah paralisis atau kelemahan otot
dan klien menolak untuk bergerak karena takut mencederai diri
sendiri atau tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama.

35
 Risiko hipertermia berhubungan dengan perdarahan atau edema
pada hipotalamus yang mengakibatkan iskemik pada pusat
pengaturan suhu di otak.

 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


hilangnya sensai proteksi dan penurunan kemampuan untuk
bergerak meningkatkan risiko cedera pada kulit.

 Risiko terjadinya kontraktur berhubungan dengan kehilangan


koneksi serebral untuk sensori aferen dan saraf motorik eferen,
kelemahan paralisis atau spastisitas.

 Defisit perawatan diri berhubungan dengan paralisis dan


penurunan kognitif.

 Risiko terjadinya cedera berhubungan dengan penurunan


tingkat kesadaran, kelemahan, kelumpuhan, ketegangan,
perilaku berlebihan, proses berpikir terganggu, dan perubahan
motorik, penglihatan, dan persepsi mengenai ruang.

 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat
paralisis.
 Hambatan komunikasi verbal berhubungan iskemik pada
bagian serebral dominan, mengarah pada kehilangan fungsi
otot yang memproduksi bicara.

 Risiko terjadinya abrasi kornea berhubungan dengan


kehilangan refleks berkedip.

 Proses berpikir terganggu berhubungan dengan perubahan


gambaran diri, sensasi, penglihatan, mobilitas, dan persepsi,
edema serebral yang dapat meningkatkan kebingungan.

36
 Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan
iskemia pada alur penglihatan

 Negleksi unilateral berhubungan dengan kerusakan pada


bagian belahan otak yang nondominan.

 Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan fisiologis


dan frustasi yang dihubungkan dengan gangguan yang terjadi.

 Gangguan jiwa (gangguan proses keluarga, aktivitas


diversional berkurang, kecemasan, rasa takut,
ketidakberdayaan, harga diri rendah yang situasional, dan
isolasi sosial) berhubungan dengan perubahan peran

3. Intervensi keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan mampu menetapkan
ncara meyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien.
 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
klien tidak
mengalami penaikan tekanan intra kranial.
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
1. Peningkatan tekanan darah.
2. Nadi melebar.
3. Pernafasan Cheyne stokes.
4. Muntah proyektil.
5. Sakit kepala hebat

Intervensi
1. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang sebab
peningkatan TIK dan Keluarga
Rasional: lebih berpatisipasi dalam proses penyembuhan
akibatnya.
2. Berikan klien bed rest total dengan posisi terlentang tanpa
Bantal

37
Rasianal Perubahan pada tekanan intrakranilakan dapat
menyebabkan resiko herniasi otak
3. Monitor tanda- tanda status neurologi dengan GCS
Rasional Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
4. Monitot TTV seperti TD,nadi,suhu, respirasi dan hati-
hati pada hipertensi sistolik Pada keadaan norml
autoregulasi
Rasional mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik
berubah secara fluktuasi
5. Monitor input dan output
Rasional : Hipertemi dapat menyebabkan peningkatan IWL
dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien
yaang tidak sadar
6. anjurkan klien untuk menghindri batuk dan mengejan
berlebihan rasional : Batuk dan mengejan dapat
menyebabkan Peningkatan intrakranial dan potensial
terjadi perdarahn ulang.
 Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan,
penekanan refleks batuk dan menelan, dan penurunan tingkat
kesadaran.
Tujuan : penurunan risiko apirasi
Kriteria hasil :
Klien mampu mengatur saliva dengan mudah, tidak tersedak atau
batuk pada saat makan, tidak ada demam, dan tidak ada bunyi
crakcles atau ronkhi.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kesadaran
Rasionalisasi : memudahkan identifikasiterjadinya aspirasi
2. Kaji manifestasi klinis akan aspirasi seperti demam, dispnea,
crakcles dan ronkhi.
Rasionalisasi : memudahkan dalam intervensi selanjutnya

3. Perhatikan saat pemberian makanan baik oral maupun enteral.


Rasionalisasi : membantu mengidentifikasi adanya aspirasi
melalui pengisap aspirasi, jika makanan enteral diberikan
pewarna makanan.
4. Pantau hasil laboratorium (arteri gas darah)

38
Rasionalisasi : dapat mengidentifikasi bila ada penurunan
PaO2.
5. Pantau hasil radiologi (thorax foto)
Rasionalisasi : lapor bila adanya infiltrasi pulmonal.
 Risiko Hipertermia berhubungan dengan perdarahan atau edema
hipotalamus dapat mengakibatkan iskemik pada pusat pengaturan
suhu di otak.
Tujuan : tidak ada hipertermia
Kriteria Hasil : terjadi penurunan risisko hipertermia atau suhu
tubuh klien dalam kondisi normal.
Intervensi :
1. Kaji suhu tubuh klien
Rasionalisasi : untuk memudahkan intervensi selanjutnya
2. Ukur suhu setiap satu jam
Rasionalisasi : untuk mengetahui dengan cepat setiap ada
peningkatan suhu.
3. Kaji kulit secara rutin pada bagian yang tertekan atau cidera
karena dingin
Rasionalisasi : dingin mengakibatkan vasokonstriksi yang
mengakibatkan sirkulasi dapat terganggu.
4. Beri selimut hipotermia
Rasionalisasi : selimut hipotermia dapat digunakan untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cepat.
5. Hindarkan dari suhu ekstrim (terlalu panas atau terlalu
dingin)
Rasionalisasi : suhu ekstrim dapat membuat jaringan cidera
karena gangguan sirkulasi
6. Hindari klien dari menggigil
Rasionalisasi : karena aktivitas otot bisa meningkatkan suhu
tubuh.
7. Jaga kaki atau akral tetap hangat
Rasionalisasi : menandakan sirkulasi yang lancar.
8. kolaborasi pemberian antipiretik dan agen fenotiazin
Rasionalisasi : antipiretik dapat mengatasi demam dan agen
fenotiazin bisa digunakan untuk menstabilkan membran
neuronal jika demam dikaitkan dengan kerusakan struktur
otak.

39
 Risiko terjadinya kontraktur berhubungan dengan kehilangan
koneksi serebral untuk sensori aferen dan saraf motorik eferen.
Tujuan : tidak terjadi kontraktur
Kriteria hasil : tidak adanya otot yang memendek dan
mempertahankan ROM yang normal.
Intervensi :
1. Kaji ROM klien pada kedua bagian sendi.
Rasionalisasi : temuan ini dapat digunakan sebagai data dasar
dan sebagai hasil yang di harapkan.
2. Lakukan latihan ROM pasif dua kali sehari setelah 24 jam
pertama setelah stroke kecuali sesuai indikasi
Rasionalisasi : impuls motorik biasanya mulai kembali antara
2-14 hari setelah stroke. B agian yang lemah menjadi spastik
karena motorik sistem saraf tulang belakang membentuk
otonomi dan peningkatan kontraksi berpontensi terjadi.
Sehingga latihan ROM pasif lebih sulit untuk dilakukan jika
otot yang terpengaruh mulai menegang.
3. Lakukan ROM pasif yang rutin
Rasionalisasi : untuk mencegah imobilitas sendi, kontraktur
tendon, dan atropi otot, menstimulasi sirkulasi, membantu
membentuk kembali jalur neuromuskular.
4. Ajarkan klien untuk menggunakan tangan yang tidak
terpengaruh untuk mengangkat tangan yang lemah
Rasionalisasi : aktif ROM yang dilakukan pada bagian
ekstremitas yang tidak terpengaruh membantu
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot.
5. Lakukan latihan secara perlahan
Rasionalisasi : tidak memaksa ekstremitas melebihi tempat
awal nyeri atau spasme yang berlanjut.
6. Beri bantuan dengan menyokong tubuh klien dalam setiap
latihannya
Rasionalisasi : pada saat kekuatan otot meningkat, gerakan
menahan bisa menguatkan otot yang lemah dan membantu
mengembalikan bentuk otot.
7. Biarkan klien duduk tegak dalam waktu yang tidak lama
Rasionalisasi : duduk dapat berkontribusi dalam deformitas
panggul dan lutut.

40
8. Cegah kaki jatuh (footdrop)
Rasionalisasi : karena pemendekan tendon achilles dan
plantifleksion, sehingga kaki harus dijaga agar tetap dalam
posisi fleksi 90 o.
9. Cegah semua posisi yang dapat menyebabkan deformitas
Rasionalisasi : jangan meletakkan bantal di bawah lutut saat
posisi terlentang karena mendukung terjadinya deformitas
fleksi dan mengganggu sirkulasi. Cegah adduksi pada bahu
yang terpengaruh dengan meletakan bantal di aksila untuk
menjaga lengan abduksi sekitar 60o, jaga lengan untuk sedikit
fleksi dalam posisi netral.
10. Hindari menggenggam bola karet.
Rasionalisasi : akan meningkatkan terjadinya fleksi padahal
yang diinginkan adalah kondisi ekstensi.
11. Cegah terjadinya dislokasi parsial pada sendi bahu.
Rasionalisasi : berat dari lengan yang tidaak bisa bergerak bisa
menyebabkan nyeri dan gerakkan terbatas (bahu kaku)
sehingga harus dicegah dengan menyokong lengan yang sama
sekali lemah dengan bantal pada saat klien di tempat tidur atau
duduk dikursi.

 Defisit perawatan diri berhubungan dengan paralisis dan


penurunan kognitif. Beberapa diagnosa keperawatan dapat
digunakkan untuk menggambarkan defisit perawatan diri
termasuk gangguan mobilitas fisik, gangguan sensoori persepsi
(visual), negleksi unilateral atau gangguan proses berpikir.
Tujuan : klien akan melakukan aktivitas harian sebanyak mungkin
Denagn di tandai : penggunaan alat bantu dan teknik adaptif
Intervensi :
1. Tutup satu mata pada klien yang mengalami diplopia saat
beraktivitas
Rasionalisasi : menutup mata pada salah satu mata secara
bergantian menghilangkan bayangan kedua dan meningkatkan
penglihatan yang lebih baik. Sealin itu untuk mempertahankan
fungsi dan kekuatan dari otot ekstraokuler di kedua mata.

41
2. Berikan perawatan mulut paling tidak tiga atau empat kali
sehari.
Rasionalisasi : untuk mencegah komplikasi efek dari mulut
yang kotor.
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat paralisis
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Yang ditandai dengan : mempertahankan berat yang stabil;
konsumsi kalori yang adekuat untuk usia, tinggi, dan berat badan;
asupan sesuai keluaran; tingkat hemoglobindan hematokrit dalam
bats normal; jumlah limfosit, prealbumin dan albumin dalam
batas normal; jika terdapst insisi dan luka, masa penyembuhan
terjadi dalam waktu 12-14 hari.
Intervensi :
1. Kaji dengan seksama diet klien dan total asupan
Rasionalisasi : untuk memastikan nutrisi yang adekuat
2. Berikan diet sesuai kemampuan klien menelan
Rasionalisasi : untuk menentukan diet yang dapat diberikan
pada klien.
3. Kaji total asupan
Rasionalisasi : klien mungkin menghindari makan dan bisa
tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat.
4. Berikan diet secara perlahan dan observasi terjadinya aspirasi
Rasionalisasi : memberi makan klien degan paralisis parsial
pada lidah, mulut, dan kerongkongan membutuhkan
kesabaran dan perawataana untuk mencegah tersedak dan
aspirasi
5. Buat waktu makan menyenangkan
Rasionalisasi : seringkali klien merasa takut tersedak, merasa
malu, dan frustasi dengan kesulitan makan
6. Dorong klien untuk makan
Rasionalisasi : dengan dorongan dan bantuan, klien dengan
hemiplegi bersemangat dapat belajar makan sendiri
7. Libatkan keluarga
Rasionalisasi : orang pendukung atau keluarga perlu diajarkan
teknik dasar pemberian makan dan juga diinformasikan setiap
kebutuhan dan batasan individual klien
8. Pasang selang makan

42
Rasionalisasi : jika klien tidak dapat menelan sama sekali
9. Kolaborasi therapi okupasi
Rasionalisasi : untuk pengenalan penggunaan alat bantu
ortotik
10. Atur posisi tubuh saat makan (tingkatkan kontrol kepala,
rangsang memebuka dan menutup mulut, bantu klien
menelan)
Rasionalisasi : kepala harus tetap di posisi garis tengah dan
sedikit fleksi ke depan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
 Risiko terjadinya abrasi kornea berhubungan dengan kehilangan
refleks berkedip
Tujuan : kornea lembab dan tidak terjadi abrasi
Kriteria hasil : adanya penutupan atau pengedipan mata dan mata
lembab
Intervensi :
1. Kaji kondisi mata dan tingkat kelembabannya
Rasionalisasi : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
2. Lindungi mata dengan penutup mata jika tidak terlihat adanya
kedipan
Rasionalisasi : untuk pencegahan sedini mungkin dari abrasi
kornea
3. Kolaborasi dengan dokter
Rasionalisasi : untuk meresepakan therapi atau pemberian air
mata buatan
 Gangguan persepsi :visual berhubungan dengan iskemia pada alur
penglihatan
Tujuan : tidak adanya gangguan persepsi penglihatan
Kriteria hasil : melakukan ADL dengan aman dan melakukan
kompensasi yang aman untuk gangguan penglihatannya melalui
pemindaian atau teknik yang lain.
Intervensi :
1. Kaji lapang pandang klien
Rasionalisasi : untuk mengetahui sisi penglihatan yang
terganggu
2. Dekatkan tombol pemanggil dan telepon
Rasionalisasi : memudahkan meminta bantuan
3. Ajarkan klien memosisikan kepala untuk meningkatkan
lapang pandang
Rasionalisasi : klien mengetahui kondisi sekitar klien

43
4. Tutup mata klien dengan diplopia
Rasionalisasi : akan menghilangkan bayangan tambahan dan
membantu penglihatan
5. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasionalisasi : lingkungan yang sibuk dan ribut akan sulit
untuk diartikan dan bisa meningkatkan kebingungan.
6. Kurangi kompleksitas dan kebutuhan untuk membuat pilihan
Rasionalisasi : klien dengan penurunan persepsi akan terbantu
dengan kesederhanaan seperti model pakaian yang sederhana
dan mudah digunakan, peralatan makan yang minimal.
 Negleksi unilateral berhubungan dengan kerusakan pada bagian
belahan otak yang nondominan.
Tujuan : klien mampu mengompensasi negleksi unilateral
Kriteria hasil : klien terbebas dari cidera dan peningkatan
kesadaran pada bagian tubuh yang terabaikan
Intervensi :
1. Kaji perhatian klien pada bagian tubuh yang mengalami
kelemahan
Rasionalisasi : memungkinkan klien untuk belajar kembali
mencari dan menggerakkan bagian ekstremitas tubuh yang
lemah
2. Kaji lingkungan sekitar klien
Rasionalisasi : mengetahui adaptasi klien terhadap lingkungan
dengan berfokus pada bagian tubuh klien yang terpengaruh.
3. Perhatian awal pada bagian tubuh yang tidak terpengaruh
selanjutnya secara perlahan fokuskan perhatian pada bagian
yang terpengaruh.
Rasionalisasi : agar klien menyadari bahwa salah satu bagian
tubuhnya mangalami kelemahan
 Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan fisiologis
dan frustasi yang dihubungkan dengan gangguan yang terjadi.
Tujuan : klien mengembangkan strategi koping yang efektif
Kriteria hasil : modifikasi gaya hidup yang sesuai, menggunakan
bantuan orang lain, interaksi sosial sesuai.
Intervensi :
1. Kaji perasaan klien
Rasionalsasi : setelah stroke, klien mungkin mengalami
kesedihan karena kehilangan kemampuan mobilitas,

44
ketidakmampuan berkomunikasi, perubahan sensai dan
penglihatan, serta kehilangan peran dalam masyarakat.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya
Raisonalisasi : klien stroke akan mengekspresikan perasaan
menderita yang mendalam dan perubahan akibat stroke,
sehingga klien butuh untuk didengar dan diperhatikan.
3. Dorong klien untuk mandiri
Rasionalisasi : kehilangan kemandirian merupakan hal yang
perlu diperhatikan bagi klien stroke
4. Atur lingkungan
Rasionalisasi : atur lingkungan dan antisispasi kebutuhan
menurunkan rasa frustasi klien
5. Buatlah tujuan jangka panjang dan pendek
Rasionalisasi : agar klien mengetahui apa yang harus
dilakukan dan dapat mengalami keberhasilan sepanjang
perawatan
6. Hargai semua keberhasilan klien walau kecil
Rasionalisasi : klien akan semangat dengan latihan yang
dilakukan
7. Edukasi keluarga
Rasionalisasi : kadang terjadi perilaku tidak sesuai yang
disebabkan kerusakan pada pusat untuk mencegah (inhibitory)
diotak atau bisa juga respons normal dari proses kesedihan
sehingga keluarga juga butuh bantuan untuk memahami
perilaku klien.
8. Pahami status emosi klien yang mengalami afasia
Rasionalisasi : klien dengan afasia mengeluarkan status emosi
dengan cara cepat marah dan suasana hati yang berubah-ubah.
9. Pahami setiap perilaku klien
Rasionalisasi : terima perilaku tersebut dengan sikap baik
tanpa membuat klien malu, karena perasaan frustasi pada
klien seringkali seperti cemas, bingung, dan tertekan.
 Keperawatan jiwa berhubungan dengan perubahan peran
Tujuan : hidup terpuaskan setelah kejadian stroke
Kriteria hasil : tidak adanya perubahan peran
Intervensi :
1. Kaji hubungan peran klien dengan keluarga terutama
pasangannya

45
Rasionalisasi : sebagai data untuk intervensi berikutnya
2. Libatkan keluarga
Rasionalisasi : dengan melibatkan orang yang berarti bagi
klien dalam rencana perawatan membuat klien tidak merasa
sendiri atau ditinggalkan oleh keluarga.
3. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan atau kondisi terkini
klien
Rasionalisasi : kompleksitas peralatan dan aktivitas di ruang
perawatan khususnya ICU pada masa akut bisa membuat klien
dan pasangannya takut
4. Beri dukungan dan ajak berdikusi tentang kondisi klien
Rasionalisasi : setiap dukungan yang diberikan dapat
menenangkan klien dan keluarganya.
 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis,
kehilangan kesimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cedera
otak.
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil :
1.Tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot.
2.Klien menunjukkan (tindakan untuk meningkatkan mobilitas).
Intervensi:
1.Pantau posisi per 2 jam atau mengubah posisi per 2 jam.
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.
2.Lakukan gerakan pasif pada ektremitas yang sakit.
Rasional : otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.
3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ektremitas yang tidak sakit.
Rasional : gerakan aktif memberikan massa tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : untuk memulihkan semua anggota gerak
atau meningkatkan kekuatan otot

 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

46
dengan ketidakmampuan menelan akibat paralisi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak
mengalami gangguan nutrisi.
kriteria hasi:
1. Berat badan stabil/seimbang.
2. asupan makanan adekuat.
3. Bila ada luka insisi akan mengalami penyembuhan 12 – 14 hari
4. Hb dalam batas normal.
5. limposit dalam batas normal.
1. Observasi kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan pada klien.
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu selama dan
sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena
gaya gravitasi.
3.Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : mengguatkan otot facial dan otot menelan
dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.
4.Kolaborasikan dengan ahli gizi.
Rasional : Rasional : agar klien mendapat makanan sesuai dengan
kondisinya
 Kurang perawatan diri ( hygiene, toileting, berpindah, makan)
berhubungan dengan gejala sisa sroke.
Tujuan:
Klien akan melakukan berbagai aktifitas ADL, ditandai :
1. mengunakan alat bantu mobilitas dengan baik.
2. Menggunakan tehnik gerakan/mobilitas dengan tepat.
3. Tidak ditemukan adanya kontraktur dan kekakuan sendi.
Intervensi
a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan
keluarga membantu dalam perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa
nyaman pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian
klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene

47
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam
program peningkatan aktivitas klien
 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral: kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus
kontrol otot fasial/oral: kelemahan/kelelahan umum.
Tujuan :
Klien akan dapat berkomunikasi secara efektif, ditandai :
1. klien dapat memahami pembicaraan.
2. Klien mengucapkan kata-kata secara jelas.
3. Klien menunjukkan objek dengan tepat sesuai perintah.

. intervensi
1. Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak megerti tentang kata-
kata atau masalah bicara
Rasionnal Membantu menentukan kerusakan area pada otak
dan menentukan kesulitan atau tidak mengerti bahasa sendiri
klien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi
2. Bedakan afaisa dengan disartria
Rasional: Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dg
tipe gangguan
3. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri
kesempatan klien untuk mengklarisifikasi
Rasional: Klien dapat kehilngan kemampuan untuk memonitor
ucapnnya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan
melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan
dapat mengklerisifikasikan percakapan.
4. Katakan untuk megikuti perintah secara sederhana seperti tutup
matamu dan lihat kepintu
rasional: Untuk menguji afasia reseptif
5. Perinthkan klien untu menyebutkan nama suatu benda yang
diperhatikn
Rasional: Menguji afasia ekspresif mislnya klien dapat
mengenal bend tsb tetapi tidak mampu menyebutkan
namanya.

3. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang

48
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari,
memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada
klien (Potter & Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan
merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk
mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan
komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan
untuk memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang
pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk
mengikuti perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap
sentuhan, membantu klien dalam personal hygiene, dan
menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
stroke.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara memandingkan
perubahan pada pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
hasil yang diharapkan
1. Tidak ada peningkatan intrakranial
ii.Klien tidak adanya nyeri kepala.
iii.Tidak ada penurunan tingkat kesadaran.
iv.GCS baik.
2. Pengcapaian peningkatan mobilitas
v. Kerusakan kulir terhindar, tidak ada kontraktur
vi. Berpartisipasi dalam program latihan
vii. Mencapai keseimbangan saat duduk
viii. Pengguanaan sisi tubuh yang tidak sakit untk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegia.
3. tanda-tanda nutrisi yang adekuat,
a. Berat badan stabil/seimbang.
b. asupan makanan adekuat.

4. Klien dapat berkomunikasi secara efektif, ditandai :

49
a. klien dapat memahami pembicaraan.
b. Klien mengucapkan kata-kata secara jelas.
c. Klien menunjukkan objek dengan tepat sesuai perintah.
d. Adanya peningkatan komunikasi
(brunner &suddarth 2001)

C. LITERATUR REVIEW

50
Umur dan jenis kelamin merupakan dua di antara faktor risiko stroke
yang tidak dapat di modifikasi. Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi
lebih sering dijumpai pada populasi usia tua. Setelah umur 55 tahun,
risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun (Wiratmoko,
2008). American Heart Association meng-ungkapkan bahwa serangan
stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi
kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki (Goldstein dkk., 2006)

NO JUDUL HASIL

Jurnal e-clinic Karakteristik Hasil penelitian menunjukkan


(eCI), Volume penderita stroke bahwa pesentase terbanyak pasien
3, Nomor 1, iskemik yang di rawat stroke berumur 45-54 tahun, dan
Januari-April inap di RSUP Prof. jenis kelamin laki-laki lebih
2015. DR. R kandou banyak dari perempuan.
Manado tahun 2012-
1013
Jurnal e-Clinic Gambaran faktor Bahwa pasien stroke iskemik lebih
(eCi), Volume risiko pada penderita banyak berjenis kelamin laki-laki
3, Nomor 1, stroke iskemik yang dibandingkan perempuan (55% :
Januari-April dirawat inap 45%), sedangkan kelompok umur
2015 neurologi RSUP Prof. 51-65 tahun lebih banyak
DR. R.D. Kandou menderita stroke di bandingkan
Manado periode juli kelompok usia lainnya.
2012-juni 2013
http://usu.ac.id Karakteristik Kejadian stroke haemoragik lebih
penderita stroke banyak ditemukan pada laki-laki
hemoragik yang dibandingkan pada perempuan.
dirawat inap di RSUP Dan penderita stroke paling tua
H. Adam Malik adalah 83 tahun yang artinya,

51
Medan tahun 2012 umur merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya stroke.
JOM PSIK HUBUNGAN Hasil penelitian dapat disimpulkan
VOL.1. NO.2 FREKUENSI bahwa mayoritas responden
OKTOBER STROKE DENGAN berjenis kelamin laki-laki sebesar
2014 FUNGSI KOGNITIF 60,6% dengan sebagian besar
DI RSUD ARIFIN berada pada usia 56-65 tahun.
ACHMAD
Dari beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa peningkatan umur
(usia tua >55 tahun) merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan
frekuensi stroke. Peningkatan umur berhubungan dengan proses penuaan
dimana semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk
pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis dan terutama
bagian endotelnya mengalami penebalan pada intimanya sehingga
mengakibatkan lumen pembuluh darah menjadi semakin sempit dan
berdampak pada penurunan cerebral blood flow. (Kristiyawati, dkk, 2009).

Sedangkan penderita laki-laki lebih banyak menderita stroke


dibandingkan perempuan, namun ada peningkatan penderita stroke pada
perempuan pasca menopause, karena sebelum menopouse perempuan
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan HDL,
dimana HDL berperan penting dalam pencegahan proses aterosklerosis.
(Price dan Wilson, 2006).

BAB III

TINJAUAN KASUS

KASUS:

52
Seorang laki-laki (56 tahun ) datang ke UGD dengan diantar oleh
keluaraga dalam keadaan tidak sadar. Meurut keluarga sekitar 5 jam Tn. E
jatuh saat akan kekamar mandi lalu tidak sadar diri. Saat di UGD pasien
sadar namunmengalami disorientasi dan bicara tidak jelas/rero dengan
pembicaraan yang tidak dimengerti. Psien mengalami hemiparese denan
kekuatan otot ¼ untuk tangan 2/4 untuk kaki. Menurut penuturan keluarga,
pasien merupakan perokok berat sejak masih muda dan senang makan
makanan berkolesterol. Akhir-akhir ini pasien sering berdiam diri dan lebih
sering diam karena memikirkan masalah ekonomi keluarganya. Pasien
pernah mengalami serangan jantung 5 tahun yang lalu dan mempunyai
riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan
TTV, TD :160/110 mmHg, Nadi 96x/menit, RR : 26 x /menit, Suhu 37°C.

FORMAT PENGKAJIAN

Diagnosa medis : stroke

Unit /ruang rawat :-

Tanggal pengkajian : -

Tanggal masuk :-

I. IDENTIFIKASI

A. Pasien

Nama : Tn. E

Umur :56 tahun

Jenis kelamini : laki-laki

Status perkawinan : menikah

Agama :-

Suku : :-

53
Bahasa yang digunakan :-

Pendidikan :-

Pekerjaan :-

Alamat rumah :-

B. penanggung jawab

Nama :-

Alamat :-

Hubungan dengan pasien : -

C. Riwayat kesehatan

1. keluhan utama : Hemiparese

2. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengalami hemiparese dengan kekuatan otot ¼ untuk tangan


dan 2/4 untuk kaki.

3. Riwayat kesehatan lalu

5 jam sebelum masuk rumh sakit menurut keluarga klien jatuh saat
akan kamar mandi lalu tidak sadarkan diri. Setelah di UGD, klien sadar
namun mengalami disorientasi, bicara tidak jelas, rero, pembicaraan tidak
dimengerti, dan hemiparese pada tangan dan kaki.

Menurut keluarga klien sudah menjadi perokok berat sejak masih


muda, dan senang makan makanan berkolesterol. Selain itu klien pernah

54
mengalami serangan jantung 5 tahun yang lalu dan mempunyai riwaya
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak diketahui.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Tanda- tanda vital

1. tingkat kesadaran

Kualitatif : Compos Mentis

Kuantitaf : Skala Coma Glasglow

Respon motorik : 1

Respon bicara : bicara tidak jelas/rero, tidak dimengerti. (2)

Respon membuka mata : 4

2. Tekanan darah : 160/110 mmHg, MAP : 126, 66,

3. Suhu 37°C

4. Pernafasan : 26 x/menit

Irama: -

Jenis : -

5. nadi : 96 x/menit

B. Antropometri

1. lingkar lengan atas : -

2. tinggi badan :-

55
3. berat badan :-

4 indeks massa tubuh. :-

C. Pemeriksaan fisik ( head to toe )

1. kepala :-

2. mata :-

3. telinga :-

4. hidung :

5. mulut : bicara tidak jelas/rero,

6. Leher : -

7. dada :-

8. perut : -

9. tangan : kekuatan otot ¼

10. Kaki : kekuatan otot 2/4

11. genetalia : -

III. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN

A. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan

Menurut keluarga klien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun


yang lalu dan pernah mengalami serangan jantung 5 tahun yang lalu, tetapi
klien masih senang makan makanan berkolesterol dan menjadi perokok
berat.

B. Pola nutrisi metabolik

56
Saat sebelum sakit klien senang makan makanan berkolesterol,
namun tidak diketahui pola nutrisinya saat di rumah sakit.

C. Pola eliminasi

Pola eliminasi klien saat dirumah maupun dirumah sakit tidak


diketahui.

D. Pola aktivitas dan latihan

Saat dirumah atau sebelum sakit tidak diketahui pola aktivitas dan
latihannya. Setelah sakit klien mengalami hemiparese dengan kekuatan otot
¼ untuk tangan dan 2/4 untuk kaki.

E. Pola istirahat tidur

Pola istirahat tidur klien tidak diketahui baik dirumah atau saat sakit.

F. Pola persepsi kognitif

Saat dirumah klien tidak dketahui bagaimana Persepsi kognitifnya


namun saat sakit klien mengalami disorientasi.

G. Pola persepsi dan konsep diri

Tidak diketahui bagaimana persepsi dan konsep diri klien Saat


sebelum sakit, saat sakit klien mengalami disorientasi.

H. Pola peran dan hubungan

Sebelum sakit menurut keluarga klien memikirkan masalah ekonomi


keluarganya. Setelah sakit tidak diketahui bagaimana pola peran dan
hubungannya.

57
I. Pola reproduksi dan seksual

Tidak diketahui bagaimana pola reproduksi dan seksual klien baik


sebelum dan saat sakit.

J. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Pernyataan dari keluarga klien sering berdiam diri dan lebih sering
diam karena memikirkan masalah ekonomi keluarganya. Tidak diketahui
saat dirumah sakit.

K. Pola sistem nilai kepercayaan

Tidak diketahui bagaimana pola sistem dan nilai kepercayaan


dirumah maupun dirumah sakit.

IV. DATA PENUNJANG

a. pemeriksaan laboratorium :-

b. pemeriksaan radiologi :-

c. pemeriksaan EKG :-

d. terapi :-

V. ANALISA DATA

Nama /umur : Tn E /56 tahun

Unit/ruangan : UGD

58
NO HARI DATA ETIOLOGI MASALAH
, TGL

1. - Data subjektif : - Penurunan aliran darah Perfusi jaringan tidak


serebral kerenan trombos, efektif
Data objektif :
embolus, pendarahan, edama,
1. disorientasi spasme

2. TD : 160/110mmHg

3. bicara tidak jelas/rero

4. pembicaraan tidak dimengerti

5. hemiparese

2. - Data subjektif :- Hemiparese ( berkurangnya Hambatan mobilitas


tonos otot) fisik.
Data objektif :

hemiparese dengan kekuatan


otot ¼ untuk tangan dan 2/4
untuk kaki.

3. - Data subkjetif : - Iskemik pada bagian Gangguan komunikasi


serebral dominan atau yang verbal
Data objektif :
mengarah kehilang fungsi
1. bicara tidak jelas/rero otot yang memproduksi
bicara.
2. Pembicaraan tidak
dimengerti

4. - Data subjetif :- Oedem serebral Perubahaan proses


berfikir terganggu
Data objektif :

1. disorientasi

59
5. - Data subjektif Hemiparese Resiko injury

Data objektif.

1. disorientasi

2. kekuatan otot menurun

6. - Data subjektif :- Hilang sensasi proteksi dan Resiko kerusakan


penurunan kemampuan integritas kulit.
Data objektif :
untuk bergerak.
1. disorientasi

2. pembicaraan tidak jelas

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama /umur : Tn E /56 tahun

Unit/ruangan : UGD

No Diagnosa keperawatan

60
1. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan Penurunan aliran
darah serebral karena trombos, embolus, pendarahan, edama, spasme

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiparese

( menurunnya tonos otot)

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Iskemik pada


bagian serebral dominan atau yang mengarah kehilang fungsi otot
yang memproduksi bicara.

4. Perubahaan proses berfikir terganggu berhubungan dengan Penurunan


aliran darah serebral karena trombos, embolus, pendarahan, edama,
spasme

5. Resiko injury berhubungan dengan Hemiparese

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Hilang sensasi


proteksi dan penurunan kemampuan untuk bergerak.

VIII. INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama /umur : Tn E /56 tahun

Unit/ruangan : UGD

No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


dx

1 Setelah 24 jam dilakukan 1. kaji tingkat kesadaran 1. Untuk mengetahui lebih cepat

61
asuhan keperawatan bila ada penurun kondisi klien.
diharapkan perfusi jaringan
2. kaji tanda-tanda vital. 2. Untuk mengetahui lebih cepat
adekuat yang ditandai
bila ada penurun kondisi klien.
dengan : 3. Analisi data apakah untuk
kecendrungan yang terjadi 3. Untuk mengetahui kondisi apakah
1. pasien sadar
stabil atau perburukan.
4. Pertahankan tekanan darah
2. tekanan darah normal atau
dalam rentang yang ditetapkan
stabil
oleh dokter.
4. Untuk mempertahan perfusi
3. bicara jelas dapat
5. Pertahankan suhu tubuh normal. tanpa meningkatkan kondisi
dimengerti
oedema serebra.
4. tidak hemiparese
5. Untuk mengurangi pemakai
6. Tinggikan kepala
glukosa serebral dan oksigen.

6. Diharapkan aliran balik kejantung


7. pertahankan kepala posisi berjalan lebih optimal sehingga
netral. dapat mengurangi edema intra
serebral.
8. kurangi gerakan dan stimulasi.
7. Untuk meningkata aliran vena

8. Untuk menurunkan resiko


9. kolaborasi pemberian O2 sesuai
bertambah pendarahan.
indikasi.
9. Mengurangi hiposemia
10. berikan cairan intravena.
10.Pemberian cairan mungkin
dibutuhan untuk mengurangi
11. berikan obat diuretik osmotik edema serebral.
:contohnya manitol.
11. diuretik mungkin digunakan pada
fase akut untuk mengalirkan air
dar sel-sel otak dan mengurangi
edema serebral da TIK.

12. Berikan obat agen antikoagulan


12. Antikoagulan menurunkan
anti plapelet dan berikan

62
nimodipine. resiko pembentukan trombosis
lebih lanjut. Dan nemodipine
sebagai penyekat kanal kalsium,
digunakan untuk mengatasi
vasospasme sekunder akibat dari
pendarahan subarakhnoid.
Antipiretik penurunn suhu tubuh
dapat membantu menurunkan
metabolisme dan kebutuhan o2
serebral.

13. Berikan terapi laksatif. 13. Laksatif digunakan sebagai


pelunak feces agar klien tidak
mengendanG saat BAB untuk
menhindari meniver palsapa
yangdapat meningkatkan TIK.
14. Monitor hasil laboratorium
14. Mebantu meberikan informasi
( protrombin dan LED). tentang efektifitas pemberian obat
( resiko perdarahan)

2. Setelah 24 jam dilakukan 1. kaji kemampuan tonos otot 1. Untuk menilai kemampuan otot
asuhan keperawatan diharap 1klien. klien sejauh mana dalam
klien mampu melakukan melakukan aktivitas.
aktivitas fisik yang ditandai
2. Menurunkan resiko terjadinya
dengan: 2. ubah posisi tiap 2 jam
iskemia jaringan jaringan akibat
1. meningkatnya kekuatan sirkulasi darah yang tidak
tonos otot. adekutat pada daerah yang
tertekan.
2. klien menunjukan tindakan
untuk meningkat mobilitas. 3. Latihan diatas tempat tidur tidak
3. anjurkan latihan diatas tempat anya mempersiapkan mereka

63
tidur. untukan aktvitas berikutnya tapi
juga meberikan harapan dan rasa
optimis mengenai penyembuhan.

4. ajarkan klien untuk gerak pasif


4. Otot volunter akan kehilangan
pada eskremitas yang megalami
tonos dan kekuatannya bila tidak
hemiparese.
dilatih untuk digerakan.
5. ajarkan klien untuk melakukan
5. Gerakan aktif memberikan masa
latihan gerak aktif pada
tonos dan kekuatan otot serta
ekstremitas yang tidak
memperbaik fungsi jantung dan
mengalami hemiparese.
pernafasan.
6. atur latihan yang rutin untuk
6. Mebantu mempersiapkan klien
otak glutea dan quadriseps.
untuk ambulasi selanjutnya.

7. Membantu klien dalam proses


7. kolaborasi dengan ahli penyembuhan sehingga klien
fisioterapi dapat beraktivitas seperti saat
sebelum sakit.

3. Setelah 24 jam dilakukan 1. kaji sejauh mana klien dalam 1. Untuk menilai sejauh mana fungsi
asuhan keperawatan berbicara. kemampuan motorik dan sensorik
diharapkan klien akan dalam berbicara dan berbahasa.
mampu berkomunikasi
2. Biasanya sisa otak yang berfungsi
secara efektif, kebutuhan 2. Gunakan papan bergambar
tidak mencukupin klien dengan
klien bisa dimengerti dan untuk berkomunikasi.
afasia mempelajari kembali prses
dipenuhi, serta klien akan
kompleks dari komuikasi.
memperlihatkan tanda
mengerti pada komunikasi 3. Kebanyakan klien dengan afaksia
orang lain, yang ditandai mendapatkan kembali
3. ajarkan klien terapi berbicara
dengan: kemampuan berbicra melali
sejak dini.
penyembuhan spontan atauu
1. bicara jelas/rero
dengan terapi berbicara.

64
2. pembicaraan dapat 4. Pengkajian disartria termaksud
dimengerti. pemeriksan otot bicara perifer
4. periksaan ketrampilan yang
berdasarkan kejesan bebricara
khusus.
dalam percakapan.

5. Klien mungkin memiliki rentang


5. dorong dan dukung klien untuk perhatian yang pendek hingga
tetap berkomunikasi. dapat menurunkan rasa frutasi
dan kelelahan.

6. Memberikan klien latihan dapat


6. beri latihan klien untuk
mengidentifikasi objek.
menerima gambar tertuliskan
dan menyebutkan. 7. Memudahkan komunikasi

7. gunakan metode non verbal

8. Untuk mengetahui klien


kesulitan dengan ekspresi verbal.
8. latih klien dengan kata-kata
sederhana. 9. Harga klien akan terganggu jika
orang lain melihat atau
9. libatkan keluarga untuk
mendengarkan klien berbicara
berkomunikasi dengan klien
sehigga orang lain malu atau
menerwakan klien dalam
berkumonikasi.

10. Memudahkan kien meminta


10. demonstrasikan dan dekatkan
bantuan
tombol pemanggil.

4. Setelah 24 jam dilakukan 1. kaji kemampuan aktivitas klien. 1. Untuk mengetahui rencana
asuhan keperawatan keperawatan selanjutnya dalam
diharapkan klien bebas dari

65
cedera yang ditandai dengan: 2. kaji lingkungan. mencegah cedera.
1. tidak adanya abrasi,
3. pasang sisi penghalang tempat 2. Identifikasi sesuatu yang
terbakar atau jatuh.
tidur menimbukan cedera.
2. klien juga akan mencari
4. inspeksi kulit yang rutin untuk 3. Mencegah klien terguling dari
bantuan untuk melakukan
menifestasi cedera tempat tidur
kegiatan yangtidak mampu
dia lakukan. 5. Hindarkan suhu esktrem (terlalu 4. Klien dengan gangguan senasi
panas dan terlalu dingin) sangat mudah terkena cedera.

6. libatkan keluarga dalam 5. Hindari terjadinya cedera.


aktivitas klien.
6. Meminimalisir terjadinya cedera
dengan terlibatnya keluarga
dalam setiap aktivitas klien.

5. Setelah 24 jam dilakukan 1. kaji sejauh mana proses fikir 1. Mengetahui kesulitan klien
asuha keperawatan klien dalam proses berfikir.
diharapkan klien akan
2. Kaji apakah klien menggunakan 2. Penggunaan alat bantu
mengalami perbaikan proses
alat bantu seperti kacamat dan membantu klien
berfikir ditandai dengan bisa
alat bantu dengar. dalammempertahankan
mengingat informasi,
kesadaran pada lingkungan dan
penurunan agetasi, bekerja
selanjutanya bisa meningkatkan
sama dalam intervensi, dan
proses berfikir.
berespon sesuai dengan
pertanyaan mengenai 3. usuhakan mengorientasikan 3. Untuk mencegah disorentasi.
kejadian dimasa lalu dan klien pada saat tingkat
sekarang. kesadaran membaik.
4. Aktivitas seperti duduk dikursi
4. jadwalkan aktivitas dalam
pada saat makan atau pada
sehari.
waktu yang sudah dijadwal
dalam sehari juga bisa
meningkatkan kesadaran dan
orientasi.
5. posisikan kalender dan jam
5. Memudahkan klien untuk

66
ditempat klien biasa melihatnya. berorientasi waktu.

6. jelaskan seluruh tindak


keperawatan yang akan
6. Untuk menurunkan rasa gugup
dilakukan.
atau agitasi.
7. hindari sensori yang berlebihan
7. Stroke berkostribusi pada
gangguan pola perilaku,
termaksdu kebingungan, hilang
ingatan dan emosi yan labil.

67
6.. Setelah 24 jam dilakukan 1. kaji kondisi kulit setiap 2 jam. 1. untuk mengetahui secara din
asuhan keperawatan kondisi kulit klien.
diharapkan kulit klien tetap
2. ubah posisi menurunkan resiko
utuh ditandai dengan : 2. ubah posisi pasien dengan
terjadinya iskemia jaringan akibat
hemiplegia atau penurunan
1. tidak adanya sirkulasi darah yang tidak
tingkat kesadaran setiap 2 jam.
perkembangan tekanan adekuat.
ulkus tahap I 3. buat jadwal tertulis untuk
3. Memudahkan dalam pemberian
mengubah posisi klien.
2. tidk adanya mnifestasi layanan dan keluarga klien dalam
keremrahan dari bekas merubah posisi klien.
gesekan.
4. Sokong bagian lengan dan 4. Dislokasi penuh pada bahu dan
tungkai yang hemiparese pada panggul dapat terjadi jika
saat mengubah posisi. ekstremitas yang lemah tidak
disokong dengan benar seperti
menempatkan sbuah bantal antara
tungkai.

5. perhatikan kenyaman klien saat 5. Klien mungkin hanya bisa


mengubah posisi. menoleransi berbaring selamam
30 menit pada bagian yang lemah
kerena sirkulasi yang terganggu
atau rasa nyeri.

6. libatkan keluarga 6. Untuk bersama pemeriksaan lain


untuk menjaga keutuhn kulit klien
dengan ikut merubah posisi.

68
XIII. IMPEMENTASI KEPERAWATAN

Nama /umur : Tn E /56 tahun

Unit/ruangan : UGD

NO Jam/tgl Impementasi Respon Ttd, nama


DX

1. O7:30 1. Mengkaji tingkat 1. Ds:-


04-04- kesadaran
Do : kesadaran : compes mentis
18
tidak adekuat.
07:35
2. Ds:-

2. mengkaji tanda- Do :
tanda vital
Td: 150/100 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 22X/menit

Suhu : 37 °c
08.00
3. Ds: -

Do:
3. Menganalisi data
Klien masih Disorientasi.
apakah untuk
kecendrungan yang
07.45 terjadi
Ds: -

Do: TD : 150/100 mmHg

4. mempertahankan
tekanan darah dalam
07:50
rentang yang Ds :
ditetapkan oleh

69
dokter Do : suhu : 37 °c

07:55

Ds :-

08.00 5. mempertahankan Do: posisi kepala 30 °


suhu tubuh normal
Ds:-

08:05 Do : posisi kepala tegak


6. meninggikan kepala menghadap sesuai posisi
fisiologis

8. Ds : -
7. mempertahankan
kepala posisi netral Do : klien tenang

8. mengurangi gerakan
dan stimulasi

2. 07:30 1. mengkaji 1. Ds :-
kemampuan tonos
Do : kekuatan otot ¼ untk
otot klien
tangan dan 2/4 untuk kaki.

2. Ds:-
08.20
2. mengubah posisi
Do : posisi miring kekanan
tiap 2 jam
3. Ds :-

Do : klien mau mengkuti latihan


08.25 3. menganjurkan
rom pasif yang dianjukan
latihan rom pasif
diatas tempat tidur

70
4. mengajarkan klien 4. Ds:-
untuk gerak pasif
08.45 Do : klien mulai latihan rom
pada eskremitas
pasif seperti yang diajarkan.
yang mengalami
( fleksi, ektensi pada jari,
hemiparese.
tangan, kaki).
5. mengajarkan klien
5. Ds:-
untuk melakukan
09.00 latihan gerak aktif Do : klien mulai latihan rom
pada ekstremitas aktif seperti yang diajarkan
yang tidak ( fleksi, ektensi, rotasi pada jari,
mengalami tangan , kaki)
hemiparese.

6. mengatur latihan
6. Ds: -
yang rutin untuk
otak glutea dan Do : glutea: kotraksikan kedua
quadriseps. pandat bersamaan dan hitung
09.15
sampai 5 kemudian rileks.
Ulangi sampai 20 hitungan
setiap kali.

Quadriseps : kontraksikan otot


quadriseps pada bagian anterior
ketika mengangkat tumit,
pertahankan sampai hitungan 5.
Ulangi sampai 20 x hitungan
setiap kali.
7. Berkolaborasi dengan
7. Ds:-
ahli fisioterapi
Do : petuas memberikan latihan
fisioterapi.

3. 07:30 1. Mengkaji sejauh 1. Ds: -


mana klien
Do : bicara tidak jelas/rero, tidak

71
dalam berbicara dapat dimengerti.

07-40 2. Ds :-

2. Menggunakan Do :- bicara tidak jelas/ rero ,


papan tidak dapat dimengerti.
08.08
bergambar untuk
3. Ds : -
berkomunikasi.
Do : bicara tidak jelas / rero,
tidak dapat dimengerti.
08.15 3. Mengajarkan
4. Ds: -
klien terapi
berbicara sejak Do : bicara tidak jelas /rero,
dini tidak dimengerti.

08.30 4. Memeperiksaan 5. Ds :
ketrampilan
Do : bicara tidak jelas/rero, tida
yang khusus.
dapat dimengerti.

6. Ds: -
08.45
Do: bicara tidak jelas/rero, tidak
5. Mengdorong dapat dimengerti.
dan dukung
klien untuk
09.00
tetap 7. Ds : -
berkomunikasi.
Do : bicara tidak jelas/rero,
tidak dapat dimengerti.

6. Memberi latihan
klien untuk
09.20 8. Ds : -
menerima
gambar Do : bicara tidak jelas/rero, tidak
tertuliskan dan

72
menyebutkan. dapat dimengerti.

09.40 09. Ds :-

Do : bicara tidak jelas /rero,


tidak dapat dimengerti.
7. Menggunakan
metode non
verbal
10. DS :
10.00
DO : klien memencet tombol

8. Melatih klien
dengan kata-
kata sederhana.

9. Melibatkan
keluarga untuk
berkomunikasi
dengan klien

10. Mendemonstrasi
kan dan
dekatkan tombol
pemanggil.

73
5. 07:30 1. Mengkaji 1. Ds : -
kemampuan
Do : klien mengalami
aktivitas klien
hemiparese.

08.00
2. Mengkaji
2. Ds ;-
lingkungan
Do: menjauhkan barang-barang
yang beresiko menimbulkan
cedera.

08.30

3. Memasang sisi 3. Ds : -
penghalang
Do : penghalang tempat tidur
tempat tidur.
terpasang.
09.00
4. Ds : -

Do : kulit utuh.
4. Menginspeksi
09.30 kulit yang rutin
untuk 5. Ds : -
menifestasi
Do : klien terbebas suhu
cedera
esktrem.
10.00

5. Menghindarkan
6. Ds : -
suhu esktrem
(terlalu panas Do : keluarga membantu dalam
dan terlalu pencegahan cedera pada klien.
dingin)

74
6. Melibatkan
keluarga dalam
pencegahan
cedera pada
klien

6. 07:30 1. Mengkaji sejauh 1. Ds : -


mana proses
Do : klien masih disorietasi.
fikir klien.

.
08.30 2. Ds :-
2. Menjadwalkan
aktivitas dalam Do : masih disorietasi.
sehari

09.00 3. Ds:-
3. Menposisikan
Do : mendekatkan kalender dan
kalender dan
jam pada klien.
jam ditempat
klien biasa
melihatnya.
4. Ds :-
09.30
Do : pembicaraan klien masih
tidak dimengerti.

4. Menjelaskan

10 .00 seluruh tindakan


5. Ds: -
keperawatan
yang akan Do: saat merubah posisi sambil
dilakukan. memperhatikan wajah klien.

75
5. Menghindari
sensori yang
berlebihan

7. 1. Mengkaji 1. Ds : -
kondisi kulit
DO : kulit utuh
setiap 2 jam

2. Ds:-
2. Merubah posisi
pasien dengan Do: merubah posisi klien
hemiplegia atau memiring kekanan.
penurunan
3. Ds: -
tingkat
kesadaran setiap Do : jawdal terpampang
2 jam.
Ds:-
3. Membuat jawdal
Do : menyokong lengan dengan
tertulis untuk
bantal.
mengubah posisi
klien

5. Ds: -

4. Menyokong Do: saat merubah posisi sambil


bagian lengan memperhatikan wajah klien.
dan tungkai
6. Ds :-
yang hemiparese
pada saat

76
mengubah posisi Do : keluarga membantu saat
merubah posisi klien.

5. Memperhatikan
kenyaman klien
saat mengubah
posisi

6. Melibatkan
keluarga

IX EVALUASI KEPERAWATAN

Nama/Umur : Tn. E/56 Tahun

Ruang/unit : UGD

Tgl Dk Catatan perkembangan TTD,


nama
(EVALUSI)

77
05- 1 S:-
04-
O: disorientasi dengan hemiparese (kekuatan otot ¼ untuk tangan dan 2/4
18
pada kaki ), Td : 150 /100 mmHg.

A : masalah perfusi serebral belum teratasi

P: intervensi di lanjutkan

05- 2. S :-
04-
O: hemiparese dengan kekuatan otot ¼ untuk tangan 2/4 untuk kaki.
18
A: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan.

05- 3. S :-
04-
O : Disorientasi, bicara tidak jelas/rero, dan pembicaraan tidak dimengerti.
18
A : masalah komunikasi verbal belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

05- 4. S :-
04-
O : hemiparese
18
A : masalah resiko cedera belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

78
05- 5 S :-
04-
O : disorientasi
18
A : masalah proses berfikir terganggu belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

05- 6. S :-
04-
O : hemiparese
18
A : masalah resiko kerusakan integritas kulit belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan gangguan


sistem persarafan (stroke), Selanjutnya penyusun melakukan pembahasan.
Dalam pembahasan ini penyusun berpedoman dengan melihat perbandingan

79
antara teori dan kasus yang terdapat pada BAB II dan BAB III, untuk
selengkapnya diuraikan di bawah ini.

1. Pengkajian

a. Pengumpulan Data

1) Identitas Klien dan Penanggung Jawab

Menurut konsep teori pentingnya mengkaji identitas pada klien dengan


gangguan sistem persarafan (stroke), yang berhubungan dan mendukung
diagnosanya antara lain usia, jenis kelamin, gaya hidup, pendidikan dan
pekerjaan, karena penyakit stroke umumnya menyerang pada semua tingkat
usia, lebih sering pada lanjut usia. Pekerjaan klien dan atau penanggung
jawab dapat menggambarkan status ekonomi keluarga yang umumnya
tergolong ekonomi rendah, sementara pendidikan akan mempengaruhi
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit stroke.

Pada kasus ini Tn. E berusia 56 tahun, dihubungkan dengan penyakit


klien sangat relevan, sebagai faktor resikonya adalah status ekonomi rendah
dan didukung oleh faktor gaya hidup. Seperti perokok berat sejak muda, dan
senang makan makanan berkolesterol.

2) Riwayat Kesehatan

Keluhan utama yang mungkin terjadi pada klien dengan stroke menurut
teori adalah kehilangan fungsi motorik, komunikasi, gangguan persepsi,
desifit sensorik, desifit emosional, defisit kognitif, diasfagia, nekgleksi,
unilateral, inkontinesia. Pada kasus Tn. E keluhan pada saat masuk rumah
sakit sesuai dengan teori, ketika dilakukan pengkajian pada klien ditemukan
keluhan antara lain disorientasi, hemiparese dengan kekuatan otot ¼ untuk
tangan dan 2/4 untuk kaki, bicara tidak jelas/rero, dan pembicaraan tidak
dimengerti. Dan keluhan utama pada Tn. E saat dilakukan pengkajian
didapatkan disorientasi.

80
Pada tinjauan teori dikatakan riwayat kesehatan dahulu yang
berhubungan dengan stroke adalah adanya riwayat jenis CVA bleeding
memberi gejala yang cepat memburuk oleh karena itu klien langsung
dibawa kerumah sakit. Perlu dikaji adanya penyaki DM, hipertensi, kelainan
jantung dan polisitemia. Menurut kasus dari pernyataan keluarga, 5 jam
sebelum masuk rumh sakit, klien jatuh saat akan kamar mandi lalu tidak
sadarkan diri. Setelah di UGD, klien sadar namun mengalami disorientasi,
bicara tidak jelas, rero, pembicaraan tidak dimengerti, dan hemiparese pada
tangan dan kaki.

Menurut keluarga klien sudah menjadi perokok berat sejak masih


muda, dan senang makan makanan berkolesterol. Selain itu klien pernah
mengalami serangan jantung 5 tahun yang lalu dan mempunyai riwaya
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu.

Apabila melihat tingkat status ekonomi yang rendah mungkin


mempengaruhi klien dalam menggambarkan konsep sehat-sakit, terbukti
klien masuk rumah sakit setelah mengalami penurunan kesadaran.

3). Pemeriksaan Fisik

a). Sistem pernafasan

Pada konsep penyakit stroke umumnya terjadi perubahan pola nafas


cepat dan dangkal, penggunaan otot pernafasan tambahan, adanya batuk
berdahak, rokhi positif. Pada hasil thorak foto ditemukan adanya infeltrasi
polmunal.

b). Sistem kardiovaskuler

Secara teori pada kasus Stroke biasanya didapatkan adanya


peningkatan tekanan darah, nadi normal pada gambaran EKG ditemukan
adanya aritmia seperti fibrilasi aterial, gelombang T inversi, depresi ST dan

81
elevasi serta pemanjang QT. Dalam kasus hanya ditemukan keanikan
tekanan darah 160/110mmHg.

c). Sistem pencernaan

Pada sistem pencernaan secara konseptual ditemukan keluhan


gangguan refleks menelan akibat kerusakan atau kompresi pada nervus
vagus, muntah proyektil akibat peningkatan tekanan intrakranial,
mengalami kesulitan buang air besar . Pada kasus klien Tn.E tidak di
ditemukan adanya keluahan pada sistem pencernaan.

d). Sistem perkemihan

Secara konsep stroke akan berdampak pada sistem urinaria, yaitu


terjadi retensi urine atau inkontinensia urine, sering berkemih, dan meras
sangat ingin buang air kecil. Pada kasus Tn.E klien tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan.

e). Sistem muskuloskeletal

Pada konsep disebutkan terjadi kelemahan otot, akibat kerusakan


neuromuskuler yang akan berdampak pada kelemahan fisik secara umum.
Pada kasus klien Tn. E ditemukan adanya kelemahan otot dengan kekuatan
¼ untuk tangan dan 2/4 untuk kaki.

f). Sistem integumen

Secara konsep pada klien stroke terdapat peningkatan suhu tubuh


dan kerusakan integritas kulit akibat tirah baring yang lama, namun pada
kasus klien Tn. E tidak ditemukan peningkatan suhu tubuh dan kerusakan
integritas kulit.

g). Sistem persarafan

82
Pada konsep penyakit stroke umumnya terjadi perubahan perfusi jaringan
serebral didapatkan adanya penurunan kesadaran dan hemiparese. Dan
dalam kasus Tn.E juga ditemukan seperti didalam teori.

4). Pola Aktifitas Sehari-hari

(a). Nutrisi

Pada penyakit stroke secara konsep dapat terjadi perubahan dalam


pemenuhan kebutuhan nutrisi yang disebabkan karena stimulasi nervus
vagus sehingga klien mengalami kesulitan dalam menelan, muntah, Selain
itu pada klien stroke dengan kesadaran yang menurun merupakan indikasi
pemasangan naso gastrik tube (NGT) sehingga terjadi perubahan pola dalam
pemenuhan nutrisi. Pada kasus klien Tn. E saat dilakukan pengkajian tidak
diketahui kelainan nutrisi.

(b). Eliminasi

Secara konsep stroke akan berdampak pada sistem urinaria, yaitu


terjadi retensi urine atau inkontinensia urine, sering berkemih, dan meras
sangat ingin buang air kecil. Pada kasus Tn.E klien tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan.

(c). Istirahat tidur

Berdasarkan teori pada klien dengan stroke dapat terjadi gangguan


tidur akibat adanya nyeri kepala, Pada kasus klien Tn. E tidak diketahui
keluhan gangguan tidur.

(d) Personal hygiene

Pada klien dengan stroke umumnya terjadi penurunan kesadaran dan


atau terdapat defisit neurologik fokal seperti hemiplegi, hemiparese, pada
ekstremitas yang dapat mengganggu pergerakan klien sehingga klien tidak
mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. Kasus klien
Tn.E tidak ditemukan gangguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

83
5). Aspek Psikologis

Pada kasus stroke klien Tn.E ditemukan adanya gangguan konsep


diri peran. Dari kasus klien lebih sering berdiam diri.

6) Aspek Spiritual Dan Sosial

Menurut teori pada klien stroke dapat mempengaruhi aspek sosial


dan spiritual klien seperti tidak tanggap terhadap aktifitas lingkungan sekitar
dan sering kali tidak menerima keadaannya. Pada kasus Tn.E tidak
diketahui bagaiman aspek spiritual dan sosial.

7). Data Penunjang

Secara teotitis data penunjang yang biasa ditemukan pada klien


dengan stroke adalah sebagai berikut :

a) Pada pemeriksaan laboratorium terdapat sel darah lengkap, elektrolit,


glukosa dan parameter koagulasi.

b) Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat kelainan otak

Pada klien Tn.E tidak data penunjang

b. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan konsep yang ada kemungkinan diagnosa yang muncul pada


klien dengan stroke adalah :

a). Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan Penurunan aliran


darah serebral karena trombos, embolus, pendarahan, edama, spasme

b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiparese

( menurunnya tonos otot)

84
c). Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Iskemik pada bagian
serebral dominan atau yang mengarah kehilang fungsi otot yang
memproduksi bicara.

d). Perubahaan proses berfikir terganggu berhubungan dengan Penurunan


aliran darah serebral karena trombos, embolus, pendarahan, edama, spasme

e). Risiko injury berhubungan dengan Hemiparese

f). Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Hilang sensasi.

g). Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan, penekanan


refleksi batuk, menelan dan penurunan kesadaran.

h). Risiko hipertermia berhubungan dengan perdarahan atau edema pada


hipotalamus yang mengakibatkan iskemik pada pusat pengaturan suhu
diotak.

i). Risiko terjadinya kontraktur berhubungan dengan kehilangan koneksi


serebral serebral untuk sensori aferen dan saraf motorik erefen, kelemahan
paralisis spastisitas.

j). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan menelan akibat paralisis.

k). Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan iskimia pada


alur pengelihatan

l). Nekgleksi unilateral berhubungan dengan kerusakan pada bagian belahan


otak tang non nominan

m). koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan fisiologi dan frutasi
yang dihubungkan dengan gangguan yang terjadi.

n). Gangguan jiwa berhubungan perubahan peran.

85
o). Risiko inkontinensia berhubungan dengan disfungsi pada sistem
pencernaan dan perkemihan

p). Defisit perawatan diri berhubungan paralisis dan penurunan kognitif.

proteksi dan penurunan kemampuan untuk bergerak.Pada kasus Tn. E


penulis menemukan tujuh diagnosa keperawatan, 6 diantaranya sesuai
dengan teori, yaitu :

a). Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan Penurunan aliran


darah serebral karena trombos, embolus, pendarahan, edama, spasme

b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiparese

( menurunnya tonos otot)

c). Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Iskemik pada bagian


serebral dominan atau yang mengarah kehilang fungsi otot yang
memproduksi bicara.

d). Perubahaan proses berfikir terganggu berhubungan dengan Penurunan


aliran darah serebral karena trombos, embolus, pendarahan, edama, spasme

e). Resiko injury berhubungan dengan Hemiparese

f). Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Hilang sensasi


proteksi dan penurunan kemampuan untuk bergerak.

Diagnosa yang tidak sesuai dengan konsep rencana asuhan keperawatan


pada klien stroke adalah :

86
Diagnosa keperawatan pada kasus Tn.E yang tidak diangkat berdasarkan
teori yaitu:

a). Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan, penekanan


refleksi batuk, menelan dan penurunan kesadaran.

b). Risiko hipertermia berhubungan dengan perdarahan atau edema pada


hipotalamus yang mengakibatkan iskemik pada pusat pengaturan suhu
diotak.

c). Risiko terjadinya kontraktur berhubungan dengan kehilangan koneksi


serebral serebral untuk sensori aferen dan saraf motorik erefen, kelemahan
paralisis spastisitas.

d). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan menelan akibat paralisis.

e). Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan iskimia pada


alur pengelihatan

f). Nekgleksi unilateral berhubungan dengan kerusakan pada bagian belahan


otak tang non nominan

g) koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan fisiologi dan frutasi


yang dihubungkan dengan gangguan yang terjadi.

h). Gangguan jiwa berhubungan perubahan peran.

i). Risiko inkontinensia berhubungan dengan disfungsi pada sistem


pencernaan dan perkemihan

p). Defisit perawatan diri berhubungan paralisis dan penurunan kognitif.

2. Perencanaan

87
Pada tahap ini penyusun menyusun rencana tindakan untuk
memecahkan masalah yang ada disesuaikan dengan kemampuan, situasi,
dan kondisi dasar temuan dilapangan dengan tetap mengacu pada konsep
teori perencanaan.

Perencanaan yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut:

Pada diagnosa keperawatan penyusun menetapkan rencana tindakan


manajemen perbaikan perfusi jaringan serebral dan Pencegahan
peningkatan TIK. Selain itu Diagnosa keperawatan yang lain penyusun
menetapkan tujuan jangka pendek yaitu agar hambatan mobilitas fisik,
Gangguan komunikasi verbal, Perubahaan proses berfikir terganggu, Risiko
injury, Resiko kerusakan integritas kulit, klien bisa melakukan sesuai
dengan kemampuan klien, dengan cara menghilangkan faktor-faktor yang
diduga sebagai penyebab.

3. Pelaksanaan

Tahap pelaksaanaan adalah tindak lanjut dari perencanaan


keperawatan. Dalam merawat klien dengan resiko terjadi peningktan TIK
seharusnya klien dilakukan manajemen perbaikan perfusi jaringan serebral
untuk mencegah terjadintya peningkatan TIK.

Pada masalah keperawatan lainnya penyusun melakukan intervensi


dimana klien diberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhannya secara
mandiri dan perawaaat memberikan bantuan sesuai dengan tingkat
ketergantungan klien.

4. Evaluasi

Pada saat melakukan evaluasi akhir, dari enam masalah yang diangkat
semua masalah belum teratasi.

88
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai awitan tiba-tiba ,


berlangsung lebih dari 24 jm, dan disebabkan penyakit serebrovaskular.
Stroke terjadi saat terdapat gangguan aliran darah kebagian otak. Aliran
darah terganggu karena adanya sumbatan penbuluh darah, karena trombus
atau embolus, atau ruptur pembeuluh darah. Dari klasifikasi stroke dibagi
menjadi dua, yang pertama Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini
terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic
terbagi menjadi dua yaitu : stroke trombotik, yang disebabkan oleh
thrombus dan stroke embolik, yang disebabkan oleh embolus. Perdarahan
(Stroke Hemoragi). Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan
darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang
menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya
konstan.

B. SARAN

Supaya lebih dapat mengaplikasikan teori asuhan keperawatan pada


gangguan persarafan.

89
DAFTAR PUSTAKA

Black And Hawks, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.


Salemba Medika.

Morton, et al, 2011. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik.


Jakarta. EGC.

Price and wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta. EGC.

Brunner and Sudart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.

Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta. Nuha


Medika.

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternnitas,


Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Jogjakarta. Nuha Medika.

Bulechek, et al, 2013. Nursing Interventions Classification.


Singapura. Elsevier.

Info DATIN, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan.


2014.

Riskesda, kementrian Kesehatan. 2013.

Kozier,et al. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC.

Heidy Patricia, Mieke A.H.N. Kembuan. 2015. Karakteristik


Penderita Stroke Iskemik Yang Di Rawat Inap DI RSUP Prof.
DR. R. Kandou Manado Tahun 2012-2013. Jurnal e-Clinic
(eCI), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015. Diakses 16 April
2018. http://www.ejournal.unsrat.ac.id.

Rahayu sri, Wasito utomo, sri utami. 2014. Hubungan Frekuensi


Stroke Dengan Fungsi Kognitif di RSUD Arifin Achmad. JOM

90
PSIK.vol.1No.2.Oktober 2014. http://jom.unri.ac.id. Di akses 02
April 2018.

G.Y.C.R Kabi, Rizal Tumewah, Mieke A.H.N. Kembuan. 2015.


Gambaran Faktor Risiko Pada Penderita Stroke Iskemik Yang Di
Rawat Inap Neurologi RSUP Prof. DR. RD Kandou Manado
perode Juli 2012-uni 2013. Diakses 02 April 2018.
http://www.usrat.ac.id.

IF Simargolang. 2015. Karakteristik Penderita Stroke Iskemik


Dengan Infark yang Rawat Inap di RSUP Haji adam Malik
Medan Tahin 2012. Diakses 02 April 2018. http://www.usu.ac.id

91

Anda mungkin juga menyukai