HASIL PENELITIAN
Pasar X desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang.
memiliki batas:
Pantai Labu
daerah pedesaan. Sarana perhubungan berupa jalan yang sudah sebagian besar di
aspal dan dapat di lalui oleh kendaraan roda dua dan roda empat.
48
49
Tabel 4.1
Data Geografi Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan
Percut Sei Tuan Tahun 2016
Jarak ke
Luas Kepadatan
Jumlah Kec. Percut
No. Desa Wilayah Penduduk
Dusun Sei Tuan
(km2) per km2
(km)
1. Bandar Khalipah 17 7,25 6030,34 1,50
2. Bandar Klippa 20 18,48 2137,01 0,50
3. Sambirejo Timur 11 4,16 6778,13 2,50
4. Sei Rotan 13 5,16 5591,28 3,00
5. Laut Dendang 9 1,70 10007,06 6,00
6. Kolam 13 5,98 2751,17 5,00
7. Bandar Setia 10 3,50 6661,14 4,00
93 46,23 4,261
Dikutip dari: Kantor Statistik Kabupaten Deli Serdang dan Kec. Percut Sei Tuan16
berjumlah 197,002 jiwa dengan rincian jenis kelamin laki-laki sebesar 99,903 jiwa
dan perempuan sebesar 97,099 jiwa dengan luas wilayah sebesar 46,2/km2 maka
berada pada urutan keempat terbesar setelah penyakit ISPA, Penyakit Tekanan
Darah Tinggi dan Diare. Jumlah penduduk yang mengalami TB Paru pada tahun
2015 terdapat sebanyak 1.356 jiwa dari jumlah keseluruhan yang mengalami 10
penyakit terbesar atau sebanyak 12.089 jiwa. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
50
Tabel 4.2
Data 10 Penyakit Terbesar Di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan
Percut Sei Tuan Tahun 2015
bebas dan variabel terikat yang diteliti serta membuat data frekuensi dalam bentuk
dan kontrol diketahui bahwa tingkat pendidikan yang terbanyak pada kelompok
kasus adalah Pendidikan Dasar sebanyak 30 orang (69,8%) demikian juga pada
sebanyak 27 orang (62,7%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.
51
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Sei Tuan Tahun 2016
Status Responden
No. Pendidikan Kasus Kontrol
F % F %
1. Dasar 30 69,8 27 62,7
2. Menengah 10 23,2 14 32,6
3. Tengah 3 7,0 2 4,7
Jumlah 43 100 43 100
diketahui pekerjaan yang terbanyak pada kelompok kasus adalah ibu bekerja
terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 22 orang (51,2%). Hal ini dapat di
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja
Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Sei Tuan Tahun 2016
Status Responden
No. Pekerjaan Kasus Kontrol
F % F %
1. Tidak Bekerja 21 48,8 21 48,8
2. Bekerja 22 51,2 22 51,2
Jumlah 43 100 43 100
1) Kondisi Ekonomi
pada kelompok kasus dan kelompok kontrol yang diperoleh dari kuesioner kondisi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Item Pertanyaan
Kondisi Ekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan
Percut Sei Tuan Tahun 2016
Status Responden
Penghasilan
No. Kasus Kontrol
Responden
F % F %
1. Rp 1.000.000 2 4,7 3 7,0
2. Rp 1.500.000 6 14,0 9 20,9
3. Rp 1.700.000 1 2,3 0 0,0
4. Rp 2.000.000 15 34,9 7 16,3
5. Rp 2.300.000 0 0,0 2 4,7
6. Rp 2.500.000 10 23,3 15 34,9
7. Rp 2.800.000 1 2,3 1 2,3
8. Rp 3.000.000 6 14,0 3 7,0
9. Rp 3.500.000 2 4,7 3 7,0
Jumlah 43 100 43 100
Kelompok kasus yang tidak berisiko sebanyak 13 orang (30,2%), sedangkan pada
kelompok kontrol yang tidak berisiko sebanyak 24 orang (55,8%). Hal ini dapat
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kondisi Ekonomi di Wilayah Kerja
Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016
Status Responden
No. Kondisi Sosial Ekonomi Kasus Kontrol
F % F %
1. Berisiko 30 69,8 19 44,2
2. Tidak Berisiko 13 30,2 24 55,8
Jumlah 43 100 43 100
2) Status Gizi
(69,8%) lebih berisiko terjadi TB paru dan sebanyak 13 orang (30,2%) tidak
16 orang (37,2%) berisiko terjadi TB Paru dan sebanyak 27 orang (62,8%) tidak
berisiko terjadi TB Paru. Hal ini dapat di lihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016
Status Responden
No. Status Gizi Kasus Kontrol
F % F %
1. Berisiko 30 69,8 16 37,2
2. Tidak Berisiko 13 30,2 27 62,8
Jumlah 43 100 43 100
3) Kebiasaan Merokok
kelompok kasus dan kelompok kontrol yang diperoleh dari kuesioner kebiasaan
merokok. Kelompok kasus yang merokok ada 27 orang (62,8%), sedangkan pada
54
orang (55,8%), sedangkan pada kelompok kontrol yang menghabiskan rokok >10
batang dalam sehari sebanyak 16 orang (37,2%). Kelompok kasus yang terpapar
asap rokok dalam sehari sebanyak 22 orang (51,2%), sedangkan pada kelompok
kontrol yang terpapar asap rokok setiap hari sebanyak 20 orang (46,5%).
Kelompok kasus yang merokok >5 tahun sebanyak 24 orang (55,8%) dan pada
kelompok kontrol yang merokok >5 tahun sebanyak 19 orang (44,2%). Hal ini
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Item Pernyataan
Kebiasaan Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah
Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016
Kasus Kontrol
Pernyataan Kebiasaan
No Ya Tidak Ya Tidak
Merokok
F % F % F % F %
1. Apakah Ibu Merokok? 27 62,8 16 37,2 21 48,8 22 51,2
2. Apakah Ibu menghabiskan >10 24 55,8 19 44,2 16 37,2 27 62,8
batang rokok dalam sehari?
3. Apakah Ibu terpapar asap 22 51,2 21 48,8 20 46,5 23 53,5
rokok setiap hari?
4. Apakah Ibu merokok >5 24 55,8 19 44,2 19 44,2 24 55,8
tahun?
terdapat sebanyak 19 orang (44,2%) lebih berisiko terjadi TB paru dan sebanyak
24 orang (55,8%) tidak beriko terjadi TB Paru. Sedangkan pada kelompok kontrol
orang (83,7%) tidak berisiko terjadi TB Paru. Hal ini dapat di lihat pada Tabel 4.9.
55
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Wilayah Kerja
Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016
Status Responden
No. Kebiasaan Merokok Kasus Kontrol
F % F %
1. Berisiko 19 44,2 7 16,3
2. Tidak Berisiko 24 55,8 36 83,7
Jumlah 43 100 43 100
kelompok kasus dan kelompok kontrol yang diperoleh dari kuesioner kontak
mulut ketika batuk, ibu selalu mencuci dan merendam dengan larutan deterjen
responden menjawab ya terdapat pada soal apakah ibu pernah meludah sembarang
tempat sebanyak 24 orang (55,8%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Item Pernyataan
Kontak Langsung dengan Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016
Kasus Kontrol
Pernyataan Kontak
No Ya Tidak Ya Tidak
Langsung
F % F % F % F %
1. Apakah di rumah ibu ada yang 25 58,1 18 41,9 19 44,2 24 55,8
menderita TB paru?
2. Apakah saudari pernah makan 27 62,8 16 37,2 21 48,8 22 51,2
bersama dengan penderita TB
(keluarga) menggunakan
56
Kasus Kontrol
Pernyataan Kontak
No Ya Tidak Ya Tidak
Langsung
F % F % F % F %
piring yang sama?
3. Apakah ibu pernah meludah 23 53,5 20 46,5 24 55,8 19 44,2
sembarang tempat
4. Apabila ada yang batuk atau 26 60,5 17 39,5 17 39,5 26 60,5
bersin, apakah ibu menutup
mulut untuk mencegah agar
tidak terjadi penyebaran
kuman TB?
5. Apakah penderita TB paru 25 58,1 18 41,9 21 48,8 22 51,2
positif tidak perlu mempunyai
alat makan tersendiri?
6. Apakah penderita TB paru 26 60,5 17 39,5 20 46,5 23 53,5
positif tidak menularkan
penyakit TB paru kepada
orang lain?
7. Apakah ibu menutup mulut 27 62,8 16 37,2 22 51,2 21 48,8
ketika batuk?
8. Apakah setelah menggunakan 32 74,4 11 25,6 16 37,2 27 62,8
sapu tangan sebagai penutup
mulut ketika batuk, ibu selalu
mencuci dan merendam
dengan larutan deterjen?
paru dan sebanyak 20 orang (46,5%) tidak beriko terjadi TB Paru. Sedangkan
Paru dan sebanyak 32 orang (74,4%) tidak berisiko terjadi TB Paru. Hal ini dapat
Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kontak Langsung dengan Penderita TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei
Tuan Tahun 2016
Status Responden
Kontak Langsung dengan
No. Kasus Kontrol
Penderita TB Paru
F % F %
1. Berisiko 23 53,5 11 25,6
2. Tidak Berisiko 20 46,5 32 74,4
Jumlah 43 100 43 100
kelompok kontrol diketahui sebanyak 43 orang (50,0%). Hal ini dapat di lihat
Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian TB Paru pada WUS di Wilayah
Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016
Jumlah
No. Kejadian TB Paru pada WUS
F %
1. Kasus 43 50,0
2. Kontrol 43 50,0
Jumlah 86 100
masing variabel bebas atau variabel independen yaitu faktor-faktor (kondisi sosial
ekonomi, status gizi, kebiasaan merokok dan kontak langsung dengan penderita
58
TB Paru) dengan variabel terikat atau variabel dependen yaitu kejadian TB Paru
pada WUS melalui crosstab atau tabulasi silang. Uji statistik yang dilakukan pada
analisis bivariat ini adalah menggunakan uji chi square dengan derajat
kepercayaan 95% (α= 0,05). Dikatakan ada hubungan yang bermakna secara
Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016 didapatkan hasil sebanyak 49 orang
kasus dan 24 orang (55,8%) merupakan kelompok kontrol. Hasil uji statistik chi
square pada variabel kondisi sosial ekonomi dengan nilai p=0,017 < 0,05 yang
artinya ada hubungan kondisi sosial ekonomi dengan Kejadian TB Paru pada
WUS dengan OR= 29,15 (95% CI= 12,01-70,73). Hal ini menunjukkan bahwa
responden dengan kondisi ekonomi <Rp 2.015.000 lebih berisiko 29 kali terjadi
TB Paru pada WUS. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.13.
59
Tabel 4.13
Hubungan antara Kondisi Ekonomi dengan Kejadian TB Paru pada WUS di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan
Tahun 2016
Percut Sei Tuan Tahun 2016 didapatkan hasil sebanyak 46 orang (53,3%) berisiko
orang (62,8%) merupakan kelompok kontrol. Hasil uji statistik chi square pada
variabel status gizi dengan nilai p=0,002 < 0,05 yang artinya ada hubungan status
gizi dengan Kejadian TB Paru pada WUS dengan OR= 38,94 (95% CI= 15,87-
95,57). Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan status gizi (kurus) lebih
berisiko 38 kali terjadi TB Paru pada WUS. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.14.
60
Tabel 4.14
Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian TB Paru pada WUS di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan
Tahun 2016
Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016 didapatkan hasil sebanyak 28 orang
kasus dan 36 orang (83,7%) merupakan kelompok kontrol. Hasil uji statistik chi
square pada variabel kebiasaan merokok dengan nilai p=0,001 < 0,05 yang
artinya ada hubungan kebiasaan merokok dengan Kejadian TB Paru pada WUS
dengan OR= 49,09 (95% CI= 17,94-13,431). Hal ini menunjukkan bahwa
responden dengan kebiasaan merokok lebih berisiko 49 kali terjadi TB Paru pada
Tabel 4.15
Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian TB Paru pada WUS
di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan
Tahun 2016
Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016 didapatkan hasil sebanyak 35
Hasil uji statistik chi square pada variabel kontak penderita dengan nilai p=0,004
< 0,05 yang artinya ada hubungan kontak penderita dengan Kejadian TB Paru
pada WUS dengan OR= 36,75 (95% CI= 14,76-91,46). Hal ini menunjukkan
bahwa responden dengan kontak penderita langsung lebih berisiko 36 kali terjadi
TB Paru pada WUS. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.16.
62
Tabel 4.16
Hubungan antara Kontak Penderita dengan Kejadian TB Paru pada WUS di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan
Tahun 2016
Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016 maka dilakukan analisis
Paru pada WUS adalah kondisi ekonomi, status gizi, kebiasaan merokok dan
Paru sebanyak 37 orang dan yang seharusnya dalam keadaan kontrol tetapi
berisiko terjadi TB Paru sebanyak 6 orang. Jumlah sampel kejadian TB Paru pada
63
sebanyak 16 orang dan yang seharusnya dalam keadaan kontrol namun tidak
Hal ini memberikan nilai overall percentage sebesar (27 + 37)/86= 74,4%
yang berarti ketepatan variabel penelitian ini adalah sebesar 74,4%. Hal ini dapat
Tabel 4.17
Classification Result
Predicted
Percentage
Observed Kejadian TB Paru
Correct
Kasus Kontrol
Step 1 Kejadian Kasus 86,0
37 6
TB Paru
Kontrol 16 27 62,8
Overall Percentage 74,4
kondisi sosial ekonomi (X1), variabel status gizi (X2), variabel kebiasaan
merokok (X3) dan variabel kontak langsung dengan penderita TB paru (X4)
Kondisi sosial ekonomi (X1) mempunyai nilai signifikan 0,023 < 0,05; Status gizi
(X2) mempunyai nilai signifikan 0,003 < 0,05; Kebiasaan merokok (X3)
mempunyai nilai signifikan 0,004 < 0,05; Kontak langsung dengan penderita TB
paru (X4) mempunyai nilai signifikan 0,003 < 0,05 sehingga Ho ditolak atau yang
berarti bahwa variabel kondisi sosial ekonomi, status gizi, kebiasaan merokok dan
64
adalah kontak dengan penderita TB paru dengan nilai Exp (B) sebesar 5,707, ini
Paru pada WUS. Hal ini dapat di lihat pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18
Variabel In The Equation (Pendugaan Parameter)
95,0% C.I.for
Exp
B S.E. Wald df Sig. EXP (B)
(B)
Lower Upper
Step K_Sosial 1,263 0,557 5,146 1 0,023 3,536 1,187 10,528
1 Ekonomi
S-Gizi 1,669 0,568 8,637 1 0,003 5,306 1,743 16,146
K_Merokok 1,711 0,601 8,109 1 0,004 5,537 1,705 17,983
Kontak 1,742 0,586 8,833 1 0,003 5,707 1,810 17,996
Penderita
Constant -9,908 2,206 20,175 1 0,000 0,000
BAB V
PEMBAHASAN
terdiri dari kondisi sosial ekonomi, status gizi, kebiasaan merokok dan kontak
perumahan di daerah Percut Sei Tuan termasuk ke dalam kategori kurang sehat
atau kumuh sehingga berisiko untuk terkena TBC. Hasil uji statistik chi square
pada variabel kondisi sosial ekonomi menunjukkan bahwa nilai p=0,017 < 0,05
yang artinya ada hubungan kondisi l ekonomi dengan Kejadian TB Paru pada
WUS. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan kondisi sosial ekonomi
<Rp. 2.015.000 lebih berisiko 29 kali terjadi TB Paru pada WUS dibandingkan
dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang di ukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk dengan status ekonomi rendah
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah UMR. Orang yang mempunyai ekonomi di bawah UMR, maka pemenuhan
65
66
gizi berkurang dan tidak terpenuhinya gizi makanan. Hal ini menyebabkan daya
tahan tubuh seseorang menjadi lemah, sehingga mudah terserang penyakit salah
penelitian ini sesuai dengan teori yang ada. Terbuktinya variabel kondisi sosial
pembangunan.
demikian tampaknya sekarang ini bukan hanya suami yang dituntut mencari
nafkah tetapi juga istri harus membantu sehingga tingkat pendapatan akan dicapai
lebih tinggi.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada
Kabupaten Grobogan.26
ada, mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau
67
untuk membeli yang lain. Rendahnya jumlah penghasilan keluarga juga memicu
berdampak terhadap daya tahan tubuh dan dengan mudah timbul penyakit TB
Paru.
mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan pemenuhan gizi
yang baik sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan penghasilan
yang tinggi pula seseorang tidak akan berfikir dua kali untuk mengeluarkan
hari, mereka akan berfikir dua kali untuk mengeluarkan uangnya demi
semakin parah atau tidak bisa sembuh dengan hanya meminum obat yang dijual di
mudah memiliki akses ke pelayanan kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena
faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kejadian TB Paru BTA positif di
wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan, karena
UMR yang mana dengan tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang
sedang seseorang seharusnya bisa lebih mudah memahami informasi dan lebih
pada WUS ada hubungan status gizi dengan Kejadian TB Paru pada WUS di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun
dan 27 orang (62,8%) merupakan kelompok kontrol dengan hasil uji statistik chi
square pada variabel status gizi dengan nilai p=0,002 < 0,05.
paru adalah status gizi. Status gizi yang yang buruk akan meningkatkan risiko
mempengaruhi daya tahan tubuh. Masalah gizi menjadi penting karena perbaikan
gizi merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran penularan dan
69
penurunan status gizi, bahkan dapat menjadi malnutrisi bila tidak diimbangi
bakterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit
ini pada umumnya menyerang paru-paru dan sebagian lagi dapat menyerang di
yang lemah atau kekebalannya tertekan. Insiden tuberkulosis aktif diantara pasien-
pasien yang sputumnya positif terhadap basil tahan asam, pada hapusan langsung
adalah sekitar 11%, dibandingkan dengan hanya 1,0% pada pasien yang hasil
batang, yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
sehingga disebut pula basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur
Beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi pada pasien TB paru
adalah tingkat kecukupan energi dan protein, perilaku pasien terhadap makanan
perubahan metabolisme tubuh sehingga terjadi proses penurunan massa otot dan
Hubungan antara infeksi TB dengan status gizi sangat erat, terbukti pada
ini mencapai 10-30% dari kebutuhan normal. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suliyanti tentang gambaran status gizi dan tingkat konsumsi
energi protein pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor pada
tahun 2013, yaitu sebanyak 51,7% pasien dengan status gizi normal. Penelitian
lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Yunasto di Surakarta
pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa sebagian besar pasien memiliki status
Metabolisme tubuh yang berjalan terus menerus tanpa diimbangi dengan asupan
lagi akan terjadi defisit protein, sehingga pembentukan enzim, albumin dan
immunoglobulin akan terganggu. Daya tahan tubuh akan menurun, sistem respon
71
cadangan protein yang jelas terlihat di otot, pasien akan terlihat kurus kering atau
akan lebih lama. Pada pasien tuberkulosis paru terjadi gangguan asupan dan
mengganggu sintesis protein dan lemak endogen yang menyebakan resting energy
malnutrisi.16
Kecamatan Percut Sei Tuan dengan pendapatan kurang dari UMR dan masih
dengan pemberian OAT. Proses ini meningkatkan sintesis asam lemak dan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dodor di Ghana
pada 570 pasien tuberkulosis paru dewasa menunjukkan rata-rata indeks massa
tubuh pasien pada saat awal diagnosis adalah 18,7 kg/m2 dan setelah menjalani
pengobatan intensif selama dua bulan rata-rata indeks massa tubuh pasien
72
meningkat menjadi 19,5 kg/m2. Dimana pada akhir fase intensif pengobatan 60%
Hasil uji statistik chi square pada variabel kebiasaan merokok dengan nilai
p=0,001 < 0,05 yang artinya ada hubungan kebiasaan merokok dengan Kejadian
TB Paru pada WUS. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan kebiasaan
Hal ini dapat terjadi karena jumlah responden yang merokok lebih banyak
responden yang telah diteliti pernah merokok dan setelah terkena tuberkulosis
responden tersebut berhenti dan tidak merokok kembali, akan tetapi masih ada
yang masih aktif merokok dan ada juga yang sering terpapar oleh asaap rokok.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarwani dan
menunjukkan semuanya merokok lebih dari 10 batang per hari, bahkan ada
hampir 40% yang merokok lebih dari 20 batang per hari. Orang yang merokok
rumah merupakan faktor risiko untuk terkena kejadian TB paru BTA positif,
polusi udara dalam ruangan dari asap rokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi
kuman M. tuberculosis.
73
diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus banyak yang dengan alasan
mekanisme pertahanan paru-paru. Bulu getar dan alat lain dalam paru-paru yang
tuberkulosis paru dan terjadinya fibrosis. Secara umum, perokok ternyata lebih
faktor penyebab kematian pada TB. Kebiasaan merokok membuat seseorang jadi
lebih mudah terinfeksi tuberkulosis, dan angka kematian akibat TB akan lebih
adalah salah satu penyebab utama kematian para perokok. Sekitar 20 persen
mereka. Kita belum punya angka serupa untuk Indonesia, tetapi diperkirakan
disebut muccociliary clearance. Bulu-bulu getar dan bahan lain di paru tidak
74
mudah "membuang" infeksi yang sudah masuk karena bulu getar dan alat lain di
paru rusak akibat asap rokok. Selain itu, asap rokok meningkatkan tahanan jalan
di paru, juga akan merusak makrofag yang merupakan sel yang dapat me-"makan"
terhadap antigen sehingga kalau ada benda asing masuk ke paru tidak lekas
dikenali dan dilawan. Secara biokimia asap rokok juga meningkatkan sintesa
Menurut asumsi peneliti, responden yang akan menerima efek negatif dari
rokok tersebut bukan hanya perokok aktif saja, walau demikianlah perokok pasif
juga akan terima dikarenakan faktor negatif dari rokok itu. Dan justru efek yang
diterima oleh perokok pasif akan makin lebih beresiko lagi dari pada perokok
aktifnya. Mungkin ada sebagian dari anda yang terus bingung dengan makna
perokok pasif. Jadi perokok pasif yaitu seseorang yang sebenarnya bukan hanya
seorang perokok, walau demikian menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh
sebagian perokok aktif. Kenapa lebih bahaya dibanding perokok aktif, karena asap
yg di hirup oleh perokok pasif akan lekas masuk ke paru–paru melalui hidung.
dengan kejadian TB Paru pada WUS didapatkan hasil sebanyak 35 orang (40,7%)
berisiko terjadi TB Paru dan sebanyak 51 orang (59,3%) tidak berisiko terjadi TB
Paru.
75
Hasil uji statistik chi square pada variabel kontak penderita dengan nilai
p=0,004 < 0,05 yang artinya ada hubungan kontak penderita dengan Kejadian TB
Paru pada WUS. Penelitian ini menemukan faktor yang paling dominan
paru dengan nilai Exp (B) sebesar 5,707, ini artinya kontak dengan penderita TB
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Demsa Simbolon, bahwa orang
yang kontak serumah dengan penderita TB paru berisiko 3,897 kali untuk terjadi
tangga sebesar 13%. Risiko penularan bertambah jika terdapat penderita TB lebih
dari satu orang dalam satu rumah tangga, dimana besar risiko penularannya adalah
empat kali dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya satu orang penderita
TB. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Halim, adanya korelasi positif (r =
0,602) yaitu makin banyak penderita TB yang tinggal serumah maka makin tinggi
penularan.
konsentrasi droplet dalam udara), lama menghirup dan kerentanan individu. Selain
kontak serumah, kontak juga dapat terjadi dengan penderita TB di luar rumah.6
dari paru kebagian lainnya, melalui sistem peredaran darah,sistem saluran life,
droplet per volume udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Kontak yang
inthekos atau pembantu rumah tangga. Dalam rumah tangga yang orang
dewasanya terinfeksi. Juga risiko tinggi terdapat pada perempuan yang lebih tua
dan remaja yang menunggui orang dewasa yang sakit. Orang dewasa dengan
dapat dikenali, pengobatan yang kurang atau kambuh akibat daya tahan tubuh
menurun.
Kuantan Singingi Provinsi Riau, balita yang mempunyai riwayat kontak dengan
penderita BTA positif, risiko terkena TB meningkat 2,629 kali lebih besar
dibandingkan dengan balita yang tidak ada riwayat kontak dengan penderita BTA
Sumber penularan adalah penderita TBC dengan BTA positif pada waktu
bersin atau batuk, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
atau percikan dahak. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
cukup atau penyinaran ultraviolet, atau meminta penderita menutup hidung dan
mulutnya bila batuk atau memakai masker sampai pulasan sputumnya dikonversi
Penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan dasar informasi yang benar
bagi para Wanita Usia Subur sehingga menjadi pilar penting untuk memberikan
dukungan dalam melakukan gaya hidup sehat guna mencegah penyakit TB Paru.
Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental, dan sosial yang utuh
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang
reproduksi adalah media cetak berupa majalah, koran atau surat kabar. Secara
umum, responden dalam penelitian ini sudah memiliki perhatian yang tinggi
berfokus terhadap KB, ANC dan ibu nifas saja sehingga tidak heran masyarakat
hanya berfokus pada penyakit organ reproduksi, padahal penyakit ini adalah
penyakit yang menyebabkan kesakitan dan kematian, oleh karena itu intervestasi
yang harus dilakukan adalah pelayanan kesehatan berfokus juga pada penyakit
apa itu penyakit TB Paru, dampak yang terjadi, pencegahan, serta pengobatannya.
Dengan adanya pengetahun maka timbul kesadaran untuk mengubah hidup sehat,
makan yang sehat dan tidak merokok sehinggga mengurangi angka kejadian TB
Paru, untuk ini diperlukan petugas kesehatan yang terampil melaksanakan deteksi
poster atau leaflet yang diberikan kepada penderita tentang gaya hidup
Tuberculosis Paru
Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016 mempunyai keterbatasan sebagai berikut:
kelemahan metode ini adalah karena jumlah kasus yang sangat terbatas dan
kesulitan mencari kontrol dengan kondisi yang sama seperti kasus, sehingga
Kecamatan Percut Sei Tuan belum tentu menjadi faktor-faktor risiko yang
6.1 Kesimpulan
adalah kontak dengan penderita TB paru dengan nilai Exp (B) sebesar 5,707,
6.2 Saran
81
82
kesehatan.