Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PARASOMNIA

Disusun oleh :
Asri Rahmania
1102014044

Pembimbing :
dr. Joko Nafianto, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SYARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA Tk. I R.S. SUKANTO
PERIODE 2 JULI 2018 – 4 AGUSTUS 2018

0
BAB I
PENDAHULUAN

Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada
penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan
masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta
yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta
menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa
peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami
kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama
semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari,
kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab
yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat
penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur
merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. GANGGUAN TIDUR
Kebutuhan tidur tiap orang berbeda-beda. Banyak orang adalah penidur panjang
(long-sleeper) yang memerlukan tidur 9 hingga 10 jam tidur di malam hari dan yang
lainnya adalah penidur pendek (short-sleeper) tetapi lama tidur tidak selalu berhubungan
dengan gangguan tidur. Meskipun demikian yang menarik adalah studi tahun 2002 pada
lebih dari satu juta laki-laki dan perempuan yang menunjukkanbahwa orang tidur lebih
dari 8,5 jam setiap malam atau kurang dari 8,5 jam setiap malam atau kurang dari 3,5 jam
memiliki angka mortalitas 15 persen lebih besar daripada mereka yang tidur rata-rata 7
jam setiap malam. Tidak ada alasan yang diberikan untuk menjelaskan temuan statistik
ini. Dikesankan bahwa penidur pendek memiliki keadaan komorbid, tetapi penjelasannya
tetap tidak diketahui. Empat gejala utama yang menandai sebagian besar gangguan tidur
insomnia, hipersomnia, parasomnia, dan gangguan jadwal tidur-bangun.

2. TIDUR FISIOLOGIS
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan
kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali
mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut
sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior
hypothalamus.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian
susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian
rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

2
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari, anak-
anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan
kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:


A. Tidur stadium Satu
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak
mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri.
Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG
biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan
kompleks K
B. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur
lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta
simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K
C. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang slee[ spindle.
D. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi
oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi
atau bangun.

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi
atau bangun.

3
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal
bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya
masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah
sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan
kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awall tidur yang didahului oleh
fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai
berikut:

 - NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 :
13%
 - REM; 25 %.

PERANAN NEUROTRANSMITER

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending
Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam
keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik

 Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin
dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak
pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas
serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

 Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus
cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.
Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik

4
akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan
keadaan jaga.
 Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas
kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang
depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka
tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

 Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur

 Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti
ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur
oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur
mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang
bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun.
 
KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR
Internasional Classification of Sleep Disorders
1. Dissomnia
 Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi
saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan
(hipersomnia), idiopatik.
 Gangguan tidur ekstrisik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik,
ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant
 Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur,

5
sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur
selama 24 jam.

2. Parasomnia
 Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
 Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kram kaki, gangguan gerak berirama
 Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest
 Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia parosismal

3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri


 Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol
 Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status
epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la
tourette sindroma.
 Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks
gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK)

4. Gangguan tidur tidak terklasifikasi

5. PARASOMNIA
5.1 Definisi Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku tidak diinginkan yang terjadi terutama pada saat tidur :
gangguan terjaga, terjaga sebagian, atau selama transisi dalam siklus tidur atau dari
tidur ke terbangun. Banyak gangguan tidur medis dan psikiatrik yang berhubungan
dengan gangguan tidur dan bangun. Gangguan tidur tersebut dibagi menjadi bagian
tidur yang berhubungan dengan psikiatrik, neurologik, atau gangguan medis lainnya.

6
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada anak-anak dari
pada orang dewasa. Sindrom kematian bayi mendadak (suddeb infant death syndrome,
SIDS) dihipotesis berkaitan dengan apnea, hipoksia, dan aritmia jantung yang
disebabkan oleh abnormalitas dalam sistem saraf otonom yang dimanifestasikan selama
tidur. The American Academy Of Pediatrics menganjurkan agar bayi yang sehat
ditempatkan pada posisi miring atau telentang disaat tidur karena adanya hubungan
antara posisi telungkup dengan terjadinya SIDS.

5.2 Epidemiologi

 Secara umum, non rapid eye movement (NREM) Parasomnia lebih sering
terjadi pada anak-anak.
 Confusional arousals populasi secara umum 2,9%.
 Sleepwalking sering terjadi pada anak-anak, lebih dari 2% populasi. Pada
dewasa 1-4% dari populasi
 Sleep terror pada anak 6,5% dan <1% pada orang dewasa. Tidak ada
perbedaan gender
 Sleep-related eating, 33 dari 700 orang (termasuk dari orang yang memiliki
gangguan dan tidak memiliki gangguan makan)
 Rapid eye movement sleep behavior disorder (RBD). Prevalensi di Inggris
0,5-2%. Amerika serikat 0.38-2%
 Recurrent isolated sleep paralysis. 11,4% pelajar Amerika, 19,2 Kuwait,
20,7% Sudan
 Nightmare disorder, lebih sering terjadi pada anak-anak dan juga pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Prevalensi (dewasa) 5-8%
 Enuresis, 2% pada orang dewasa dan pada anak usia sekolah 30%

Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:


a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial

7
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi
antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem
otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal
dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.

5.3 Etiologi
a. Kurang tidur
Tidak mendapatkan tidur yang cukup dapat menjadi alasan terjadinya terror malam atau
berjalan dalam tidur
b. Obat – obatan
Penggunaan obat – obatan tertentu dapat menyebabkan parasomnia. Lithium, prolixin,
dan desipramin, ditengarai bisa merangsang atau menimbulkan salah satu jenis
parasomnia.
c. Demam atau sakit
Semakin tinggi demam yang dialami, semakin besra kemungkinan peristiwa ini muncul.
d. Suasana asing
Tidur dirumah nenek, dirumah teman atau tempat asing lain bisa memicu terror tidur
atau tidur jalan.
e. Stress
f. Penyimpangan tidur lain
Jika anak megidap tidur apnea, gangguan iitu dapat menyebabkannya lebih sering
terbagun. Saat terbangun inilah yang kerap menimbulkan transisi tidur. Karena pada
umumnya parasomnia terjadi pada fase transisi, apnea tidur bisa memicu teror tidur.

8
5.4 Klasifikasi Parasomnia

The International Classification of Sleep Disorders 2ND Edition (ICSD-II)

Sumber: Avidan, Alon, MD &Kaplish Neeraj, MD. The Parasomnias: Epidemiology, Clinical
Features, and Diagnostic Approach. 2010

NREM Parasomnias

1. Confusional Arousals
Waktu bangun-kacau (konfusi), anak mungkin dalam keadaan disorientasi
dan menunjukkan tingkah laku aneh. anak mungkin sadar sebagian terhadap
lingkungan dan mungkin dalam keadaan kacau, dan menggabung realitas
dengan imajinasi, misalnya: anak duduk di tempat tidur dan memasukkan
mainan ke dalam mulutnya, menganggap seperti kompeng. bangun-kacau
(konfusi) berkurang dengan bertambahnya usia, walau masih ada terlihat
pada orang dewasa. gangguan ini bersifat benigna, hampir tanpa akibat buruk,
pada kebanyakan kasus tidak dibutuhkan terapi. dianjurkan menghindari
kurang-tidur (deprivasi tidur), melakukan hygiene tidur yang baik, hal yang
harus dilakukan pada semua gangguan-arousal.

9
2. Sleep Walking
Gangguan ini dikenal dengan somnabulisme. terdiri atas rangkaian perilaku
kompleks yang diawali pada sepertiga pertama malam selam tidur NREM
yang dalam (tahap 3 dan 4) dan sering.

Pasien duduk dan kadang-kadang melakukan tindakan motorik


pervasive seperti berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara,
berteriak dan bahkan menyetir. Perilaku ini kadang-kadang berakhir dengan
terbangun disertai beberapa menit kebingungan, lebih sering lagi mereka
kembali tidur tanpa mengingat peristwa berjalan sambil tidur ini .

Berjalan sambil tidur biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun.


Prevalensi puncaknya kira-kira pada usia 12 tahun. Gangguan ini lebih lazim
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dan kira-kira15 persen
anak kadang-kadang mengalami episode ini. Gangguan ini cenderung
menurun dalam keluarga, kelainan neurologis ringan mungkin mendasari
keadaan ini, episode ini sebaiknya tidak murni dianggap psikogeni.
Meskipun periode ini menyebabkan stress dikatikan dengan peningkatan
episode berjalan dalam tidur pada yang mengalami. Kelelahan berat atau
kurang tidur sebelumnya memperburuk serangan. Gangguan ini kadang
berbahaya karena mungkin terjadi cedera kecelakaan. Terapi terdiri atas
upaya mencegah cedera dan obat yang menekan tidur tahap 3 dan 4. Pelaku
berjalan sambil tidur ini dapat dibangunkan selama episode tanpa ada
pengaruh buruk

Pada anak, episode sleep-walking jarang disertai tindak kekerasan


atau kasar. Pada orang dewasa kadang-kadang sleep-walking dapat disertai
tindakan kasar, yang dapat membahayakan pasien serta orang lain.
Individu dengan somnambulism (sleep-walker) dapat mempunyai
keadaan berikut, yaitu:
 Sulit bangun waktu somnambulisme
 Tidak mengingat kejadiannya
 Mata terbuka da ekspresi wajahnya “kosong”
 Bicara, yang jarang mempunyai makna yang berarti
 Buang air kecil di tempat yang tidak biasanya (biasanya pada anak)

10
 Menggunakan kata yang tidak senonoh, yang biasanya tidak
dilakukannya di luar episode.

Sleep-walking sangat sering dijumpai semasa anak. Prevalensi yang


dilaporkan bervariasi, sesuai dengan definisi yang digunakan, dan berkisar
anatara 15% – 13% pada anak, dan anatara 1 – 4% pada dewasa. kebanyakan
orang-dewasa yang sleep-walk juga mengalami episode sleep-walking
semasa anak, namun tidak semuanya. riwayat keluarga perlu ditelusuri.
prevalensi pada anak menjadi meningkat sampai 45% bila salah satu orang-
tuanya menderita sleep-walking. kemungkinan pengaruh asal genetik
didukung oleh fakta bahwa tingkat konkordans pada kembar monosigot
ialah 55% disbanding 35% pada kembar disigot.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Berjalan di dalam Tidur

A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan berjalan
berkeliling, biasanya terjadi sepertiga pertama episode tidur utama
B. Selama berjalan di dalam tidur, orang tersebut mememiliki wajah yang
kosong dan menatap, realtif tidak responsive terhadap upaya orang lain untuk
berbicara dengan mereka, dan sangat sulit dibangunkan
C. Saat bangun (baik dari episode berjalan di dalam tidur atau keesokan
paginya), orang ini mengalami amnesia akan episode tersebut
D. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan di dalam tisur,
tidak ada aktivitas atau perilaku mental yang terganggu (meskipun awalnya
bisa terdapat periode singkat bingung dan disorientasi)
E. Berjalan di dalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
F. Gangguan ini tidak disebakan efek fisiologis langsung suatu zat (cth,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association

3. Sleep Terror
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri
ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan
ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada
stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan
terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip
dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan

11
polisomnografy. Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan
neurologis minor pada lobus temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi
perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat dingin, pupil
dilatasi, dan sesak nafas.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Teror Tidur

A. Episode berulang bangun tidur secara tiba-tIba, biasanya terjadi pada


sepertiga pertama episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan panik.
B. Rasa takut yang hebat serta tanda adanya bangkitan otonom, seperti
takikardia, pernafasan cepat, dan berkeringat selama periode ini
C. Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk menenangkan pasien
selama episode ini
D. Tidak ingat mimpi dengan rinci dan terdapat amnesia untuk episode ini
E. Episode ini menyebabkan penderitaan secara klinis bermakna hendaya fungsi
sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
F. Gangguan ini tidak disebakan efek fisiologis langsung suatu zat (cth,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association

REM Parasomnia
1. REM Sleep Behaviour Disorder / Gangguan Perilaku Rapid Eye Movement
Gangguan perilaku tidur REM adalah keadaan kronis dan progresif yang
terutama ditemukan pada laki-laki. Ditandai dengan hilangnya atonia saat tidur
REM dilanjutkan munculnya perilaku kekerasan dan kompleks. Intinya pasien
dengan ini melakukan apa saja yang ada di mimpinya. Cedera berat pada pasien dan
teman tidur adalah risiko utama. Timbulnya perburukan gangguan dilaporkan pada
pasien dengan narkolepsi yang telah diterapi dengan psikostimulan dan obat
trisiklik dan yang telah diterapi dengan fluoxetine (Prozac). Gangguan perilaku
tidur REM diterapi dengan clonazepam (Klonopin) 0,5 sampai 2,0 mg per hari.
Carbamazepin, 100 mg tiga kali sehari juga efektif untuk mengendalikan ini.

2. Recurrent Isolated Sleep Paralysis/ Paralisis tidur


Paralisis tidur familial ditandai dengan ketidakmampuan mendadak untuk
melakukan gerakan volunte, baik tepat pada onset tidur atau saat terbangun di
malam atau pagi hari.
Paralisis tidur dapat berlangsung beberapa detik sampai menit dan berakhir

12
spontan atau melalui stimulus eksternal sperti bunyi atttau diraba. Pasien biasanya
melukiskan pengalaman paralisis tidurnya menakutkan, karena ia berada dalam
keadaan bangun dan sadar, namun tidak mampu bergerak. banyak orang yang
pernah mengalami kejadian ini selama hidupnya (kira-kira 30 – 50% individu
normal).
Episode paratisis-tidur lebih sering terjadi setelah deprivasi tidur dan
masalah jadual tidur-bangun (misalnya kerja shift, jet lag, delayed sleep phase
syndrome).
Paralisis tidur tidak membutuhkan terapi khusus. Menghindari faktor
pencetus atau predisposisi, seperti deprivasi tidur, akan bermanfaat. bila keadaan
sampai mencermaskan penderitanya, misalnya karena sering terjadi dan
berlangsung lama, dapat diberi obat antidepresan.

3. Nightmare Disorder/ Gangguan Mimpi Buruk


Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang membuat
orang terbangun dengan rasa ketakutan. Seperti mimpi lain, mimpi buruk hampir
selalu terjadi selama tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang panjang
di akhir malam. Beberapa orang sering mengalami mimpi buruk sebagai
keadaanyang berlangsung seumur hidup, yang lainnya mengalami mimpi buruk
terutama saat stres dan sakit. Biasanya tidak ada terapi spesifik yang diperlukan
untuk gangguan mimpi buruk. Agen yang telah tidur REM, seperti obat trisiklik,
dapat mengurangi frekuensi mimpi buruk dan benzodiazepine juga telah digunakan.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder) Gangguan mimpi buruk

A. Bangun berulang dari periode tidur utama atau tidur siang dengan ingatan
yang rinci mengenai mimpi yang lama dan sangat menakutkan, biasanya
melibatkan ancaman terhadap kelangasungan hidup, keamanan, atau harga
diri. Bangun biasanya terjadi selama paruh kedua periode tidur.
B. Saat bangun dari mimpi yang menakutka, orang tersebut dengan cepat
memiliki orientasi dan kesiagaan (berlawanan dengan kebingungan dan
disorientasi yang ditemukan pada gangguan terror tidur dan beberapa bentuk
epilepsi)
C. Pengalaman mimpi buruk atau gangguan tidur terjadi akibat bangun,
menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi
sosial, pekerjaan, , atau area fungsi penting lain
D. Mimpi buruk tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth
delirium, gangguan stress pasca trauma) dan tidak disebabkan efek fisiolgis

13
langsung suatu zat (cth penyalahgunaan obat, suatu obat atau keadaan medis
umum.

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association

4. Parasomnia lainnya

 Bruksisme terkait- Tidur


Bruksisme atau menggertakkan gigi, terjadi sepanjang malam, paling menonjol
pada tidur tahap 2. Menurut dokter gigi 5 hingga 10 persen populasi mengalami
bruksisme yang cukup berat untuk menimbulkan kerusakan yang jelas pada gigi.
Keadaan ini sering tidak diperhatikan oleh yang mengalami kecuali rasa sakit di rahang
pada pagi hari tetapi teman tidur atau teman sekamar terus-menerus terbangun akibat
bunyi tersebut. Terapi mencakup prosedur pemasangan dental bite plate dan ortodentik
korektif.
 Berbicara sambil Tidur (SOMNILOQUY)
Berbicara sambil tidur lazim pada anak dan dewasa. Gangguan ini telah
dipelajari secara luas di laboratorium tidur dan terjadi pada semua tahap tidur. Isi
pembicaraan biasanya meliputi beberapa kata yang sulit dibedakan. Episode berbicara
yang lama berisikan mengenai kehidupan dan kekhawatiran orang yang mengalaminya
tetapi tidak mengaitkan mimpi mereka selama tidur dan juga tidak sering
mengungkapkan rahasia tersembunyi. Episode berbicara sambil tidur kadang-kadang
menyertai teror malam dan berjalan sambil tidur. Berbicara sambil tidur tidak
memerlukan terapi.
 Enuresis (ngompol waktu tidur)
Ngompol waktu tidur malam sering didapatkan pada anak, dengan prevalensi
sekitar 7 – 15% pada anak laki usia 5 tahun, 3 – 5% pada usia 10 tahun, dan sekitas 1%
pada laki-laki dewasa. pada wanita, gangguan ini lebih sedikit, sekitar 3 – 5% pada usia
5 tahun, sekitar 2% pada usia 10 tahun dan jarang pada wanita dewasa.
penyebab sebagian terbesar kasus enurisis adalah fungsional, namun berragam
penyebab organic ditemukan. ini mencakup beragam abnormalis genitourinaria, infeksi
pelvis dan saluran kemih, konstipasi kronis, penyakit yang berasosiasi dengan polyuria
(diabetes mellitus dan diabetes insipidus). kurang peningkatan hormon antidiuretik di
malam hari, serangan kejang, genetik, behavioural dan psikologis, ukuran kandung
kencing dan reaktivitas yang abnormal, perkembangan terlambat dan tidur yang sangat

14
dalam dengan respons arousal yang tumpul. penyebab terakhir ini relatif sering
dijumpai pada keadaan deprivasi tidur kronis, seperti sindrom apnea tidur. Enurisis
lebih sering dijumpai pada anak dengan OSA( Arousal,kandung kemih penuh). faktor
genetik mungkin memainkan peranan, enurisis menumpuk di keluarga (familiar).
Enurisis biasanya diklasifikasi sebagai gangguan arousal, mengimplikasikan
hubungannya dengan tidur-gelombang-lambat. anggapan ini tidak tepat. enurisis dapat
terjadi pada tiap stadium tidur.
 Exploding Head Syndrome (EHS)
Gangguan yang ditandai dengan persepsi mendengar suara keras seperti ledakan
saat akan mulai tertidur atau saat terbangun. Tidak seperti namanya, gejala ini tidak
menimbulkan luka bagi dan penanganan medis bagi penderita parasomnia.
 Membenturkan kepala terkait tidur (Jactatio Capitis Nocturna)
Membenturkan kepala terkait tidur merupakan istilah untuk perilaku tidur
terutama terdiri atas membenturkan kepala ke depan dan belakang dengan ritmi,
biasanya jarang membenturkan seluruh tubuh, terjadi tepat sebelum atau selama tidur
NREM dalam. Terapi terdiri atas upaya untuh mencegah cedera
 Gangguan Tidur akibat Gangguan Jiwa lain
DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang berkaitan dengan gangguan
jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang disebabkan oleh gangguan jiwa yang
dapat didiagnosis tetapi cukup berat untuk memperoleh perhatian klinis.

5. Parasomnia tidak tergolongkan

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Parasomnia yang tidak tergolongkan

Kategori parasomnia yang tidak tergolongkan digunakan untuk gangguan yang


ditandai dengan perilaku atau peristiwa psikologis abnormal selama tidur ke bangun
tetapi tidak memenuhi kriteria parasomnia yang lebih spesifik. Contoh-contohnya
mencakup

1. Gangguan perilkau tidur REM: aktivitas motoric, sering dengan ciri


kekerasan, yang timbul saat Rapid Eye Movement (REM). Tidak seperti
berjalan sambuil tidur, episode ini cenderung terjadi diakhir malam dan
disertai daya ingat yang jelas terhadap mimpi.
2. Paralisis tidur, ketidakmampuan melakukan gerakan volunte selama transisi
antara keadaan terjaga dan tidur. Episode ini terjadi saat onset tidur
(hipnagonik) atau saat bangun (hipnopompik). Episode ini biasanya disertai
ansietas berat dan pada beberapa kasus, rasa takut akan kematian yang
mengancam. Paralisis tidur terjadi lebih lazim gejala tambahan dari

15
narkolepsi dan pada kasus-kasus tersebut, sebaiknya tidak diberi kode
terpisah.
3. Situasi setelah klinisi menyimpulkan adanya parasomnia tetapi tidak dapat
menentukan apakah hal ini merupakan kelainan primer, akibat kelainan
klinis, atau dicetuskan oleh zat.

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association

16
Karakteristik Parasomnia

17
4. Pendekatan Diagnosis
Diagnosis parasomnia berdasarkan cerita yang biasanya berasal dari bed partner.
Faktor Risiko
Penting untuk menyaring gangguan tidur primer lainnya seperti obstruktif sleep
apnoea, kurang tidur, dan gangguan gerakan ekstremitas periodik karena dapat memicu
parasomnia.
Tipe individu parasomnia memiliki faktor risiko tertentu yang sangat terkait.
Gangguan perilaku gerak mata cepat (RBD) dan kram terkait-tidur lebih sering terjadi
pada usia yang lebih tua, sementara parasoma NREM lebih sering terjadi pada masa
kanak-kanak. RBD lebih sering terjadi pada pria, sementara gangguan mimpi buruk
lebih sering terjadi pada wanita. Penting untuk menanyakan tentang riwayat keluarga
gangguan tidur, karena ini adalah temuan yang sangat umum dalam tidur sambil
berjalan, dan juga terjadi dengan kebingungan dan teror tidur. Kehadiran gen HLA
DQB1 sangat terkait dengan sleepwalking.
Gangguan mimpi buruk sangat terkait dengan stres kronis dan akut dan
gangguan kejiwaan, terutama gangguan stres pasca-trauma, kecemasan, gangguan
bipolar, dan depresi
Obat-obatan dan agen farmakologis tertentu sangat terkait dengan gangguan
tertentu: venlafaxine dan mirtazapine dengan RBD; noradrenalin, serotonin, dan
dopamine dengan mimpi buruk dan gangguan tidur lainnya. Gangguan
neurodegeneratif seperti penyakit Parkinson sangat terkait dengan RBD, seperti
narkolepsi, dan gangguan makan yang berhubungan dengan tidur telah dilaporkan
terjadi lebih sering pada orang yang menerima pengobatan untuk gangguan makan
dikenal. Orang-orang dengan gangguan makan yang berhubungan dengan tidur juga
lebih mungkin memiliki riwayat tidur sambil berjalan, tidur, dan gerakan tidur berkala

Riwayat Pasien
Informasi didapatkan dari bed partner. Pasien dengan parasomnia dapat
dilaporkan untuk bangun dari tidur dan menunjukkan gangguan kognisi, perilaku,
atau keduanya. Melambatkan mental, disorientasi, dan masalah ingatan, serta
gangguan bicara, dicatat dalam kebingungan.
Tingkah laku yang keras atau bahkan kasar dapat hadir dalam kebingungan,
tidur sambil berjalan, teror tidur, dan RBD.

18
Pemeriksaan Fisik
a. Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi pasien.
b. Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu, dan konjungtiva merah.
c. Perilaku: iretabel, kurang perhatian, pergerakan lambat, bicara lambat, postur tubuh
tidak stabil, tangan tremor, sering menguap, mata tampak lengket, menarik diri,
binguung dan kurang koordinasi

Pemeriksaan Diagnostik
Penggunaan polisomnogram(PSG) dimalam hari dan Multiple Sleep Latency Test
(MSLT). PSG melibatkan penggunaan:
a. Elektroencephalogram (EEG): aktivasi otak
b. Electromyogram (EMG): tonus otot
c. Electroocologram (EOG): pergerakan mata

5. Diagnosis Banding
 Seizure
 Narcolepsy
 Nocturnal dissociative disorder

6. Tatalaksana parasomnia

Prinsip-prinsip umum untuk pengendalian Parasomnia

Pengendalian parasomnia terdiri dari mengidentifikasi dan menyelesaikan


penyebab apapun yang mendasari, saran untuk tidur yang optimal (sleep hygiene),
modifikasi lingkungan. Dalam kasus yang berat, pengobatan farmakolgis dapat
dipertimbangkan.
Sleep hygiene menggambarkan kualitas dan durasi tidur oleh karena itu
meminimalisir terjadinya parasomnia. Saran yang termasuk dalam sleep hygiene
 Tidur ketika mengantuk dan bangun pada waktu yang sama setiap hari
 Hindari tidur siang (kecuali pada anak kecil) terutama setelah jam 2 siang
 Hindari paparan sinar yang berlebih sebelum tidur (contoh, layar komputer,
handphone)
 Olahraga teratur
 Batasi asupan kafein, alkohol, dan tembakau terutama malam hari

19
 Minum minuman hangat (susu) sebelum tidur
 Hindari melakukan pekerjaan rumah atau bekerja sebelum tidur
 Keluar dari tempat tidur jika onset tidur tidak terjadi dalam 20 menit
 Melakukan aktivitas yang membuat relax seperti mendengarkan music atau
membaca buku dalam waktu singkat dan kemudian kembali ke tempat tidur
Membuat lingkungan yang aman diperlukan jika parasomnia terjadi bukan di
tempat tidur. Misalnya, meletakkan kunci dengan aman, menyingkirkan furnitur,
termasuk tikar dan kabel listrik dari sekitar tempat tidur, mengamankan barang-
barang berbahaya seperti pisau atau korek api atau pintu keluar
Bangun yang terjadwal dapat membantu mengurangi insiden episode non REM
parasomnia seperti somnambulism (tidur berjalan). Pasien terbangun 15-30 menit
sebelum waktu episode normal. Prosedur ini diulang setiap malam selama satu bulan
dan kemudian dicoba tanpa bangun untuk menilai apakah ada respon yang
berkelanjutan.
Terapi farmakologis dapat dipertimbangkan ketika parasomnia menjadi sering,
menyebabkan kecemasan atau potensi bahaya pada orang lain. Penggunaan obat-
obatan untuk mengobati parasomnia adalah kompleks dan jarang berdasarkan bukti.
Obat-obatan hanya boleh diresepkan setelah menyingkirkan penyebab yang
mendasari dan semua pilihan non-farmakologis telah diujicobakan. Perawatan
farmakologi jarang direkomendasikan untuk anak-anak dengan parasomnia, dan saat
ini, bukti terbatas. Dimana pengobatan farmakologis dipertimbangkan untuk anak-
anak, harus didiskusikan dulu dengan dokter anak, dokter tidur atau psikiater.

20
Sumber : Ian P. Stolerman (ed), Encyclopedia of Psychopharmacology: Paarasomnia.
2010

7. Komplikasi

 sleep-related injury to patient or bed partner (rapid eye movement sleep


behaviour disorder [RBD])
 Sleep-related injury and violence (confusional arousals)
 poor daytime performance

8. Prognosis
 Non-rapid eye movement (NREM) sleep parasomnias

21
Prognosis baik (confusional arousals, sleepwalking dan sleep terror). Berkurang
seiring bertambahnya usia
 Rapid eye movement (REM) sleep parasomnias
Respon baik pada pengobatan menggunakan melatonin atau clonazepam pada
beberapa kasus. Namum 93% kasus terjadi gangguan neurodegenerative seperti
Parkinson dan synucleinopathies lainnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Avidan, Alon Y MD & Kaplish, Neeraj MD. 2010. The Parasomnias: Epidemiology, Clinical
Features, and Diagnostic Approach.Clin Chest Med

Fleetham MB, John & Fleming MB. 2014. Parasomnias. 186(8). Canadian Medical
Association.

Markov, Dimitri MD et al. 2006. Update on Parasomnias : A Review for Psychiatric Practice

Matwiyoff, Greg & Lee-Chiong, Teofilo. 2008. Parasomnias : an Overview.131( 333-337)


Indian J med Res.

Pandi-Perumal, Seithikurippu et al. 2010. Parasomnias. Ian P. Stolerman (ed), Encyclopedia


of Psychopharmacology

Sadock, Benjamin J & Sadock, Virginia A.2017. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. EGC: Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai