Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA USIA 76 TAHUN DENGAN

HIPERTENSI URGENSI DAN GASTRITIS AKUT

KEPANITERAAN KLINIK KOMPREHENSIF

PUSKESMAS SEDAN

REMBANG

2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. P
Umur/tanggal lahir : 76 tahun, 07 Juni 1941
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Mojosari, Rembang
Pendidikan : Tamat SD
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk Rawat Inap : 5 September 2017

2.2 DATA DASAR

ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien, dan alloanamnesis dengan
anak pasien di IGD Puskesmas Sedan pukul 08.00 WIB
a. Keluhan Utama
Nyeri kepala bagian belakang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
±4 jam SMRS pasien mengeluh nyeri kepala bagian belakang. Nyeri
dirasakan seperti diikat pada bagian leher/tengkuk, dirasakan terus menerus. Nyeri
bertambah berat jika beraktivitas. Nyeri berkurang dengan istirahat. Selain nyeri
kepala pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual-muntah setiap makan dan
minum, isi muntahan sama seperti yang dimakan-minum, darah (-), volume ±
setengah gelas belimbing. Demam (-), nyeri kepala sebelah (-), nyeri kepala yang
menjalar ke bahu (-), silau (-), takut pada kebisingan (-), sesak (-), nyeri dada yang
menjalar ke punggung (-), bengkak kedua tungkai (-). BAK dan BAB dalam batas
normal. Pasien kemudian dibawa ke IGD Puskesmas Sedan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
- Riwayat mengalami sakit lambung (+)

2
- Riwayat sakit jantung disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat sakit kuning disangkal
- Riwayat trauma disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit jantung pada keluarga tidak diketahui
- Riwayat DM pada keluarga tidak diketahui
- Riwayat hipertensi pada keluarga tidak diketahui
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang petani memiliki 2 orang anak yang sudah mandiri.
Suami pasien sudah meninggal. Pasien tinggal bersama keluarga anaknya yang
seorang petani juga. Pembiayaan perawatan selama sakit menggunakan BPJS PBI.
Kesan: sosial ekonomi kurang

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 5 September 2017 pukul 08.30 WIB
di IGD Puskesmas Sedan.
Seorang wanita, usia 76 tahun, BB = 60 kg, TB = 157 cm.
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 220/110 mmHg diukur di lengan kanan dengan posisi
terlentang
Nadi : 78 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit, retraksi dada (-)
Suhu : 36.2°C aksiler
Kepala : Mesosefal, rambut rontok (-)
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge (-), epistaksis (-)
Telinga : Discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-) mukosa pucat (-)

3
Leher : Pembesaran nnll (-), deviasi trakea (-), JVP meningkat (-)
Kulit : Kering (-), sianosis (-)
Dinding dada : Deformitas (-), retraksi (-), venektasi (-), retraksi otot nafas (-) Spider
nevi (-)
Paru depan
 Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis
 Palpasi : Ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus kanan = kiri, tidak ada
nyeri tekan
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
 Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-/-)
Paru belakang
 Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis
 Palpasi : Ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus kanan = kiri, tidak ada
nyeri tekan
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru, peranjakan diafragma 5 cm
 Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-/-)

Cor
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral LMCS kuat angkat (-), melebar
(-), pulsasi parasternal (-), sternal lift (-)
 Perkusi
o Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
o Batas kanan : Linea parasternal dekstra
o Batas kiri : Sesuai ictus
o Pinggang jantung : Mendatar
o Auskultasi : gallop (-), bising (-)

4
Abdomen
 Inspeksi : Datar, caput medusa (-), massa (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani, area Traube timpani, pekak sisi (+) normal, nyeri ketok
(-) liver span 7 cm
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium, hepar serta lien tidak
teraba, massa (-)

Ekstremitas
Temuan Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capilary refill <2"/<2" <2"/2"
Pitting edema -/- -/-
Palma eritema -/- -

2.4 DAFTAR MASALAH


No Masalah aktif Tanggal No Masalah pasif Tanggal
1. Nyeri Kepala 05/09/2017
2. Muntah 05/09/2017
3. Mual 05/09/2017
4. Nyeri Ulu Hati 05/09/2017
5. Hipertensi (220/110) 05/09/2017

2.5 ASSESSMENT
1. Hipertensi Urgensi
2. Gastritis

5
2.6 INITIAL PLAN
1. Assesment : Hipertensi Urgensi
DD/ HT Emergensi
Initial Dx : Subjektif : -

Objektif : EKG

Initial Rx : PO : Captopril 3x25 mg


Initial Mx :
- Pengawasan kesadaran, keadaan umum dan tanda vital
- Pengawasan tanda-tanda defisit neurologis
Initial Ex :
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa pasien memiliki penyakit
tekanan darah tinggi, penyakit pasien ini dapat menyebabkan berbagai
komplikasi misalnya ke otak, jantung, ginjal.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien perlu beristirahat dan
dilakukan pemantauan tekanan darah dalam 24 jam.

2. Assesment : Gastritis
DD/ GEA
Initial Dx : Subjektif : -

Objektif :-

Initial Rx : - Inf. Ringer Laktat 20 tpm


- Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
PO : Antasida 3x1 mg (dikunyah, sebelum makan)
Initial Mx :
- Pengawasan keadaan umum dan tanda vital
- Pengawasan keluhan mual muntah, tanda-tanda dehidrasi, intake
Initial Ex :
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa pasien memiliki sakit iritasi
lambung.

6
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien perlu makan teratur dan
menghindari makan makanan yang asam, pedas, kopi, penggunaan obat-obatan
yang mengiritasi lambung.
LAPORAN KEMAJUAN PASIEN

Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi


6/9/2017 S: batuk (+) baru pagi ini, dahak (-), P: Captopril 2x25mg
nyeri belakang kepala (+) berkurang, Antasid 3x1tab
mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), Inj. Ranitidin 2x1amp
lemah separuh tubuh (-), nyeri dada (-),
BAK dbn
O: KU: Baik, Composmentis
TD: 150/80 mmHg
N: 80 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,3 ͦ C
Mata: CA -/- Ikterik -/-
Kulit: turgor dbn
Cor: konfigurasi jantung dbn,
BJ I- II murni reguler
Pulmo: simetris statis dinamis,
SD V +/+ ST -/-
Abdomen: datar, supel, BU (+) N
Timpani, nyeri tekan (-)
Extremitas: bengkak (-)
A: Hipertensi stage I
post hipertensi urgensi dengan
gastritis
7/9/2017 S: batuk (-) nyeri belakang kepala (-), P: Usul BLPL
mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), Captopril 2x 25mg
lemah separuh tubuh (-), nyeri dada (-), Antasid 3x1 tab
BAK dbn Ranitidin 2x1 tab
O: KU: Baik, Composmentis

7
TD: 130/90 mmHg
N: 82 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,4 ͦ C
Mata: CA -/- Ikterik -/-
Kulit: turgor dbn
Cor: konfigurasi jantung dbn,
BJ I- II murni reguler
Pulmo: simetris statis dinamis,
SD V +/+ ST -/-
Abdomen: datar, supel, BU (+) N
Timpani, nyeri tekan (-)
Extremitas: bengkak (-)
A: Hipertensi stage I
post hipertensi urgensi dengan
gastritis

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIPERTENSI
2.1.1 DEFINISI
Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan tekanan darah dalam arteri
dengan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih atau sama sdengan 140 dan
90mmHg. Krisis hipertensi ialah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan
karena tekanan darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolic 140mmHg
atau lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud target
organ disini ialah: otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah.
Batas tekanan darah untuk timbulnya krisis hipertensi, bisa lebih rendah dari
140 mmHg, misalnya 130 atau 120 mmHg. Hal ini terutama tergantung dari
cepatnya kenaikan tekanan darah.
Menurut tingkat kegawatannya, krisis hipertensi dibagi menjadi :
a) Hipertensi gawat (hpertensive emergency).
Hipertensi gawat ialah keadaan klinik yang memerlukan penurunan
tekanan darah dalam waktu kurang dari satu jam.
b) Hipertensi darurat (hypertensive urgency)
Hipertensi darurat ialah keadaan klinik yang memerlukan penurunan
tekanan darah dalam beberapa jam.

2.1.2 ETIOLOGI
1. Primer Hipertensi (idiopatik)
2. Hipertensi Sekunder
a) Peningkatan kardiac output ( peningkatan sekunder dalam tahanan
pembuluh darah )
 Uremia dengan cairan overload
 Akut renal disease ( glomerulonefritis, krisis skleroderma )
 Peningkatan Hyperaldosteronprime
b) Peningkatan resistensi pembuluh darah
 Renovaskular hipertensi ( renal artery stenosis )
 Pheochromosytoma

9
 Obat – obatan ( kokain, makanan, atau obat yang berinteraksi
dengan monoamine oxidase inhibitors )
 Cerebro – vascular ( infark, intracranial atau subarchnoid
hemorragi)

2.1.3 FAKTOR RESIKO


Faktor Risiko yang Mendorong Timbulnya Kenaikan Tekanan Darah :
a. Faktor risiko spt: diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok,
genetis
b. Sistem saraf simpatis: tonus simpatis dan variasi diurnal
c. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos
dan interstisium juga memberikan konstribusi akhir
d. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin,aldosteron

Gambar 1. Faktor yang berpengaruh terhadap pengendalian tekanan darah

10
2.1.4 KLASIFIKASI HIPERTENSI
2.1.4.1 Menurut Tekanan Darah

Gambar 2. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC-7

Gambar 3. Klasifikasi menurut kriteria orang dewasa

2.1.4.2 Menurut Tingkat Kegawat Daruratan

a) Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan
tekanan darah yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan
terget organ dan memerlukan penanganan segera untuk mencegah
kerusakan atau keparahan target organ. The Fifth Report of the Joint

11
National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis hipertensi ini menjadi 2
golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat) dan Hipertensi urgensi
(mendesak). Kedua hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang
tinggi, yaitu ≥180 mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan
target organ pada hipertensi.
Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari
tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang
sangat pada seorang penderita dianggap sebagai suatu keadaan
emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem
syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. Hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan
keduanya berbeda.
a. Hipertensi emergensi (darurat)
Ditandai dengan TD Diastolik >120 mmHg, disertai
kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau
lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan
menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus
diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.
Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU) .
Penanggulangan hipertensi emergensi :
Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat
antihipertensi parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah
menurunkan tekanan darah ≤ 140/90 mmHg, tetapi menurunkan
tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 % dalam kurun waktu
kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil, tekanan
darah dapat diturunkan sampai 160 mmHg/100-110 mmHg dalam
waktu 2-6 jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat
diturunkan sampai tekanan darah sasaran (<140 mmHg atau < 130
mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) setelah 24-
48 jam.

12
b. Hipertensi urgensi (mendesak)
Hipertensi mendesak ditandai dengan TD diastolik >120 mmHg
dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ
sasaran. TD harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai
batas yang aman memerlukan terapi oral hipertensi.
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di
rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang
tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila
tekanan darah tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai
pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral antihipertensi
dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup
memuaskan.
Penanggulangan hipertensi urgensi :
Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak
dilakukan dengan menggunakan atau menambahkan antihipertensi
lain atau meningkatkan dosis antihipertensi yang digunakan, dimana
hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah secara bertahap.
Penurunan tekanan darah yang sangat cepat menuju tekanan darah
sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada penderita diabetes
dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan
autoregulasi aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi
pada tekanan yang lebih tinggi pada orang dengan tekanan darah
normal, sehingga penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat
menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident, infark miokard
dan gagal ginjal akut.

2.1.5 Faktor Risiko Krisis Hipertensi


 Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
 Kehamilan
 Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
 Pengguna NAPZA
 Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)

13
2.1.6 Gambaran Klinis Krisis Hipertensi
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung
dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat,
gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada
gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan
tekanan darah umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada
table 1.

Tabel 1. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat


Tekanan Funduskop Status Jantung Ginjal Gastrointe
darah i neurologi stinal
> 220/140 Perdarahan Sakit kepala, Denyut Uremia, Mual,
mmHg , eksudat, kacau, jelas, proteinuri muntah
edema gangguan membesar, a
papilla kesadaran, dekompens
kejang. asi, oliguria
Roesma J. Krisis hipertensi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid I. Jakarta
: Buku Kedokteran EGC, 2006. 616-617.

2.1.7 Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah
dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
A. Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :
a. Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.
b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c. Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.

14
d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
e. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
f. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru,
nyeri dada ).
g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan,
mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung
kongestif, diseksi aorta ). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi
untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan
ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta
lain seperti penyakit jantung koroner.
C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula
darah dan elektrolit.
 Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak
 Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,
ekokardiogram, ultrasonogram.

2.1.8 Penatalaksanaan Krisis Hipertensi


Penatalaksanaan krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit,
namun dapat dilaksanakan di tempat pelayanan primer sebagai pelayanan
pendahuluan dengan pemberian obat anti hipertensi oral. Penatalaksanaan krisis
hipertensi berdasarkan penilian awal dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi
Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat

Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)

15
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sering sesak napas nokturia, dysarthria,
kali tanpa gejala kelemahan, kesadaran
menurun
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
kerusakan organ target; muncul klinis insufisiensi ginjal, iskemia
target, tidak ada penyakit jantung
penyakit kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, naikkan pendek obat IV
dosis
Rencana Periksa ulang Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU
dalam 3 hari 24 jam

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak
(urgency) dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3: Obat hipertensi oral
Obat Dosis Efek / Lama Kerja Perhatian khusus

Captopril 12,5 - 25 mg PO; 15-30 min/6-8 jam ; Hipotensi, gagal ginjal,


ulangi per 30 min ; SL 10-20 min/2-6 jam stenosis arteri renalis
SL, 25 mg
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 jam Hipotensi, mengantuk, mulut
ulangi per jam kering
Propanolol 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
ulangi setiap 30 min jantung, hipotensi ortostatik
Nifedipine 5 - 10 mg PO; 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi,
ulangi setiap 15 gangguan koroner
menit
SL, Sublingual. PO, Peroral

16
Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk
pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4: Obat hipertensi parenteral
Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / kg / langsung/2-3 Mual, muntah, penggunaan jangka
nitroprusside menit sebagai menit setelah panjang dapat menyebabkan
infus IV infus keracunan tiosianat,
methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 mg 2-5 min /5-10 Sakit kepala, takikardia, muntah, ,
sebagai infus IV min methemoglobinemia; membutuhkan
sistem pengiriman khusus karena
obat mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam 1-5 min/15-30 Takikardi, mual, muntah, sakit
sebagai infus IV min kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp 30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan gangguan
per 250 cc jam koroner
Glukosa 5%
mikrodrip
5-15 ug/kg/menit 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit
Diltiazem sebagi infus IV 30 min kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi


emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang
tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan
komplikasi dapat dilihat pada tabel 5.

17
Tabel 5: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah

Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera


mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan
nicardipine iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2 jam
labetalol
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam
labetalol
Kelebihan katekolamin Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi ensefalopati Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam
hemorrhage nicardipine
Stroke Iskemik nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

2.1.9 KOMPLIKASI
1. Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan
transient iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi
merupakan stroke iskemik,yang disebabkan karena trombosis intra-arterial
atau embolisasi dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh
pendarahan (haemorrhage), yang juga berhubungan dengan nilai tekanan
darah yang sangat tinggi. Penderita hipertensi yang berusia lanjut cenderung
menderita stroke dan pada beberapa episode menderita iskemia serebral yang
mengakibatkan hilangnya fungsi intelektual secara progresif dan dementia.
Studi populasi menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg
menurunkan resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko
terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian

18
mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada
hubungan antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah
ini menunjukan adanya faktor-faktor resiko lain yang dapat menyebabkan
penyakit jantung koroner. Meskipun demikian, suatu percobaan klinis yang
melibatkan sejumlah
3. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan
bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih
besar untuk menderita gagal jantung daripada penderita tanpa riwayat
hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi,
meskipun tidak dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal jantung, namun
dapat menunda terjadinya gagal jantung selama beberapa decade.
4. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap
peningkatan afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah
yang tinggi. Pada akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen,
dan hal ini bersamaan dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner
yang sering dijumpai pada penderita hipertensi, dapat menyebabkan
terjadinya iskemik miokard. Penderita hipertensi dengan hipertrofi ventrikel
kiri memiliki peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia (fibrilasi atrial
dan aritmia ventrikular) dan penyakit atherosklerosis vaskular (penyakit
koroner dan penyakit arteri perifer)
5. Penyakit vaskular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit vaskular
perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang
diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi
atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat
seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke .
6. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata, yang disebut
retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinal
falmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan
papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg,
kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor
19
dari arteriol-arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan kabur,
dan bukti nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau
kebutaan permanent karena rusaknya retina.
7. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi. Dalam
waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi ginjal,
kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal kecil.
Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis
yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan
kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria.
Proteinuria merupakan faktor resiko bebas untuk kematian akibat semua
penyebab, dan kematian akibat penyakit kardiovaskular. Proteinuria dapat
dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara efektif).

2.2 GASTRITIS
2.2.1 Definisi
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa
gaster. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.Gastritis daalah peradangan lokal atau
penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri. Gastritis akut
adalah inflamasi mukosa lambung, sering diakibatkan dari pola diet yang sembrono.
Sedangkan gastritis kronik adalah inflamasi mukosa lambung yang berkepanjangan
yang disebabkan baik oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh
bakterihelicobacter pylori. Dari keempat definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa gastritis adalah suatu inflamasi atau peradangan yang sering terjadi pada dinding
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal.
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi gastritis:
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis ditemukan sel
inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan
perdarahan. Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu gastritis stres akut,
gastritis erosif kronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe gastritis akut
20
mempunyai gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat
menyebabkan gastritis kronik.
2. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik bervariasi.
Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya
sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung menjadi tipis dan
permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga
perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi.
a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan
dan erosi mukosa;
b. Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada
perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia
pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan
sel chief;
c. Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa
lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.

2.2.3 Etiologi
1. Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis
obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi
dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma
langsung.
Faktor obat-obatan yang menyebabkan gastritis seperti OAINS
(Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid,
Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2-deoxyuridine), Salisilat dan
digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung. Hal tersebut menyebabkan
peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang
bertugas melindungi dinding lambung. Hal tersebut terjadi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol,
seperti whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan
21
mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung
lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal sehingga,
dapat menyebabkan perdarahan.
Penyebab gastritis paling sering yaitu infeksi oleh bakteri H. Pylori,
namun dapat pula diakibatkan oleh bakteri lain seperti H. heilmanii,
Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli,
Tuberculosis dan Secondary syphilis. Gastritis juga dapat disebabkan oleh
infeksi virus seperti Sitomegalovirus. Infeksi jamur seperti Candidiasis,
Histoplasmosis dan Phycomycosis juga termasuk penyebab dari gastritis.
Gatritis dapat terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen
penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke
mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa.
Terjadinya iskemia, akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma
langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan
mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung.
Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan
makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat
dan refluks usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah
termasuk pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pada
produksi mukus dan fungsi sel epitel lambung.
Mekanisme terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres adalah
melalui penurunan produksi mukus pada dinding lambung. Mukus yang
diproduksi di dinding lambung merupakan lapisan pelindung dinding
lambung dari faktor yang dapat merusak dinding lambung antara lain asam
lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori,
OAINS, alkohol dan radikal bebas.
2. Gastritis kronik
Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada dua
predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu
infeksi dan non infeksi.

22
a. Gastritis infeksi
Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori merupakan
penyebab utama dari gastritis kronik. Infeksi Helicobacter pylori sering
terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak
dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi Helicobacter pylori diketahui sebagai
penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi lain yang dapat menyebabkan
gastritis kronis yaitu Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis,
Syphilis,infeksi parasit dan infeksi virus.
b. Gastritis non-infeksi
1) Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding
lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan
mengganggu produksi faktor intrinsik yaitu sebuah zat yang membantu tubuh
mengabsorbsi vitamin B-12. Kekurangan vitamin B-12 akhirnya dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak
dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmue
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
2) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu
kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin.
3) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum
terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari
terapi obat-obatan.
4) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai
penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus,
penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit
granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic
granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid
nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan
kanker lambung.
5) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri
radiasi pada lambung.

23
2.2.4 Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat
jinak dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.
Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat
ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif) pada
mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan
kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin,
asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang bersifat gram-
negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas. Sedangkan sistem pertahanan atau faktor
defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial,
epitelial, dan subepitelial.
Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan
mucus bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai
bahan kimia termasuk ion hidrogen. Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu
sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi
ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel. Lapisan pertahanan
ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting lapis pertahanan ini
ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat.
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein, alkohol
dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering
dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel
lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah
epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS (indomestasin,
ibuprofen, naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim
pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila
alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan
dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah.

2.2.5 Gejala klinis


Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik:
1. Gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah, merupakan
salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna
24
berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia
pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat
riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu.
2. Gastritis kronik
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun. Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan
fisik tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronis yang berkembang secara bertahap
biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain)
pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan
beberapa gigitan.

2.2.6 Diagnosis
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang sering dihubungkan dengan
gastritis yaitu nyeri panas atau pedih pada ulu hati disertai mual dan muntah.
Keluhan tersebut tidak bisa digunakan sebagai indikator dalam evaluasi keberhasilan
terapi dari gastritis. Pemeriksaan fisik juga tidak memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis gastritis. Diagnosis ditegakan berdasarkan
pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan secara
sistematis yang mengharuskan menampilkan topografi. Gambaran endoskopi yang
ditemukan adalah eritema, eksudatif, flat erosison, raised erosion, perdarahan,
edematous rugae. Perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan
morfologi, sering juga menggambarkan proses yang mendasari misalnya autoimun,
atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan yang terjadi yaitu degradasi epitel,
hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limfoid,
atropi, intestinal metaplasia, hiperplasia sel endokrin, dan kerusakan sel epitel.
Pemeriksaan histopatologi juga menyertakan pemeriksaan Helicobacter pylori.

2.2.7 Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus,
perforasi dan anemia.

25
2.2.8 Mekanisme Kerja Obat Gastritis
 Antasida
Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik,
membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin
tidak aktif pada pH lebih tinggi dari empat, maka penggunaan antasida juga dapat
mengurangkan aktivitas pepsin. Obat ini juga memiliki efek pengurangan kolonisasi
H. pylori dan merangsang sintesis prostaglandin.
Ada tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu pertama
secara langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer
terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal mempunyai pH 1−2
dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas. Antasida akan mengurangi
rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan melindungi mukosa lambung
terhadap perusakan oleh pepsin. Zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi
kimia, kemampuan menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya.
Kemampuan untuk menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitasnya
untuk menetralkan HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau
kosong (makanan memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida
bekerja untuk waktu yang lebih lama). Oleh karena hal tersebut efek antasida lebih
baik jika dikonsumsi setelah makan.
Antasida yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan magnesium.
Contoh seperti alumunium hidroksida (biasanya campuran Al(OH)3 dan alumunium
oksidahidrat) atau magnesium hidroksida (MgOH2) baik tunggal ataupun dalam
bentuk kombinasi. Garam kalsium yang dapat merangsang pelepasan gastrin maka
penggunanaan antasida yang mengandung kalsium seperti pada Kalsium bikarbonat
(CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan. Absorbsi natrium bikarbonat
(NaHCO3) secara sistemik dapat menyebabkan alkalosis metabolik sementara. Oleh
karena hal tersebut, antasida tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Dosis antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr. Antasida dapat diminum
saat menjelang tidur, pagi hari dan diantara waktu makan. Obat ini memiliki 2 bentuk
sediaan yaitu antasida DOEN I dan DOEN II. Antasida DOEN I terdiri dari
kombinasi alumunium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg adalah
tablet kunyah, sedangkan antasida DOEN II kombinasi dari alumunium hidroksida
200 mg/5 ml dan magnesium hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi. Golongan

26
obat ini dalam pengkonsumsiannya memang harus dikunyah terlebih dahulu, hal ini
untuk meningkatkan kerja obat dalam menurunkan asam lambung.
Efek samping dari obat antasida bervariasi tergantung zat komposisinya.
Alumunium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan magnesium
hidroksida dapat menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat membantu
menormalkan fungsi usus. Selain menyebabkan alkalosis sistemik, natrium
bikarbonat melepaskan CO2 yang dapat menimbulkan sendawa dan kembung.
 H2 Bloker
Meskipun antagonis histamin reseptor H2 menghambat histamin pada semua
reseptor H2 namun penggunaan klinis utamanya ialah sebagai penghambat sekresi
asam lambung. Penggunaan obat antagonis reseptor H2 digunakan untuk
menghambat sekresi asam lambung yang dikatakan efektif bagi menghambat sekresi
asam nokturnal. Strukturnya homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya secara
kompetitif memblokir perlekatan histamin pada reseptornya sehingga sel parietal
tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi bersifat
reversibel.
Empat macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin dan
nizatidin. Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral,
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan
waktu paruh yang singkat. Ranitidin memiliki masa kerja yang panjang dan lima
sampai sepuluh kali lebih kuat. Efek farmakologi famotidin sama dengan ranitidin,
hanya 20−50 kali lebih kuat dibandingkan dengan simetidin dan 3−20 kali lebih kuat
dibandingkan ranitidin. Efek farmakologi nizatidin sama seperti ranitidin, nizatidin
dieliminasi melalui ginjal dan sedikit yang terjadi metabolisme. Dosis terapeutik
yang digunakan adalah Simetidin 2x400 mg/800 mg malam hari, dosis maintenance
400 mg. Ranitidin 300 mg malam hari, dosis maintenance 150 mg. Nizatidin 1x300
mg malam hari, dosis maintenance 150 mg. Famotidin 1x40 mg malam hari,
Roksatidin 2x75 mg atau 1x150 mg malam hari, dosis maintenance 75 mg malam
hari. Konsumsi obat antagonis reseptor H2 pada malam hari dikarenakan lambung
relatif kosong dan peningkatan pH akan mempercepat penyembuhan penyakit tukak
lambung.
Efek samping simetidin biasanya ringan dan hanya terjadi pada sebagian
kecil pasien saja sehingga tidak memerlukan penghentian pengobatan. Efek samping
yang sering terjadi adalah sakit kepala, pusing, diare dan nyeri otot. Efek samping
27
saraf pusat seperti bingung dan halusinasi terjadi pada lanjut usia. Simetidin
memiliki efek endokrin karena obat ini bekerja sebagai antiandrogen nonsteroid.
Efek ini berupa ginekomastia, galaktorea dan penurunan jumlah sperma.
 Proton Pump Inhibitor
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+H+ATPase (pompa
proton) yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI
mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan
pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas faktor agresif pepsin
dengan pH >4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regimen triple drugs.
Pada dosis standar baik lansoprazol atau omeprazol menghambat sekresi
asam lambung basal dan sekresi karena rangsangan lebih dari 90%. Penekanan asam
dimulai 1−2 jam setelah dosis pertama lansoprazol dan lebih cepat dengan
omeprazol. Penelitian klinis sampai saat ini menunjukkan bahwa lansoprazol dan
omeprazol lebih efektif untuk jangka pendek dibandingkan dengan antagonis H2.
Omeprazol digunakan dengan berhasil bersama obat-obat anti mikroba untuk
mengeradikasi kuman H. pylori. Omeprazol dan lansoprazol berupa tablet salut
enterik untuk melindunginya dari aktivasi prematur oleh asam lambung. Setelah
diabsorbsi dalam duodenum, obat ini akan dibawa ke kanalikulus dari sel perital
asam dan akan diubah menjadi dalam bentuk aktif. Metabolit obat ini diekskresikan
dalam urin dan feses. Dosis omeprazol 2x20 mg atau 1x40 mg,
lansprazol/pantoprazol 2x40 mg atau 1x60 mg. Sediaan omeprazol adalah kapsul.
Saat mengonsumsi omeprazol, kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak
dibuka, dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan. Minum
obat 30-60 menit sebelum makan, sebaiknya pagi hari.
Efek samping omeprazol dan lansoprazol biasanya dapat diterima baik oleh
tubuh. Namun dalam penggunaan jangka panjang, obat tersebut dapat meningkatkan
insidensi tumor karsinoid lambung yang kemungkinan berhubungan dengan efek
hiperklorhidria yang berkepanjangan dan hipergastrinemia sekunder.

28
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri kepala bagian belakang yang seperti
diikat, tengkuk/leher kencang. Nyeri dirasakan sejak ± 4 jam SMRS, terus menerus, memberat
dengan beraktivitas, dan berkurang dengan istirahat. Selain nyeri kepala, pasien juga mengeluh
nyeri ulu hati, mual, muntah setiap kali makan dan minum, isi muntahan sama seperti apa yang
dimakan dan diminum, kurang lebih setengah gelas belimbing. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan tekanan darah pasien 220/110. Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya yang
tidak pernah dikontrol dengan obat. Dan juga memiliki riwayat sakit lambung. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan tersebut, maka pasien didiagnosa dengan hipertensi urgensi dan
gastritis. Hipertensi urgensi sendiri yaitu suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak dengan sistole ≥180 mmHg dan atau diastole ≥120 mmHg tanpa disertai kerusakan
organ target. Sedangkan diagnosa gastritis akut ditegakkan karena pasien mengeluhkan adanya
nyeri ulu hati, mual dan muntah, serta adanya riwayat mengalami gastritis sebelumnya.
Berdasakan teori, tatalaksana krisis hipertensi urgensi yaitu menurunkan tekanan darah secara
bertahap dalam waktu 24-48 jam dengan menggunakan obat oral antihipertensi. Maka pada
kasus ini terapi sudah sesuai yaitu dengan pemberian captopril 3x25mg yang kemudian
diturunkan menjadi 2x25mg untuk mempertahankan tekanan darah. Tatalaksana gastritis akut
yang diberikan juga sudah sesuai yaitu dengan pemberian injeksi ranitidin 3x1 ampul dan
antasid 3x1 tab sebelum makan untuk mengurangi dan menetralkan asam lambung. Dalam
perkembangan kemajuan pasien, tekanan darah pasien turun bertahap menjadi 150/80 mmHg
lalu menjadi 130/90 mmHg dan keluhan nyeri ulu hati serta mual muntah nya sudah hilang
sehingga pasien diijinkan pulang dengan tetap melanjutkan pengobatan hipertensi dengan
captopril 2x25mg untuk mempertahankan tekanan darahnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2001.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindroma Koroner Akut Edisi Ketiga. Jakarta: PERKI
4. Roesma J. Krisis hipertensi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid I.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2006. 616-617.
5. Hadi, Soeparman. (1999). Ilmu Penyakit Dalam, jilid kedua. Depok: Balai Pustaka
FKUI.
6. Price, Sylvia A, dkk. ( 2005). Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit”,
Edisi 6 Vol I. Jakarta: EGC
7. Mayza A, dkk. Krisis Hipertensi. Jakarta: InaSH; 2008

30

Anda mungkin juga menyukai