Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPRAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA


AMAN DAN NYAMAN (NYERI)

Oleh:

Ni Wayan Parmini (17.321.2756)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA BALI

2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA
AMAN DAN NYAMAN (NYERI)

A. DEFINISI
1. Pengertian Aman Nyaman.
Keamanan, seringkali didefinisikan sebagai keadaan bebas dari cedera fisik
dan psikologis. (Potter dan Perry, 2006).
Nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi yang
menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan berbahaya. (Lynda
Juall Carpenito-Moyet edisi 10).
Kalcoba (1992, dalam Potter & Perry) mengungkapkan kenyamanan/rasa
nyaman adalah suatu keadaan dimana telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden
(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri)
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue
(1989) meringkaskan melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan
kenyamanan perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan,
dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan
rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari nyeri dan hipertermia atau
hipotermia. Hal ini dipengarihi perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh
pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa rasa aman dan nyaman adalah
kebutuhan dasar manusia berupa keadaan terpenuhinya kebutuhan akan
ketentraman dan kelegaan, serta terbebas dari cedera fisik dan psikologis.
B. GANGGUAN RASA NYAMAN AKIBAT NYERI
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat
bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik
dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada
fungsi ego seorang individu (Mahon, 1994).
Menurut McCaffery (1980) : “ Nyeri adalah segala sesuatu yang
dikatakan yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan
saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.”

2. Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri kronis.
Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
yang tidak melebihi 6 bulan. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara
perlahan – lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih
dari 6 bulan.

3. Fisiologi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam
nyeri yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri
mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki
medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan
akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medulla spinalis.
Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
4. Faktor yang mempengaruhi nyeri
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak – anak dan lansia. Perbedaan
perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak – anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri.
2. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam berespons terhadap nyeri (Gill, 1990). Diragukan apakah
hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam
pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi
jenis kelamin (misal: menganggap bahwa seorang anak laki- laki
harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama). Akan
tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor- faktor
biokimia, dan merupakan hal yang unik pada setiap individu,
tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai – nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal
ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan
Flashkerud , 1991).
4. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya
individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan
cara yang berbeda – beda , apabila nyeri tersebut member kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat., sedangkan upaya
pengalihan (Distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun (Gil, 1990).

6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan
otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas. (Gil, 1990)
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang
sama disepanjang menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif
dan menurunkan kemampuan koping.
8. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman
nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut
akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan
datang.
9. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang
membuat anda merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di
keadaan perawatan kesehatan, seperti di rumah sakit, klien merasa
tidak berdaya dengan rasa sepi itu.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah
kehadiran orang – orang terdekat klien dan bagaimana sikap
mereka terhadap klien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan
nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun
nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.

5. Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis


Nyeri Akut Nyeri Kronis
1. Ringan sampai berat 1. Ringan sampai berat
2. Reseptor sistem saraf simpatik 2. Respons sistem saraf
- Peningkatan denyut nadi parasimpatik :
- Peningkatan frekuensi - Tanda-tanda vital normal
pernafasan - Kulit kering, hangat
- Peningkatan tekanan darah - Pupil normal atau dilatasi
3. Klien tampak gelisah dan cemas - Terus berlanjut setelah
4. Klien menunjukkan perilaku penyembuhan
yang 3. Klien tampak depresi dan
mengidentifikasikan rasa nyeri : menarik diri
menangis, menggosok area 4. Klien sering kali tidak
nyeri, menyebutkan rasa
memegang area nyeri nyeri kecuali ditanya
5. Terlokalisasi 5. Menyebar
6. Tajam : seperti ditusuk, disayat, 6. Ttumpul : ngilu, linu, nyeri, dll
dicubit, dll
6. Pengukuran Nyeri
1) Skala Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor garis. Pendeskripsi
inidirangking dari “tidak terasa nyeri”
Numerical Rating Scale ( NRS) menilai nyeri menggunakan skala 0-
10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

2) Skala Analog visual


Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan
kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis,
peneliti menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala nyeri numerik
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
sesudah diberikan teknik relaksasi progresif. Selain itu selisi antara
penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala
lain.

7. Patofisiologi
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencangkup ujung-ujung
saraf bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan
mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada
rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan pacini dan
maissener juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat
kimia memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin,
beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing- masing zat
tersebut tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat
(fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.

Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P


sewaktu bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian
besar serat nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari sigmen.
Namun sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa sigmen di
korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda
spinalis, informasi mengenai rangsangan nyeri dikirim oleh satu dari dua
jarak ke otak traktus neospinotalamikus atau traktus paleospluotalamikus.

Informasi yang dibawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta,


disalurkan ke otak melalui serat-serat trakus neospinotalamikus. Sebagian
dari serat tersebut berakhir di recular activating system dan menyiapkan
individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke
thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatic
tempat lokasi nyeri ditentukan dengan pasti.

Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C


dansebagian oleh serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat
traktus paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular di
batang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea
periakuaduktus. Serat-serat paleospinoblamikus yang berjalan melalui
daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipoblamus dan system
limbik. Nyeri yang dibawa dalam traktus paleospinatalamik memiliki
lokalisasi difus dan menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri
Pohon Masalah

Mekanik

1. Kerusakan
intergument Kram abdomen,
Stimulus Nyeri
2. Trauma jaringan diare, dan muntah

3. Perubahan

Tumor/kanker Spasme Otot Termal

Dingin Panas

Impuls Nyeri

Konsus Dorsalis

Medula Spinalis

Thalamus
Skala Nyeri

Korteks Selebri

Timbul Nyeri

Nyeri Akut Nyeri Kronis


C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian Keperawatan
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang
efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan
secara berbeda pada masing – masing individu, maka perawat perlu mengkaji
semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis
prilaku emosional dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua
komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data klien dan
(b) observasi langsung pada respon prilaku dan fisiologis klien. Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjek.
2) Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan
situasi kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri
dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan
membantu perawat memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia
berkoping terhadap aspek, antara lain :

a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien untuk
menujukan lokasi area nyerinya. Pengkajian ini biasa dilakukan
dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai bagian
tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama
untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
b) Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah
dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri
yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0
menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan
nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.
Keterangan :

SKALA KETERANGAN
0 Tidak Nyeri.
1-3 Nyeri Ringan (Secara objektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik).
4-6 Nyeri Sedang (secara objektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendiskribsikan nyeri, dapat mengikuti perintah dengan
baik).
7-9 Nyeri Berat (secara objektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih merespon terhadap
tindakan , dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi.
10 Nyeri Sangat Berat (klien sudah tidak dapat
berkomunikasi)

c) Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”.
Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk
menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh
besar pada diagnosis dan etologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
d) Pola
Pola nyeri meliputi : durasi/lamanya nyeri dan kekambuhan
atau interval nyeri berlangsung. Oleh karenanya, perawat perlu
mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah
nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
e) Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri,
sebagai contoh : aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri
dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan yang sangat dingin
atau sangat panas), stressor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri
f) Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi : mual, muntah, pusing dan diare. Gejala
tersebut bisa disebabkan oleh nyeri itu sendiri
g) Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktifitas
harian klien akan membantu perawat memahami persepsi klien tentang
nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah
tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal,
hubungan pernikahan, aktifitas rumah, aktifitas waktu senggang serta
status emosional.
h) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama / budaya.
i) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada
situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan banyak
faktor lainnya, perawat perlu mengkaji adanya perasaan antietas, takut,
lelah, depresi atau perasaan gagal dalam diri klien.
3) Observasi Respons perilaku dan fisiologis
Banyak respon nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri
diantaranya :
a) Ekspresi wajah
1. Menutup mata rapat-rapat
2. Membuka mata lebar-lebar
3. Menggigi bibir bawah
b) Vokalisasi
1. Menangis
2. Berteriak
c) Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan tubuh tanpa
tujuan yang jelas ) :
1. Menendang-nendang
2. Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada
sumber dan durasi nyeri. Pada awal nyeri akut, respons fisiologis :
1. Peningkatan tekanan darah
2. Diaforesis
3. Nadi dan pernafasan
4. Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah
beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau
bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji
lebih dari satu respons tersebut merupakan indikator yang buruk untuk
nyeri.
4). Daftar Masalah Keperawatan
1) Ansietas berhubungan dengan :
Nyeri yang tidak hilang; perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respons autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak Skala
penilaian numerik
2) meningkat /demam, depresi/berduka, perpisahan dengan orang yg
terdekat/benda kesayangan, sesak nafas, lingkungan : pencahayaan, bising,
lingkungan baru.
8. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1) Ansietas Setelah dilakukan selama 1. Bimbingan 1. Mempersiapkan pasien
berhubungan 2x24 jam tindakan antisipasi menghadapi kemungkinan
dengan : diharapkan nyeri 2. Menurunan krisis perkembangan dan
- Nyeri yang teratasi sebagian. ansietas atau situasional
tidak hilang Kriteria hasil : 3. Melakukan 2. Meminimalkan
- Perasaan tidak Tujuan : teknik relaksasi kekhawatiran, ketakutan,
nyaman atau - Ansietas berkurang 4. Peningkatan prasangka, atau perasaan
kekhawatiran - Menunjukkan koping tidak tenang yang
yang samar pengendalian diri Memberi berhubungan dengan
Perasaan takut terhadap ansietas dukungan emosi sumber bahaya yang
diantisipasi dan tidak jelas
3. Meredakan kecemasan pada
pasien yang mengalami
distress akut
4. Membantu pasien untuk
beradaptasi dengan persepsi
stresor, perubahan atau
ancaman yang menghambat
pemenuhan tuntutan dan
peran
Memberikan penenangan,
penerimaan, dan
bantuan/dukungan selama
masa stress
3).Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur 1. Menentukan jumlah
tidur berhubungan asuhan ke klien kebutuhan tidur yang baik
dengan : perawatan selama ....x 2. Jelaskan bagi pasien
-nyeri punggung 24 jam : pentingnya tidur 2. Pemenuhan kebutuhan
bagian bawah, - Klien dapat tidur yang adekuat spiritual pasien terpenuhi
cemas sesuai dengan kepada klien dan dengan berdoa sebelum dan
takut, agen kebutuhan keluarga sesudah tidur
biokimia : obat, - Klien mengutarakan 3. Identifikasi 3. Lingkungan tenang, bersih
keletihan, suhu merasa segar dan puas penyebab gangg dan nyaman dapat
tubuh meningkat - Istirahat dan tidur uan tidur, Fisik: menciptakan suasana
/demam, depresi / cukup nyeri, sering Bak, nyaman bagi pasien ketika
berduka, perpisah sesak nafas, tidur sehingga tidur menjadi
an dgn orang yg batuk, demam, nyenyak.
terdekat/benda mual dll. 4. Tubuh bisa memproduksi
kesayangan, sesak 4. Psikis: cemas, hormon melatonin ketika
nafas, lingkungan stress, lingkungan tidak ada cahaya. Hormon
: pencahayaan, dll. ini adalah mampu
bising, 5. Fasilitasi klien memerangi dan mencegah
lingkungan baru untuk tidur yang berbagai penyakit termasuk
adekuat : rubah kanker payudara dan kanker
posisi tidur sesuai prostat. Adanya cahaya atau
kondisi, berikan sinar membuat produksi
benda-benda hormon melatonin akan
yang familier berhenti.
pada anak Pasien tidak merasa terganggu
6. Diskusikan ketika tidur
pilihan yang
realistis terhadap
terapi/ tindakan
yang akan
dilakukan
7. Dorong klien
untuk memiliki
harapan yg
realistis untuk
mengatasi
perasaan putus
asa
8. Dorong klien
untuk
mengidentifikasi
kekuatan dan
kemampuan yang
ada pada diri
klien.
9. Libatkan
dukungan dari
keluarga dan
orang yang
terdekat.
10. Ajurkan klien
untuk berdoa
sesuai dengan
kepercayaan yang
dianut.
11. Ciptakan
lingkungan yang
tenang, bersih,
nyaman dan
minimalkan
gangguan
12. Hindari suara
keras dan
penggunaan
lampu saat tidur
malam
13. Hindari tindakan
keperawatan pad
a waktu klien
tidur
14. Batasi jumlah
pengunjung
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Salemba
Medika.
Kozier, Erb, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktik Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.
Lippincott dan Williams & Wilkins. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Lynda
Juall Carpenito-Moyet Edisi 8. Jakarta : EGC.
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai