Disusun oleh :
Asri Rahmania
1102014044
Pembimbing :
dr. Joko Nafianto, Sp.S
0
BAB I
PENDAHULUAN
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada
penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan
masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta
yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta
menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa
peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami
kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama
semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari,
kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab
yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat
penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur
merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. GANGGUAN TIDUR
Kebutuhan tidur tiap orang berbeda-beda. Banyak orang adalah penidur panjang
(long-sleeper) yang memerlukan tidur 9 hingga 10 jam tidur di malam hari dan yang
lainnya adalah penidur pendek (short-sleeper) tetapi lama tidur tidak selalu berhubungan
dengan gangguan tidur. Meskipun demikian yang menarik adalah studi tahun 2002 pada
lebih dari satu juta laki-laki dan perempuan yang menunjukkanbahwa orang tidur lebih
dari 8,5 jam setiap malam atau kurang dari 8,5 jam setiap malam atau kurang dari 3,5 jam
memiliki angka mortalitas 15 persen lebih besar daripada mereka yang tidur rata-rata 7
jam setiap malam. Tidak ada alasan yang diberikan untuk menjelaskan temuan statistik
ini. Dikesankan bahwa penidur pendek memiliki keadaan komorbid, tetapi penjelasannya
tetap tidak diketahui. Empat gejala utama yang menandai sebagian besar gangguan tidur
insomnia, hipersomnia, parasomnia, dan gangguan jadwal tidur-bangun.
2. TIDUR FISIOLOGIS
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan
kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali
mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut
sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior
hypothalamus.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian
susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian
rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.
2
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari, anak-
anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan
kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi
atau bangun.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi
atau bangun.
3
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal
bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya
masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah
sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan
kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awall tidur yang didahului oleh
fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai
berikut:
- NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 :
13%
- REM; 25 %.
PERANAN NEUROTRANSMITER
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending
Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam
keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik
Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin
dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak
pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas
serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus
cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.
Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik
4
akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan
keadaan jaga.
Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas
kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang
depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka
tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti
ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur
oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur
mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang
bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun.
KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR
Internasional Classification of Sleep Disorders
1. Dissomnia
Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi
saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan
(hipersomnia), idiopatik.
Gangguan tidur ekstrisik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik,
ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant
Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur,
5
sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur
selama 24 jam.
2. Parasomnia
Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kram kaki, gangguan gerak berirama
Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest
Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia parosismal
5. PARASOMNIA
5.1 Definisi Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku tidak diinginkan yang terjadi terutama pada saat tidur :
gangguan terjaga, terjaga sebagian, atau selama transisi dalam siklus tidur atau dari
tidur ke terbangun. Banyak gangguan tidur medis dan psikiatrik yang berhubungan
dengan gangguan tidur dan bangun. Gangguan tidur tersebut dibagi menjadi bagian
tidur yang berhubungan dengan psikiatrik, neurologik, atau gangguan medis lainnya.
6
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada anak-anak dari
pada orang dewasa. Sindrom kematian bayi mendadak (suddeb infant death syndrome,
SIDS) dihipotesis berkaitan dengan apnea, hipoksia, dan aritmia jantung yang
disebabkan oleh abnormalitas dalam sistem saraf otonom yang dimanifestasikan selama
tidur. The American Academy Of Pediatrics menganjurkan agar bayi yang sehat
ditempatkan pada posisi miring atau telentang disaat tidur karena adanya hubungan
antara posisi telungkup dengan terjadinya SIDS.
5.2 Epidemiologi
Secara umum, non rapid eye movement (NREM) Parasomnia lebih sering
terjadi pada anak-anak.
Confusional arousals populasi secara umum 2,9%.
Sleepwalking sering terjadi pada anak-anak, lebih dari 2% populasi. Pada
dewasa 1-4% dari populasi
Sleep terror pada anak 6,5% dan <1% pada orang dewasa. Tidak ada
perbedaan gender
Sleep-related eating, 33 dari 700 orang (termasuk dari orang yang memiliki
gangguan dan tidak memiliki gangguan makan)
Rapid eye movement sleep behavior disorder (RBD). Prevalensi di Inggris
0,5-2%. Amerika serikat 0.38-2%
Recurrent isolated sleep paralysis. 11,4% pelajar Amerika, 19,2 Kuwait,
20,7% Sudan
Nightmare disorder, lebih sering terjadi pada anak-anak dan juga pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Prevalensi (dewasa) 5-8%
Enuresis, 2% pada orang dewasa dan pada anak usia sekolah 30%
7
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi
antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem
otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal
dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
5.3 Etiologi
a. Kurang tidur
Tidak mendapatkan tidur yang cukup dapat menjadi alasan terjadinya terror malam atau
berjalan dalam tidur
b. Obat – obatan
Penggunaan obat – obatan tertentu dapat menyebabkan parasomnia. Lithium, prolixin,
dan desipramin, ditengarai bisa merangsang atau menimbulkan salah satu jenis
parasomnia.
c. Demam atau sakit
Semakin tinggi demam yang dialami, semakin besra kemungkinan peristiwa ini muncul.
d. Suasana asing
Tidur dirumah nenek, dirumah teman atau tempat asing lain bisa memicu terror tidur
atau tidur jalan.
e. Stress
f. Penyimpangan tidur lain
Jika anak megidap tidur apnea, gangguan iitu dapat menyebabkannya lebih sering
terbagun. Saat terbangun inilah yang kerap menimbulkan transisi tidur. Karena pada
umumnya parasomnia terjadi pada fase transisi, apnea tidur bisa memicu teror tidur.
8
5.4 Klasifikasi Parasomnia
Sumber: Avidan, Alon, MD &Kaplish Neeraj, MD. The Parasomnias: Epidemiology, Clinical
Features, and Diagnostic Approach. 2010
NREM Parasomnias
1. Confusional Arousals
Waktu bangun-kacau (konfusi), anak mungkin dalam keadaan disorientasi
dan menunjukkan tingkah laku aneh. anak mungkin sadar sebagian terhadap
lingkungan dan mungkin dalam keadaan kacau, dan menggabung realitas
dengan imajinasi, misalnya: anak duduk di tempat tidur dan memasukkan
mainan ke dalam mulutnya, menganggap seperti kompeng. bangun-kacau
(konfusi) berkurang dengan bertambahnya usia, walau masih ada terlihat
pada orang dewasa. gangguan ini bersifat benigna, hampir tanpa akibat buruk,
pada kebanyakan kasus tidak dibutuhkan terapi. dianjurkan menghindari
kurang-tidur (deprivasi tidur), melakukan hygiene tidur yang baik, hal yang
harus dilakukan pada semua gangguan-arousal.
9
2. Sleep Walking
Gangguan ini dikenal dengan somnabulisme. terdiri atas rangkaian perilaku
kompleks yang diawali pada sepertiga pertama malam selam tidur NREM
yang dalam (tahap 3 dan 4) dan sering.
10
Menggunakan kata yang tidak senonoh, yang biasanya tidak
dilakukannya di luar episode.
A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan berjalan
berkeliling, biasanya terjadi sepertiga pertama episode tidur utama
B. Selama berjalan di dalam tidur, orang tersebut mememiliki wajah yang
kosong dan menatap, realtif tidak responsive terhadap upaya orang lain untuk
berbicara dengan mereka, dan sangat sulit dibangunkan
C. Saat bangun (baik dari episode berjalan di dalam tidur atau keesokan
paginya), orang ini mengalami amnesia akan episode tersebut
D. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan di dalam tisur,
tidak ada aktivitas atau perilaku mental yang terganggu (meskipun awalnya
bisa terdapat periode singkat bingung dan disorientasi)
E. Berjalan di dalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
F. Gangguan ini tidak disebakan efek fisiologis langsung suatu zat (cth,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.
3. Sleep Terror
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri
ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan
ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada
stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan
terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip
dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan
11
polisomnografy. Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan
neurologis minor pada lobus temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi
perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat dingin, pupil
dilatasi, dan sesak nafas.
REM Parasomnia
1. REM Sleep Behaviour Disorder / Gangguan Perilaku Rapid Eye Movement
Gangguan perilaku tidur REM adalah keadaan kronis dan progresif yang
terutama ditemukan pada laki-laki. Ditandai dengan hilangnya atonia saat tidur
REM dilanjutkan munculnya perilaku kekerasan dan kompleks. Intinya pasien
dengan ini melakukan apa saja yang ada di mimpinya. Cedera berat pada pasien dan
teman tidur adalah risiko utama. Timbulnya perburukan gangguan dilaporkan pada
pasien dengan narkolepsi yang telah diterapi dengan psikostimulan dan obat
trisiklik dan yang telah diterapi dengan fluoxetine (Prozac). Gangguan perilaku
tidur REM diterapi dengan clonazepam (Klonopin) 0,5 sampai 2,0 mg per hari.
Carbamazepin, 100 mg tiga kali sehari juga efektif untuk mengendalikan ini.
12
spontan atau melalui stimulus eksternal sperti bunyi atttau diraba. Pasien biasanya
melukiskan pengalaman paralisis tidurnya menakutkan, karena ia berada dalam
keadaan bangun dan sadar, namun tidak mampu bergerak. banyak orang yang
pernah mengalami kejadian ini selama hidupnya (kira-kira 30 – 50% individu
normal).
Episode paratisis-tidur lebih sering terjadi setelah deprivasi tidur dan
masalah jadual tidur-bangun (misalnya kerja shift, jet lag, delayed sleep phase
syndrome).
Paralisis tidur tidak membutuhkan terapi khusus. Menghindari faktor
pencetus atau predisposisi, seperti deprivasi tidur, akan bermanfaat. bila keadaan
sampai mencermaskan penderitanya, misalnya karena sering terjadi dan
berlangsung lama, dapat diberi obat antidepresan.
A. Bangun berulang dari periode tidur utama atau tidur siang dengan ingatan
yang rinci mengenai mimpi yang lama dan sangat menakutkan, biasanya
melibatkan ancaman terhadap kelangasungan hidup, keamanan, atau harga
diri. Bangun biasanya terjadi selama paruh kedua periode tidur.
B. Saat bangun dari mimpi yang menakutka, orang tersebut dengan cepat
memiliki orientasi dan kesiagaan (berlawanan dengan kebingungan dan
disorientasi yang ditemukan pada gangguan terror tidur dan beberapa bentuk
epilepsi)
C. Pengalaman mimpi buruk atau gangguan tidur terjadi akibat bangun,
menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi
sosial, pekerjaan, , atau area fungsi penting lain
D. Mimpi buruk tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth
delirium, gangguan stress pasca trauma) dan tidak disebabkan efek fisiolgis
13
langsung suatu zat (cth penyalahgunaan obat, suatu obat atau keadaan medis
umum.
4. Parasomnia lainnya
14
dalam dengan respons arousal yang tumpul. penyebab terakhir ini relatif sering
dijumpai pada keadaan deprivasi tidur kronis, seperti sindrom apnea tidur. Enurisis
lebih sering dijumpai pada anak dengan OSA( Arousal,kandung kemih penuh). faktor
genetik mungkin memainkan peranan, enurisis menumpuk di keluarga (familiar).
Enurisis biasanya diklasifikasi sebagai gangguan arousal, mengimplikasikan
hubungannya dengan tidur-gelombang-lambat. anggapan ini tidak tepat. enurisis dapat
terjadi pada tiap stadium tidur.
Exploding Head Syndrome (EHS)
Gangguan yang ditandai dengan persepsi mendengar suara keras seperti ledakan
saat akan mulai tertidur atau saat terbangun. Tidak seperti namanya, gejala ini tidak
menimbulkan luka bagi dan penanganan medis bagi penderita parasomnia.
Membenturkan kepala terkait tidur (Jactatio Capitis Nocturna)
Membenturkan kepala terkait tidur merupakan istilah untuk perilaku tidur
terutama terdiri atas membenturkan kepala ke depan dan belakang dengan ritmi,
biasanya jarang membenturkan seluruh tubuh, terjadi tepat sebelum atau selama tidur
NREM dalam. Terapi terdiri atas upaya untuh mencegah cedera
Gangguan Tidur akibat Gangguan Jiwa lain
DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang berkaitan dengan gangguan
jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang disebabkan oleh gangguan jiwa yang
dapat didiagnosis tetapi cukup berat untuk memperoleh perhatian klinis.
15
narkolepsi dan pada kasus-kasus tersebut, sebaiknya tidak diberi kode
terpisah.
3. Situasi setelah klinisi menyimpulkan adanya parasomnia tetapi tidak dapat
menentukan apakah hal ini merupakan kelainan primer, akibat kelainan
klinis, atau dicetuskan oleh zat.
16
Karakteristik Parasomnia
17
4. Pendekatan Diagnosis
Diagnosis parasomnia berdasarkan cerita yang biasanya berasal dari bed partner.
Faktor Risiko
Penting untuk menyaring gangguan tidur primer lainnya seperti obstruktif sleep
apnoea, kurang tidur, dan gangguan gerakan ekstremitas periodik karena dapat memicu
parasomnia.
Tipe individu parasomnia memiliki faktor risiko tertentu yang sangat terkait.
Gangguan perilaku gerak mata cepat (RBD) dan kram terkait-tidur lebih sering terjadi
pada usia yang lebih tua, sementara parasoma NREM lebih sering terjadi pada masa
kanak-kanak. RBD lebih sering terjadi pada pria, sementara gangguan mimpi buruk
lebih sering terjadi pada wanita. Penting untuk menanyakan tentang riwayat keluarga
gangguan tidur, karena ini adalah temuan yang sangat umum dalam tidur sambil
berjalan, dan juga terjadi dengan kebingungan dan teror tidur. Kehadiran gen HLA
DQB1 sangat terkait dengan sleepwalking.
Gangguan mimpi buruk sangat terkait dengan stres kronis dan akut dan
gangguan kejiwaan, terutama gangguan stres pasca-trauma, kecemasan, gangguan
bipolar, dan depresi
Obat-obatan dan agen farmakologis tertentu sangat terkait dengan gangguan
tertentu: venlafaxine dan mirtazapine dengan RBD; noradrenalin, serotonin, dan
dopamine dengan mimpi buruk dan gangguan tidur lainnya. Gangguan
neurodegeneratif seperti penyakit Parkinson sangat terkait dengan RBD, seperti
narkolepsi, dan gangguan makan yang berhubungan dengan tidur telah dilaporkan
terjadi lebih sering pada orang yang menerima pengobatan untuk gangguan makan
dikenal. Orang-orang dengan gangguan makan yang berhubungan dengan tidur juga
lebih mungkin memiliki riwayat tidur sambil berjalan, tidur, dan gerakan tidur berkala
Riwayat Pasien
Informasi didapatkan dari bed partner. Pasien dengan parasomnia dapat
dilaporkan untuk bangun dari tidur dan menunjukkan gangguan kognisi, perilaku,
atau keduanya. Melambatkan mental, disorientasi, dan masalah ingatan, serta
gangguan bicara, dicatat dalam kebingungan.
Tingkah laku yang keras atau bahkan kasar dapat hadir dalam kebingungan,
tidur sambil berjalan, teror tidur, dan RBD.
18
Pemeriksaan Fisik
a. Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi pasien.
b. Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu, dan konjungtiva merah.
c. Perilaku: iretabel, kurang perhatian, pergerakan lambat, bicara lambat, postur tubuh
tidak stabil, tangan tremor, sering menguap, mata tampak lengket, menarik diri,
binguung dan kurang koordinasi
Pemeriksaan Diagnostik
Penggunaan polisomnogram(PSG) dimalam hari dan Multiple Sleep Latency Test
(MSLT). PSG melibatkan penggunaan:
a. Elektroencephalogram (EEG): aktivasi otak
b. Electromyogram (EMG): tonus otot
c. Electroocologram (EOG): pergerakan mata
5. Diagnosis Banding
Seizure
Narcolepsy
Nocturnal dissociative disorder
6. Tatalaksana parasomnia
19
Minum minuman hangat (susu) sebelum tidur
Hindari melakukan pekerjaan rumah atau bekerja sebelum tidur
Keluar dari tempat tidur jika onset tidur tidak terjadi dalam 20 menit
Melakukan aktivitas yang membuat relax seperti mendengarkan music atau
membaca buku dalam waktu singkat dan kemudian kembali ke tempat tidur
Membuat lingkungan yang aman diperlukan jika parasomnia terjadi bukan di
tempat tidur. Misalnya, meletakkan kunci dengan aman, menyingkirkan furnitur,
termasuk tikar dan kabel listrik dari sekitar tempat tidur, mengamankan barang-
barang berbahaya seperti pisau atau korek api atau pintu keluar
Bangun yang terjadwal dapat membantu mengurangi insiden episode non REM
parasomnia seperti somnambulism (tidur berjalan). Pasien terbangun 15-30 menit
sebelum waktu episode normal. Prosedur ini diulang setiap malam selama satu bulan
dan kemudian dicoba tanpa bangun untuk menilai apakah ada respon yang
berkelanjutan.
Terapi farmakologis dapat dipertimbangkan ketika parasomnia menjadi sering,
menyebabkan kecemasan atau potensi bahaya pada orang lain. Penggunaan obat-
obatan untuk mengobati parasomnia adalah kompleks dan jarang berdasarkan bukti.
Obat-obatan hanya boleh diresepkan setelah menyingkirkan penyebab yang
mendasari dan semua pilihan non-farmakologis telah diujicobakan. Perawatan
farmakologi jarang direkomendasikan untuk anak-anak dengan parasomnia, dan saat
ini, bukti terbatas. Dimana pengobatan farmakologis dipertimbangkan untuk anak-
anak, harus didiskusikan dulu dengan dokter anak, dokter tidur atau psikiater.
20
Sumber : Ian P. Stolerman (ed), Encyclopedia of Psychopharmacology: Paarasomnia.
2010
7. Komplikasi
21
Prognosis baik (confusional arousals, sleepwalking dan sleep terror). Berkurang
seiring bertambahnya usia
Rapid eye movement (REM) sleep parasomnias
Respon baik pada pengobatan menggunakan melatonin atau clonazepam pada
beberapa kasus. Namum 93% kasus terjadi gangguan neurodegenerative seperti
Parkinson dan synucleinopathies lainnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Avidan, Alon Y MD & Kaplish, Neeraj MD. 2010. The Parasomnias: Epidemiology, Clinical
Features, and Diagnostic Approach.Clin Chest Med
Fleetham MB, John & Fleming MB. 2014. Parasomnias. 186(8). Canadian Medical
Association.
Markov, Dimitri MD et al. 2006. Update on Parasomnias : A Review for Psychiatric Practice
Sadock, Benjamin J & Sadock, Virginia A.2017. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. EGC: Jakarta
23