Anda di halaman 1dari 15

BAB X

PENGUKURAN PENAMPANG STRATIGRAFI

10.1 Pengertian Penampang Stratigrafi

Penampang stratigrafi adalah suatu gambaran urutan vertical


lapisan-lapisan batuan sediment pada lintasan yang dipilih. Setiap titik
dalam aturan mengikuti kaidah hokum superposisi.
Dalam penelitian geologi suatu daerah yang merupakan bagian
dari suatu cekungan sedimentasi data mengenai jenis litologi, variasinya
secara vertical dan lateral serta ketebalan masing-masing satuan
stratigrafi merupakan data yang penting untuk diketahui. Setiap lokasi
yang menunjukkan urutan dan kontak batuan yang jelas dianjurkan untuk
mengadakan pengukuran penampang terukur.
Secara umum tujun pengukuran penampang stratigrafi dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urutan-urutan
perlapisan suatu satuan stratigrafi ( Formasi, kelompok,
anggota dan sebagainya ).
2. Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi
atau lapisan yang menjadi objek penelitian (misalnya batubara).
3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar
satuan batuan dan urutan-urutan sedimentasi dalam arah
vertical secara detail.
4. Untuk menafsirkan lingkungan pengendapan dengan
memperhatikan profil dan pola urutan vertical batuan.
Data tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk gambar yang
disebut sebagai kolom stratigrafi. Berhubungan dengan keadaan
singkapan, pengukuran suatu penampang stratigrafi secara
langsungkadang agak sulit dilakukan di Indonesia, dalam keadaan
tersebut ketebalan ditentukan dengan pembuatan penampang struktur.
Tetapi mengingat pentingnya data tersebut, maka disarankan untuk
berusaha mengukur penampang pada singkapan-singkapan yang
menerus terutama yang meliputi satu atau lebih satuan-satuan stratigrafi
yang resmi.

10.2 Prosedur Pelaksanaan Lapangan

Idealnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada


tahap akhir pemetaan geologi, dimana informasi mengenai penyebaran
satuan batuan dan struktur geologi sudah diketahui, sehingga dapat pilih
lintasan-lintasan yang ideal (lintasan menerus, tidak terganggu struktur
da lain-lain). Namun dalam prakteknya, mengingat efesiensi waktu dan
biaya, pengukuran penampang stratigrafi seringkali dilakukan bersamaan
dengan waktu pemetaan, terutama pada daerah-daerah yang sulit
dijangkau.
Ada empat tahapan utama yang harus ditempuh dalam
pengukuran penampang stratigrafi yaitu : perencanaan, pengumpulan
data, pengolahan data dan penyajian.

10.2.1 Perencanaan lintasan

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, setelah satuan urut-


urutan singkapan secara keseluruhan diperiksa untuk hal-hal sebagai
berikut :
1. Kedudukan lapisan (strike/dip), apakah curam. Landai, vertical
atau horizontal. Arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin
tegak lurus terhadap jurus.
2. Harus diperikasa apakah jurus atau kemiringan lapisan itu
menerus tetap atau berubah-ubah. Hal tersebut di atas adalah
penting dalam menentukan metode dan perhitunga pengukuran.
Kemungkinan adanya struktursepanjang penampang seperti
sinklin, antiklin, sesar, perlipatan dan sebagainya.
3. Penentuan superposisi dari lapisan, sesuatu yang sangat
penting, tetapi kadang-kadang tidak diperhatikan. Kriteria untuk
superposisi ini umumnya diperoleh dari struktur sediment yang
ada.
4. Meneliti akan adanya lapisan petunjuk (keybeds) yang dapat
diikuti di seluruh daerah ( misalnya lapisan batubara, lapisan
bentonit).
Lapisan penunjuk ini penting sebagai referensi untuk mengikat
(to tie in) penampang stratigrafi ini pada system wilayah (region) yang
resmi. Adalah sangat baik jika dapat diikat pada jalur-jalur biostratigrafi.

10.2.2 Pengambilan Data

Ada dua hal penting dalam tahapan ini yaitu pengukuran tidak
langsung maupun langsung ketebalan perlapisan batuan dari pemerian
pada tiap-tiap langkah pengukuran.

10.2.2.1 Pengukuran

Cara-cara pengukuran penampang stratigrafi banyak sekali


ragamnya, dan metode yang digunakan sangat tergantung pada keadan
medan dan singkapan yang ada, namun pada dasarnya pengukuran ini
dilakukan untuk mendapatkan data ketebalan satuan stratigrafi. Disini
hanya akan dibahas salah satu cara yang sering diterapkan di Indonesia,
yaitu pengukuran dengan memakai pita ukuran dan kompas. Etode ini
diterapkan terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah singkapan-
singkapan yang dapat disusun menjadi satu penampang. Pengukuran ini
sebaiknya dilakukan oleh sekurang-sekurangnya dua orang.
Cara mengukur ini dapat dilihat dalam gambar 10.1. Sebaliknya
diusahakan agar arah pengukuran tegak lurus pada jurus lapisan, untuk
menghidari koreksi-koreksi yang rumit. Perletakan posisi patok satu
terhadap patok berikutnya seharusnya mempertimbangkan perubahan
jenis litologi, dan bukan ketersediaan panjang tali. Adapun data yang
harus dicatat akan dipakai untuk menhitung ketebalan adalh :
1. Jarak terukur antar patok
2. Azimuth (arah) lintasan
3. Kemiringan lereng
4. Jurus dan kemiringan lapisan
Tahapan pelaksanannya adalah sebagai berikut :
1. Mulailah pengukuran dari dasar penampang yang akan diukur
2. Tentukan satuan-satuan litologi yang akan diukur. Berilah patok-
patok atau tanda lainnya pada batas-batas satuan litologi ini. Jika
satuan-satuan litologi ini tebal semuanya kurang dari 5 meter,
lebih praktis jika membentangkan pita ukuran dari alas satuan
sampai atap satuan tersebut. Ini dibentangkan sepanjang-
panjangnya, kemudian tebal semu diperoleh dengan
mengurangkan pembacaan pada alas. Jika satuan litologi yang
diukur tebal semuanya 5 m atau lebih, ambillah pengukuran
satuan demi satuan dengan membentangkan pita ukuran dari
alas satuan sampai atap satuan tersebut.
3. Baca azimuth arah pengukuran (arah bentangan pita ukuran),
dan besarnya sudut lereng (slope = s°)
4. Ukur kedudukan lapisan (jurus dan kemiringan), jika jurus dan
kemiringan dari tiap satuan berubah-ubah sepanjang
penampang, sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan
(Az,dip=) dilakukan pada alas dan atap dari satuan ini dan dalam
perhitungan dipergunakan rata-ratanya.
5. Baca jarak terukur = dt(tebal semu) dari satuan yang sedang
diukur pada pita meter.
Kemudian buatlah pemerian litologinya, untuk teknik pemerian
lihat sub bab selanjutnya yaitu pengamatan dan deskripsi.

10.2.2.2 Pengamatan dan Deskripsi

Pada pengukuran startigrafi setiap satuan litologi harus


dideskripsi secara detail dan harus diingat bahwa satuan litologi disini
tidak sama dengan satuan peta. Semua fakta yang menurut pengamatan
lapangan dapat digambarkan dikolom pada skala 1 : 1000 atau pada
skala yang lebih besar lagi harus diperiksa secara teliti dan terperinci.
Dalam pembuatan deskripsi ini sebaiknya dilakukan mulai dari
kenampakan yang pada skala singkapan kemudian dipertajam dengan
pengamatan yang lebih detail.
Satuan stratigrafi atau satuan sedimentasi dapat terdiri dari satu
jenis batuan atau lebih dari selang-seling beberapa lapisan litologi
berlainan, atau satu litologi utama dengan sisipan-sisipan (interkalasi tipis
sebagai litologi). Pembagian satuan sangat tergantung pada skala yang
akan digunakan sewaktu menggambar kolom. Pada skala 1 : 1000, satu
satuan batuan tebal minimumnya 10 m (10 mm pada kolom).
Setiap satuan litologi yang diukur harus diberi pemerian
selengkapnya. Dianjurkan supaya cara pemerian dilakukan secara
beraturan dan sistematik dari kenampakan yang lebih besar (singkapan)
yang lebih detail (tekstur komposisi). Di bawah ini diberikan urutan
susunan pemerian yang dianjurkan.
1. Nama satuan batuan (jika bisa ditentukan dilapangan)
2. Batuan utama dan sisipan atau perselingan serta organisasi
antar lapisan begitu pula struktur sedimen.
3. Pemerian litologi setiap lapisan (warna, tekstur, komposisi)
4. Hubungan dengan satuan di bawahnya.

Nama satuan batuan

Nama untuk satuan batuan sebaiknya memakai cirri umum dari


satuan batuan. Dalam hal ini perlu diperhatikan sifat sisipan atau
perselingan antara batuan yang dominant (main litholoy) dan batuan
yang merupakan sisipan atau selingan. Kadang karena sulitnya medan,
penentuan nama ini dilakukan setelah pengeplotan lintasan selesai.
Batuan utama dan sisipan atau perselingannya serta organisasi antar
lapisan begitu pula struktur sedimen.
Untuk mendeskripsi masalah tersebut dapat dibantu dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan misalnya :
a. Apakah terdiri dari satu jenis litologi atau lebih.
b. Jika lebih dari satu litologi apakah bersifat perselingan atau sisipan.
c. Apakah sisipan atau perselingan hanya terdiri atas satu litologi atau
lebih.
d. Jika lapisan utama atau sisipan itu adalah klastik kasar
(konglongmerat, breksi batupasir/ lanau atau karbonat) maka
pertanyaan yang penting adalah : apakah lapisan bersifat massive,
tebal. Tipis atau berlaminasi. Keadaan perlapisan sebaiknya
diperikan secara kuantitatif, misalnya dengan klasifikasi Mc. Kee dan
Weir (1953). Istilah “bedding”, dalam bahasa Indonesia dapat
digunakan : berlapis tebal, berlapis tipis, dan sebagainya, sedangkan
“lamination” dapat dipakai istilah : berlapis halus atau berlapis sangat
halus.
Kemudian perhatikan organisasi antar lapisan yang ada. Yang
dimaksud dengan organisasi perlapisan adalah bagaimana sifat
perselingan lapisan atau sisipan lapisan itu dari bawah keatas
apakah besifat :
1. Sisipan makin menebal ke atas (thickening upward sequence).
2. Menipis ke atas (thinning upward sequence).
3. Seragam.
Pada tahap ini perlu dicatat tebal lapisan selang-seling rata-rata
berapa tebal rata-rata batuansisipan ban beberapa spasinya.
Pengamatan organisasi vertical lapisan-lapisan ini menjadi sangat
penting karena berkembangnya konsep stratigrafi sikuen (sequen
stratigraphy). Pada konsep tersebut pengenalan “system tract”
diidentifikasi dengan acra analisis urutan vertical. Kemudian juga penting
untuk diamati sifat batas atas batas bawahnya lapisan, apakah bersifat :
1. Batas berangsur (transisi)
2. Batas tegas
3. Batas erosi
Untuk mengamati organisassi lapisan ini disarankan
menggunakan teknik pengamatan agak menjauh dari singkapan (3-5
meter dari objek yang diamati). Pada tahap ini juga perlu dicatat struktur
sediment yang berkembang pada batuan utama dan pada perselingan
atau sisipan. Struktur sediment yang umum dijumpai adalah : perlapisan,
perlapisan bersilang (cross bedding), perlapisan bersusun (graded
bedding), gelembur gelombang, rekah kerut (mud crack), kikisan erosi,
jejak organisme, bekas erosi (scour mark), struktur pembebanan (load
cast) struktur imbrikasi, struktur distorsi (slump, convolute), dan lain-lain.
Struktur non sediment, misalnya konkresi (rijang, lempung gampingan,
nodule, bola batubara (styllonit), struktur organic dan lain-lain.

Deskripsi litologi setiap lapisan.


Jika satuan terdiri dari selang-seling beberapa macam batuan,
periksalah dulu batuan utama secara lengkap dan kemudian baru batuan
lainnya. Sebutkan hubungan batuan pertama terhadap kedua, ketiga dan
seterusnya.
Pengamatan ini untuk mendapatkan gambaran sifat litologi dari
masing-masing penyusun singkapan yaitu meliputi warna, tekstur,
fragmen pembentuk, semen atau massa dasar, mineral sedikit,
kandungan fosil, porositas dan kekerasan.
a. Warna
Warna batuan merupakan hal yang paling awal dapat dikenali.
Dalam hal ini berikanlah warna yang paling cocok. Kadang-kadang
terdapat warna campuran, beraneka warna, berbintik-bintik atau garis,
dll.
b. Tekstur
Pengamatan tekstur, terutama mengenai besar butir, bentuk
butir, pemilahan dan kemas.
Besar Butir (ukuran butir)
Besar butir atau ‘grain size’ hanya dapat dibedakan pada klastik
kasar dan kadang-kadang pada karbonat. Untuk konglongmerat dan
breksi dinyatakan dalam ukuran rata-rata sebagai millimeter atau
sentimeter dan juga ukuran maksimumnya.
Istilah-istilah yang dipakai untuk ukuran batupasir :
- berbutir sangat kasar (bsk) (2 – 1 mm)
- berbutir kasar (bk) (1 – ½ mm)
- berbutir sedang (bs) (1/2 – ¼ mm)
- berbutir halus (bh) (1/4 – 1/8 mm)
- berbutir sangat halus (bsh) (1/8 -1/16 mm)
Untuk batuan karbonat, jika macam fragmen/butir pembentuk
adala sublitogragi maka besar butir tidak perlu diberikan lagi.
Dalam hal besar butir ini sering terjadi veriasi secara vertical
dalam satu lapisan klastik kasar, dalam hal ini dikenal istilah :
1. Seragam (tidak ada perubahan)
2. Menghalus ke atas (fining upward sequence)
3. Mengkasar ke atas ( coarsening upward sequence)
Bentuk butir (grain shape)
Sifat ini hanya dimiliki batuan klastik kasar. Pakailah istilah-istilah
membundar, membundar baik, membundar tanggung, bersudut tanggung
dan menyudut.
Pemilahan (sorting)
Pemilihan hanya dapat diteliti pada batuan klastik kasar. Pakailah
istilah-istilah : terpilah sangat baik jika butiran sama besar, terpilah baik
jika terdapat kisaran besar butir tetapi suatu besar butir rata-rata masih
dapat dilihat, terpilah buruk apabila tidak dapat dilihat adanya besar butir
rata-rata.
Kemas (fabric)
Untuk klastik halus kemas tidak diamati. Untuk breksi dan
konglongmerat pakailah istilah kemas terbuka atau kemas tertutup atau
imbrikasi.
Fragmen Pembentuk
Bermacam-macam fragmen/butir pembentuk adalah berlainan
untuk tiap macam batuan.
Sebagai contoh :
1. Konglongmerat, breksi dan aglomerat : sebutkan macam
batuannya (andesit, basalt, kuarsa dan sebagainya)
2. Batupasir, sebutkan susunan mineral utama yang menyolok
seperti : kuarsa, feldspar, fragmen batuan, glaukonit dan lain-lain.
3. Tufa :
a. Jenis butir ( kristal, gelas, fragmen batuan, batuapung)
b. Petrologi / mineralogy (andesit, basalt, hornblende, dsb)
4. Karbonat, gamping dan dolomite.

Kerangka (skeletal), fragmental, cocquina, oolit, kristalin atau


bias disebutkan macam kerangka fosil pembentuk koral, foram,
ganggang dan sebagainya.
Semen atau massa dasar (matriks)
Untuk batuan seperti konglongmerat dan breksi, dapat hadir
sebagai semen karbonat atau berupa massa dasar batupasir, lempung
atau tufa. Untuk batupasir, macam semen adalah gampingan, kersikan,
breksian dan macam massa dasar adalah lempungan, detritus; kadang-
kadang tak dapat dibedakan dari campuran.

Kandungan fosil
Kandungan fosil sedapat mungkin diidentifikasi sampai ke genus
atau spesies. Kadang-kadang cukup dengan menyebut mengandung
bryozoa, mollusca, foraminifera, dsb.
Mineral-mineral sedikit
Adanya mineral-mineral sedikit tetapi masih bias teramati dengan
kaca pembesar (loupe) kadang-kadang sangat penting sebagai penunjuk
lingkungan pengendapan sediment atau batuan asal. Mineral-mineral ini
misalnya pirit, gloukopit, keeping-keping karbon dan mika. Kadang-
kadang mineral sedikit ini begitu menyolok dan menjadi sangat penting
dalam pemetaan batuan, sehingga ditempatkan di muka sebagai macam
fragmen atau butir pembentuk.
Porositas
Menyatakan porositas dapat dilakukan dengan menggunakan
istilah :
Porositas istimewa, porositas sedang, porositas dapat diabaikan.
Untuk menduga porositas dapat diketahui dengan menetaskan air diatas
batuan. Beda halnya dengan porositas yang digunakan dalam batuan
karbonat, lebih cenderung menggunakan istilah genetic ( gambar 10.3)
terutama dalam batuan karbonat reef.
Kekompakan dan kekerasan
Pakailah istilah-istilah, Lembek, lunak, dapat diremas, keras,
padat, getas dan kompak.
Hubungan dengan satuan di atasnya.
Hubungan dengan satuan diatasnya juga harus disebutkan
dengan jelas, misalnya hubungan yang tegas atau tajam, berangsur,
batas erosi atau ketidak selarasan, kontak patahan, dsb.

10.2.3 Menghitung ketebalan


Dari data mentah berupa pengukuran dilapangan untuk menjadi
kolom stratigrafi harus melaui tahapan perhitungan satuan-satuan yang
diukur untuk mendapatkan data ketebalan sebenarnya.
Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang alas/ bottom
dan bidang atas/top. Ada berbagai variasi cara pengukuran, namun pada
dasarnya, perhitungan ketebalan lapisan yang tepat harus dilakukan
dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan.
Bila pengukuran dilapangan tidak dilkukan dalam bidang yang
tegak lurus maka jarak terukur yang diperoleh harus dikoreksi terlebih
dahulu dengan rumus sebagai berikut :
D = jarak terukur x cosinus ß,
Dimana :
ß = sudut antara arah kemiringan dengan arah pengukuran (azimuth).
Demikian juga halnya dengan sudut lereng (“slope”). Didalam
menghitung ketebalan tebal lapisan, sudut lereng yang dipergunakan
adalah sudut yang terukur pada arah pengukuran yang tegak lurus jurus
perlapisan. Untuk ini mengembalikan besaran sudut lereng yang tegak
lurus jurus. Koreksi tersebut antara lain dapat dilakukan dengan
menggunakan table “koreksi dip” untuk pembuatan penampang.
Sudut lereng terukur dapat disamakan dengan “apperent dip”
dan adalah penyiku sudut antara jurus dan arah penampang.

10.2.3.1 Pengukuran pada daerah datar (lereng 0°)


Pengukuran di daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak
tagak lurus (gambar 10.6a) ketebalan T langsung didapat dengan
perhitungsn : T = dt x sin δ (gambar 10.6b), dimana dt = jarak terukur di
lapangan dan δ = sudut kemiringan lapisan.
10.2.3.2 Pengukuran pada medan berlereng
Terdapat dua kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng yaitu
berlawanan dan searah dengan lereng (gambar 10.7 dan 10.8).
Kemiringan lapsan searah dengan lereng
Bila kemiringan jelas (δ) lebih besar daripada sudut lereng (s)
dan arah lintasan tegak lurus jurus maka perhitungan ketebalan adalah
T = d sin (δ – s) (gambar 10.7b)
Bila kemiringan lapisan lebih kecildaripada lereng perhitungan ketebalan
adalah :
T = d sin (s – δ) (gambar 10.7c)
Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan kemiringan lereng.
Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah
90° (lereng berpotongan tegak lurus dengan lapisan) maka T = d
(gambar 10.8c)
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng
maka :
T = d sin (δ + s) gambar 10.8b
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng maka :
T = d sin ( 180° - δ – s) gambar 10.8d
Bila lapisannya mendatar maka T = d sin s

10.3 Penggambaran
Hasil suatu pengukuran penampang stratigrafi dapat disajikan
dalam bentuk gambar kolom yang lazim disebut kolom stratigrafi atau
penampang stratigrafi. Gambar 10.4 merupakan contoh penampang
stratigrafi sedangkan gambar 10.9 merupakan contoh kolom hasil
pengukuran penampang stratigrafi.
Dalam penggambaran kolom adua bagian penting yang harus
ada yaitu : keterangan gambar dan gambar kolom stratigrafi.

10.3.1 Keterangan gambar


Gambar ini terdiri dari beberapa jalur dari yang umumnya
meliputi kolom berikut ini : (gambar 10.9)
Kolom Umur
Kolom ini dimaksudkan untuk memberikan keterangan umur
batuan, untuk mengisi kolom ini biasanya harus dilakukan analisa umur
baik berdasarkan fosil maupun radiometri. Untuk keperluan tersebut yang
standar biasanya dilakukan analisis paleontology untuk itu harus dipilih
contoh batuan yang mengandung fosil ( biasanya lempung, serpih atau
batugamping). Sebaiknya penentuan umur paling tidak dilakukan pada
tiga level (bawah, tengah, atas) dari satuan.
Kolom Satuan Batuan
Kolom ini diisi dengan penamaan resmi (Kelompok, Formasi,
Anggota, dll), ataupun tak resmi ( berdasarkan ciri umurbya) dari satuan
yang ada.
Kolom Ketebalan
Diisi berdasarkan data hasil perhitungan ketebalan, untuk
menghindari kekelirusn plotting yang berulang disarankan untuk
mengeplot secara kumulatif dari suatu datum tertentu.
Kolom besar butir dan struktur sediment
Diisi berdasarkan hasil deskripsi lapangan mengenai besar butir
dan struktur sediment perlu diperhatikan letak persisi dari perubahan
besar butir dan struktur sediment. Gunakan symbol struktur sediment
yang sudah baku.
Simbol litologi
Simbol litologi digambarkan berdasarkan data litologi yang
diamati dilapangan. Ikutilah simbol-simbol yang sudah baku kalau ada
symbol-simbol yang perlu ditambahkan, misalnya adanya fosil foram,
sisa tumbuhan , dll sebaiknya diletakkan pada bagian ini.
Ekspresi Topografi
Ide pencantuman ekspresi topografi barangkali untuk
memberikan gambaran yang identik antara besar butir yang simetris
terhadap ekspresi topografi mirip dengan bentuk log SP yang biasanya
simetris terhadap log resistivity. Hal ini biasanya digunakan dalam industri
minyak bumi untuk mengetahui geometri batuan reservoir.
Kolom Deskripsi
Kolom deskripsi seyogyanya diberikan menerut kebutuhan. Hal
ini bias sangat detail pada masing-masing lapisan yang dianggap
penting, namun juga deskripsi yang bersifat umum yng mewakili cirri
satuan batuan. Hal ini biasanya digunakan untuk keperluan pemetaan.
Kandungan Fosil
Kandungan fosil yang dicantumkan pada kolom ini sebaiknya
hanya fosil-fosil yang diagnostik / untuk umum dan lingkungan
pengendapan, hal tersebut untuk memperkuat penafsiran umur dan
lingkungan pengendapan
Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan dapat ditentukan setelah melaui
analisis baik yang berdasarkan urutan vertical/analisis stratigrfai atau
analisis fosil bentos.

Anda mungkin juga menyukai