Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lailatul Azizah

NPM : 15.0101.0163

MEMPERKUAT BUDAYA BARU

Mengubah budaya korporat pada dasarnya memngubah kebiasaan yang akan menghasilkan nilai-nilai
baru. Setelah nilai baru terbentuk dan budaya korporat disepakati menjadi bagian strattegi korporat,
institusi perlu memperkuatnya agar menjadi tradisi baru yang memberikan jawaban terhadap
perubahan. Bab ini membahas tentang hal yang diperlukan dalam memperkuat budaya baru. Salah
satunya adalah budaya disiplin.
Budaya Disiplin
Ahli manajemen terkemuka, Jim Collins menemukan pentingnya budaya disiplin untuk meraih
keunggulan bersaing. Ada 2 kategori perusahaan bagus yaitu :
1. Good Company
2. Great Company
Tidak semua perusahaan bagus dapat menjadi hebat dan untuk menjadi great company. Bahkan bisa
dikatakan bahwa “Good is the enemy of Great”. Tidak hanya butuh budaya korporat atau disiplin saja,
tetapi butuh budaya disiplin. Kebanyakan pemimpin perusahaan sudah puas setelah mereka
mendapatkan penghargaan sebagai Good Company sehingga membuat mereka berhenti membangun
budaya organisasinya dan akhirnya mereka mengalami merger, terakuisisi, bahkan likuidasi. Alhasil
mereka tidak menjadi Great Company ataupun bertahan sebagai Good company, tetapi mereka justru
menjadi Bad company.
Hal seperti itu harus dihindari, dan untu menghindarinya kita membutuhkan konsep budaya disiplin.
Ada 3 pilar pembentuk budaya disiplin, yaitu:
1. Discipline People : Manusia yang diseleksi ditempatkan dengan baik.
2. Discipline Action : Strategi diimplementasikan dengan benar.
3. Discipline Thought : Mengikat kerja dengan budaya disiplin.
Fokus pembahasan kali ini adalah pada Discipline People.
Discipline People
Pembentukan budaya dimulai dari manusia, bukan organisasi. Discipline people dapat diperoleh
melalui proses pembentukan standard, yakni :
1. Rekruitment, perusahaan-perusahaan hebat (great company), eksistensi mereka ditentukan
oleh berhasil tidaknya mereka mendapatkan dan mempertahankan SDM yang terbaik.
2. Berikan pengertian yang baik, didcipline people tidak secara otomatis diperoleh melalui
rekruitmen yang bagus. Mereka harus diperkenalkan standar sejak awal melaui sebuah
orientasi yang diperkenalkan
3. Menjalankan ritual yang benar, karyawan yang diangkat segera mengikuti proses ritual.
Dalam proses itu, institusi perlu menegaskan hal penting memelihara nilai-nilai positif yang
digariskan.
4. Letakkan pada kursi yang tepat, orang yang tepat akan berkontribusi positif dan akan
menghargai budaya korporat kalo ia ditempatkan pada kursi yang tepat. Setiap promosi
jabatan dijalankan, nilai baru perlu ditanam kembali.
5. Keluarkan yangdi bawah standar, kesalahan terbesar organisasi dimulai ketika para
eksekutifnya berani mengatakan di tempatnya tidak ada karyawan atau eksekutif yang
diberhentikan. Apabila terjadi, maka budaya organisasi telah berubah menjadi budaya
mempertahankan harmonisasi sosial. Berarti memberikan ruang bagi orang dibawah standar
untuk bersembunyi dibalik budaya korporat.
6. Kepemimpinan level 5. Peran seorang leader akan selalu menjadi hal pentinng. Tidak sekadar
managerial leaership seperti biasa, tapi pemimpin ini disebut Lincoln type leader yakni
seorang yang punya keberanian menghadap fakta-fakta brutal dengan kegigihan dan pantang
menyerah, profesional, punya kerendahan hati strategis. Agar budaya disiplin ini memberikan
hasil maksimal, maka harus diwarnai dengan spirit of entrepreneurship.
Ada 4 jenis organisasi, yakni:
a. Organisasi hierarki
b. Organisasi birokrasi
c. Oganisasi baru
d. Organisasi hebat/ great organization
Untuk menjadi great company tidak hanya membutuhkan budaya disiplin, tapi juga spirit of
entrepreneurship.
Intervensi Melalui OD
Salah satu teknik yang banyak dipakai dalam memperkuat budaya korporat disebut OD atau
Organization Develepment. OD (organization Develepment) menjadi alat yang dianggap penting
karena penekanannya terletak pada nilai-nilai perkembangan manusia, keterbukaan, keadilan, bebas
dari tekanan-tekanan, dan otonomi untuk mencapai potensi tersebut. Ada beberapa teknik yang
dikembangkan dalam OD, antara lain :
1. Intervensi Kelompok
Perkembangan teknologipresentasi (digital dan multimedia) memperkeknankan intervensi
dilakukan sekaligus dalam kelompok besar. Orang-orang dari berbagai departemen, unit,
divisi dan tingkatan diajak ke suatu tempat diluar tempat kerjanya. Contoh intervensi
kelompok misalnya bank NISP setiap tahunnya punya program dengan topik yang berbeda-
beda. Mereka membawa direksi dan pimpinan-pimpinannya ke berbagai kota untuk
memfokuskan cara-cara baru dalam mencapai tujuan-tujuan baru. Dalam kesempatan atau
forum itu mereka saling melaporkan perkembangan, menganalisis idea-idea baru dan mencari
solusi-solusi serta rencana-rencana implementasi. Jadi intinya intervensi dilakukan di sela-
sela program tahunan untuk mengajak para eksekutif untuk terlibat dalam perumusan
rencana.
2. Team buliding
Adalah sebuah kegiatan “experiential” yang di disain untuk menstimulasi daya rekat
kelompok. Dalam suasana yang “fun” yang dikombinasikan dengan lingkungan yang
kontemplatif akan mendorong orang-orang itu menghayati makna team bagi dirinya
3. Aktivitas-Aktivitas Lintas Departemen
Nilai-nilai itu harus berinterakasi dan orang-orang yang hidup dalam silonya masing-masing
harus sering-sering dipertemukan. Mereka berdialog tentang masalah yang dihadapi dan
bagaimana mengatasinya.
Menghadapi Pukulan Balik Budaya
Dalam menerapkan perubahan budaya eksekutif harus ada siap dengan kejutan-kejutan. Karena semua
tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan apa yang diharapkan. Pimpinan pasti menginginkan
transformasi nilai-nilai yang ditanamkan bisa membawa kemajuan bagi kinerja organisasi, tetapi
dalam kenyataanya masih banyak protes transformasi nilai-nilai yang memukul balik kebelakang.
Charel Hampden-Turner (1992) memperkenalkan 2 buah kenyataan yang dihadapi dalam mengubah
budaya korporat yaitu Vicious Circle (Lingkaran Setan) dan Virttous Circle (Lingkaran Baik). Sebuah
transformasi akan menghasilkan gejolak-gejolak yang membawa maju kedepan. Jadi, pada setiap
transformasi nilai yang dijalankan selalu saja ada kemungkinan gerakan maju, sekaligus pusaran
gelombang-gelombang. Kemana arah pusaran gelombang itu sangat ditentukan oleh 2 hal. 2
pendekatan itu adalah formal-informal, dan sentralisasi-desentralisasi. Mengelola budaya sangat perlu
memperhatikan tingakat formalitasnya dan cara melakukan sentralisasi. Suatu ketika sentralisasi dapat
menimbulkan masalah dan kalau tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan gelombang
yang berbalik arah (vicious circle)
Virtuous Circle
Jika terjadi gelombang perlawanan tentu kita akan membutuhkan penyelesaian, yaitu
rekonsiliasi. Setiap kelompok dalam perusahaan dibiarkan membangun nilai-nilainya sendiri dan
eksekutif hanya sibuk mengurusi rapor keuangan lembaganya. Padahal nilai-nilai itu tidak bisa
membuat kinerja jangka panjangnya bagus dan bisa berdaya saing. Untuk itu perlu diadakannya
rekonsiliasi dan berdamai dengan berbagai pihak. Organisasi perlu membangun nilai-nilai baru
dengan cara-cara baru yaitu dengan melalui cara virtuous circle. Cra ini disebut juga sebagai sistem
mandiri atau self balancing dan self connecting karena nilai-nilainya serta pandangannya saling
bertentangan. Kelompok informal dianggap sebagai aktifitas berniali yang terintegritas secara formal
dalam instituisi. Artinya mereka juga perlu mendapatkan penghargaan dan imbalan terhadap peran
yang dijalankan. Kalau proses ini bisa dijalankan dengan baik maka akan tercipta meningkatnya
aktivitas informal. Dengan kata lain pendekatan ini adalah pendekatan estetika, didasari pada
kehidupan yang harmonis dan berirama. Artinya transformasi nilai-nilai dilakuakan
dnegan menyemibangi aturan-aturan formal dengan cara tidak formal dilengkapi dengan akivitas
yang menyenangkan ,memberikan ruang bagi oerbedaan pendapat dan berinisiatif. Dengan kata lain
ada seni yang cukup tinggi untuk mengelola perubahan budaya.
Membangun Keterkaitan Berkelanjutan
Banyak pemimpin yang biasanya hanya tertarik membicarakan budaya korporat sekali saja dalam fase
kepemimpinanya. Padahal budaya korporat bukanlah sekedar urusan sekali tembak saja. Budaya
korporat harus dibangun secara terus menerus dalam waktu ke waktu. Ia dibentuk selama prose situ
berlangsung bukan hanya pada tahap awal saja. Budaya korporat tumbuh secara dinamis. Suatu nilai
yang dianggap penting disuatu periode bisa saja dianggap menjadi tidak penting di periode
selanjutnya. Mengapa top eksekutif hanya tertarik hanya sekali saja dalam kepemimpinannya dalam
membicarakan budaya korporat? Ada beberapa jawaban, yaitu : pertama, mereka menganggap budaya
korporat adalah suatu yang bersifat self-propeling artinya sekali disentuh dia akan berputar dan
bekerja sendiri. Kedua, setelah urusan budaya selesai eksekutif akan disibukan dengan urusan-urusan
pekerjaan yang tampak dalam laporan keuangan, artinya waktu eksekutif hanya tersita oleh urusan
monoculture seperti daya saing dan pemuculan produk baru. Untuk mengatasi hal itu para ahli
manajemen memperkenalkan konsep keterkaitan horizontal untuk membuat agar budaya korporat
dapat tumbuh terus dengan subur. Melalui konsep ini budaya korporat dibuat dekat dan bernteraksi
dengan stakeboldernya. Menjadikan organisasi bersentuhan terus dengan dinamika pasar, dan berhasil
dalam peluncuran produk baru. Hal tersebut merupakan energy yang besar bagi budaya korporat
untuk terus berkembang dan dipercaya menjadi pemicu keberhasilan.
Ada 3 komponen yang perlu diketahui dalam konsep ini,yaitu:
1. Dengan adanya Spesialisasi : orang bekerja sesuai dengan kompetensinya.
2. Boundary spanning : setiap departemen memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor relevan di
lur organisasi.
3. Keterkaitan horisontal : masing-masing departemen dapat dengan bebas melakukan
pertukaran ide, pengalaman, dan informasi tanpa dipisahkan oleh sektor-sektor pemisah.
Implementasi Pada Transformasi Nilai-nilai
Transformasi nilai adalah bentuk perubahan yang sangat sulit, sangat mendasar, butuh banyak
waktu,namun merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan perubahan. Transformasi
mutlak diperlukan untuk mengubah arah sebuah institusi.
Proses tersebut akan berhasil kalau:
1. Leadership yang kuat, disebut sebagai kepemimpinan tingkat 5, yaitu bukan lah seorang yang
otoriter, melainkan pemimpin yang bekerja habis-habisan untuk organisasi dan dengan berani
mempertaruhkan jabatan dan kedudukannya untuk menghadapi fakta-fakta brutal.
2. Dukungan bawahan, pemimpin yang kuat tidak ada artinya apabila tidak didukung oleh
bawahannya yang rela mengorbankan waktu, pikiran, tenaga dan masa depan untuk
menciptakan perubahan.
3. Komunikasi yang jelas, tanpa kepiawaian komunikasi dan dukungan team komunikasi yang
baik, transformasi nilai-nilai tidak akan mencapai tujuan.
4. Komitmen pemimpin, pemimpin juga harus membangun komitmen dari dirinya sendiri.
Untuk memperoleh komitmen yang luas, pemimpin dapat membangunnya melalui 3 tahapan:
a. Tahap persiapan: lewat pidato,menyampaikan visi pandangan selain itu melalui dialog-
dialog.
b. Tahap penerimaan : pimpinan membantu karyawan dan anak buahnya memahami apa
yang akan terjadi dan perubahan pada organisasi tersebut.
c. Tahap komitmen : percobaan dilakukan secara terbatas,sehingga mudah diatasi dan
pemimpin dapat secara langsung melihat dampak yang terjadi dan mengendalikannya.

Anda mungkin juga menyukai