Anda di halaman 1dari 12

STRES PADA PASIEN YANG MENJALANI

HEMODIALISA

DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA

OLEH :

TIM PERAWAT HEMODIALISA RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA

1. PENDAHULUAN

Pasien yang menjalani terapi HD mengalami berbagai masalah yang

timbul akibat tidak berfunginya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu

sampai akhir kehidupan pasien dan menjadi stresor fisik yang berpengaruh

pada berbagai dimensi kehidupan pasien meliputi bio psiko sosio spiritual.

Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot, udem

adalah sebagian dari manifestasi klinik yang dirasakan. Untuk itu pasien

sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang-orang yang ada di

sekitarnya (Stuart & Sundeen, 1998).

Pasien dengan HD jangka panjang sering merasa khawatir akan

kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan, mereka biasanya mengalami

masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan

seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit yang kronis

dan ketakutan menghadapi kematian (Smetlzer dan Bare, 2004).


Dua pertiga dari pasien yang mendapat terapi HD tidak pernah

kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sedia kala. Dengan demikian

pasien akan mengalami kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan,

harapan umur panjang, fungsi seksual sehingga dapat mengakibatkan

kehilangan harga diri dan identitas gender. Rasa kehilangan ini akan

mengakibatkan efek kemarahan yang akhirnya timbul suatu keadaan depresi

sekunder sebagai akibat dari penyakit sistemik yang rnendahuluinya

(Freedman, 1999).

2. DEFINISI STRES

1. Stres adalah respons manusia yang bersifat non spesifik terhadap

setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Pusdiknakes

Dep Kes RI, 2004).

2. Secara umum yang dimaksud stres adalah reaksi tubuh terhadap

situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan ketegangan emosi

dan lain-lain (Sunaryo, 2004).

Pada dasarnya besar kecilnya masalah yang menegangkan adalah relat

tif , tergantung dari tinggi rendahnya kedewasaan, kepribadian serta

bagaimana sudut pandang seseorang dalam menghadapinya.

3. SUMBER STRES / STRESOR

Sumber stres (stresor) adalah variable yang dapat diidentifikasikan

sebagai penyebab timbulnya stres, datangnya stresor dapat sendiri-

sendiri atau dapat pula bersamaan. Sumber stres dapat berasal dari

dalam tubuh dan dari luar tubuh. Terjadinya stres karena stresor

tersebut dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu


ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda

umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis.

(Rasmun, 2004).

Apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sunaryo ( 2004 ) dapat

digolongkan sebagai berikut :

a. Stres Fisik

b. Stres Kimiawi

c. Stres Mikrobiologik

d. Stres Fisiologik

e. Stress Proses pertumbuhan dan perkembangan

f. Stress Psikis / Psikososial

4. KEMAMPUAN INDIVIDU MENAHAN STRES

Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam

menahan stres. Hal tersebut tergantung pada:

1. Sifat dan hakikat stres yaitu intensitas, lamanya, lokal dan umum

(general).

2. Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi

Menurut Rosenmen dan Cheeny (1980) sebagaimana dikemukakan

oleh Hawari (2001) bahwa terdapat tipe kepribadian jenis A (type

personality) yang memiliki resiko tinggi mengalami stres dengan ciri-

ciri kepribadian sebagai berikut :

Cita-citanya tinggi ( ambisius ), Suka menyerang ( agresif ), Suka

bersaing ( kompetitif ) yang kurang sehat, Banyak jabatan rangkap,

Emosional ( mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengalami


ketegangan dan kurang sabar ), Terlalu waspada, Bekerja tidak

mengenal waktu, Bila ada tantangan senang bekerja sendiri, Disiplin

waktu yang ketat, Kurang rileks dan serba terburu-buru, Kurang atau

tidak ramah, Tidak mudah bergaul, Mudah empati tetapi mudah

bersikap bermusuhan, Sulit dipengaruhi, Sifatnya kaku ( tidak fleksibel

),

5. TAHAPAN STRES

Gejala stres pada seseorang seringkali tidak disadari, kerana

perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan baru

dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu

fungsi kehidupannya sehari-hari. Menurut Amberg (1979)

sebagaimana dikemukakan Hawari (2001) bahwa tahapan stres dibagi

sebagai berikut:

1. Stres tahap I (pertama)

Merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai

parasaan-perasaan semangat bekerja yang besar dan berlebihan .

2. Stres Tahap II (kedua)

Dalam tahap ini dampak stres yang semula menyenangkan mulai

menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena

cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan

yang sering dikemukakan merasa letih waktu bangun pagi yang

seharusnya merasa segar, merasa lekas capai pada saat menjelang

sore, merasa mudah lelah setelah makan, tidak dapat rileks (santai),
lambung atau perut tidak nyaman, detakan jantung lebih keras dan

berdebar-debar, otot tengkuk dan punggung tegang.

3. Stres Tahap III (ke tiga)

Bila seseorang tetap memaksakan diri dan tidak menghiraukan

keluhan-keluhan yang dirasakan maka yang bersangkutan akan

menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan

mengganggu, yaitu gangguan lambung, dan usus semakin nyata

(misalnya keluhan maag, buang air besar tidak teratur), ketegangan

otot semakain terasa, perasaan tidak tenang dan ketegangan

emosional semakin meningkat, gangguan pola tidur (insomnia),

koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau

pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi

pada dokter untuk memperoleh terapi atau beban stres dikurangi

sehingga tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna

menambah suplai energi yang mengalami defisit.

4. Stres Tahap IV (empat)

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter

sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III oleh dokter

dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan

fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang

bersangkutan terus memaksakan diri, maka gejala stres tahap IV

akan muncul, tidak mampu untuk bekerja sepanjang hari (loyo),

aktifitas pekerjaan tarasa sulit dan membosankan, respon tidak

adequate, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur disertai


mirnpi-mimpi yang menegangkan, sering menolak ajakan karena

tidak semangat dan tidak bergairah, konsentrasi dan daya ingat

menurun, timbul ketakutan dan kecemasan.

5. Stres Tahap V (lima)

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang akan jatuh dalam stres

tahap V yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang

semakin mendalam, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan

seharihari yang ringan dan sederhana, gangguan system

pencernaan semakin berat, timbul perasaan ketakutan dan

kecemasan yang semakin meningkat, bingung dan panic

6. Stres Tahap VI ( enam )

Tapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami sera-

ngan panik dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang me-

ngalami stress tahap ini berulang kali dibawa ke IGD bahkan ke

ICCU meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemu-

Kan kelainan-kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress pada

Tahap ini : debaran jantung teramat keras, sesak nafas, badan ge –

Metar dan berkeringat dingin, loyo dan pingsan ( kolaps ).

6. MANIFESTASI STRES

Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat

merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau

diversity. Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda-

beda untuk setiap orang.


Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan

yang terjadi pada tubuhnya, antara lain :

1. Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan

2. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai,

bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (tic

facialis)

3. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma

4. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit

(constriksi) sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh

darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung jari juga menyempit

sehingga terasa dingin dan kesemutan.

5. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.

6. Sering berkemih.

7. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa

linu atau kaku bila digerakkan.

8. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit

(dysmenorhea)

9. Libido menurun atau bisa juga meningkat.

10. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu

makan.

11. Tidak bisa tidur

12. Sakit mental-histeris


7. STRES PADA PASIEN HEMODIALISA

Pasien yang menjalani HD mengalami berbagai masalah yang timbul

akibat tidak berfungsinya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu

sampai akhir kehidupan. Hal ini menjadi stresor fisik yang berpengaruh

pada berbagai dimensi kehidupa pasien yang meliputi bio psiko sosio

spiritual. Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri,

lemah otot, oedema adalah sebagian dari manisfestasi klinik dari pasien

yang menjalani HD. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri

pasien menjadi faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien

pada tingkat stres, cemas bahkan depresi (Stuart dan Sundeen, 1998).

8. HEMODIALISA ( HD )

Di Amerika Serikat setiap tahun terdapat sekitar 20 juta orang dewasa

menderita gagal ginjal yang menjalani dialysis. Sedang di Indonesia

diperkirakan setiap satu juta penduduk 20 orang mengalami gagal ginjal

pertahun yang memerlukan tindakan dialysis.

Komplikasi HD

HD dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, namun tindakan

ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang

mendasari, juga tidak akan memperbaiki seluruh fungsi ginjal. Pasien

tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi

(Smeltzer dan Bare, 2004).

Pasien yang menjalani HD berkelanjutan dihadapkan pada banyak

masalah, antara lain :


1. Masalah fisik

Hipotensi, hipertensi, kram, demam, kedinginan, infeksi,

gangguan, cardio pulmoner, anemia, penyakit tulang, masalah

kardio vaskuler, toksisitas alumunium, hiperkalemia, perdarahan,

hiponatremia dan hipernatremia, emboli udara, pruritus, mual,

muntah.

2. Masalah psikis

Stres, depresi, perilaku tidak kooperatif, perubahan kepribadian

dan bunuh diri.

9. PERANAN PERAWAT DALAM MEMBANTU PASIEN HD

Pada saat HD berlangsung pasien, dialiser dan cairan dialisat memerlukan

pementauan yang konstan untuk mendeteksi komplikasi yang dapat

terjadi. Perawat di unit HD memiliki peran yang penting dalam memantau

serta memberikan dukungan kepada pasien dan dalam menjalankan

program pengkajian dan pendidikan pasien yang berkelanjutan,

mempersiapkan pemulangan pasien yang menjalani HD. Kebutuhan untuk

mempelajarinya baru disadari lama setelah pasien menjalani HD. Karena

alasan ini, komunikasi yang baik antara perawat yang bertugas

melaksanakan HD, perawat rumah sakit (ruangan/bangsal) dan perawat

yang merawat pasien di rumah sangat penting dalam memberikan asuhan

keparawatan yang aman dan berkelanjutan.


Telah dilakukan penelitian di Unit Dialisis Rumah Sakit Umum Daerah

Dr.Moewardi Surakarta .

Hasil Penelitian

Karakteristik Pasien

berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Pria 31 62
Wanita 19 38
Total 50 100

pasien pria yang menjalani HD sebanyak 62%, sedangkan pasien

wanita sebanyak 38%. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan

bahwa pria lebih banyak menjalani HD. Hal ini menunjukkan bahwa

kasus gagal ginjal prevalansinya lebih tinggi pada laki-laki daripada

wanita.

Distribusi pasien HD berdasarkan usia

Usia (tahun) Jumlah Persentase


20 – 48 26 52
49 – 70 24 48
Total 50 100

Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa 52% pasien yang

menjalani HD berusia antara 20 sampai dengan 48 tahun. Sedangkan

48% berusia 49 sampai 70 tahun.

Distribusi pasien HD berdasarkan tingkat pendidikan

1
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
Dasar 12 24
Menengah 22 44
Tinggi 16 32
Total 50 100

Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa 24% pasien yang

menjalani HD mempunyai tingkat pendidikan dasar, 44%

berpendidikan menengah, dan 32% pasien dengan tingkat pendidikan

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang menjalani HD

sebagian besar berpendidikan menengah.

Distribusi pasien yang menjalani HD berdasarkan status

perkawinan

Status Perkawinan Jumlah Persentase


Kawin 41 82
Tidak kawin 9 18
Total 50 100

Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa 82% pasien yang

menjalani HD berstatus kawin, sedangkan 18% pasien HD berstatus

tidak kawin. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

pasien yang menjalani HD sebagian besar berstatus kawin.

Tingkat stres pada pasien yang menjalani HD

Tingkat Stres Jumlah Persentase


Ringan 15 30
Sedang 20 40
Berat 15 30
Total 50 100

Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa 30% pasien HD

mengalami stres ringan, 40% mengalami stres sedang dan 30% pasien

mengalami stres berat. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat

bahwa pasien yang menjalani HD banyak yang mengalami stres

sedang.

Anda mungkin juga menyukai