Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia masalah kesehatan mata saat ini adalah masih


tingginya angka kebutaan. Katarak merupakan penyebab kebutaan
terbanyak saat ini, sedangkan masalah kesehatan mata yang lain termasuk
penyakit tumor orbita. Tujuan upaya kesehatan mata di Indonesia antara
lain adalah menurunkan angka kebutaan, kesakitan mata dan gangguan
penglihatan. Salah satu ancaman dan kesakitan mata disebabkan oleh
penyakit tumor mata. Angka kejadian tumor mata dibandingkan dengan
penyakit mata lainnya terhitung kecil, hanya 1% diantara penyakit
keganasan lainnya. Namun dampak yang ditimbulkan oleh tumor mata
pada penderita cukup besar, karena mengakibatkan kebutaan bahkan
kematian karena sifat metastasisnya.
Tumor orbita adalah tumor yang menyerang orbita. Sehingga
merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata, syaraf mata, dan kelenjar
air mata. Rongga orbita di batasi sebelah medial oleh tulang yang
membentuk dinding luar, sinus ethmoid, dan sphenoid. Sebelah superior
oleh dasar fossa anterior, dan sebelah lateral oleh zigoma, tulang frontal,
dan sayap sphenoid besar. Sebelah inferior oleh atas sinus maksilaris.

Gejala tumor orbita sulit diketahui karena tumbuh di belakang bola


mata. Umumnya diketahui setelah terjadi penonjolan pada mata,
gangguan pergerakan mata, atau terasa sakit.

Kekerapan tumor di mata sangat kecil dibandingkan tumor di


bagian tubuh yang lain, sekitar satu persen saja. Tapi hal ini sangat
penting karena mata alat vital dan pengobatannya terkadang sulit
sehingga harus mengorbankan penglihatan. Karena itu, sering terjadi
tawar-menawar antara dokter dengan pasien untuk mengangkat tumor
1
tersebut karena setiap pengangkatan tumor ganas mengharuskan tepi
sayatan bebas dari sel-sel tumor, artinya sayatan harus dilakukan
beberapa milimeter sampai beberapa centimeter di luar jaringan tumor.

Bisa dibayangkan, betapa sulit mengatur sayatan yang bebas tumor


tanpa harus mengorbankan bola mata. Kebanyakan pasien tidak ingin
kehilangan matanya, sehingga yang diangkat hanya sebagian, hal inilah
yang menimbulkan kekambuhan dan akhirnya membawa kematian.

B. Tujuan
Tujuan Umum :

 Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien tumor mata


 Memenuhi mata kuliah keperawatan medikal bedah
Tujuan khusus :

 Melakukan pengkajian
 Membuat diagnosa keperawatan
 Melakukan intervensi
 Membuat perencanaan pulang
 Menjelaskan evidence base

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Mata

Mata disuusun dari bercak sensitif dan cahaya primitif pada


permukaan intervetebrata. Dalam selubung pelindungnya, mata memeliki
lapisan reseptor yaitu sistem lensa bagi pemfokusan cahaya atas reseptor dan
merupakan suatu sistem saraf untuk mengantarkan impuls ke otak serta
membentuk bayangan penglihatan yang disadari menjadi sasaran.
Lapisan saraf yang melapisi separuh bagian posterior bola mata
merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang dihubungkan melalui suatu
berkas serat saraf yang disebut saraf optik. Lapisan fibrosa yang terletak
diluar sesuai dengan durameter yang bewarna putih keruh. Antara lapisan
fibrosa luar dan retina terdapat suatu lapisan vaskular yang berfungsi sebagai
nutrisi.
Pada iris terdapat suatu celah bulat dibagian tengah dengan diameter
yang beragam dan disebut pupil.
Mata merupakan suatu bulatan yang sedikit asimetris dan agak gepeng
dari atas kebawah. Titik pusat lengkungan kornea dan sklera disebut kutub
posterior dan kutub anterior.

3
Anatomi :

1. Palpebra
Lubang orbita dilindungi oleh lapisan tipis yang dapat bergerak yaitu
kelopak mata (palpebra) yang terletak didepan mata.
2. Aparatus lakrimalis
Air mata mengalir membasahi kornea dan mengumpul dalam sakus
lakrimalis melalui punkta lakrimalis ke medial lalu bermuara dalam sakus
lakrimalis.
3. Orbita
Orbita adalah rongga berbentuk piramid dengan basis didepan dan apeks
dibelakang. Atap orbita dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontalis yang
memisahkan orbita dengan fossa kranii anterior.
4. Bola Mata
Bola mata terdiri atas 3 lapisan :
a. Tunika fibrosa : jaringan ikat fibrosa yang tampak putih. Lamina
kribrosa adalah daerah skelera yang ditembus oleh serabut saraf

4
nervus optikus. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol kedalam
bola mata oleh pembesaran kavum subarakhnoid yang mengelilingi
nervus optikus. Kornea yang transparan mempunyai fungsi utama
merefraksi cahaya yang masuk kedalam mata, tersusun berlapis-lapis
dari luar ke dalam
 Epitel kornea yang bersambung dengan epitel konjungtiva
 Substansia propia terdiri dari jaringan ikat transparan
 Lamian limitans posterior
 Endotel (epitelium posterius) yang berhubungan dengan aqueuos
humor
b. Lamina vaskula : dari depan ke belakang tersusun atas bagian berikut
:
 Koroid : lapisan luar berpigmen dan berlapis. Koroid
mengandung pleksus vena yang luas dan mengempis setelah
kematian. Lapisan koroid terdiri atas lapisan epikoroid, lapisan
pembuluh kapiler, koroid kapiler, lapisan elastika.
 Korpus siliare : kebelakang bersambung dengan koroid, kedepan
terletak dibelakang tepi perifer iris, terdiri atas korona siliaris,
prosesus siliaris, dan muskulus siliaris.
 Iris : diafragma berpigmen yang tipis terdapat di dalam aqueous
humor di antara kornea dan lensa. Tep iris melekat pada
permukaan anterior korpus siliare membagi ruang diantara lensa
dan kornea menjadi kamera anterior dan posterior.
c. Tunika sensoria : retina terdiri atas pars pigmentosa, sebelah luar
melekat pada koroid dan pars nervosa sebelah dalam berhubungan
dengan korpus vitreum. Suatu cekungan dangkal yang disebut fovea
sentralis terletak 2,5 mm kearah temporal papilla optik. Disekeliling
fovea terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik kuning
(makula lutea). Fovea merupakan daerah penglihatan terjelas yang
tidak memiliki fotoreseptor diatas papila optik sehingga daerah ini
disebut bintik buta.

5
5. Isi bola mata
a. Aqueous humor
Cairan bening yang mengisi kamera anterior dan kamera posterior
bulbi yang merupakan sekret dari prosessus siliaris. Fungsi
aquueous humor adalah menyokong dinding bola mata dengan
memberi tekanan dari dalam dan memberi makan pada lensa, serta
membuang produk metabolisme karena lensa tidak memiliki
pembuluh darah
b. Korpus vitreus
Mengisi bola mata dibelakang lensa merupakan gelombang
transparan yang dibungkus oleh membran vitrea. Didalam korpus
vitreum tidak terdapat pembuluh darah, fungsinya anatara lain
menambah daya pembesaran mata, menyokong permukaan
posterior lensa dan membantu melekatkan pars nervosa pada pars
pigmentosa retina.
c. Lensa
Badan bikonveks yang transparan terletak dibelakang iris, didekat
korpus vitreum dan dikelilingi oleh prosessus siliaris, tediri atas :
kapsul elastis, epitel kuboid, serat-serat lensa

6
Pembentukan Bayangan
Fungsi objek mata adalah menangkap cahaya dari objek agar bentuk
ketajaman tertentu dari objek bayangan di retina. Bayangan dalam fovea
diretina selalu lebih kecil ( kurang dari 1 mm) dan terbalik dari objek nyata.
Banyangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam
mosaik fotoreseptor dibagian lain dari retina. Selanjutnya, retina mengirim
bayangan dua dimensi ke otak untuk direkonstruksi ( menyusun kembali )
menjadi tiga dimensi. Sinar dari objek akan melalui sejumlah media
transparan sebelum sampai di retina.
Media ini membantu refraksi (pembiasan) dan konvergensi
(kecendrungan) kearah suatu titik sehingga bayangan tepat jatuh diretina,
media ini dinamakan kornea. Lensa menangkap cahaya dari objek sebagai
cahaya yang sejajar pada jarak lebih 6 m. Cahaya ini akan dikumpulkan
masuk kedalam titik api yang berjarak normal dalam keadaan istirahat. Dari
lensa cahaya diteruskan sepanjang aksis optik kecairan humor vitreus. Cairan
ini mempertahankan bentuk bulat bola mata.

Mekanisme Pembentukan Bayangan

7
Mata mengubah tenaga didalam spektrum yang dapat terlihat menjadi
potensial aksi didalam nervus optikus, bayangan objek didalam lingkungan
difokuskan dalam retina. Sinar cahaya yang membentur retina membentuk
potensial didalam bayangan kerucut. Impuls yang dimulai didalam retina
dihantarkan kedalam korteks serebri pada tempat yang menghasilkan sensasi
(rangsangan) penglihatan.

Respon bola mata pada benda

Pupil mempunyai dua fungsi sebagai berikut :


a. Jika sinar terlalu banyak : maka pupil menyempit agar sinar tidak
seluruhnya masuk kedalam mata karena menyilaukan mata.
Sebaliknya, dalam keadaan gelap pupil melebar agar banyak sinar
yang ditanggap, hal ini disebut refleks cahaya.
b. Respon dalam melihat benda : jika mata melihat jauh kemudian
melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan
kedalam lapang penglihatan.

B. Konsep Dasar Tumor Mata


1. Definisi
Seperti di bagian tubuh lain, mata juga bisa terserang tumor, baik jinak
maupun ganas. Tumor adalah pertumbuhan atau tonjolan abnormal di tubuh.
Tumor sendiri dibagi menjadi jinak dan ganas. Tumor ganas disebut sebagai
kanker. Tumor pada mata disebut juga tumor orbita.
Tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita (tempat bola
mata) sehingga merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata, saraf mata
dan kelenjar air mata. Rongga orbital dibatasi sebelah medial oleh tulang
yang membentuk dinding luar sinus ethmoid dan sfenoid. Sebelah superior
oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh zigoma, tulang frontal dan
sayap sfenoid besar. Sebelah inferior oleh atap sinus maksilari.

8
2. Klasifikasi
 Berdasarkan posisinya tumor mata/orbita dikelompokkan sebagai
berikut:
a) Tumor eksternal yaitu tumor yang tumbuh di bagian luar mata
seperti:
 Tumor palpebra yaitu tumor yang tumbuh pada kelopak mata
Misalnya : Tumor Adeneksa, tumor menyerang kelopak mata
(bagian kulit yang dapat membuka dan menutup)
 Tumor konjungtiva yaitu tumor yang tumbuh pada lapisan
konjungtiva yang melapisi mata bagian depan
b) Tumor intraokuler yaitu tumor yang tumbuh di dalam bola mata
Contoh : Retinoblastoma(RB). Jenis ini adalah tumor ganas retina
dan merupakan tumor primer bola mata terbanyak pada anak.
c) Tumor retrobulber yaitu tumor yang tumbuh di belakang bola mata

 Menurut Sidarta, ilyas (2002), Tumor mata dapat dibedakan menjadi 3


menurut sifatnya yaitu:
a) Tumor primer, biasanya tumor jinak pada orbita dengan gejala-gejala
seperti gangguan pergerakkan bola mata, gangguan penglihatan,
gangguan lapang pandangan, pembendungan darah dalam orbita,
adanya perubahan fundus mata.
Contoh: Hemangioma, Meningioma, Kista dermoid, Neurofibroma,
Sarkoma, Glioma saraf optik.
b) Tumor sekunder, adalah tumor yang berasal dari tempat-tempat yang
berhubungan dengan rongga orbita dan terjadi perluasan tumor ke
dalam rongga orbita misalnya dari sinus, rongga otak atau kelopak
mata.
Contoh: Basalioma Carsinoma

9
c) Tumor metastasis, biasanya tumor ini dapat menjadikan metastasis
ke hati, paru-paru dan tulang.

3. Etiologi
a. Mutasi gen pengendali pertumbuhan (kehilangan kedua kromosom
dari satu pasang alel dominan protektif yang berada dalam pita
kromosom 13q14)
b. Malformasi congenital
c. Kelainan metabolism
d. Penyakit vaskuler
e. Inflamasi intraokuler
f. Neoplasma. dapat bersifat ganas atau jinak Neoplasma jinak tumbuh
dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi
menekan jaringan disekitarnya dan biasanya tidak mengalami
metastasis
g. Trauma

Gejala tumor orbita sulit diketahui karena tumbuh di belakang bola


mata. Umumnya diketahui setelah terjadi penonjolan pada mata,
gangguan pergerakan mata, atau terasa sakit.

Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai factor. Penyebab


tumor mata terutama faktor genetik. Selain itu sinar matahari, terutama
sinar ultraviolet dan infeksi virus Papiloma. Tumor mata juga bisa akibat
penjalaran dari organ tubuh lain, seperti dari paru, ginjal, payudara, otak
sinus, juga leukemia dan getah bening. Sebaliknya, sel tumor mata yang
terbawa aliran darah sering mencapai organ vital lain seperti paru, hati
atau otak, dan menyebabkan kanker di organ itu. Penderita tumor mata,
kecuali retino blastoma, umumnya berusia 24-85 tahun.

Sebagian besar tumor orbita pada anak-anak bersifat jinak


dan karena perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-

10
anak jarang, tetapi bila ada akan menyebabkan pertumbuhan tumor yang
cepat dan prognosisnya jelek.

4. Patofisiologi

Tumor mata dapat disebabkan oleh berbagai factor, termasuk


faktor genetic yang diyakini ikut berpengaruh terhadap tumbuhnya tumor.
Sebagian besar tumor mata pada anak-anak bersifat jinak dan karena
perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-anak jarang, tetapi bila
ada akan menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat dan prognosisnya
jelek.

Tumor Orbita meningkatkan volume intraokular dan


mempengaruhi masa. Meskipun masa secara histologis jinak, itu dapat
mengganggu pada struktur orbital atau yang berdekatan dengan mata.
Dan bisa juga dianggap ganas apabila mengenai struktur anatomis.
Ketajaman visual atau kompromi lapangan, diplopia, gangguan motilitas
luar mata, atau kelainan pupil dapat terjadi dari invasi atau kompresi isi
intraorbital sekunder untuk tumor padat atau perdarahan. Tidak
berfungsinya katup mata atau disfungsi kelenjar lakrimal dapat
menyebabkan keratopati eksposur, keratitis, dan penipisan kornea.

Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan


invasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sklera ke jaringan
orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui
pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat
menonjol ke dalam badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi
dan pendarahan. Warna iris tidak normal.

11
5. WOC Tumor Mata

6. Manifestasi Klinik
Serangan dan penyakit ini terjadi dalam beberapa minggu dengan
gejala kliniknya ialah :

a) Penurunan visus: terjadinya penurunan visus terutama pada


pseudotumor yang terletak retrobul bek dimana saraf optik disini
tertekan. Penurunan visus ini akan terjadi lebih cepat pada jenis

12
pseudotumor yang mengenai saraf optik yang disebut “Inflamasi Peri
Neuritis”.
b) Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun
juga merupakan gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan fistula
karotid-kavernosa
c) Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang
sering dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa
bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas).
d) Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada pseudotumor,
eksoftalmos endokrin atau fistula karotid-kavernosa
e) Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi
kelopak atau bola mata, terutama dengan tumor kelenjar lakrimal
atau dengan mukosel.
f) Gerak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata,
mungkin akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, IV,
dan VI pada fisura orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau
sinus kavernosus
g) Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat
terkenanya saraf optik atau retina, atau tak langsung akibat
kerusakan vaskuler.

7. Komplikasi
a) Glaukoma, adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak
normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan
kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan.
b) Keratitis ulseratif, yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya
destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea.
c) Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang
pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh.

8. Pemeriksaan Penunjang dan diagnostik

13
a) Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita,
terjadinya kerusakan tulang, terdapat perkapuran pada tumor dan
kelainan foramen optik
b) Pemeriksaan ultrasonografi : untuk mendapatkan kesan bentuk
tumor, konsistensi tumor, teraturnya susunan tumor dan adanya
infiltrasi tumor.
c) CT-scan : untuk menentukan ganas atau jinak tumor, adanya
vaskularisasi pada tumor dan terjadinya perkapuran pada tumor.
d) Arteriografi : untuk melihat besar tumor yang mengakibatkan
bergesernya pembuluh darah disekitar tumor, adanye pembuluh
darah dalam tumor. (Sidarta, ilyas. 2005)

Pemeriksaan diagnostic pada mata secara umum sebagai berikut :

a) Kartu mata Snellen/ mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan


dan sentral penglihatan) ; mungkin terganggu dengan kerusaakan
kornea, lensa, aqueus atau vitreus
Humour, kesalahan refraksi atau penyakit system saraf atau
penglihatan ke retina atau jalan optic.
b) Lapang penglihatan ; penurunanan yang disebabkan oleh CSV,
massa tumor pada hipofisis/ otak, karotis atau patologis arteri
serebral atau Glaukoma.
c) Tonografi ; mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
d) Gonioskopi ; membantu membedakan sudut terbuka dan sudut
tertutup pada glaukoma.
e) Oftalmoskopi ; mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optic, papiledema, perdarahan retina dan mikroanurisme.
f) Pemeriksaan darah lengkah, laju sedimentasi (LED) ; menunjukkan
anemia sistemik / infeksi.

9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

14
Penatalaksanaan tumor orbita bervariasi bergantung pada ukuran,
lokasi, dan tipe tumor seperti :

a) terapi medis (obat-obatan)


b) tindakan yang lebih radikal yaitu mengangkat secara total massa
tumor
c) lainnya tidak membutuhkan terapi.
d) radioterapi (sinar) dan kemoterapi.

Penatalaksanaan tumor berdasarkan ganas atau tidaknya tumor yaitu :

a) Tumor jinak memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan


merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan
konservatif. Apabila terjadi eksisi atau pembedahan, akan dilakukan
perawatan di rumah sakit, yaitu:
1) Tirah baring dan aktivitas dibatasi agar pasien tidak mengalami
komplikasi pada bagian tubuh lain. tirah baring dilaksanakan
kurang lebih 5 hari setelah operasi atau tergantung pada
kebutuhan klien.
2) Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain dalam
memenuhi kebutuhannya untuk mencegah cidera.
3) Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang
dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu
memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina.
4) Pasien tidak boleh terbaring telungkup.
5) Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah
pemeriksaan paska operasi (atropin). (Sidarta, Ilyas. 2009)

b) Tumor ganas: memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga


bereaksi baik dengan kemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal
karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan reseksi radikal.
15
Pendekatan operatif :

a) Orbital medial : untuk tumor anterior, terletak dimedial saraf optik.


b) Transkranial-frontal : untuk tumor dengan perluasan intrakranial
atau terletak posterior dan medial dari saraf optik.
c) Lateral : untuk tumor yang terletak superior, lateral, atau inferior
dari saraf optik.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a.Pengkajian Identitas Klien

Nama :

Masuk ke RS :

Tanggal Lahir :

Umur :

Jenis kelamin :

Agama :

Alamat :

b. Pengkajian Riwayat Kesehatan

 Riwayat kesehatan dahulu


 Riwayat kesehatan keluarga
16
 Riwayat kesehatan sekarang
c. Pemeriksaan Fisik

d. Pemeriksaan Penunjang

Dasar Data Pengkajian Mata Pada Klien

1. Neurosensori

a) Gejala (Gangguan penglihatan (kabur/ tak jelas), sinar terang


menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap.
Penglihatan berawan/ kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia. Perubahan kacamata/
pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
b) Tanda (Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil
menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan (glaucoma
akut). Peningkatan air mata.

2. Nyeri/ kenyamanan

a) Gejala Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri


tiba-tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar mata, sakit kepala
(glaucoma akut)

Pengkajian 11 Fungsional Gordon

1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan


a) Tanyakan persepsi klien terhadap penyakitnya
b) Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya
kortikosteroid, klorokuin, klorpromazin,ergotamine, pilokarpin)
17
c) Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau

2. Pola nutrisi metabolik


a) Tanyakan kebiasaan makanan yang dikonsumsi klien, apakah klien
sebelumnya jarang mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A,
dan vitamin E
b) Tanyakan klien apakah merasa mual/muntah

3. Pola eliminasi
a) Tanyakan bagaimana pola BAB dan karakteristiknya
b) Berapa kali BAK dalam sehari, karakteristik urin
c) Adakah masalah dalam proses BAK, adakah penggunaan alat bantu
untuk BAK

4. Pola aktivitas latihan


a) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan

5. Pola istirahat - tidur


a) Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan
dengan gangguan penglihatan (seperti: pusing)
b) Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar
atau tidak?

6. Pola kognitif - persepsi


a) Apakah klien mengalami kesulitan saat membaca
b) Apakah menggunakan alat bantu melihat
c) Bagaimana visus
d) Apakah ada keluhan pusing dan bagaimana gambarannya

18
7. Pola persepsi dan sensori
a) Bagaimana klien menggambarkan dirinya
b) Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi
perubahan dalam penglihatan.

8. Pola peran dan hubunagn


a) Apa pekerjaan klien
b) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:
pasangan, teman.
c) Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan
penyakit klien

9. Pola seksualitas - reproduksi


a) Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
b) Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait
dengan menopause
c) Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemunuhan kebutuhan seks

10. Pola koping dan toleransi stres


a) Apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam beberapa tahun
terakhir
b) Apa yang dilakukan klien dalam menghadapi masalah dan apakah
tindakan tersebut efektif untuk mengatasi masalah tersebut atau tidak
c) Apakah ada orang lain tempat berbagi dan apakah orang tersebut ada
sampai sekarang
d) Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress

11. Pola keyakinan-nilai


a) Tanyakan apakah ada pengaruh agama dalam kehidupan
b) Tanyakan apakah ada pantangan keagamaan

19
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan sensori/Persepsi Penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori dari organ penerima.

2. Nyeri akut b.d Agen cidera


3. Ansietas
4. Ketidakefektifan Mekanisme Koping
5. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit

C. NIC-NOC

No. NANDA NOC NIC

1. Gangguan sensori / 1. Orientasi Kognitif 1. Peningkatan Komunikasi :


persepsi penglihatan Defisit Melihat
Kriteria hasil :
Be b.d dengan gangguan  Catat reaksi klien terhadap
 Mampu mengenal

20
penerimaan sensori diri sendiri rusaknya penglihatan (misal,
dari organ penerima.  Mampu mengenal depresi, menarik diri, dan
orang penting menolak kenyataan)
lainnya  Menerima reaksi klien
 Mampu mengenal terhadap rusaknya penglihatan
tempat yang
 Bantu klien dalam menetapkan
sekarang
tujuan yang baru untuk belajar
2.Kompensasi bagaimana “melihat” dengan
tingkah laku indera yang lain
Penglihatan
 Andalkan penglihatan pasien
Kriteria hasil: yang tersisa sebagaimana
mestinya
 Mampu mem-
posisikan diri untuk  Gambarkan lingkungan kepada
penglihatan klien
 Menggunakan
 Rujuk klien dengan masalah
layanan pendukung
penglihatan ke agen yang
untuk penglihatan
sesuai
yang lemah
 \Menggunakan alat 2. Manajemen Lingkungan
bantu penglihatan
 Ciptakan lingkungan yang
yang lemah
aman untuk klien
 Hilangkan bahaya lingkungan
(misal, permadani yang bisa
dilepas-lepas dan kecil, mebel
yang dapat dipindah-
pindahkan)
 Hilangkan objek-objek yang
membahayakan dari
lingkungan

21
 Kawal klien selama kegiatan-
kegiatan di bangsal
sebagaimana mestinya
 Tempatkan benda-benda yang
sering digunakan dekat dengan
jangkauan
 Manipulasi pencahayaan untuk
kebaikan terapeutik
 Beri keluarga/orang penting
lainnya informasi tentang
menciptakan lingkungan
rumah yang aman bagi klien.
3. Perawatan Area Insisi

 Periksa wilayah sekitar insisi


dari kemerahan,
pembengkakan atau tanda dari
efiserasi.
 Kaji proses penyembuhan
insisi.
 Bersihkan area sekitar insisi
dengan pembersihan yang
tepat.
 Kaji insisi dari tanda dan
gejala infeksi.
 Gunakan alat steril, aplikasikan
cottonbud untuk pembersihan
efisien dari pemasangan
jahitan, luka dalam dan sempit
atau luka berkantung.
 Gunakan salep antiseptic

22
sesuai yang dipesan.
 ganti balutan dengan jarak
yang tepat.
 Gunakan balutan yang tepat
untuk melindungi insisi
 Instruksikan pasien mengenai
cara perawatan insisi selama
mandi.
 Ajarkan pasien untuk
meminimal kan stress pada
area insisi.
 Ajarkan pasien dan keluarga
untuk perawatan insisi,
termasuk tanda dan gejala dari
infeksi.
2. Nyeri akut b.d Agen Kontrol Resiko Manajemen Nyeri :
cidera
Kriteria hasil :  Kaji nyeri secara komprehensif
( lokasi, karakteristik, durasi,
 Klien melaporkan
frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri berkurang dg
presipitasi ).
scala 2-3
 Observasi reaksi non verbal
 Ekspresi wajah
dari ketidak nyamanan.
tenang
 Gunakan teknik komunikasi
 klien dapat istirahat
terapeutik untuk mengetahui
dan tidur
pengalaman nyeri klien
 v/s dbn
sebelumnya
 Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.

23
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
 Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.
 Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Monitor TTV

BAB IV

24
PEMBAHASAN EVIDENCE BASE

Judul : Pasien tumor mata pada devisi tumor mata clinik sanglah
Rumah Sakit Umum Bali-Indonesia.

Penulis : Yuliawati P, dan Piliantari-Meigawati, NL

Tujuan penelitian : Memperoleh angka dasar pasien tumor mata di RS


Sanglah Bali dan karakteristik penderita tumor.

Metode penelitian : Deskriptif dan retrospektif.

Responden : 44 pasien

Hasil Penelitian

Dari penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa subjek penelitian adalah


44 pasien, yang terdiri dari 59,1% laki-laki dan 40,9% perempuan. Dari jumlah
tersebut 29,5% berada dalam kelompok usia 61-70 tahun . 34,1% berasal dari
Denpasar, dan 34,1 % bekerja sebagai petani. Sebanyak 95,5% pasien datang
dengan gejala benjolan di mata, dimana 40,9% pasien datang dengan gejala
ketajaman visual 0,00 logmar. Sebanyak 47,7% pertumbuha tumor pada palpebral
superioir. Hasil pemeriksaan patologis di dapatkan 20,5% SCC, 11,4% BCC dan
11,4% papilloma.

Berdasarkan lokasi tumor dan anatomi hasil patologi, tumor yang paling
umum dari konjungtiva adalah SCC (15,9%). Namun, jika melihat dari pekerjaan
yang di derita lebih sering oleh petani (20,5%)

Kelebihan : Judul dengan isinya sudah sinkron, hasil penelitian di tampilkan


dalam jurnal dan sudah sesuai dengan isi dan tujuan dari
penelitian, mencantumkan kata kunci.

25
Evidence-Based Practice

Jurnal ini meneliti tentang factor resiko terjadinya tumor mata di daerah
Denpasar bali. Setelah di lakukan penelitian di rumah sakit di bali di dapatkan
beberapa data tentang factor pencetus dan karakteristik penderita tumor mata
diantaranya usia, alamat, pekerjaan, keluhan, tajam penglihatan dan anatomi hasil
patologi.

Dari 44 pasien yang di jadikan sampel di klinik mata sanglah RS Denpasar


Bali, di dapatkan bahwa laki-laki mempunyai proporsi lebih besar terkena tumor
mata dari pada perempuan, yaitu laki-laki 59,1% dan perempuan 40,9%. Tapi di
berbagai Negara dilakukan penelitian di dapatkan hasil yang berbeda, yaitu
penelitian yang di lakukan di jepang perempuan memiliki presentase lebih besar
dari pada laki-laki yaitu 53,27 berbanding 46,72%.

Di bali di dapatkan data bahwa laki-laki lebih besar beresiko terkena tumor
mata di karenakan budaya bali yang banyak merokok, minum alcohol dan sinar
ultraviolet. Jika di lihat dari usia penderita di dapatkan data usia 61-70 tahun
sebanyak 29,5%, sebab bertambahnya usia , durasi paparan zat yang bersifat
karsinogenetik meningkat, dengan demikian pasien dengan usia lebih tua
memiliki resiko lebih tunggi, dibanding yang lebih muda. Dan jika di lihat dari
pekerjaan, pasien yang banyak terkena tumor mata adalah dari kalangan
petani,(34,1). Karena petani lebih banyak terkena paparan sinar matahari yang
mengandung ultraviolet yang secara teoritis memiliki peran yang sangat penting
dalam memicu pertumbuhan tumor.

Berdasarkan anatomi tumor patologis yang paling sering terjadi adalah


SCC dan BCC, ini juga bersangkutan dengan sinar ultraviolet, karena paparan
sinar ultraviolet dari konjungtiva dapat menyebabkan mutasi pada gen supresor
tumor yang banyak tersedia di konjungtiva.

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mata disuusun dari bercak sensitif dan cahaya primitif pada
permukaan intervetebrata. Mata mengubah tenaga didalam spektrum yang
dapat terlihat menjadi potensial aksi didalam nervus optikus, bayangan
objek didalam lingkungan difokuskan dalam retina. Sinar cahaya yang
membentur retina membentuk potensial didalam bayangan kerucut. Impuls
yang dimulai didalam retina dihantarkan kedalam korteks serebri pada
tempat yang menghasilkan sensasi (rangsangan) penglihatan.
Seperti di bagian tubuh lain, mata juga bisa terserang tumor, baik
jinak maupun ganas. Tumor adalah pertumbuhan atau tonjolan abnormal
di tubuh. Tumor sendiri dibagi menjadi jinak dan ganas. Tumor ganas
disebut sebagai kanker. Tumor pada mata disebut juga tumor orbita.
Gejala tumor orbita sulit diketahui karena tumbuh di belakang bola
mata. Umumnya diketahui setelah terjadi penonjolan pada mata,
gangguan pergerakan mata, atau terasa sakit. Tumor mata dapat
disebabkan oleh berbagai factor, termasuk faktor genetic. Tumor Orbita
meningkatkan volume intraokular dan mempengaruhi masa. Meskipun
masa secara histologis jinak, itu dapat mengganggu pada struktur orbital
atau yang berdekatan dengan mata. Dan bisa juga dianggap ganas apabila
mengenai struktur anatomis. Tanda dan gejala tumor mata yaitu : nyeri
orbital, proptosis, pembengkakan kelopak,palpasi, gerak mata dan
ketajaman penglihatan. Komplikasi dari tumor mata yaitu : glaukoma,
keratitis ulseratif
B. Saran
Dengan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat menambah dan
mengembangkan referensi tentang penyakit tumor mata dalam melakukan
study di fakultas keperawatan serta bagi perawat diharapkan juga
menangani dan menanggulangi penyakit tumor mata pada kliennya

27
DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin.2009.Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa


Keperawatan. Jakarta:EGC

Sidarta, ilyas.2002.Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.

Sidarta, ilyas.2005. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata hal 179-180.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.

Sidarta, ilyas.2009.Ikhtisar ilmu penyakit mata hal 297-301. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia:Jakarta.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications


2012-2014. Jakarta : EGC

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey.


2012.Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby
Elsavier.

Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.


Louis ,Missouri ; Mosby.

28

Anda mungkin juga menyukai