Anda di halaman 1dari 57

FILOGENETIK MOLEKULER

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evolusi Molekuler


yang Dibina oleh Prof. Dr. agr. Moh. Amin, S.Pd., M.Si.

Oleh:
Kelompok II/ Kelas B
Laras Dwi Wulansari 160341801528
Mustika Ayu Wulansari 160341801111
Sulfiani Ariyanti 160341801072

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
Maret 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Filogenetik
Molekuler”, dapat diselesaikan dengan baik.

Disadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak mengalami kendala,
namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah
SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu
pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. agr. Moh. Amin, S.Pd., M.Si., sebagai Dosen Pengampu mata kuliah
Evolusi Molekuler;
2. Teman-teman Kelas B Pendidikan Biologi Pascasarjana angkatan 2016 yang
telah memberikan motivasi dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari jika dalam penulisan makalah ini masih mengalami
kekurangan maupun kesalahan. Kritik dan saran yang membangun tetap penulis
harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Malang, Maret 2017

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evolusi merupakan bidang kajian yang menimbulkan pro dan kontra. Bukti dan
petunjuk evolusi memberi gambaran bagaiamana kehidupan pada masa lampau serta
memberi gambaran mengenai karaktersitik mahkluk hidup pada masa lampau.
Berdasarkan bukti dan petunjuk tersebut dapat diketahui keanekaragaman makhluk
hidup dari jaman ke jaman. Punahnya makhluk hidup jaman dahulu bisa diakibatkan
oleh proses seleksi alam, individu yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan
maka akan punah dan tidak menghasilkan keturunan.
Filogenetik molekuler adalah ilmu yang mempelajari hubungan evolusioner
antara organisme dengan menggunakan data molekuler seperti sekuens DNA dan
protein, sisipan dari unsur berpindah, atau penanda molekuler lainnya. Ini adalah salah
satu daerah evolusi molekuler yang telah menghasilkan banyak minat dalam beberapa
tahun terakhir, terutama karena dalam banyak kasus hubungan filogenetik sulit untuk
menilai cara lain. Tujuan dari penelitian filogenetik adalah untuk merekonstruksi
hubungan silsilah yang benar antara entitas biologis, untuk memperkirakan waktu
divergensi antara organisme (yaitu, waktu sejak terakhir memiliki nenek moyang
bersama), dan untuk mencatat urutan peristiwa di sepanjang garis keturunan evolusi.
Pada makalah ini, kami menyajikan sejumlah contoh di mana pendekatan
molekuler telah mampu memberikan resolusi yang lebih jelas dari masalah filogenetik
lama daripada yang mungkin dengan pendekatan nonmolecular.

A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana terminology dalam filogenetik?
2. Bagaimana merekonstruksi pohon filogenetik dari data molekuler?
3. Bagaimana masalah teoritis yang terkait dengan rekonstruksi filogenetik
molekuler?
B. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui terminology dalam filogenetik.
2. Untuk mengetahui merekonstruksi pohon filogenetik dari data molekuler.
3. Untuk mengetahui teoritis yang terkait dengan rekonstruksi filogenetik
molekuler.

BAB II
PEMBAHASAN
Molecular Phylogenetics
Molecular filogenetik merupakan suatu studi tentang hubungan evolusioner
antaraorganisme dengan menggunakan data molekuler seperti sekuens DNA dan
protein, sisipan dari unsur yang berpindah, atau penanda molekuler lainnya. Molekuler
filogenetik merupakan suatu satu bidang evolusi molekuler. Tujuan dari penelitian
filogenetik yang untuk merekonstruksi ikatan gen yang terdapat antara entitas biologis,
untuk memperkirakan waktu perbedaan antara organisme (yaitu, waktu yang mana sejak
awal hingga terakhir dari berbagai nenek moyang), dan untuk mencatat urutan kejadian
berdasarkan garis keturunan evolusi.

A. DAMPAK MOLEKUL DATA PADA STUDI FILOGENETIK

Kajian tentang molekuler filogeni dimulai sebelum pergantian abad, bahkan


sebelum hukum Mendel ditemukan pada tahun 1900. Studi immunochemical
menunjukkan bahwa serologis lintas reaksi yang kuat antar organisme ada yang terkait
erat dan ada juga yang tidak terkait. Temuan implikasi evolusi ini digunakan oleh
Nuttall (1902, 1904) untuk menyimpulkan filogenetik hubungan antara berbagai
kelompok hewan, seperti eutherians (plasentamamalia), primata, dan artiodactyls
(evenhoofedungulates).
Sejak akhir 1950-an, berbagai teknik telah dikembangkan di biologi molekul,
dan mulai ekstensif menggunakan data penelitian molekuler filogenetik. Secara khusus,
studi filogeni molekuler berkembang sangat pesat dalam tahun 1960-an dan 1970-an
sebagai akibat dari perkembangan metodologi sequencing protein. Metode ini lebih
murah seperti elektroforesis protein, hibridisasi DNA dan metodologi metode
imunologi, walaupun kurang akurat daripada sekuensing protein, yang secara luas
digunakan untuk mempelajari hubungan filogenetik di antara populasi atau terkait erat
antar spesies (Goodman 1962; Nei 1975; Ayala 1976; . Wilson, et al., 1977). Penerapan
metode ini juga mendorong pengembangan langkah-langkah dari genetik dan metode
pohon (misalnya, Fitch dan Margoliash 1967;Nei 1975; Felsenstein 1988; Miyamoto
dan Cracraft 1991; Swofford, et al., 1996).
Akumulasi cepat dari data sekuen DNA sejak 1970-an memiliki dampak yang
besar pada molekluer filogeni. Data sekuen DNA lebih berlimpah dan lebih mudah
untuk menganalisis data sekuens protein data. Munculnya berbagai teknik molekuler,
khususnya polymerase chain reaction (PCR), menyebabkan akumulasi cepat urutan
Data DNA dan telah menghasilkan tingkat molekuler filogenetik. Data ini telah banyak
digunakan untuk menyimpulkan hubungan filogenetik di antara populasi atau spesies,
seperti hubungan antara populasi manusia (Cann, et al., 1987; Waspada, et al., 1991;
Hedges, et al., 1992; Templeton 1992; Horai, et al., 1993; Torroni, et al., 1993; Bailliet,
et al., 1994) atau hubungan antara kera, dan di sisi lain, mereka digunakan untuk
mempelajari evolusi, seperti asal-usul mitokondria dan kloroplas dan divergensi filum
dan kerajaan. Di masa depan, urutan DNA cenderung untuk digunakan menyelesaikan
banyak masalah terkait dengan filogenetik, seperti hubungan evolusioner antara bakteri
dan eukariota uniseluler.
Terdapat beberapa alasan mengapa data molekuler, terutama urutan data DNA
dan Asam amino, jauh lebih cocok untuk studi evolusi daripada data morfologi dan
fisiologis. Pertama, DNA dan urutan protein urutan yang ketat diwariskan. Hal ini
mungkin tidak berlaku untuk sifat morfologi secara umum. Kedua, deskripsi karakter
molekuler. Dengan demikian, asam amino ketiga di preproinsulin kelinci (Oryctolagus
cuniculus) diidentifikasi sebagai serin, dan posisi homolog di preproinsulin dari hamster
emas (Mesocricetus auratus) sebagai leusin. Sebaliknya, deskripsi morfologi sering
mengandung arti ambigu. Ketiga, sifat-sifat molekul umumnya berevolusi dalam cara
yang jauh lebih teratur daripada morfologi dan fisiologis dan karena itu dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan antara organisme. Keempat,
data molekuler sering lebih tepat daripada data morfologi. Teori matematika dan
statistik telah dikembangkan untuk analisis kuantitatif sekuens data DNA, sedangkan
penelitian morfologi mempertahankan argumentasi kualitatif. Kelima, penilaian
homologi lebih mudah dengan data molekuler daripada dengan ciri-ciri morfologi.
Keenam, beberapa data molekuler dapat digunakan untuk menilai hubungan evolusioner
antara yang berkerabat jauh pada suatu organisme. Akhirnya, data molekul jauh lebih
banyak daripada data morfologi. Kelimpahan ini sangat berguna ketika menggunakan
organisme bakteri organisme seperti bakteri, alga, dan protozoa, yang hanya memiliki
hanya sejumlah morfologi morfologi atau karakter fisiologis yang dapat digunakan
untuk studi filogenetik.
B. ISTILAH POHON FILOGENETIK
Dalam studi filogenetik, hubungan evolusioner antara kelompok organisme
diilustrasikan dengan menggunakan pohon filogenetik (atau dendrogram).
Pohon filogenetik adalah grafik yang terdiri dari nodes dan cabang, di mana hanya
salah satu cabang menghubungkan dua nodes yang berdekatan (Gambar 5.1). Gland
mewakili unit taksonomi. Unit taksonomi diwakili oleh nodes, yang terdapat di nodes
dapat berupa spesies (atau taksa yang lebih tinggi), populasi, individu, atau gen.
Cabang-cabang mendefinisikan hubungan antara unit taksonomi dalam hal keturunan
dan pola keturunan. Pola percabangan pohon disebut topologi.
Kami membedakan antara terminal dan internal pada nodes, dan antara cabang
eksternal dan cabang internal. Misalnya, pada Gambar 5.1 nodes A, B, C, D, dan E
adalah terminal, sedangkan semua yang lain internal.

Gambar 5.1 Pohon filogenetik yang menggambarkan hubungan evolusioner


antara lima OTUs (A-E). lingkaran padat dan putih menunjukkan terminal
maupun internal nodes masing-masing. garis solid dan putus-putus menunjukkan
cabang terminal dan internal, masing-masing nodes internal (F-H) mewakili
HTUs. Menunjukkan akar.
Cabang AF, BF, CG, DG, dan El pada Gambar 5.1 adalah eksternal. Terminal
nodes, mewakili unit taksonomi yang masih ada di bawah perbandingan, yang disebut
sebagai operasional unit taksonomi (OTUs). Internal nodes mewakili simpul unit
leluhur, dan karena tidak memiliki data empiris yang berkaitan dengan taksa ini,
kadang-kadang disebut unit taksonomi sebagai hipotesis (OTUs).
Sebuah simpul bifurcating jika hanya memiliki dua garis keturunan langsung, tapi
multifurcating jika memiliki lebih dari dua garis keturunan langsung. Di pohon
bifurcating, setiap nodes internal terdiri dari tiga cabang, dua berasal dan satu leluhur.
Dalam studi evolusi kita asumsikan bahwa proses spesiasi biasanya satu biner, yaitu,
bahwa hasil spesiasi dalam pembentukan tidak lebih dari dua spesies dari satu leluhur.
Dengan demikian, representasi umum dari filogeni pohon, di mana setiap takson leluhur
terbagi menjadi dua taksa keturunan. Kemungkinan interpretasi untuk multifurcation
(atau polytomy) di pohon: baik itu merupakan urutan yang benar dari suatu peristiwa,
dimana suatu takson leluhur memunculkan tiga atau lebih keturunan taksa secara
bersamaan. Berikut ini, kita asumsikan bahwa spesiasi selalu merupakan proses
bifurkasi, dan multifurcating pohon akan hanya bisa digunakan untuk kasus-kasus di
mana urutan temporal yang tepat dari beberapa bifurcations tidak dapat ditentukan
dengan jelas.

Gambar 5.2 Berakar (dan unrooted (b) pohon. Panah menunjukkan jalan yang
unik dari akar ke OTUD.
Pohon Berakar dan Pohon Tidak Berakar
Pohon dapat berakar atau tidak berakar. Dalam pohon berakar terdapat node
tertentu yang disebut akar, dan memiliki jalan yang unik mengarah ke node lain
(Gambar 5.2a). Arah masing-masing jalur sesuai dengan waktu evolusi, dan
akar adalah nenek moyang dari semua unit taksonomi. Pohon tidak berakar adalah
pohon yang hanya menentukan tingkat kekerabatan antara unit taksonomi tetapi tidak
menentukan jalur evolusi (Gambar 5.2b). Sebuah pohon tidak berakar memiliki n
terminal node mewakili Otus dan n–2nodes internal. Pohon tersebut memiliki 2n-3
cabang, yang n-3 internal dan n eksternal. Dalam pohon berakar, ada n terminal node
dan n-1 intern, serta 2n-2 cabang, yang n-2 internal dan n adalah eksternal. Dalam
pohon tidak berakar dengan empat node eksternal, cabang internal sering
disebut sebagai cabang pusat.
Skala dan pohon tanpa skala/tidak berskala
Gambar 5.3 mengilustrasikan dua cara umum menggambar pohon filogenetik. Di
Gambar 5.3a, cabang-cabang yang tanpa skala/tidak berskala; panjang mereka tidak
sebanding dengan jumlah perubahan, yang ditunjukkan pada cabang. Tipe jenis ini
memungkinkan urutan di baris di OTUs dan untuk menempatkan nodes internal
mewakili peristiwa divergence pada skala waktu ketika divergensi diketahui atau
diperkirakan. Pada Gambar 5.3b, cabang-cabang adalah skala, i.e, masing-masing
panjang cabang sebanding dengan jumlah perubahan (misalnya, subtitusi nukleotida)
yang telah terjadi di sepanjang cabang itu.

GAMBAR 5.3 Dua representasi alternatif dari pohon filogenetik selama 5 Otus.
(A) cabang unscaled: masih ada pada baris OTUs dan node diposisikan secara
proporsional untuk divergence. (B) cabang Scaled: panjang cabang proporsional
ke nomor dari perubahan molekul bersama mereka.

Format Newick
Dalam program komputer, pohon direpresentasikan dalam bentuk linear dengan
serangkaian kurung bersarang, melampirkan nama dan dipisahkan dengan koma. Jenis
ini representasi disebut format Newick. Pencetus format ini adalah Cayley (1857).
Format Newick untuk pohon filogenetik diadopsi untuk Studi Evolusi di 1986. Format
Newick saat ini merupakan standar yang digunakan oleh sebagian besar program
komputer filogenetik. Dalam format Newick, pola kurung menunjukkan topologi pohon
dengan memiliki setiap pasangan kurung melampirkan semua anggota dari kelompok
monofiletik. Misalnya, pohon berakar pada Gambar 5.4a dapat ditulis turun sebagai
(((((A, B), C), D), E), F). Demikian pula, pohon tidak berakar pada Gambar 5.4b dapat
ditulis dalam format Newick sebagai ((A, B), (C, D), (E, F)). threeway yang split pohon
unrooted tertutup oleh eksternal (atau paling bawah) kurung dengan dua koma. pohon
skala yang ditulis di Newick Format dengan panjang cabang ditempatkan segera setelah
kelompok turun dari cabang itu dan dipisahkan oleh titik dua (Gambar 5.4c).

Jumlah kemungkinan pohon filogenetik


Pada tiga spesies A, B, dan C, hanya ada satu pohon unrooted yang mungkin terjadi
(Gambar 5.5a).

GAMBAR 5.4 Newick Format representant (A), unscaled (b), dan unrooted dalam
skala unrooted (c) merupakan panjang cabang.
Namun, 3 berbeda berakar (Gambar 5.5b). Untuk 4 OTUs, ada 3 pohon mungkin
unrooted (Gambar 5.5c) dan 15 orang berakar (Gambar 5.5d). Jumlah bifurcating pohon
berakar (NR) untuk n Otus adalah diberikan ketika n> 2 (Cavalli-Sforza dan Edwards
1967).

Jumlah bifurcating unrooted pohon (N) untuk n> 3 adalah

Perhatikan bahwa jumlah kemungkinan pohon unrooted untuk n Otus adalah sama
dengan beberapa kemungkinan pohon berakar untuk n - 1 Otus, yaitu, rooting pohon
unrooted.

Gambar 5.5 Dari tiga Otus kemungkinan untuk membangun hanya satu unrooted
pohon (a) tiga yang berakar berbeda (b) dari empat Otus adalah mungkin untuk
membangun tiga pohon unrooted (c) dan 15 yang berakar (d).
Setara dengan menambahkan satu cabang untuk masing-masing cabang yang ada. angka
pohon berakar dan unrooted mungkin hingga 20 OTUs terdapat dalam
Tabel 5.1. Pada kedua NR dan Nu peningkatannya sangat cepat dengan n, dan untuk 10
OTUs sudah ada lebih dari 2 juta bifurcating pohon unrooted dan
dekat dengan 35 juta pohon berakar. Untuk 20 OTUs ada dekat dengan 1022 berakar
pohon. Karena hanya satu dari pohon-pohon ini yang benar mewakili evolusi serta
hubungan antara OTUs, biasanya sangat sulit untuk mengidentifikasi
pohon filogenetik ketika n adalah besar.

Pohon Kebenaran Dan Pohon Kesimpulan


Urutan peristiwa spesiasi menyebabkan pembentukan kelompok manapun dari
Otus secara historis dan unik. Dengan demikian, hanya satu dari semua pohon yang
mungkin bisa dibangun dengan sejumlah Otus tertentu untuk mewakili sejarah evolusi.
Pohon filogenetik disebut pohon kebenaran. Sebuah pohon yang diperoleh
menggunakan satu set tertentu dari data dan metode rekonstruksi tertentu disebut pohon
kesimpulan. Sebuah pohon yang disimpulkan mungkin atau mungkin tidak identik
dengan pohon kebenaran.

Gambar 5.6 Diagram menunjukkan bahwa dalam populasi genetik polimorfik,


peristiwa pemisahan gen (G1-G5) dapat terjadi sebelum atau sesudah acara
spesiasi (S). Evolusi sejarah membelah gen yang mengakibatkan enam alel
dilambangkan a-s ditampilkan di garis padat; spesiasi (yaitu, populasi membelah),
ditunjukkan oleh garis putus. Dimodifikasi dari Nei (1987).

Pohon Gen Dan Pohon Spesies


Filogeni adalah representasi dari sejarah percabangan dari garis warisan
organisme. Pada setiap lokus, jika kita menelusuri sejarah dari dua alel dari dua
populasi, kita akhirnya akan mencapai leluhur umum alel dari kedua alel kontemporer
yang telah diturunkan. Hal tersebut merupakan garis warisan merupakan bagian dari gen
dari orang tua kepada keturunannya, dan pola percabangan menggambarkan pohon gen.
Gen yang berbeda, namun, mungkin memiliki sejarah evolusi yang berbeda, yaitu garis
yang berbeda dari warisan.
Spesies diciptakan oleh proses spesiasi (atau cladogenesis), yaitu, pemisahan
spesies leluhur menjadi dua orang keturunan. Dengan demikian, semua bentuk
kehidupan di bumi, baik yang masih ada dan punah, memiliki asal-usul yang sama, dan
para leluhur mereka dapat ditelusuri kembali ke satu atau beberapa organisme yang
hidup sekitar 4 miliar bertahun-tahun lalu. Semua hewan, tumbuhan, dan bakteri yang
terkait dengan keturunan ke salah satu lain. organisme yang terkait erat diturunkan dari
lebih umum baru-baru ini leluhur yang dari jauh yang terkait. Mantan disebut sebagai
baru-baru ini taksa, dan yang terakhir sebagai taksa kuno.
Gambar 5.7 Tiga kemungkinan hubungan antara pohon spesies (garis rusak) dan
pohon gen (garis solid). Dalam (a) dan (b), topologi pohon spesies adalah identik
untuk orang-orang dari pohon gen. Perhatikan bahwa dalam (a) waktu divergensi
antara gen kurang lebih sama dengan waktu perbedaan antara populasi. Dalam
(b), di sisi lain, perbedaan antara gen X dan Y berbeda waktu divergensi antara
populasi masing-masing. Topologi dari pohon gen dalam (c) adalah berbeda dari
pohon spesies. Dimodifikasi dari Nei (1987).

Pohon gen dapat berbeda dari pohon spesies dalam dua hal. Pertama, perbedaan dari
dua gen sampel dari dua spesies yang berbeda mungkin telah pra-tanggal perbedaan dari
dua spesies dari satu sama lain (Gambar 5.6). Masalah kedua dengan pohon-pohon gen
adalah bahwa pola percabangan dari pohon gen (yaitu, topologi) mungkin berbeda dari
pohon spesies. Itu Alasan untuk perbedaan ini adalah polimorfisme genetik pada spesies
leluhur.

Taxa dan Clades


Sebuah takson adalah spesies atau kelompok spesies (misalnya, genus, keluarga,
ketertiban, atau kelas) yang telah diberi nama; misalnya, Homo sapiens (nama spesies
untuk golongan manusia) atau Lepidoptera (urutan serangga yang terdiri dari kupu-kupu
dan ngengat). Kode biologis upaya nomenklatur untuk memastikan bahwa setiap takson
memiliki nama tunggal dan stabil, dan bahwa setiap nama yang digunakan hanya untuk
satu takson. Salah satu tujuan utama dari studi filogenetik adalah untuk menetapkan
evolusi hubungan antara taksa yang berbeda. Secara khusus, kami tertarik pada
identifikasi clades alam (atau kelompok monofiletik). Dalam filogenetik molekuler, itu
adalah umum untuk menggunakan istilah "clade" untuk setiap kelompok taksa yang
diteliti yang berbagi nenek moyang yang sama tidak dimiliki oleh spesies di luar
kelompok.
Gambar 5.8 menunjukkan pohon evolusi mungkin untuk tiga kelas vertebrata:
burung, reptil, dan mamalia (Benton 1997). Dalam pohon ini, burung dan buaya
merupakan clade alami, yang disebut Archosauria, karena mereka berbagi nenek
moyang yang sama tidak dimiliki oleh organisme yang masih ada selain burung dan
buaya. Demikian pula, semua burung dan semua reptil diambil bersama-sama
merupakan clade alami, saat ini disebut kelas Reptilia. Pengaturan internal yang
alternatif dari Reptilia (Termasuk burung) telah diusulkan oleh Hedges dan Poling
(1999).
Gambar 5.8 cladogram burung, reptil, dan mamalia. Reptil tidak merupakan
clade alami, karena nenek moyang terbaru (lingkaran hitam) mereka juga
memunculkan burung, yang tidak termasuk dalam definisi asli reptil. Burung dan
buaya, di sisi lain, merupakan clade alami (Archosauria), karena mereka berbagi
nenek moyang yang sama (kotak hitam) yang tidak dimiliki oleh non archosaurian
organisme.

JENIS DATA
Data molekuler jatuh ke salah satu dari dua kategori: karakter dan jarak. Sebuah
karakter memberikan informasi tentang OTU individu. Jarak merupakan Pernyataan
kwantitatif mengenai perbedaan antara dua Otus.

Data karakter
Karakter adalah fitur yang terdefinisi dengan baik yang di unit taksonomi dapat
mengasumsikan satu dari dua atau lebih saling negara karakter eksklusif. Data
molekuler memberikan banyak karakter biner yang berguna dalam filogenetik
studi, biasanya mengambil bentuk kehadiran atau tidak adanya molekul penanda.
Misalnya, ada atau tidak adanya retrotransposon di sebuah lokasi genom tertentu dapat
digunakan sebagai karakter filogenetik. Di urutan DNA dan protein, karakter multistate
kualitatif adalah posisi di urutan selaras.

Asumsi tentang evolusi karakter


Metode rekonstruksi filogenetik mengharuskan kami membuat asumsi eksplisit
tentang (1) jumlah langkah diskrit diperlukan untuk satu karakter untuk mengubah ke
yang lain, dan (2) probabilitas dengan mana perubahan tersebut mungkin terjadi.
Sebuah karakter ditunjuk seperti yang diperintahkan jika jumlah langkah dari satu
tempat ke tempat lain sama denganmnilai absolut dari selisih antara jumlah negara
mereka (Farris 1970; Swofford dan Maddison 1987). Dengan demikian, perubahan dari
keadaan 1 ke keadaan 5 diasumsikan terjadi di empat langkah melalui langkah-langkah
perantara 2, 3, dan 4. Proses simetris diasumsikan kedua arah, sehingga perubahan dari
5 tempat juga diasumsikan membutuhkan empat langkah. Sebagai contoh, jika jumlah
salinan dari urutan berulang dalam genom diasumsikan untuk menambah atau
mengurangi tahap, maka kita dapat memperlakukan karakter "jumlah mengulangi"
sebagai perintah, sehingga, misalnya, perubahan dari dua salinan ke empat salinan
diasumsikan membutuhkan dua langkah.
Karakter yang memerintahkan sebagian adalah karakter di mana jumlah
langkah bervariasi untuk kombinasi berpasangan yang berbeda dari tempat-tempat
karakter, tapi untuk yang tidak ada hubungan

Gambar 5.9 Langkah matriks. Unsur-unsur di setiap matriks merupakan jumlah


langkah (jumlah minimal substitusi nukleotida) yang diperlukan untuk perubahan
antara keadaan karakter dalam kolom untuk keadaan di baris. (A) matriks A
langkah untuk karakter nukleotida. Hal ini diasumsikan bahwa kasus seperti itu
dapat sesuai direpresentasikan sebagai empat negara karakter unordered. (B)
Matriks langkah untuk asam amino yang dikodekan oleh kode genetik universal.
Posisi asam amino dalam protein dapat direpresentasikan sebagai dua puluh
negara, sebagian memerintahkan karakter

Urutan asam amino contoh yang paling sering ditemui pada


evolusi molekuler. Asam amino tidak dapat berubah menjadi semua asam amino lainnya
dalam satu langkah; kadang-kadang dua atau tiga langkah yang diperlukan. Dua langkah
matriks ditunjukkan pada Gambar 5.9.
Kebanyakan karakter diskrit ditemui dalam evolusi molekuler yang reversibel,
yaitu, mereka diasumsikan mengubah bolak-balik dengan probabilitas yang sama. Yang
paling umum adalah karakter biner di mana satu negara karakter dapat mengubah ke
yang lain cukup mudah, tapi sebaliknya jarang terjadi. Untuk karakter ireversibel
(Camin dan Sokal 1965), diasumsikan bahwa perubahan dalam keadaan karakter hanya
dapat terjadi dalam satu arah. Selain jumlah langkah antara dua karakter, kita mungkin
juga mempertimbangkan probabilitas yang berbeda dengan yang perubahan satu
langkah yang berbeda terjadi. Sebagai contoh, kita dapat menetapkan probabilitas yang
berbeda dari terjadinya ke transisi dan transversi.

Polaritas dan distribusi taksonomi karakter


Dari segi tampilan sementara selama evolusi, karakter menyatakan dalam
karakter yang menarik dapat berdasarkan peringkat kuno. Primitif atau leluhur bagian
karakter disebut plesiomorphy (harfiah, dekat dengan bentuk aslinya),
sementara bagian yang mewakili evolusioner untuk bagian leluhur disebut apomorphy
(yaitu, jauh dari bentuk aslinya) A negara primitif yang dimiliki oleh beberapa taksa
adalah symplesiomorphy a.

Data jarak

Tidak seperti data karakter, di mana nilai-nilai yang ditugaskan untuk taksonomi
individu unit, jarak melibatkan pasang taksa. Beberapa prosedur eksperimental, seperti
DNA-DNA hibridisasi, langsung menghasilkan jarak berpasangan. Data jarak tidak
dapat dikonversi menjadi data karakter. Dalam kasus tersebut, metode jarak
menyediakan satu-satunya cara merekonstruksi pohon filogenetik. Banyak data primer
yang dihasilkan oleh studi molekuler, termasuk urutan dan pembatasan peta, terdiri dari
data karakter. Karakter ini, bagaimanapun, dapat diubah menjadi jarak, misalnya,
jumlah substitusi per situs antara dua urutan nukleotida (Bab 3). Swofford dan Olsen
(1990) diuraikan tiga alasan yang mungkin untuk mengkonversi karakter dalam jarak.
Pertama, daftar panjang karakter, seperti DNA urutan, itu sendiri berarti dalam konteks
evolusi. Di sisi lain sisi, jika kita dapat mengatakan bahwa kesamaan antara dua sekuens
adalah 93%, sedangkan kesamaan antara satu urutan ini dan yang ketiga adalah hanya
50%. Kedua, seperti yang ditunjukkan dalam Bab 3, salah satu harus memperhitungkan
beberapa substitusi di situs. Dengan membuat asumsi yang wajar tentang sifat dari
proses evolusi, kami dapat memperkirakan jumlah "tak terlihat" peristiwa. Koreksi ini
berlaku untuk jarak, seperti jumlah substitusi antara dua urutan, tetapi tidak untuk
urutan sendiri. Ketiga, banyak metode yang ada untuk menyimpulkan pohon filogenetik
dari data jarak jauh.
Sebagian besar metode ini sangat cepat dan efisien, dan dapat digunakan bahkan ketika
jumlah Otus begitu besar untuk menghalangi penggunaan banyak metode yang
didasarkan pada karakter (lihat halaman 194). Misalnya, jika aditivitas memegang,
maka jarak antara Otus A dan C pada Gambar 5.3a harus sama dengan 2 + 1 + 3 + 4 =
10. Jarak antara dua Otus dihitung langsung dari data molekuler (Misalnya, urutan
DNA), sedangkan panjang cabang diperkirakan dari jarak antara Otus menurut aturan
tertentu (lihat halaman 202). Aditivitas biasanya tidak memegang ketat jika beberapa
substitusi terjadi pada setiap situs nukleotida (lihat Gambar 3.6). Jarak yang ultrametric
jika semua Otus yang berjarak sama dari akar.
C. METODE POHON REKONSTRUKSI
Sebuah rekonstruksi filogenetik, terdiri dari dua langkah: (1) definisi kriteria
optimalitas, atau fungsi tujuan, yaitu, nilai yang ditugaskan untuk pohon dan kemudian
digunakan untuk membandingkan satu pohon ke pohon lain; dan (2) desain algoritma
tertentu untuk menghitung nilai fungsi tujuan dan mengidentifikasi pohon (atau
kumpulan pohon) yang memiliki nilai-nilai terbaik menurut kriteria ini.
Beberapa metode rekonstruksi pohon menggunakan urutan spesifik
langkah (yaitu, sebuah algoritma) untuk membangun pohon yang baik. Metode kelas
menggabungkan inferensi pohon dan definisi kriteria optimalitas untuk memilih
pohon disukai dalam satu pernyataan. Di sini kita menggambarkan beberapa metode
yang sering digunakan dalam studi filogenetik molekuler. Untuk mempermudah, kami
mempertimbangkan nukleotida urutan data, tetapi metode yang sama berlaku untuk
lainnya jenis data molekuler, seperti sekuens asam amino. Sebuah kontroversi lama di
filogenetik telah sering sengit sengketa antara "kladistika" dan "phenetics." Cladistics
dapat didefinisikan sebagai studi tentang jalur evolusi.
Di sisi lain, fonetik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara kelompok
organisme berdasarkan tingkat kesamaan di antara mereka, bahwa kemiripan molekuler,
fenotip, atau anatomi. Sebuah pohon mengungkapkan hubungan phenetic disebut
fenogram a. Dalam filogeni molekuler, klasifikasi yang lebih baik dari metode akan
membedakan antara matriks jarak dan pendekatan bagian karakter.
Metode Jarak Matrix
Dalam metode matriks jarak, jarak evolusi (biasanya nomor
substitusi nukleotida atau penggantian asam amino antara dua unit taksonomi) dihitung
untuk semua pasangan taksa, dan pohon filogenetik dibangun
dengan menggunakan algoritma didasarkan pada beberapa hubungan fungsional antara
nilai-nilai jarak. Metode pasangan-kelompok tertimbang dengan cara aritmatika
(UPGMA) Ini adalah metode paling sederhana untuk rekonstruksi pohon. Pada awalnya
dikembangkan untuk membangun phenograms taksonomi, yaitu, pohon yang
mencerminkan fenotipik pada kesamaan antara Otus, tetapi juga bisa digunakan untuk
membangun pohon filogenetik jika harga evolusi sekitar konstan antara garis keturunan
yang berbeda sehingga suatu hubungan linear perkiraan ada antara jarak evolusi dan
perbedaan waktu.

Untuk menggambarkan metode, mari kita pertimbangkan kasus empat Otus, A,


B, C, dan D. Jarak evolusi berpasangan diberikan oleh matriks berikut:
Dalam matriks ini, dij singkatan jarak antara Otus i dan j. Dua pertama
Otus akan berkerumun adalah orang-orang dengan jarak terkecil. Diasumsikan
bahwa dAB adalah yang terkecil. Kemudian, Otus A dan B adalah yang pertama yang
akan berkerumun, dan titik percabangan, 1AB, diposisikan pada jarak dab / 2 substitusi
(Gambar 5.10a).

Setelah pengelompokan pertama, A dan B dianggap sebagai komposit tunggal


OTU (AB), dan matriks jarak yang baru dihitung.

Dalam matriks ini, d (AB) C = (DAC + dBc) / 2, dan d (AB) D = (DAD + DBD)
/ 2. di lain kata, jarak antara OTU sederhana dan OTU komposit adalah rata-rata dari
jarak antara OTU sederhana dan sederhana konstituen Otus dari OTU komposit. Jika d
(AB) C ternyata jarak terkecil di matriks baru, maka OTU C akan bergabung ke OTU
komposit (AB) dengan bercabang simpul di / (AB) C = d (AB) C / 2 (Gambar 5.10b).

Langkah terakhir terdiri dari mengelompokkan terakhir OTU, D, dengan


komposit baru OTU, (ABC). Akar dari seluruh pohon diposisikan pada 1 (ABC) D=d
(ABC) D / 2 = [(DAD + DBD + DCD) / 3] / 2. Pohon akhir disimpulkan dengan
menggunakan UPGMA adalah ditunjukkan pada Gambar 5.10c.

UPGMA adalah salah satu dari sangat sedikit metode rekonstruksi filogenetik
yang menghasilkan pohon berakar. Perhatikan juga bahwa dengan menggunakan
UPGMA satu memperoleh topologi pohon dan panjang cabang secara bersamaan.
Mencari Pohon Kekikiran Maksimum
Ketika jumlah urutan kecil akan sangat mungkin untuk melihat semua
kemungkinan pohon, menentukan panjang dan memilih dari salah satu dari antara
mereka yang terpendek. Jenis pencarian untuk pohon kekikiran maksimum (s) disebut
pencarian yang lengkap. Sebuah algoritma sederhana dapat digunakan untuk
pencarian lengkap (Gambar 5.16). Pada langkah pertama kita menghubungkan tiga
taksa pertama yang membentuk satu-satunya pohon tak berakar mungkin selama tiga
Otus. Pada langkah selanjutnya, kita menambahkan takson keempat untuk masing-
masing dari tiga cabang pohon dari tiga takson, sehingga menghasilkan tiga pohon tak
berakar untuk empat Otus. Pada langkah ketiga, kita menambahkan takson kelima ke
masing-masing dari lima cabang yang berasal dari tiga pohon empat takson, sehingga
menghasilkan 3 x 5 = 15 pohon yang tidak berakar. Terus dengan cara yang sama,
menambahkan takson di baris berikutnya untuk masing-masing cabang di setiap pohon
yang diperoleh pada langkah sebelumnya.
Namun, karena jumlah pohon yang mungkin meningkat pesat dengan jumlah
nomor dari Otus, maka hampir tidak mungkin untuk melakukan pencarian yang ketika
12 atau lebih Otus dipelajari. Untungnya, ada algoritma short-cut untuk
mengidentifikasi semua pohon kekikiran maksimum yang tidak memerlukan
pencacahan lengkap. Salah satu algoritma tersebut adalah metode cabang dan ikatan
(Hendy dan Penny 1982). Pada mulanya mempertimbangkan pohon yang berubah-ubah
atau, lebih baik, pohon yang diperoleh dari metode yang cepat (misalnya, metode
tetangga-bergabung), dan menghitung jumlah minimal substitusi, L, untuk pohon. L
kemudian dianggap sebagai batas atas panjang pohon lain yang dibandingkan.
Dasar pemikiran dari batas atas adalah bahwa pohon kekikiran maksimum harus
sama dengan panjang L atau lebih pendek. Metode cabang-dan-terikat bekerja dengan
mencari pohon kekikiran maksimum dengan menggunakan prosedur yang sama dengan
yang digunakan untuk pencarian lengkap. Dalam setiap langkah dari cabang terikat
algoritma, panjang setiap pohon dibandingkan dengan nilai L yang ditentukan
sebelumnya (Gambar 5.17). Jika pohon lebih panjang dari L, itu tidak lagi digunakan
untuk penambahan taksa baru dalam langkah-langkah berikutnya. Alasannya adalah
bahwa menambahkan cabang pohon hanya dapat meningkatkan panjangnya. Misalnya,
jika pohon empat takson lebih panjang dari L, maka semua pohon lima takson turun dari
itu juga akan lebih lama dari L, dan oleh karena itu kita dapat mengabaikan mereka.
Dengan pengeluaran hasil evaluasi semua pohon keturunan dari semua pohon parsial
yang lebih panjang dari L, kita dapat mengurangi jumlah pohon yang harus
dipertimbangkan. Tergantung pada efisiensi pelaksanaan, kecepatan komputer, dan jenis
data, metode cabang-dan-terikat dapat digunakan untuk menemukan pohon kekikiran
maksimum hingga 20 Otus.
Di atas 20 Otus, kita perlu menggunakan pencarian heuristik. Dalam pencarian
heuristik, hanya sebagian yang dikelola dari semua pohon yang mungkin diperiksa.
Kebanyakan pencarian heuristik didasarkan pada prinsip yang sama. Sebuah pohon
awal dibangun dengan menggunakan prosedur tertentu, yang disebut metode sesamanya
akan bergabung, dan untuk menemukan pohon yang lebih pendek dengan memeriksa
pohon yang memiliki topologi yang sama dengan yang awal.

GAMBAR 5.16 Tahapan pembangunan bertahap dari 15 pohon yang selama lima
Otus. Pada langkah 1, kita membentuk satu-satunya pohon tak bercabang
mungkin untuk pertama tiga Otus (A, B, dan C). Pada langkah 2, kita
menambahkan OTU D untuk masing-masing tiga cabang pohon pada langkah 1,
sehingga menghasilkan tiga pohon unrooted untuk empat Otus. Pada langkah 3,
kita menambahkan OTU E untuk masing-masing dari lima cabang dari tiga pohon
di langkah 2, sehingga menghasilkan 15 pohon unrooted. Penambahan Otus
ditampilkan sebagai garis berat. Dimodifikasi dari Swofford et al. (1996).

Dengan pencarian heuristik, tidak ada jaminan bahwa pohon kekikiran


maksimum akan ditemukan. Alasannya adalah bahwa pohon yang paling kikir mungkin
tidak memilki kesamaan untuk setiap pohon menengah yang diidentifikasi dalam
perulangan, yaitu, mengidentifikasi pohon kekikiran maksimum mengharuskan untuk
melewati pohon yang lebih panjang dari yang sudah diperoleh. Namun demikian, hal ini
untuk meningkatkan kemungkinan menemukan pohon kekikiran maksimum dalam
kondisi tertentu (Swofford et al. 1996).

GAMBAR 5.17 Sebuah ilustrasi dari algoritma pencarian cabang-dan-terikat


untuk pohon kekikiran maksimum. Kita mulai dengan pohon tak berakar untuk
Otus A, B, dan C (pohon Al). Selain dari OTU D untuk masing-masing tiga cabang
di pohon Al mengakibatkan tiga pohon unrooted (B1-B3). Panjang masing-masing
tiga pohon-pohon ini dibandingkan dengan nilai batas atas L. Pohon B3
ditemukan lebih panjang dari L, dan penambahan cabang tidak lagi dilakukan di
atasnya (tanda berhenti). Pada langkah berikutnya, OTU E ditambahkan ke
masing-masing dari lima cabang dari dua pohon yang tersisa, BI dan B2,
mengakibatkan pembentukan 10 pohon (C1.1-C1.5 dan K. 2.1-C2.5). Sekali lagi,
masing-masing pohon-pohon ini dibandingkan dengan batas atas, dan proses
penambahan cabang hanya terus untuk pohon lebih pendek dari L. Dalam kasus
ini, kami akhirnya mempertimbangkan hanya 35 pohon enam takson (panah
terminal) bukan 105 yang mungkin. Dimodifikasi dari Swofford et al. (1996).

Ada beberapa metode swapping cabang (atau penataan ulang) yang dapat
digunakan untuk menghasilkan pohon toplogi setara dari awal . salah satu metode itu
disebut yang disebut pemangkasan subtree dan regrafting.
GAMBAR 5.18 Contoh swapping cabang dengan subtree pemangkasan dan
regrafting untuk pohon tak berakar dengan 7 Otus. (a) Pohon awal dipangkas. (b)
Bagian dipangkas adalah regrafted pada cabang yang mengarah ke OTU G. (c)
yang dihasilkan pohon diatur kembali. Dimodifikasi dari Swofford et al. (1996).

Metode Kemungkinan Maksimum


Aplikasi pertama dari metode kemungkinan maksimum untuk rekonstruksi
pohon yang dibuat oleh Cavalli-Sforza dan Edwards (1967) yaitu untuk data frekuensi
gen. Kemudian, Felsenstein (1973, 1981) mengembangkan algoritma kemungkinan
maksimum untuk data asam amino dan urutan nukleotida.
Kemungkinan, atau L, pohon filogenetik adalah probabilitas mengamati data
(misalnya, urutan nukleotida) di bawah pohon yang diberikan dan model tertentu
perubahan negara karakter (misalnya, pola substitusi). Hal ini biasanya ditulis sebagai L
= P (data/pohon). Tujuan dari metode kemungkinan maksimum adalah untuk
menemukan pohon (di antara semua pohon yang mungkin) dengan nilai L tertinggi.
Prinsip-prinsip dasar yang terlibat dalam menghitung kemungkinan pohon yaitu
untuk menunjukkan satu set urutan nukleotida selaras dari empat taksa. Pada situs ini,
Otus 1, 2, 3, dan 4 memiliki C, C, A, dan G, masing-masing. Pohon tak berakar pada
Gambar 5.19b memiliki dua node internal yang dilambangkan sebagai 5 dan 6, yang
masing-masing dapat memiliki salah satu dari empat nukleotida yang berbeda. Dengan
demikian, kemudian harus mempertimbangkan 4 x 4 = 16 (Gambar 5.19c). Jelas,
beberapa kemungkinan kurang masuk akal daripada yang lain, tetapi masing-masing
alternatif memiliki probabilitas 0-0 yang menghasilkan pola nukleotida yang diamati
pada empat tips dari pohon. Oleh karena itu, kemungkinan mengamati nukleotida yang
kita amati di situs 5 adalah sama dengan jumlah dari 16 probabilitas independen
(Gambar 5.19c). Prosedur yang sama diulangi untuk setiap situs secara terpisah, dan
kemungkinan untuk semua situs dihitung sebagai produk dari kemungkinan situs
individu (Gambar 5.19d).
Untuk perhitungan matematika, sebuah kemungkinan biasanya dievaluasi oleh
transformasi logaritmik, yang mengubah perkalian menjadi penjumlahan (Gambar
5.19e). Artinya, mempertimbangkan log kemungkinan (LNL) dari pohon kemudian
melanjutkan untuk menghitung nilai kemungkinan untuk pohon lain, dan pohon dengan
nilai kemungkinan tertinggi dipilih sebagai pohon kemungkinan maksimum.
Sebuah elemen penting yang hilang dari uraian di atas adalah bagaimana
probabilitas dari berbagai perubahan dihitung. Probabilitas ini tergantung pada asumsi
mengenai proses substitusi nukleotida dan panjang cabang, yang pada gilirannya
tergantung pada tingkat substitusi dan waktu evolusi. (Dengan demikian, panjang
cabang mungkin merupakan jangka waktu yang panjang dari evolusi atau tingkat tinggi
substitusi.) Kami mencatat bahwa panjang cabang biasanya tidak diketahui dan harus
diestimasi sebagai bagian dari proses komputasi kemungkinan. Metode untuk
menemukan panjang cabang yang memaksimalkan nilai kemungkinan biasanya
melibatkan pendekatan iterative (Kishino et al. 1990). Perhatikan bahwa sejak
kemungkinan tergantung pada model substitusi nukleotida, pohon dengan nilai
kemungkinan terbesar di bawah satu model substitusi mungkin bukan pohon
kemungkinan maksimum di bawah model lain dari substitusi nukleotida pengganti.
GAMBAR 5.19 Skema representasi dari perhitungan pohon kemungkinan. (a)
Data berupa urutan keselarasan panjang n. (b) Salah satu dari tiga pohon yang
mungkin untuk empat taksa yang urutan ditunjukkan pada (a). (c) Kemungkinan
situs tertentu, dalam hal ini situs 5, sama dengan jumlah dari 16 probabilitas
setiap rekonstruksi kemungkinan negara leluhur di node 5 dan 6 di (b). (d)
Kemungkinan pohon di (b) adalah produk dari likelihood individu untuk semua
situs n. (e) Kemungkinan biasanya dievaluasi dengan menjumlahkan logaritma
dari likelihood di setiap situs, dan dilaporkan sebagai kemungkinan log dari
pohon. Dimodifikasi dari Swofford et al. (1996).

Perakaran Pohon Yang Tidak Berakar


Mayoritas metode pohon pengambilan akan menghasilkan pohon yang tidak
berakar. Untuk membasmi pohon yang tidak berakar, biasanya perlu outgroup (sebuah
OTU yang berupa informasi eksternal, seperti bukti paleontologis, hal ini menunjukkan
bahwa percabangan lebih awal dari taksa yang diteliti). Akar ini kemudian ditempatkan
di antara outgroup dan node menghubungkannya ke Otus yang lain, yang ingroup.
Sementara outgroup yang menyimpang sebelum taksa yang diteliti, dan tidak
dianjurkan untuk memilih outgroup yang terlalu jauh dengan ingroup, karena dalam
kasus tersebut sulit untuk mendapatkan perkiraan yang diandalkan jarak antara outgroup
dan taksa ingroup. Misalnya, dalam merekonstruksi hubungan filogenetik antara
sekelompok mamalia plasenta, kita dapat menggunakan marsupial sebagai outgroup.
Burung dapat berfungsi luar kelompok dapat diandalkan hanya jika urutan DNA yang
digunakan telah sangat kekal dalam evolusi. Tanaman atau jamur akan jelas memenuhi
syarat sebagai outgroup dalam contoh ini; Namun, dengan menjadi hanya sangat jauh
terkait dengan mamalia, menggunakan mereka sebagai luar kelompok dapat
mengakibatkan kesalahan topologi serius. Di sisi lain, outgroup tidak harus filogenetis
terlalu dekat dengan Otus lainnya, karena dengan begitu kita tidak bisa memastikan
bahwa itu menyimpang dari ingroup Otus sebelum perbedaan mereka dari satu sama
lain.
Penggunaan lebih dari satu outgroup umumnya meningkatkan estimasi topologi
pohon, tersedia lagi bahwa mereka tidak terlalu jauh dari di taksa kelompok. Jika luar
kelompok sangat jauh dari ingroup itu, penggunaan beberapa luar kelompok dapat
menghasilkan hasil yang lebih buruk daripada menggunakan outgroup tunggal karena
cabang panjang tarik fenomena.
Dengan tidak adanya outgroup, kita mungkin posisi akar dengan
mengasumsikan bahwa tingkat evolusi telah sekitar seragam atas semua cabang.
Berdasarkan asumsi ini kita menempatkan akar pada titik tengah dari jalur terpanjang
antara dua Otus. Misalnya, di pohon tak berakar hipotetis dalam Gambar 5.20, jalan
terpanjang adalah antara Otus B dan E. Panjang jalan ini 3 + 6 + 3 + 10 = 22, jadi kami
posisi root pada jarak 22/2 = 11 baik dari B atau E.

GAMBAR 5.20 sebuah hipotetis pohon filogenetik tak berakar dengan cabang
skala yang telah berakar pada titik tengah dari jalur (garis tebal) terpanjang di
antara semua jalur yang mungkin antara dua (yaitu, B dan E) Otus. Jumlah
substitusi ditandai di cabang-cabang.

Pohon tidak berakar berguna dalam (1) mengurangi jumlah pohon filogenetik
berakar yang perlu dipertimbangkan dalam studi berikutnya, dan (2) menjawab
pertanyaan filogenetik spesifik mengenai monofili atau parafili dari Otus tertentu.

Estimasi Panjang Cabang


Fitch dan Margoliash menjelaskan bahwa (1967) metode untuk memperkirakan
panjang cabang, dengan asumsi bahwa topologi pohon telah disimpulkan oleh prosedur
matriks jarak, seperti Sattath &Tversky dengan metode tetangga-hubungan.
Pertama mari kita mempertimbangkan kasus yang paling sederhana, yaitu, pohon tak
berakar dengan tiga Otus (A, B, dan C) dan satu simpul (Gambar 5.22a). Biarkan x, y,
dan z menjadi panjang dari cabang yang mengarah ke A, B, dan C, masing-masing.
Sangat mudah untuk melihat bahwa persamaan berikut :
GAMBAR 5.22 pohon filogenetik cangkokan tanpa akar menggunakan metode
Fitch dan Margoliash ini. (a) Sebuah pohon dengan tiga Otus. (b) Sebuah pohon
dengan lima Otus.

Mari kita berurusan dengan kasus lebih dari tiga Otus. Untuk mempermudah,
mari kita asumsikan bahwa ada lima Otus (1, 2, 3, 4, dan 5) dan topologi dan panjang
cabang yang seperti pada Gambar 5.22b. Misalkan Otus I dan 2 adalah pertama Otus
untuk berkumpul bersama-sama dalam proses rekonstruksi pohon. Kami kemudian
menggunakan A dan B untuk menunjukkan masing-masing Otus 1 dan 2, dan
menempatkan semua Otus lain (3, 4, dan 5) menjadi OTU komposit dilambangkan
sebagai C. Dengan pengaturan ini, kita bisa menerapkan Persamaan 5.14a-c untuk
memperkirakan panjang dari cabang yang mengarah ke A, B, dan C, kecuali bahwa
sekarang DAC = dl (34 5) = (D13 + d 14 + d15) / 3, dan dBc = d2 (345) = (d 23 + D24
+ D25) / 3. Kemudian kita memiliki = x dan b = y. Otus 1 dan 2 selanjutnya dianggap
sebagai OTU komposit tunggal. Pada langkah berikutnya, misalkan yang OTU
komposit (12) dan OTU sederhana 3 adalah pasangan berikutnya yang akan bergabung
bersama. Kemudian kami menunjukkan Otus (12) dan 3 dengan A dan B, masing-
masing, dan menempatkan yang lain (yaitu, 4 dan 5) ke dalam baru komposit OTU C.
Pada cara yang sama seperti di atas, kita memperoleh x, y, dan z. Perhatikan bahwa d =
y dan c + (a + b) / 2 = x.
Dari nilai-nilai untuk a dan b, yang telah diperoleh sebelumnya, kita dapat
menghitung c. Proses ini berlanjut sampai semua panjang cabang diperoleh Sebagai
contoh penggunaan metode di atas, mari kita hitung cabang panjang pohon pada
Gambar 5.11c. Untuk kenyamanan,matriks kembali hadir pada jarak yang digunakan
untuk menyimpulkan topologi pohon ini. Untuk menghindari kebingungan dengan
notasi pada persamaan 5.13A-c, kami mengubah nama masing-masing Otus A, B, C,
dan D sebagai Otus 1, 2, 3, dan 4,
Sejak pertama Otus 1 dan 2 berkerumun, pertama kita menghitung panjang (a
dan b) cabang yang mengarah ke dua Otus ini dengan menempatkan Otus 3 dan 4
menjadi komposit OTU C. Kami kemudian memiliki DAB = d 12 = 8, DAC = (D13 +
D14) / 2 = (7 + 12) / 2 = 9,5, dan dBC = (d 23 + d 24) / 2 = 11,5.
Dari Persamaan 5.14a-c, kami memiliki = x = (8 + 9,5-11,5) / 2 = 3, dan b = y =
(8 + 11,5-9,5) / 2 = 5. Selanjutnya kita memperlakukan Otus 1 dan 2 sebagai OTU
tunggal (12) dan menunjukkan dengan A. Sejak kita dibiarkan dengan hanya tiga Otus,
kami menunjukkan OTU 3 oleh B dan OTU 4 oleh C. Kami kemudian memiliki DAB =
d (12) 3 = (D13 + d 23) / 2 = (7 + 9) / 2 = 8; Dac = d (12) 4 = (D14 + d 2 4) / 2 = (12 +
14) / 2 = 13; dan dbc = d 34 = 11. Dari Persamaan 5.14a-c kita memiliki x = (8 + 13-11)
/ 2 = 5; d = y = (8 + 11 - 13) / 2 = 3; dan e = z = (13 + 11-8) / 2 = 8. Kami mencatat dari
Gambar 5.11c bahwa (a + b) / 2 + c = x, dan c = 1. Catatan, bagaimanapun, bahwa
karena kita tidak tahu lokasi yang tepat dari akar, kita tidak bisa memperkirakan panjang
cabang yang menghubungkan akar dan OTU D tetapi hanya bisa memperkirakan
panjang dari node leluhur umum dari Otus A, B, dan C melalui root untuk OTU D,
yaitu, e = 8.

Estimasi Waktu Perbedaan Spesies


Karena catatan paleontologis jauh dari lengkap, kita sering mengabaikan tanggal
perbedaan antara taksa. Urutan DNA data dapat membantu dalam hal ini. Asumsi bahwa
tingkat evolusi untuk urutan DNA diketahui dari penelitian sebelumnya menjadi r
substitusi per situs per tahun. Untuk mendapatkan waktu divergensi, T, antara spesies A
dan B, kita membandingkan urutan dari kedua spesies dan menghitung jumlah substitusi
per situs, K. Seperti ditunjukkan tingkat substitusi adalah r = K / 2T.
Tingkat substitusi nukleotida yang diperoleh dari satu kelompok organisme
mungkin tidak berlaku untuk kelompok lain. Untuk menghindari masalah ini, kami
memperkirakan tingkat substitusi dengan menambahkan spesies ketiga, C, yang
divergence waktu (T1) dari pasangan spesies A dan B dikenal (Gambar 5.23)

GAMBAR 5.23 Model pohon untuk memperkirakan masa divergence. T1 =


divergence timebetween spesies C dan nenek moyang dari spesies A dan B. T2 =
waktu perbedaan antara spesies A dan B.

Perbandingan Topologi
Hal ini kadang-kadang diperlukan untuk mengukur kesamaan atau perbedaan
antara beberapa topologi pohon. Kebutuhan tersebut mungkin timbul ketika berhadapan
dengan pohon-pohon yang telah disimpulkan dari analisis set data yang berbeda atau
dari berbagai jenis analisis dari kumpulan data yang sama. Selain itu, beberapa metode
rekonstruksi pohon (parsimony maksimal, misalnya) dapat menghasilkan banyak pohon
daripada filogeni yang unik. Dalam kasus tersebut, mungkin disarankan untuk
menggambar sebuah pohon yang merangkum poin-poin kesepakatan di antara semua
pohon-pohon. Ketika dua pohon yang berasal dari set data yang berbeda atau
metodologi yang berbeda adalah identik, mereka dikatakan kongruen. Kesesuaian
kadang-kadang bisa parsial, yaitu, terbatas pada beberapa bagian dari pohon, bagian lain
yang kongruen.

Jarak Topologi Penny and Hendy’s


Ukuran yang umum digunakan perbedaan antara dua topologi pohon adalah
jarak topologi Penny and Hendy’s . Ukuran ini didasarkan pada partisi pohon, dan sama
dengan dua kali jumlah cara yang berbeda dari partisi Otus antara dua pohon: dT = 2c
Dimana dT adalah jarak topologi dan c adalah jumlah partisi yang mengakibatkan divisi
yang berbeda dari Otus di dua pohon yang dipertimbangkan. (Dalam perbandingan
antara pohon bifurcating, dT selalu bahkan bulat.)
Perhatikan, misalnya, pohon-pohon di Gambar 5.24. Pohon (a) memiliki enam
Otus dan tiga cabang internal. Jika di cabang 1, maka dieroleh dua kelompok Otus: A
dan B di satu sisi, dan C, D, E, dan F di sisi lain. Pemotongan pohon (b) di cabang 1
hasil di partisi yang sama dari enam Otus. Pemotongan pohon (a) di cabang 2 hasil
dalam partisi yang sama dari Otus sebagai pemotongan pohon (b) di cabang 3, yaitu, A,
B, E, dan F di satu sisi, dan C dan D di sisi lain. Pemotongan pohon (a) di cabang 3
hasil dalam partisi dari Otus yang tidak dapat diperoleh dengan memotong pohon (b) di
salah satu dari tiga cabang internal.
Oleh karena itu, dT = 2 x 1 = 2. Dalam membandingkan pohon-pohon di (a) dan
(c), kita melihat bahwa tidak ada partisi di (a) yang tercermin dalam (c). Oleh karena
itu, dT mencapai nilai maksimal mungkin, yaitu, dT = 2 x 3 = 6. Oleh karena itu, kami
menyimpulkan bahwa pohon (a) lebih mirip dengan pohon (b) dari pohon (c).

Pohon konsensus
Pohon Konsensus adalah pohon yang telah diturunkan dari satu set pohon, untuk
merangkum informasi filogenetik dalam satu set pohon. Tujuan dari pohon konsensus
adalah untuk meringkas beberapa pohon sebagai pohon tunggal.

GAMBAR 5.24 Mengukur kesamaan antara topologi tree oleh Penny dan (1985)
metode Hendy ini. Setiap pohon dapat dipartisi tiga cara yang berbeda dengan
memotong cabang-cabang internal yang (1-3). Partisi yang dihasilkan akan
ditampilkan di sebelah kanan. Perhatikan bahwa partisi 1 dan 2 di pohon (a)
adalah identik, masing-masing, untuk partisi 1 dan 3 di pohon (b). Tidak ada
partisi identik antara pohon (a) dan (c).

Di pohon konsensus poin kesepakatan di antara pohon-pohon yang mendasar


ditampilkan sebagai bifurcations, sedangkan poin dari perselisihan yang runtuh ke
polytomies. Ada beberapa jenis pohon konsensus, tetapi yang paling umum digunakan
adalah konsensus dan mayoritas-aturan pohon konsensus Mari kita asumsikan bahwa
kita memperoleh tiga pohon berakar selama tujuh taksa (Gambar 5.25). Dalam pohon
konsensus yang ketat, semua pola percabangan yang bertentangan yang runtuh ke
multifurcations. Oleh karena itu kita mendapatkan pohon konsensus yang ketat yang
berisi dua multifurcations

GAMBAR 5.25 Tiga pohon tereka (a, b, dan c) dapat diringkas sebagai pohon
konsensus yang ketat (kiri bawah) atau sebagai pohon 50% mayoritas-aturan
konsensus (kanan bawah). Multifurcations ditandai dengan lingkaran hitam.

Antara pohon-pohon konsensus mayoritas-aturan, yang paling umum digunakan


dalam literatur adalah 50% mayoritas-aturan pohon konsensus. Dalam pohon ini, pola
percabangan yang terjadi dengan frekuensi 50% atau lebih diadopsi. Pada contoh di
Gambar 5.25, posisi takson A relatif terhadap taksa B, C, dan D adalah sama di dua dari
tiga pohon rival (Angka 5.25b dan 5.25c), sehingga pola ini diadopsi. Pohon ini, oleh
karena itu, berisi multifurcation tunggal. Hal ini dimungkinkan untuk mengubah
persentase mayoritas-aturan untuk nilai apapun; 100% hasilnya akan identik dengan
pohon konsensus yang ketat.
Menilai Pohon Keandalan
Rekonstruksi filogenetik adalah masalah inferensi statistik (Edwards dan
Cavalli-Sforza 1964). Oleh karena itu, kita harus menilai keandalan filogeni yang
disimpulkan dan bagian-bagian komponennya. Dalam studi filogenetik, salah satu
metode resampling, adalah bootstrap.

Bootstrap
Bootstrap adalah teknik komputasi untuk memperkirakan statistik yang
distribusi yang mendasari tidak diketahui atau sulit untuk mendapatkan analitis (Efron
1982). Sejak diperkenalkan ke studi filogenetik oleh Felsenstein (1985), teknik
bootstrap telah sering digunakan sebagai sarana untuk memperkirakan tingkat
kepercayaan hipotesis filogenetik. Sifat statistik dari teknik ini dalam konteks
filogenetik yang cukup kompleks, namun studi teoritis (misalnya, Zharkikh dan Li
1992a, b, 1995; Felsenstein dan Kishino 1993; Hillis dan Banteng 1993) telah
menyebabkan pemahaman yang lebih baik dari teknik ini. Bootstrap milik kelas metode
yang disebut teknik resampling karena memperkirakan distribusi sampling oleh data
berulang kali resampling dari aslinya set sampel data.

Gambar 5.26a menggambarkan prosedur bootstrap di filogenetik. Sampel data


terdiri dari lima urutan selaras dari lima Otus. Dari data tersebut, pohon
filogenetik dibangun, dalam hal ini dengan metode kekikiran maksimum. Pohon
disimpulkan adalah hipotesis nol untuk diuji oleh bootstrap itu. Perhatikan bahwa
hipotesis nol khusus ini terdiri dari dua subhypotheses: (1) Otus 3 dan 4 milik satu
clade, dan (2) Otus 2 dan 5 milik lain (Gambar 5.26b).

Untuk memperkirakan tingkat kepercayaan subhipotesis ini, serangkaian


pseudosamples (biasanya 500-1.000 pseudosamples) oleh resampling situs dalam data
sampel dengan penggantian. Sampling dengan penggantian berarti bahwa situs sampel
dapat dicicipi lagi dengan probabilitas yang sama seperti situs lain. Akibatnya, setiap
pseudosample mungkin berisi situs yang diwakili beberapa kali, dan situs yang tidak
terwakili sama sekali. Misalnya, di pseudosample 1 pada Gambar 5.26a, situs 1 diwakili
empat kali, sementara situs 3 dan 4 tidak terwakili. Setiap pseudosample memiliki
panjang selaras sama dengan sampel asli.
Setiap pseudosample digunakan untuk membangun sebuah pohon dengan
metode yang sama digunakan untuk pohon tereka. Subhypothesis (1) diberikan skor 1
jika Otus 3 dan 4 adalah taksa adik di pohon bootstrap, namun skor 0 jika tidak. Skor
untuk subhypothesis (2) juga sama memutuskan. Skor untuk masing-masing dua
subhypotheses ditambahkan untuk semua pohon n, sehingga mendapatkan nilai
bootstrap untuk setiap subhypothesis. Nilai bootstrap dinyatakan sebagai persentase,
dan ditunjukkan di cabang-cabang internal yang mendefinisikan clades (Gambar 5.26b).
Dalam contoh khusus kami, clade yang terdiri dari Otus 3 dan 4 yang didukung oleh
95% dari bootstrap bereplikasi, sementara clade yang terdiri dari Otus 2 dan 5 didukung
oleh hanya 70% dari bootstrap bereplikasi.\
Nilai bootstrap biasanya ditafsirkan sebagai tingkat kepercayaan untuk clades,
meskipun ini bukan praktik ketat. Zharkikh dan Li (1992ab) dan Hillis and Bull (1993)
telah menunjukkan bahwa bootstrap cenderung meremehkan tingkat kepercayaan
sebesar nilai bootstrap tinggi dan melebih-lebihkan itu pada nilai-nilai yang rendah.
Zharkikh dan Li (1995) mengembangkan metode untuk memperbaiki bias estimasi
bootstrap.
Ada kesulitan tambahan dalam interpretasi hasil yang diperoleh oleh pendekatan
bootstrap (Felsenstein 1985). Pertama, laporan bootstrap bukan merupakan pernyataan
keyakinan bersama: untuk dua clades masing-masing didukung oleh nilai bootstrap dari
95%, kita mungkin memiliki keyakinan lebih rendah dari (0,95 x 0,95) x 100 = 90%
dalam pernyataan bahwa kedua clades hadir dalam pohon benar. Kedua, ada "beberapa
tes" masalah: jika ada 20 clades atau lebih, maka, rata-rata, satu dapat memperoleh
signifikansi statistik pada tingkat 5% murni secara kebetulan. Salah satu cara untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan ini adalah mengandalkan hanya pada bootstrap sangat
tinggi nilai-katakan 95% atau lebih tinggi. Dalam literatur, proses resampling bootstrap
sering diulang hanya 100 kali, tetapi jumlah ini terlalu rendah; setidaknya beberapa
ratus pseudosamples harus digunakan, terutama ketika banyak spesies yang terlibat. Ini
bisa sangat memakan waktu, terutama jika metode memakan waktu komputasi seperti
kekikiran maksimum digunakan.

Tes untuk dua pohon pesaing


Beberapa tes telah dirancang untuk menguji apakah satu filogeni secara
signifikan lebih baik daripada yang lain. Tes tersebut ada untuk masing-masing tiga
jenis metode rekonstruksi pohon (matriks jarak, kekikiran maksimum, dan
kemungkinan maksimum).
Kishino dan Hasegawa (1989) merancang uji parametrik untuk membandingkan
dua pohon dengan asumsi bahwa semua situs nukleotida yang independen dan setara.
Tes menggunakan perbedaan jumlah substitusi nukleotida pada situs informatif antara
dua pohon, D, sebagai uji statistik; di mana D = IDi, dan ∑D i adalah perbedaan dalam
jumlah minimum substitusi nukleotida antara dua pohon di engan situs informatif.
Varians sampel dari D adalah di mana n adalah jumlah situs informatif. Hipotesis nol
bahwa D = 0 dapat diuji dengan t-tes dipasangkan dengan n - 1 derajat kebebasan.
GAMBAR 5.27 Pengurangan pohon filogenetik dengan runtuh internal yang
cabangterkait dengan nilai-nilai bootstrap yang lebih rendah dari kritis tertentu
nilai. (a) pohon Gene untuk urutan a-tubulin (430 residu asam amino) dari
eukariota. Nilai bootstrap lebih besar dari 50% ditandai di internal yang cabang-
cabangrelevan.Pohon berakar dengan urutan P-tubulin paralogous. (b)
Mengurangi pohon di mana semua cabang dengan bootstrap nilai lebih rendah
dari 50% yang runtuh ke polytomies (lingkaran hitam). (c) Mengurangi pohon di
mana semua cabang dengan bootstrap nilai lebih rendah dari 90% yang runtuh ke
polytomies. Data dari Edlind et al. (1996).

MASALAH TERKAIT DENGAN REKONSTRUKSI FILOGENETIK


Ada metode rekonstruksi filogenetik dapat diklaim lebih baik daripada yang lain dalam
segala kondisi. Setiap metode rekonstruksi filogenetik memiliki kelebihan dan
kekurangan, dan masing-masing metode dapat berhasil atau gagal tergantung pada sifat
dari proses evolusi, yang oleh dan besar tidak diketahui. Berikut ini kami akan meninjau
kekuatan dan kelemahan dari metode yang berbeda dan garis besar beberapa strategi
untuk meminimalkan kesalahan dalam analisis filogenetik

Kekuatan dan Kelemahan Dari Metode yang Berbeda


UPGMA bekerja dengan baik hanya jika keteguhan tingkat memegang
setidaknya sekitar. Keuntungan utamanya adalah kecepatan tinggi dari perhitungan.
Namun, algoritma cepat yang saat ini tersedia untuk metode matriks jarak lainnya, dan
UPGMA jarang digunakan saat ini, kecuali untuk tujuan pedagogik.
Metode pohon aditif, termasuk metode mengubah jarak, metode tetangga-
hubungan, dan metode tetangga-bergabung, bebas dari kesalahan sistematik jika data
jarak memenuhi kondisi empat titik. Kinerja dari metode ini, bagaimanapun, tergantung
pada metode yang digunakan untuk mengubah data negara karakter mentah menjadi
jarak. Sejauh metode yang digunakan tidak memberikan kompensasi memadai untuk
beberapa pergantian pemain di situs, kinerja aditif metode pohon dapat dikompromikan.
Ketika jarak kecil dan urutan yang digunakan adalah panjang, perkiraan yang cukup
akurat dari jarak dapat diperoleh, dan metode ini dapat melakukan dengan baik bahkan
di bawah tarif nonconstant evolusi. Memang, seperti dicatat oleh Saitou dan Nei (1987),
ketika jarak kecil, satu mungkin bahkan menggunakan jarak Hamming (diamati jumlah
dikoreksi dari perbedaan antara dua urutan) dan masih mendapatkan pohon yang benar.
Catatan, bagaimanapun, bahwa jika urutan pendek, maka perkiraan jarak tunduk
kesalahan statistik yang besar. Selain itu, jika beberapa jarak yang besar atau jika
tingkat bervariasi antara situs, maka estimasi akurat dari jarak mungkin tercapai. Dalam
setiap situasi ini, kinerja aditif metode pohon mungkin tidak baik. Keuntungan dari
metode ini adalah bahwa waktu komputasi biasanya sangat cepat, dan mereka dapat
digunakan pada nomor besar Otus.
Metode kekikiran maksimum tidak membuat asumsi eksplisit kecuali bahwa
pohon yang membutuhkan substitusi lebih sedikit lebih baik dari satu yang
membutuhkan lebih. Perhatikan bahwa pohon yang meminimalkan jumlah pergantian
pemain juga meminimalkan jumlah homoplasies, yaitu, paralel, konvergen, dan
substitusi kembali. Ketika tingkat perbedaan antara urutan kecil sehingga homoplasies
jarang, kriteria kekikiran biasanya bekerja dengan baik. Namun, ketika tingkat
divergensi adalah besar sehingga homoplasies umum, metode kekikiran maksimum
dapat menghasilkan kesimpulan filogenetik rusak. Secara khusus, jika beberapa urutan
telah berevolusi lebih cepat dari yang lain, homoplasies cenderung terjadi lebih sering di
antara cabang-cabang yang mengarah ke urutan ini dari antara lain, dan kekikiran dapat
mengakibatkan pohon yang keliru. Dengan kata lain, metode kekikiran maksimum
mungkin berkinerja buruk setiap kali beberapa cabang pohon yang lebih lama dari
cabang lain, karena kekikiran akan cenderung mengelompok cabang panjang bersama-
sama (Felsenstein 1978). Fenomena ini disebut tarik panjang cabang atau zona
Felsenstein (Gambar 5.28). Perhatikan juga bahwa kesempatan homoplasy tergantung
pada pola substitusi. Misalnya, jika transisi terjadi lebih sering daripada transversi,
maka peluang homoplasy akan lebih tinggi dari itu untuk kasus tingkat substitusi sama
di antara empat nukleotida. Beberapa dari efek ini dapat diatasi dengan menggunakan
kekikiran tertimbang (misalnya, Swofford 1993), di mana bias transisi diperhitungkan.
GAMBAR 5.28 Fenomena panjang-cabang. (a) Pohon tak berakar memiliki dua
cabang yang panjang, masing-masing tetangga cabang pendek. Huruf-huruf yang
mewakili nukleotida di terminal dan node internal. Di cabang-cabang pendek, kita
mengasumsikan bahwa probabilitas substitusi nukleotida sangat kecil, sehingga
nukleotida pada ujung cabang pendek cenderung mempertahankankarakter yang
sama negaraseperti yang dari simpul leluhur. Sebaliknya, di cabang-cabang yang
panjang nukleotida substitusiyang mungkin terjadi dengan probabilitas tinggi.
Jika substitusi nukleotida pada yang panjang cabang-cabang tidak homoplasious,
maka dengan menggunakan kekikiran maksimum kita akan mendapatkan benar.
pohon yang (b) Secara kebetulan, namun, situs mungkin mengalami substitusi
nukleotida homoplasious sepanjang dua cabang yang panjang. Sebagai
konsekuensinya, maksimum kekikiran metode akan menghasilkan pohon yang
salah (c), mana dicabang panjang disimpulkan menjadi tetangga. Alasan untuk
kesalahan ini adalah bahwa pohonyang benar (b) membutuhkan dua substitusi
nukleotida, sedangkan pohon yang salah (c) hanya membutuhkan substitusi
nukleotida tunggal.

Dalam metode kekikiran maksimum, kita dituntut untuk membandingkan semua


pohon mungkin. Perbandingan ini layak hanya jika jumlah Otus kecil dan urutan yang
diteliti tidak terlalu lama. Misalnya, selama sepuluh Otus ada lebih dari 2 juta pohon
unrooted mungkin untuk dipertimbangkan (Tabel 5.1), dan waktu komputer yang
dibutuhkan menjadi sangat besar jika urutan panjang. Jadi, ketika jumlah Otus besar,
pencarian yang lengkap mungkin tidak lagi layak dan pencarian heuristik harus
digunakan. Sayangnya, pendekatan heuristik tidak menjamin mendapatkan pohon
kekikiran maksimum.
Metode kemungkinan maksimum menggunakan informasi negara karakter di
semua situs, dan dengan demikian dapat dikatakan menggunakan "penuh" informasi;
Namun, itu membutuhkan asumsi eksplisit pada tingkat dan pola substitusi nukleotida.
Pada umumnya percaya bahwa metode ini relatif tidak sensitif terhadap
pelanggaran asumsi, tetapi studi simulasi (Tateno et al. 1994) menunjukkan bahwa
metode ini tidak mungkin sangat kuat. Dengan kata lain, metode kemungkinan dapat
berkinerja buruk jika model stochastic yang digunakan adalah realistis dan jika
beberapa urutan sangat berbeda. Kerugian utama dari metode kemungkinan maksimum
adalah bahwa perhitungan yang sangat membosankan dan memakan waktu. Seperti di
kekikiran maksimum, metode kemungkinan maksimum membutuhkan pertimbangan
dari semua pohon alternatif yang mungkin, dan untuk setiap pohon akan mencari nilai
kemungkinan maksimum (Kuhner dan Felsenstein 1994). Jadi, ketika jumlah Otus
besar, menggunakan pendekatan heuristik untuk mengurangi jumlah pohon yang akan
dipertimbangkan (misalnya, Felsenstein 1981; Saitou 1988). Dalam kasus tersebut, kita
mungkin tidak mendapatkan pohon kemungkinan maksimum.

Meminimalkan Kesalahan dalam Analisis Filogenetik


Beberapa strategi yang tersedia untuk meminimalkan kesalahan acak dan
sistematis dalam analisis filogenetik. Namun, hal ini tidak selalu mungkin untuk
mengidentifikasi sumber-sumber potensial dari kesalahan atau bias yang. Berikut ini,
kita daftar beberapa anjuran dan larangan yang dapat meningkatkan peluang kami untuk
memulihkan pohon filogenetik benar.
Cara terbaik untuk meminimalkan kesalahan acak adalah dengan menggunakan
data dalam jumlah besar. Semua hal lain dianggap sama, pohon berdasarkan sejumlah
besar data molekuler hampir selalu lebih handal dari satu berdasarkan jumlah yang lebih
terbatas data. Ketika urutan tidak memberikan informasi filogenetik yang cukup
(misalnya, karena mereka terlalu pendek atau kurang variasi), ada metode filogenetik
akan menghasilkan hasil yang masuk akal. Ini mengatakan, satu-satunya harus
mencakup data yang dapat diandalkan dalam analisis. Dengan itu kita berarti bahwa
analisis harus dibatasi untuk urutan yang telah dipercaya ditentukan, dan yang homolog
posisi yang pasti. (Kami mencatat, bagaimanapun, bahwa penghapusan data yang
dianggap "tidak bisa diandalkan" mungkin subjektif dan sewenang-wenang.) Selain itu,
kita hanya harus menggunakan urutan yang berevolusi pada tingkat yang tepat untuk
pertanyaan filogenetik diselidiki. Urutan cepat berkembang (atau bagian dari urutan,
seperti posisi kodon ketiga) harus digunakan untuk pertanyaan mengenai hubungan
filogenetik dekat, dan urutan perlahan-lahan berkembang harus digunakan untuk
hubungan filogenetik jauh. Memilih salah dapat mengakibatkan kurangnya informasi
filogenetik dalam kasus urutan lambat berkembang, atau efek saturasi dalam kasus
urutan cepat berkembang.
Salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan kesalahan sistematis yang
mengarah ke inkonsistensi-yaitu, menghasilkan kesimpulan yang salah bahkan ketika
jumlah data besar-adalah dengan menggunakan model yang lebih realistis atau metode
yang lebih cocok analisis untuk lebih cocok dengan data. Misalnya, bias basis-
komposisi yang dikenal memiliki efek diucapkan pada rekonstruksi filogenetik, dan
sebagian besar metode akan benar kelompok Otus dengan komposisi dasar yang sama.
Beberapa jarak aditif, misalnya, log-determinan atau jarak paralinear (Baja 1994;
Lockhart et al 1994;. Danau 1994; Galtier dan Gouy 1995, 1998), yang cukup kuat
untuk variabilitas komposisi dasar antara taksa yang diteliti.

Contoh Filogenetik Molekuler


Penerapan teknik biologi molekuler dan kemajuan dalam metodologi
rekonstruksi pohon telah menyebabkan kemajuan luar biasa dalam studi filogenetik,
sehingga pemahaman yang lebih baik tentang sejarah evolusi dari hampir setiap
kelompok taksonomi. Pada bagian ini kami menyajikan beberapa contoh di mana studi
molekuler telah (1) diselesaikan masalah lama, (2) menyebabkan revisi drastis dari
pandangan tradisional, atau (3) menunjuk ke arah baru penelitian. Bidang filogenetik
molekuler maju dengan cepat, namun, dan beberapa pandangan yang disajikan di sini
mungkin akhirnya akan direvisi.

Filogeni dari Manusia dan Kera


Isu yang relatif evolusi terdekat manusia memiliki ahli biologi selalu menarik.
Darwin, misalnya, mengklaim bahwa kera Afrika, simpanse (Pan) dan gorila (Gorilla),
adalah kerabat terdekat kita, dan karenanya ia menyarankan bahwa asal-usul evolusi
manusia yang dapat ditemukan di Afrika (Darwin 1871). Teroti Darwin jatuh dan tidak
disukai karena berbagai alasan, dan untuk waktu yang lama taksonomis percaya bahwa
genus Homo dengan kera yang masih ada dan dengan demikian, Homo ditugaskan
untuk kekerabatan tersendiri, Hominidae. Simpanse, gorila, dan orangutan (Pongo), di
sisi lain, biasanya ditempatkan dalam sebuah keluarga yang terpisah, Pongidae (Gambar
5.2 9 a). The owa (Hylobates) diklasifikasikan secara terpisah (Hylobatidae) atau
dengan Pongidae (Gambar 5.29b, lihat Simpson 1961). Goodman (1963) benar diakui
bahwa pengaturan yang sistematis ini antroposentris di mengandaikan bahwa manusia
merupakan "kelas baru pembangunan filogenetik, salah satu yang 'lebih tinggi' dari
pongids dan semua nilai sebelumnya lain." Memang, menempatkan berbagai kera
menjadi satu keluarga dan manusia ke lain menyiratkan bahwa kera berbagi nenek
moyang yang sama yang lebih baru dengan satu sama lain daripada dengan manusia.
Ketika Homo dimasukkan dalam clade yang sama dengan kera yang masih ada, itu
biasanya dengan Asia orangutan (Gambar 5.29c; Schultz 1963; Schwartz 1984).
Dengan menggunakan metode presipitasi serologi, Goodman (1962) mampu
menunjukkan bahwa manusia, simpanse, dan gorila merupakan clade alami (Gambar
5.29d), dengan orangutan dan owa setelah menyimpang dari kera lainnya di tanggal
lebih awal. Dari data yang fiksasi microcomplement, Sarich dan Wilson (1967)
memperkirakan waktu perbedaan antara manusia dan itu.

GAMBAR 5.29 Empat filogeni alternatif dan klasifikasi dari kera yang masih ada
dan manusia (Hominoidae). Klasifikasi tradisional pengaturan manusia terpisah
ditunjukkan pada (a) dan (b). Pengelompokan manusia dengan orangutan yang
ditunjukkan pada (c). Molekul serta morfologi bukti kumulatif nikmat klasifikasi
di (d). Singkatan Spesies: H, manusia (Homo); C, simpanse (Pan); G, gorila
(Gorilla); 0, orangutan (Pongo); dan B, owa (Hylobates).
GAMBAR 5.30 (a) Tiga pohon berakar mungkin bagi manusia, simpanse, dan
gorila.(b) Sebanding pohon unrooted dengan orangutan sebagai outgroup.Spesies:
Singkatan H, manusia (Homo sapiens); C, simpanse (Pan troglodytes); G, gorila
(Gorilla gorilla); dan 0, orangutan (Pongo pygmaeus).

Berikut ini, kita akan menggunakan urutan DNA data dari Miyamoto et al.
(1987) dan Maeda et al. (1988) menunjukkan bahwa bukti molekuler mendukung
manusia-simpanse cladedan, pada saat yang sama, untuk menggambarkan
beberapametode pohon-membuat dibahas di bagian sebelumnya
Tabel 5.2 menunjukkan jumlah substitusi nukleotida per 100 situs antara setiap
pasangan dari Otus berikut: manusia (H), simpanse (C), gorila (C), orangutan (0) dan
monyet rhesus (R). Mari kita terapkan UPGMA untuk jarak tersebut. Jarak antara
manusia dan simpanse adalah terpendek (DHC = 1,45). Oleh karena itu, kami
bergabung dengan dua Otus ini pertama, dan menempatkan node di 1.45 / 2 = 0,73
(Gambar 5.31a). Kami kemudian menghitung jarak antara OTU komposit (HC) dan
masing-masing dari spesies lain, dan memperoleh matriks jarak yang baru:

Sejak (HC) dan G kini dipisahkan oleh jarak terpendek, mereka adalah
berikutnya yang akan bergabung bersama-sama, dan node menghubungkan ditempatkan
di 1.54 / 2 = 0,77. Melanjutkan proses, kita memperoleh pohon pada Gambar 5.31a.
Kami mencatat bahwa simpul percabangan taksiran H dan C sangat dekat dengan itu
untuk (HC) dan G. Bahkan, jarak antara dua node lebih kecil dari semua kesalahan
standar untuk perkiraan jarak berpasangan antara H, C , dan G (Tabel 5.2). Jadi,
meskipun data menunjukkan bahwa kerabat terdekat kami adalah simpanse, data tidak
memberikan resolusi konklusif dari urutan percabangan. Posisi orangutan, namun,
sebagai outgroup ke clade simpanse-gorila manusia adalah tegas.
GAMBAR 5.31 pohon filogenetik bagi manusia, simpanse, gorila, orangutan, dan
monyet rhesus disimpulkan dari UPGMA (a) dan dari Sattath dan Tversky ini
metode tetangga-hubungan (b).

a
Urutan Data yang digunakan adalah 5,3 Kb DNA noncoding, yang terdiri dari
dua wilayah yang terpisah: (1) lokus q-globin (2.2 Kb) dijelaskan oleh Koop et al.
(1986b) dan (2) 3.1 Kb dari Spacer globin r1-8 diurutkan oleh Maeda et al. (1983,
1988).
Sejak (HC) dan G kini dipisahkan oleh jarak terpendek, mereka adalah
berikutnya yang akan bergabung bersama-sama, dan simpul penghubung ditempatkan di
1.54 / 2 = 0,77. Melanjutkan proses, kita memperoleh pohon pada Gambar 5.31a. Kami
mencatat bahwa simpul percabangan taksiran H dan C sangat dekat dengan itu untuk
(HC) dan G. Bahkan, jarak antara dua node lebih kecil dari semua kesalahan standar
untuk perkiraan jarak berpasangan antara H, C, dan G (Tabel 5.2). Jadi, meskipun data
menunjukkan bahwa kerabat terdekat kami adalah simpanse, data tidak memberikan
resolusi konklusif dari urutan percabangan. Posisi orangutan, namun, sebagai outgroup
untuk gorila clade humanchimpanzee- adalah tegas.
Gambar 5.31 pohon filogenetik bagi manusia, simpanse, gorila, orangutan, dan
monyet rhesus disimpulkan dari UPGMA (a) dan dari Sattath dan Tversky ini
metode tetangga-hubungan (b).
Pengelompokan manusia dan simpanse dalam satu clade, bagaimanapun, tidak
didukung oleh gen involucrin, yang mendukung sebaliknya chimpanzeegorilla clade
(Djian dan Green 1989), dan oleh lokus RPS4Y Y-linked, yang mendukung manusia-
gorila clade ( Samollow et al. 1996). Namun, mengingat fenomena terkenal mungkin
ketidaksesuaian antara pohon gen dan pohon spesies (lihat halaman 173), kesepakatan
antara semua pohon gen tidak diharapkan. Bukti molekul keseluruhan sekarang kuat dan
signifikan dalam mendukung clade manusia-simpanse. Selain 10.2-Kb urutan data yang
dibahas di atas, clade ini didukung oleh data yang ekstensif DNA-DNA hibridisasi
(Sibley dan Ahlquist 1987; Caccone dan Powell 1989), oleh data protein elektroforesis
dua dimensi (. Goldman et al 1987), variasi situs pembatasan dalam spacer gen
menentukan RNA ribosom (Suzuki et al 1994.), dan terutama oleh DNA mitokondria
yang luas (Ruvolo et al 1991;. Horai et al 1992;.. Arnason et al 1996) dan DNA nuklir
urutan data (Bailey et al 1991;. Ruvolo 1997).
Cetartiodactyla dan filogeni sinus
Lebih dari 80 jenis paus, lumba-lumba, dan lumba, yang membentuk ordo
Cetacea, adalah yang paling menarik dan spektakuler dari semua mamalia plasenta
(eutherians). Mereka memiliki sistem komunikasi yang rumit indikasi dari sebuah
struktur sosial yang maju, dan sebagian fisik dari beberapa cetacea jauh melebihi dari
dinosaurus terbesar. Asal Cetacea telah menjadi misteri evolusi abadi sejak Aristoteles,
untuk transisi dari terrestriality ke hidup di air eksklusif diperlukan jumlah belum
pernah terjadi sebelumnya dari perubahan belum terkoordinasi unik dalam banyak
sistem biologi. Misalnya, Cetacea hidup yang unik di antara mamalia di benar-benar
kurang hindlimbs eksternal dan berenang dengan osilasi dorsoventral dari ekor berotot.
Dalam konteks filogenetik, rute morfologi unik, anatomi, dan perilaku merupakan
autapomorphies untuk Cetacea, dan tidak dapat digunakan untuk menentukan afinitas
filogenetik dari pesanan ini dalam pohon eutherian.
Urutan Artiodactyla secara tradisional dibagi menjadi tiga subordo: Suiformes
(babi dan kuda nil), Tylopoda (unta dan llama), dan Ruminantia (rusa, rusa, jerapah,
tanduk bercabang, sapi, kambing, dan domba). Graur dan Higgins (1994) disimpulkan
posisi filogenetik dari Cetecea dalam kaitannya dengan tiga subordo artiodaktil dengan
menggunakan protein dan urutan DNA data dari sapi, unta, babi, beberapa spesies
cetacean, dan outgroup. analisis filogenetik mereka menunjukkan bahwa paus tidak
hanya berhubungan erat dengan artiodactyls, tetapi sangat bersarang dalam artiodaktil
pohon filogenetik, yaitu, mereka lebih erat terkait dengan beberapa anggota dari ordo
Artiodactyla (misalnya, Ruminantia) dari beberapa artiodactyls yang satu lain. Dengan
demikian, artiodactyls bukan merupakan clade monofiletik, kecuali Cetacea termasuk
dalam urutan. Istilah Cetartiodactyla (Montgelard et al. 1997) saat ini digunakan untuk
clade yang terdiri dari artiodactyls dan Cetacea.

Resolusi ambigu afinitas evolusi cetacean telah diperoleh oleh Shimamura et al.
(1997) dan Nikaido dan Okada (di tekan), yang menggunakan pola penyisipan singkat
urutan berulang diselingi (Sines; Bab 7 dan 8) untuk menyelesaikan pohon filogenetik
cetartiodactyl. Gambar 5.32 menggambarkan prinsip-prinsip inferensi filogenetik
dengan menggunakan Sines. Pertama, SINE yang diidentifikasi dalam spesies tertentu.
Kemudian 5 'dan 3' primer sekitar unit sinus digunakan untuk mengidentifikasi secara
unik lokasi genom (Gambar 5.32a). Jika lingkungan dari sinus yang dilestarikan selama
evolusi, mereka dapat digunakan dengan polymerase chain reaction (PCR) untuk
memperkuat lokus homolog dari DNA genomik dari spesies lain yang diteliti (Gambar
5.32b). Produk PCR kemudian mengalami elektroforesis, yang memisahkan mereka
sesuai dengan panjang. Sebuah produk PCR panjang menunjukkan adanya unit sinus;
produk PCR pendek menunjukkan adanya (Gambar 5.32c). Untuk memastikan bahwa
sisipan memang homolog (yang sinus yang sama di lokasi yang sama persis), produk
PCR dapat kemudian diurutkan dan dibandingkan. Karena penyisipan sinus pada
dasarnya adalah sebuah negara karakter ireversibel, kehadiran sinus di sebuah lokus
tertentu dalam beberapa spesies dapat diperlakukan sebagai synapomorphy
mendefinisikan clade monofiletik (Gambar 5.32d). Misalnya, pola pada lokus 2
menunjukkan bahwa spesies A, B, dan C milik cluster monofiletik.
GAMBAR 5.32 Inference dari filogeni dari pola penyisipan sinus. (A) Primer
mengidentifikasi lokasi genom (locus) dari unit sinus. (B) PCR digunakan untuk
memperkuat lokus homolog dari DNA genom dari beberapa spesies yang diteliti
(A, B, C, dan D). (C) Produk PCR dikenakan elektroforesis dan pemisahan dengan
panjang. Sebuah produk PCR panjang menunjukkan adanya (+) dari unit sinus;
produk PCR pendek menunjukkan adanya (-). (D) Karena penyisipan sinus pada
dasarnya adalah negara karakter ireversibel, kehadiran sinus di sebuah lokus
tertentu dapat diperlakukan sebagai synapomorphy mendefinisikan clades
monofiletik (panah 1 dan 2) atau sebagai autapomorphy untuk takson tunggal
(panah 3). Courtesy of Profesor Norihiro Okada.

GAMBAR 5.33 (a) Tradisional filogenetik pohon dan nomenklatur taksonomi


untuk Cetacea dan artiodactyls. Urutan Artiodactyla dibagi menjadi tiga subordo
berjarak sama: Tylopoda (unta dan llama), Suiformes, dan Ruminantia. Subordo
Suiformes dibagi menjadi dua infraorders: Suina (babi dan peccaries) dan
Ancodonta (kuda nil). Subordo Ruminantia dibagi menjadi dua infraorders:
Tragulina (kancil atau chevrotains) dan Pecora (rusa, rusa, jerapah, tanduk
bercabang, sapi, kambing, dan domba). Urutan Cetacea, terdiri dari Odontoceti
(paus bergigi) dan Mysticeti (baleen paus), mungkin atau mungkin tidak terkait
dengan Artiodactyla. (B) pohon filogenetik molekuler dan direvisi nomenklatur
taksonomi untuk cetartiodactyls. Panah menunjukkan sisipan sinus. Courtesy of
Profesor Norihiro Okada.

Filogeni tradisional Cetacea dan artiodactyls ditunjukkan pada Gambar 5.33a.


Shimamura et al. (1997) dan Nikaido dan Okada (di tekan) mengidentifikasi 21
synapomorphic dan autapomorphic sisipan sinus seluruh genom dari cetacea dan
artiodactyls dan menggunakan mereka untuk merekonstruksi filogeni dari cetacea dan
artiodactyls (Gambar 5.33b). Misalnya, mereka menemukan dua CHR-1 sinus di Pecora
dan Tragulina yang tidak ditemukan dalam organisme lain. Salah satu sinus ini
ditemukan dalam intron ketiga gen untuk x subunit dari hipofisis glikoprotein hormon;
yang lain adalah dalam intron ketiga gen untuk steroid 21-hidroksilase. Kedua sinus
menunjukkan monophyly ruminansia.

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.33b, empat synapomorphies sinus


tegas menunjukkan bahwa kuda nil (Ancodonta) adalah kerabat yang masih ada terdekat
paus. Kebetulan, babi dan peccaries (Suina) ditemukan tidak terkait dengan kuda nil,
dan oleh karena itu bukti molekuler menyanggah monophyly dari Suiformes subordo.

Asal angiosperma
Asal angiosperma (tumbuhan berbunga) dianggap "misteri keji" oleh Charles
Darwin, dan sampai hari ini masih menjadi isu yang sangat kontroversial. bukti
paleontologis menunjukkan bahwa angiosperma, yang didefinisikan secara unik oleh
mereka ovula carpel tertutup dan biji, mulai memancarkan cepat di Kapur tengah (-
115000000 tahun yang lalu), dan menjadi kelompok dominan dari tanaman darat sekitar
90 juta tahun yang lalu (Lidgard dan Derek 1988). Sekitar 275.000 spesies angiosperma
yang masih ada saat ini dijelaskan (Lampiran I), membuktikan keberhasilan besar dari
kelompok ini. Angiosperma umumnya diduga berasal dari tanaman biji gymnosperm-
seperti (Spermatopsida), dan sejak spermatopsid keturunan meluas kembali ke
setidaknya 370-380000000 tahun yang lalu (Stewart 1983; Kenrick dan Derek 1997),
ada berbagai besar waktu selama angiosperma mungkin punya awal mereka. Teori
tentang kurangnya angiosperma dalam catatan fosil sebelum Cretaceous jatuh ke dalam
dua tipe dasar: baik angiosperma tidak ada sampai awal Cretaceous (misalnya, Hickey
dan Doyle 1977; Doyle 1978; Thomas dan Spicer 1987), atau pra-Cretaceous
angiospermae hidup di habitat sehingga tahan api untuk fosilisasi bahwa mereka tidak
meninggalkan catatan (Axelrod 1952, 1970; Takhtajan 1969).

Salah satu cara untuk memutuskan antara dua pandangan ini adalah untuk
memperkirakan tanggal perbedaan antara monokotil (monokotil) dan dicotyledons
(dikotil), dua kelas utama dari angiosperma. Ini akan memberikan kami dengan
perkiraan minimal untuk usia angiosperma. Aplikasi pertama dari urutan DNA data
untuk memperkirakan tanggal ini dibuat oleh Martin et al. (1989), yang menggunakan
urutan pengkodean gen nuklir dehidrogenase cytostolic gliseraldehida-3-fosfat dari
tumbuhan, hewan, dan jamur. Dengan menggunakan beberapa perbedaan tanggal antara
taksa hewan, dan antara tanaman, hewan dan kerajaan jamur, mereka memperkirakan
laju evolusi gen ini. Dari tingkat ini, mereka disimpulkan monokotil dan garis keturunan
dikotil telah menyimpang sekitar 300-320000000 tahun yang lalu (Martin et al. 1993).
Tanggal ini tampaknya terlalu kuno, karena fosil tumbuhan darat paling awal hanya
berusia sekitar 420 juta tahun (Gensel dan Andrews 1984), dan sehingga akan berarti
bahwa semua tumbuhan vaskular (yaitu, bryophytes, pteridophytes, gymnosperma,
monocotydelons, dan dicotydelons) muncul dalam waktu kurang dari 100 juta tahun
setelah munculnya tanaman di darat. Namun demikian, data yang diberikan bukti asal
pra-Kapur angiospermae.
Wolfe et al. (1989b) diperoleh perkiraan yang berbeda dengan menggunakan tiga
pendekatan. Yang pertama didasarkan pada kalibrasi tingkat substitusi identik dalam gen
kloroplas dengan perbedaan jagung gandum sebagai referensi (50-70 juta tahun yang
lalu). Menggunakan data sekuen DNA, mereka pertama kali menunjukkan bahwa
jagung, gandum, dan beras semua berasal kira-kira pada waktu yang sama, yaitu, bahwa
hubungan filogenetik mereka dapat diwakili sekitar sebagai trikotomi (Gambar 5.34).
Dari rata-rata jumlah substitusi identik per situs antara jagung dan kloroplas gandum
gen, mereka memperkirakan tingkat substitusi identik menjadi 1,73 x 10-9 atau 1,24 x
10-9 substitusi per situs per tahun, tergantung pada apakah batas bawah (50 juta tahun)
atau batas atas (70 juta tahun) dari acara divergensi jagung-gandum digunakan. Rata-
rata jumlah substitusi identik per situs antara monokotil (jagung dan gandum) dan
dikotil (tembakau) gen adalah 0,577. Oleh karena itu, tanggal perbedaan monokotil-
dikotil (Gambar 5,34) diperkirakan 170-230000000 tahun yang lalu.
GAMBAR 5.34 pohon filogenetik pada tiga dikotil dan empat spesies monokotil.
Pohon itu disimpulkan dengan metode tetangga-bergabung menggunakan jarak
identik selama tiga gen kloroplas: rbcL, ATPB, dan atpE. Panjang (0,7%) dari
cabang internal yang mengarah ke pasangan jagung-padi kurang dari standard
error (-1,7%), dan dengan demikian jagung, beras, dan gandum / jelai garis
keturunan yang mungkin dekat dengan trikotomi. Perhatikan bahwa untuk
tujuan kejelasan, dua skala yang berbeda satu sama lain. Dari Wolfe et al. (1989b).

Filogeni dari serigala marsupial


Marsupial serigala Thylacinus cynocephalus adalah hewan karnivora seukuran
anjing besar. Hal ini sering disebut sebagai harimau Tasmania, mengacu pada garis-garis
di punggungnya dan pantat. Serigala marsupial sudah punah di daratan Australia ribuan
tahun yang lalu. Yang terakhir dikenal marsupial liar serigala ditangkap di Tasmania
pada tahun 1933, dan meninggal di Kebun Binatang Hobart pada tahun 1936.
penampakan sporadis serigala marsupial hidup masih dilaporkan (Douglas 1986).
Meskipun distribusi geografis, yang dibatasi untuk Australia dan pulau-pulau
sekitarnya, T. cynocephalus telah sering diklasifikasikan berdasarkan morfologi
bersama-sama dengan marsupial Amerika Selatan tapi selain dari yang Australia.

Dengan menggunakan metode PCR, Thomas et al. (1989) dan Krajewski et al.
(1992, 1997) (1989) diurutkan tiga segmen mitokondria sebesar 1.765 nukleotida dari T
cynocephalus dan membandingkannya dengan urutan homolog dari hidup marsupial
Australia dan Amerika Selatan, serta dengan urutan homolog dari mamalia plasenta.
Atas dasar ini, mereka mampu memutuskan antara dua klaim: (1) serigala berkantung
milik sekelompok Amerika Selatan marsupial yang disebut Didelphimorphia
(opossums), atau (2) serigala marsupial berkaitan erat dengan berbagai kelompok
marsupial Australia disebut dasyuromorphia (tikus berkantung dan kucing). Dari urutan
perbandingan ini, disimpulkan bahwa Thylacinus berkaitan erat dengan dua marsupial
Australia dasyurid, setan hampir punah Tasmanian (Sarcophilus harrisii) dan kucing
harimau Australia (Dasyurus maculatus), tetapi hanya jauh terkait dengan Amerika
Selatan marsupial seperti abu-abu bermata empat opossum (Philander opossum
andersoni) (Gambar 5.35). Dengan demikian, kesamaan morfologi antara Thylacinus
dan marsupial Amerika Selatan muncul untuk mewakili sebuah contoh evolusi
konvergen pada tingkat morfologi yang tidak memiliki paralel dalam DNA mitokondria.
kesimpulan yang sama telah dicapai sebelumnya oleh Lowenstein et al. (1981) atas
dasar perbandingan radioimmunoassay dari Albumin.

Apakah quagga punah?


Ketika Boer pemukim tiba di daerah Karoo dari Tanjung Harapan pada abad
ketujuh belas, mereka menemukan padang rumput penuh dengan ternak zebralike, yang
penduduk asli disebut quagga dan ahli taksonomi berlabel sesuai Equus quagga. Karena
perburuan yang tidak terkontrol, hewan sekali-di mana-mana itu punah dalam sedikit
lebih dari 200 tahun (Hughes 1988). Tidak pasti ketika quagga terakhir mati; yang
terakhir ditembak hewan di alam liar dilaporkan pada tahun 1876, dan beberapa
spesimen tampaknya telah selamat di kebun binatang Eropa ke tahun 1880-an. The
quagga perempuan yang mati di Kebun Binatang Amsterdam pada 12 Agustus 1883
sangat mungkin menandai kepunahan spesies (Harley 1988).

GAMBAR 5.35 pohon filogenetik, nomenklatur taksonomi, dan distribusi


geografis untuk serigala marsupial (Thylacinus) dan enam marsupial lainnya.
Pohon ini dibangun atas dasar mitokondria 12S rRNA urutan, dan berakar
dengan sapi (Bos) sebagai outgroup. Dimodifikasi dari Thomas et al. (1989).
Afinitas filogenetik dari quagga selalu kontroversial. Bennett (1980), misalnya,
ditempatkan quagga dalam clade yang sama dengan kuda domestik (E. caballus), tapi
selain dari dataran zebra (E. burchelli), zebra gunung (E. zebra), dan zebra Grevy (E.
grevyi). Sebaliknya, Eisenmann (1985) berkerumun quagga dengan zebra, selain kuda,
dan Rau (1974) dianggap sebagai quagga hanya sebagai varian warna dataran zebra,
kesimpulan yang didukung oleh perbandingan radioimmunoassay(Lowenstein dan
Ryder 1985).

Perbandingan urutan mitokondria bersambung 229-nukleotida panjang


menunjukkan tidak ada perbedaan antara quagga dan dataran zebra (Higuchi et al.
1987), sehingga bukti molekuler tersedia untuk tanggal sangat mendukung pandangan
Rau bahwa quagga adalah paling banyak subspesies E. burchelli (Gambar 5.36). Saran
bahwa quagga adalah kelompok saudara kuda(Bennett 1980) bisa aman dibuang atas
dasar temuan molekuler. Penilaian taksonomi molekul mengharuskan bukti morfologi
yang digunakan untuk mengelompokkan kuda dan quagga dipertimbangkan kembali.
Misalnya, kesamaan gigi antara quagga dan kuda, yang diduga dibagikan karakter
berasal (synapomorphies), harus ditafsirkan kembali sebagai primitif
(symplesiomorphies). Ini karakter gigi telah dipertahankan dalam garis keturunan kuda
dan quagga, namun hilang di zebra. Selain itu, temuan molekul memerlukan
penggantian nama dari quagga dan dataran zebra. Menurut aturan protokoler taksonomi,
nama spesies baru didefinisikan yang mencakup baik quagga dan dataran zebra harus
Equus quagga, istilah ini yang telah diciptakan sebelumnya (1785) dari E. burchelli
(1824). Jika seseorang ingin membedakan antara dua subspesies, istilah E. quagga
quagga dan E. quagga burchelli harus digunakan untuk quagga dan dataran zebra,
masing-masing. Dalam literatur, namun, nama-nama E. burchelli antiquorum dan E.
burchelli sering digunakan.

GAMBAR 5.36 Scaled tetangga-bergabung pohon filogenetik selama empat spesies


Equus (quagga, E. quagga quagga; dataran zebra, E. q burchelli;. Kuda, E.
caballus, dan keledai, E. asinus). Pohon itu telah berakar dengan dua spesies
perissodactyl non-equid (Asian badak satu-home, Rhinoceros unicornis, dan badak
putih, Ceratotherium simum). Pohon ini didasarkan pada 229-bp bersambung
urutan mitokondria. Angka-angka pada cabang-cabang internal yang mewakili
nilai-nilai bootstrap berdasarkan 1.000 pseudosamples. sinonim taksonomi kecil
ditunjukkan dalam tanda kurung.
Burung Pipit Pantai hitam: Sebuah pelajaran dalam biologi konservasi
Yang terakhir kehitaman pantai sparrow meninggal pada 16 Juni 1987, di kebun
binatang di Walt Disney World, dekat Orlando, Florida. burung pipit pantai Dusky
ditemukan pada tahun 1872, dan melanic penampilan berbintik mereka menyebabkan
klasifikasi mereka sebagai subspesies yang berbeda (Ammodramus nigrescens
maritimus). Distribusi geografis dari A. m. nigrescens terbatas pada rawa-rawa garam
Brevard County, Florida (Gambar 5.37). Pada saat penemuan mereka, populasi burung
pipit pantai kehitaman terdiri dari sekitar 2.000 individu. Dari tahun 1900 dan
seterusnya, burung perlahan beringsut keluar dari jangkauan sebagai rawa-rawa garam
memerah dengan air segar untuk mengendalikan nyamuk. Subspesies dinyatakan
terancam punah tahun 1967. Pada tahun 1980 hanya enam orang, semuanya laki-laki,
dapat ditemukan di alam. Jelas, populasi ditakdirkan, dan program pemuliaan buatan
diluncurkan sebagai upaya terakhir untuk melestarikan gen dari subspesies ini.

Dalam kasus seperti itu, program konservasi melibatkan kawin laki-laki dari
subspesies hampir punah dengan betina dari subspesies terdekat yang tersedia. Hibrida
perempuan dari generasi pertama kemudian disilangbalikkan untuk laki-laki, anak
mereka lagi disilangbalikkan dengan laki-laki asli, dan proses ini berlanjut selama laki-
laki asli hidup. Inti dari penelitian tersebut adalah untuk memutuskan dari mana
penduduk untuk memilih perempuan, yaitu, yang subspesies adalah filogenetis terdekat
yang terancam punah.

Dalam kasus A. maritimus, ada delapan subspesies diakui dari yang untuk
memilih. Rentang geografis spesies ini ditunjukkan pada Gambar 5.37. Atas dasar
karakter morfologi dan perilaku, serta kedekatan geografis, diputuskan bahwa
subspesies terdekat A. m. nigrescens adalah Scott pantai sparrow (A. m. peninsulae),
yang mendiami Teluk pantai Florida. Sebagai konsekuensi dari keputusan ini, beberapa
nigrescens laki-laki yang dikawinkan dengan betina peninsulae. Dua backcrosses sukses
yang dicapai dan populasi yang dihasilkan sejak itu telah disimpan inbrida dengan
pandangan suatu hari nanti melepaskan "direkonstruksi" subspesies ke habitat aslinya.

GAMBAR 5.38 UPGMA dendrogram menunjukkan perbedaan antara genotipe


DNA mitokondria dari Pantai Atlantik dibandingkan Gulf Coast populasi burung
pipit pantai. Dengan menggunakan metode kekikiran maksimum banyak sama
pelit pohon diperoleh, termasuk satu identik dalam topologi ke pohon ditampilkan.
Semua pohon kekikiran maksimum alternatif yang terlibat penyusunan ulang
cabang kecil dalam baik clade Atlantik atau Teluk clade, sementara perbedaan
antara kedua kelompok tetap tidak berubah. Munculnya beberapa nama
subspesies yang sama di dendrogram menunjukkan bahwa individu yang berbeda
milik subspesies yang sama menunjukkan pola enzim restriksi yang berbeda.
Sebaliknya, penampilan beberapa nama subspesies pada akhir cabang tunggal
menunjukkan bahwa individu diklasifikasikan sebagai subspesies yang berbeda
atas dasar morfologi dan zoogeografis menunjukkan pola yang sama untuk enzim
restriksi digunakan. Dari avise dan Nelson (1989).
Paling penting, avise dan (1989) studi molekul Nelson menunjukkan bahwa,
sementara A. m. nigrescens subspesies tidak dapat dibedakan dari dua subspesies
Atlantic lainnya (yaitu, A. m. maritima dan A. m. macgillivraii), sangat berbeda dari
subspesies Teluk, seperti A. m. peninsulae, yang betina telah dipilih untuk program
pemuliaan.

Kesimpulannya, program keselamatan pantai sparrow kehitaman telah


beristirahat pada premis filogenetik yang salah dan karena itu, bukan merekonstruksi
sebuah subspesies punah, program menciptakan yang baru. Memang, AS Departemen
Dalam Negeri memutuskan bahwa Endangered Species Act 1973 tidak mencakup
perlindungan "basteran," dan pada tahun 1990 pantai sparrow kehitaman secara resmi
dinyatakan punah. Dengan demikian, pengetahuan tentang hubungan filogenetik sangat
penting dalam membuat keputusan yang rasional untuk konservasi keanekaragaman
biotik. Sebuah taksonomi yang salah dapat mengubah bahkan upaya paling bermaksud
baik menjadi kegagalan tidak dapat diperbaiki.

Peristiwa divergence pertama


Dunia hidup secara tradisional telah dibagi dichotomously menjadi eukariota
dan prokariota. Eukariota adalah organisme dengan inti yang berbeda dan sitoplasma.
Organisme yang tidak memiliki didefinisikan dengan baik, inti membran tertutup
disebut prokariota. Dalam klasifikasi tradisional, prokariota terdiri dari sebuah kerajaan
tunggal, Bakteri, yang juga termasuk cyanobacteria, sebelumnya disebut ganggang biru-
hijau. Eukariota dianggap terdiri dari sebuah kerajaan eksklusif uniseluler tunggal,
Protista, yang mencakup organisme seperti ciliates, flagelata dan amuba; dua kerajaan
yang terdiri dari kedua organisme uniseluler dan multiseluler, Fungi dan Plantae; dan
kerajaan eksklusif multiseluler, Animalia. Dunia kehidupan seluruh demikian dibagi
menjadi lima kerajaan (Margulis dan Schwartz 1988).

Woese dan rekan kerja (Woese dan Fox 1977;. Fox et al 1980) telah menantang
pandangan tradisional. Sejak akhir 1960-an, mereka telah mempelajari hubungan
bakteri dengan membandingkan RNA ribosom (rRNA) urutan dari spesies yang
berbeda. Woese dan rekan kerja datang di sebuah temuan yang sama sekali tak terduga
ketika memeriksa rRNA bakteri metanogen. Organisme yang tidak biasa adalah anaerob
wajib, yaitu, mereka hanya hidup di lingkungan bebas oksigen, seperti pabrik
pengolahan limbah dan saluran usus hewan. Bakteri ini menghasilkan metana (CH 4)
dengan reduksi karbon dioksida (C0 2). Metanogen yang tanpa bakteri diragukan karena
ukuran mereka, kurangnya membran nuklir, dan konten DNA rendah. Dengan demikian,
mereka diharapkan lebih erat terkait dengan bakteri selain ke eukariota. Namun, dalam
hal rRNA ketidaksamaan, metanogen ternyata sama-sama jauh dari kedua taksa. Atas
dasar temuan ini, dan fakta bahwa metabolisme metanogen yang dianggap cocok untuk
jenis atmosfer diyakini telah ada di bumi primitif (kaya CO 2, tapi hampir tanpa
oksigen), Woese dan Fox (1977) mengusulkan untuk menyertakan metanogen dan
keluarga mereka ke dalam takson baru, Archaebacteria, nama yang tersirat bahwa
kelompok bakteri adalah evolusi setidaknya kuno sebagai "benar" bakteri, yang mereka
berganti nama Eubacteria.

Ternyata, kelompok archaebacterial ditemukan termasuk, selain metanogen,


banyak bakteri yang hidup di lingkungan yang sangat keras (extremophiles), seperti
thermophiles dan hyperthermophiles, yang hidup di sumber air panas pada suhu setinggi
110 ' C, dan halofili, yang sangat garam tergantung dan tumbuh di habitat seperti Great
Salt Lake dan Laut Mati. Saat ini, archaebacteria didefinisikan oleh synapomorphy
biokimia tunggal: tidak adanya asam muramic dari dinding sel mereka. Woese dan Fox
(1977) dan Fox et al. (1980) mengusulkan bahwa archaebacteria, Eubacteria, dan
eukariota berasal dari satu nenek moyang dan mewakili tiga baris utama keturunan
dalam pohon kehidupan, dan sekitar sama-sama jauh dari satu sama lain. Sebuah
nomenklatur taksonomi baru untuk clades ini diusulkan oleh Woese et al. (1990). Unit
taksonomi paling inklusif dalam kelompok ini adalah tiga urkingdoms (harfiah,
"kerajaan primordial") atau domain, sesuai dengan garis-garis utama keturunan di pohon
kehidupan: Bakteri, Archaea, dan Eucarya. (The ironi Eukarya sering digunakan dalam
literatur.)

GAMBAR 5.39 Sebuah pohon unrooted dari semua organisme hidup. Tiga jalur
utama keturunan (domain) yang Eucarya, Bakteri, dan Archaea. Sebuah
percabangan jauh di dalam dia Archaea membaginya menpjadi dua kerajaan,
crenarchaeota dan euryarchaeota. Kerajaan tambahan dalam Archaea,
Korarchaeota, hanya diketahui dari gen RNA ribosom, dan organisme bantalan
gen-gen ini belum teridentifikasi. Data dari Barns et al. (1996) dan Woese (1996).
GAMBAR 5.40 Duplikasi gen A (abu-abu persegi) ke Al (putih) dan A2 (hitam)
sebelum perbedaan tiga domain, akan menghasilkan dua topologi identik untuk
kedua sub pohon. Dimodifikasi dari Li (1997).
Sebuah pohon filogenetik molekuler unrooted dari semua organisme hidup
ditunjukkan pada Gambar 5.39. Perhatikan bahwa dari lima kerajaan tradisional, hanya
Animalia re-induk tanpa cedera oleh revisi molekul. Jamur harus didefinisikan ulang
oleh pengecualian dari taksa seperti jamur lendir, dan Plantae dengan pengecualian dari
banyak kelompok alga. Ilustrasi paling ekstrim dari keberangkatan dari penilaian
taksonomi tradisional dicontohkan oleh Protista-kerajaan tunggal dalam klasifikasi-yang
tradisional ternyata paraphyletic dan tersebar di seluruh pohon eucaryan. filogeni
universal juga menunjukkan bahwa kerajaan Animalia bersama dengan kerajaan
didefinisikan ulang Plantae dan Fungi mungkin merupakan clade monofiletik. Istilah
Metakaryota telah diciptakan untuk superkingdom ini. Cabang-cabang lain di Eucarya
tidak monofiletik dan diberi nama kenyamanan "Archezoa." Menariknya, hewan,
tumbuhan, dan jamur (yaitu, kerajaan-kerajaan yang secara tradisional menarik sebagian
besar perhatian dalam studi biologi) berubah menjadi sekadar "ranting" di ujung salah
satu cabang dalam pohon kehidupan (Olsen dan Woese 1996).

Mengidentifikasi peristiwa percabangan pertama dalam sejarah kehidupan


memerlukan menemukan akar pohon kehidupan (yaitu, pohon semua organisme). Kami
mencatat, bagaimanapun, bahwa dengan definisi, pohon evolusi dari semua organisme
memiliki outgroup. Pada tahun 1989, dua kelompok penelitian datang dengan metode
cerdik untuk menyimpulkan akar pohon (Gogarten et al 1989;. Iwabe et al 1989.). Ide,
pertama kali diusulkan oleh Schwartz dan Dayhoff (1978), adalah menggunakan
sepasang gen yang ada di semua organisme dan karena itu berasal dari peristiwa
duplikasi gen (Bab 6) yang terjadi sebelum pemisahan tiga domain. Ide ini
diilustrasikan pada Gambar 5.40.
Misalkan gen A digandakan ke Al dan A2 sebelum perbedaan dari tiga garis
keturunan. Selanjutnya, sebagai tiga garis keturunan menyimpang, Al (dan A2) harus
juga berbeda dalam urutan yang sama. Oleh karena itu, urutan A2 dapat menjadi luar
kelompok akar pohon yang berasal dari urutan Al. Demikian pula, Al sekuens dapat
digunakan untuk membasmi pohon berasal dari A2.

Iwabe et al. (1989) menerapkan konsep ini untuk dua gen faktor elongasi
homolog, EF-Tu dan EF-G, yang hadir di semua prokariota dan eukariota dan harus,
karena itu, telah diturunkan dari peristiwa duplikasi yang terjadi sebelum perbedaan
antara tiga domain . Dengan demikian, urutan EF-Tu dapat digunakan sebagai outgroup
untuk menyimpulkan akar pohon untuk urutan EF-G, dan sebaliknya. EF-G subtree
pada Gambar 5.41 menunjukkan bahwa Eucarya (diwakili oleh jamur lendir dan
mamalia) adalah adik takson dari Archaea (diwakili oleh Methanococcus) dengan
mengesampingkan Bakteri (diwakili oleh Micrococcus dan Escherichia coli). Urutan
EF-Tu menghasilkan topologi identik.

Dari Gambar 5.40, kami mencatat bahwa dalam merekonstruksi pohon


filogenetik gen duplikat, kita harus yakin bahwa identifikasi kami gen orthologous (gen
yang homolog adalah karena acara spesiasi) benar. Hal ini tidak selalu mudah. Sebuah
solusi menarik untuk masalah ini disarankan oleh Lawson et al. (1996). Dalam studi
mereka dari sintetase carbamoylphosphate, mereka mengambil keuntungan dari fakta
bahwa gen untuk enzim ini berisi duplikasi kuno internal yang gen (Bab 6) umum untuk
semua tiga domain. Oleh karena itu, urutan digandakan tetap terhubung satu sama lain
dalam orientasi yang sama, dan identifikasi urutan orthologous sepele.

GAMBAR 5.41 pohon filogenetik disimpulkan dari perbandingan simultan gen


yang diduplikasi elongasi faktor, EF-Tu dan EF-G, dari Archaea, Bakteri, dan
Eucarya. Dimodifikasi dari Iwabe et al. (1989).
GAMBAR 5.42 Dua filogeni mungkin bagi Eucarya, Bakteri, dan kerajaan
archaea crenarchaeota dan euryarchaeota. (A) Archaea adalah monofiletik. (B)
Eucarya muncul dari dalam Archaea, yang karena itu paraphyletic (ditunjukkan
dengan penggunaan tanda kutip). Pohon ini kadang-kadang disebut sebagai pohon
Eocyta.
Ada, Namun, usulan bahwa genom eukariotik adalah chimera berasal dari
perpaduan dari bakteri Gram-negatif dan archaebacterium (Zillig 1991; Gupta dan
Golding 1993; Golding dan Gupta 1995; Koonin et al 1997.). Dalam analisis
kemungkinan maksimum dari 273 urutan protein dari eukariota, archaebacteria, dan
Eubacteria Gram-positif dan Gram-negatif, Ribeiro dan Golding (1998) menemukan 76
topologi signifikan pada tingkat 5%. Dari jumlah tersebut, 59 (78%) secara signifikan
mendukung clade Archaea / Eucarya, 14 (18%) secara signifikan mendukung Gram-
negatif / Eucarya clade, dan 3 (4%) mendukung Gram-positif / Eucarya clade. Mereka
berpendapat bahwa sebagian besar seperti kasus mendukung Gram-negatif / Eucarya
clade tidak mungkin karena evolusi konvergen atau kesalahan metodologis. Ribeiro dan
Golding (1998) menyarankan dua penjelasan alternatif untuk asal genom eukariotik:
baik beberapa horisontal peristiwa transfer gen (Bab 7) dari bakteri Gram-negatif
terhadap leluhur archaea dari eukariota, atau perpaduan tdk masuk akal dari genom
archaebacterial dan genom bakteri Gramnegative. Kedua alternatif tidak mudah
dibedakan dari satu sama lain karena (1) organel eukariota berasal dari eubacterial (lihat
halaman 245), (2) transfer gen organel ke genom nuklir diketahui terjadi dan (3) genom
archaea mungkin berisi cukup jumlah gen eubacterial (Gambar 5.43).

Cenancestor
Nenek moyang diduga dari semua organisme yang masih ada disebut sebagai
cenancestor yang (Fitch dan atas 1987). Dalam usaha untuk menyimpulkan beberapa
karakteristik cenancestor, kami mencatat bahwa distribusi karakter biner tertentu di
antara tiga domain (Bakteri, Eucarya, dan Archaea) mungkin datang di tujuh pola
(Gambar 5.44). Kunci untuk merekonstruksi sifat cenancestor terletak pada mengetahui
distribusi sifat genetik di tiga domain. Kami mencatat, bagaimanapun, bahwa kita
menganggap akuisisi dan hilangnya karakter negara terjadi dengan probabilitas yang
sama. Asumsi ini mungkin tidak benar. Berikut ini kami sajikan beberapa kesimpulan
tentang karakteristik cenancestor berdasarkan alasan disajikan pada Gambar 5.44.

Cenancestor yang dimiliki setidaknya satu polimerase DNA, tiga gen yang
mengkode subunit dari RNA polymerase DNA-dependent, dan beberapa topoisomerase
DNA. Itu suatu alat terjemahan yang rumit, yang dilakukan oleh twosubunit ribosom
terdiri dari RNA dan protein, dan menggunakan kode genetik universal. Hal ini,
bagaimanapun, tidak mungkin untuk menyimpulkan sifat dari faktor inisiasi translasi,
karena ini adalah sama dalam Archaea dan Eucarya, tetapi berbeda dalam Bakteri.

GAMBAR 5.43 Asal dan distribusi gen penyandi protein dalam tiga domain.
Bakteri berisi beberapa gen archaea (segmen hitam), misalnya, ATPase A di
Thermus dan Enterococcus. Archaea mengandung sejumlah besar gen eubacterial
(segmen putih), dalam gen tertentu yang terlibat dalam biosintesis. Genom nuklir
Eucarya mengandung banyak gen archaea, serta beberapa gen eubacterial berasal
baik dari leluhur archaea tdk masuk akal atau dari organel melalui transfer gen
horizontal. Mitokondria dan kloroplas genom berasal dari eksklusif eubacterial.
Dimodifikasi dari Olendzenski et al. (1998).

GAMBAR 5.44 Menyimpulkan karakteristik cenancestor dari distribusi sifat biner


antara Bakteri (B), Eucarya (E), dan Archaea (A). Kehadiran sifat dilambangkan
dengan +; Tidak adanya oleh -. Jika kehadiran sifat tersebut bersifat universal (a),
maka skenario evolusi yang paling pelit adalah bahwa sifat yang ada di
cenancestor tersebut. Jika sifat tersebut hadir dalam B dan A tapi tidak di E (b),
atau jika sifat tersebut terjadi pada B dan E tetapi tidak di A (c), maka skenario
yang paling pelit adalah bahwa sifat yang ada di cenancestor tapi itu hilang
sepanjang garis keturunan yang mengarah ke E atau A, masing-masing. Jika sifat
tersebut terjadi pada E dan A tapi tidak dalam B (d), maka kita tidak dapat
menyimpulkan keadaan karakter dalam cenancestor karena ada dua
kemungkinan sama pelit (?): baik cenancestor yang dimiliki sifat dan itu
kemudian hilang dalam garis keturunan yang mengarah ke B, atau cenancestor
kekurangan sifat dan itu muncul dalam leluhur clade terkemuka untuk E dan A.
Jika kehadiran sifat tersebut adalah autapomorphous untuk A atau e (e, f), maka
cenancestor diasumsikan kurang sifat tersebut. Jika autapomorphy hadir di B,
maka sifat tersebut tidak informatif.
Asal Endosimbiotik Mitokondria Dan Kloroplas
Pada dasarnya ada dua jenis teori untuk menjelaskan keberadaan nuklir terpisah,
mitokondria, dan genom kloroplas pada eukariota. Teori-teori dalam kategori pertama
(misalnya, Cavalier-Smith 1975) menetapkan bahwa genom organel memiliki asal-usul
autogenous dan diturunkan dari gen nuklir dengan kompartementalisasi berbakti,
dimana bagian dari genom nuklir menjadi dimasukkan ke dalam organel membran-
tertutup dan kemudian diasumsikan kuasi-independen keberadaan. Sebaliknya, teori
endosimbiotik (misalnya, Margulis 1981) mengklaim bahwa asal usul DNA
extranuclear adalah eksogen. Menurut proposal ini, pertama kali dibuat oleh
Mereschkowsky (1905), nenek moyang dari organisme eukariotik ditelan prokariota,
yang kemudian dipertahankan karena hubungan yang saling menguntungkan atau
simbiosis (Martin dan Miller 1998). Dengan waktu, genom endosimbion yang efisien
oleh hilangnya gen dan menjadi simbion wajib (yaitu, tidak mampu eksistensi
independen di luar tuan rumah mereka).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Beberapa terminologi dalam filogenetik adalah rooted dan unrooted tree, scale
dan unscale tree, format newick, pohon gen dan pohon spesies, taksa dan klade,
2. Salah satu metode merekonstruksi pohon filogenetik dari data molekuler adalah
metode jarak matrik merupakan jarak evolusi yang dihitung untuk semua taksa,
dan pohon filogenetik dibangun dengan menggunakan alogaritma didasarkan
pada hubungan fungsional antara nilai-nilai jarak.
3. Masalah teoritis yang terkait dengan rekonstruksi filogenetik dimana data yang
digunakan dalam rekonstruksi pohon filogenetik belum benar – benar lengkap.
Sehingga pentingnya pemahaman bagaimana mengggunakan analisis
filogenetika khususnya filogentika molekuler yang berasal dari data nukleotida
atau asam amino sangat berperanan dalam pembuatan pohon filogenetik terbaik
dan dapat dipercaya.

DAFTAR RUJUKAN

Graur, D, and Li, WH. 2000. Fundamental of Molecular Evolution. Sunderland,


Massachesetts : Sinauer Association Inc

Anda mungkin juga menyukai