Anda di halaman 1dari 1

Muhammad Yunus

Pria 71 tahun asal Bangladesh ini sukses mengembangkan kredit mikro, pinjaman skala
kecil bagi para pengusaha miskin yang tidak mampu mendapat kredit dari bank umum. Ia
mengimplementasikan ide tersebut dengan mendirikan bank rakyat bernama Grameen Bank.
Salah satu program terobosan Grameen Bank yang cukup unik dan luar biasa adalah:
pada tahun 1997, ia memberikan pinjaman sebesar US$ 147.000 kepada 40.000 orang
pengemis di Bangladesh. Para pengemis ini diminta untuk melakukan usaha yang dapat
dilakukan sambil mengemis, seperti membuat anyaman, sulaman, berjualan korek api dan
juga permen. Grameen Bank memberikan lencana nasabah. Hasilnya, di tahun 2005 tercatat
setidaknya 7.843 orang berhenti mengemis. Alasannya, mereka malu mengemis karena
mempunyai lencana yang membangkitkan harga diri dan mempunyai lapangan usaha baru
dari modal yang diberikan Grameenn Bank.

Sofyan Tan
Pria asal Medan, Sumatera Utara ini masih merasakan ada jurang pemisah yang cukup
besar antar etnis dan agama di Indonesia. Karenanya, ia mendirikan sekolah multikultural di
bawah Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda (YPSIM). Di sekolah tersebut, para siswa
dibiasakan dengan kemajemukan. Ia membangun semua tempat ibadah di sekolah tersebut.
Menjelang perayaan hari raya suatu agama, para siswa juga dibiasakan untuk berpartisipasi
mendukung, misalnya dengan ikut mendekor ruang kelas.
Selain sekolah, pria yang mendapat penghargaan sebagai tokoh Social Entrepreneur
2011 dari sebuah surat kabar nasional ini juga mendirikan Waroeng Pintar yang berfungsi
sebagai wadah interaksi warga Medan dan memfasilitasinya dengan berbagai macam buku.
Tujuan didirikannya Waroeng Pintar ini adalah untuk menjembatani berbagai perbedaaan di
Medan.

Santoso
Seorang wartawan yang juga menjadi social entrepreneur. Ia mendapatkan penghargaan
dari Ernst Young untuk kategori social entrepreneur pada tahun 2010 lalu.
Ia membangun radio KBR68H untuk menyediakan informasi yang baik pada
masyarakat Indonesia melalui radio. Dengan mengedepankan program-program jurnalistik
seperti berita, talk show, dan lain-lain.
Santoso menjelaskan latar belakang lahirnya stasiun radio ini adalah karena melihat
kekosongan yang terjadi pada pemberitaan melalui radio paska reformasi 1998. Saat era
Orde Baru memang siaran berita melalui radio sangat dibatasi dan hanya RRI (Radio
Republik Indonesia) saja yang boleh direlay oleh stasiun radio swasta. Namun ketika sudah
reformasi dan adanya kebebasan dan keterbukaan informasi, momentum inilah yang ia
jadikan awal untuk membuat program berita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai