Anda di halaman 1dari 6

Kebenaran di mata Al-Kindi

KEBENARAN di Mata Al-KINDI

Oleh: Anah Nurhasanah

Kebenaran hal yang sering kita dengar ketika kita terjebak dalam keragu-raguan
sehingga kita bertanya-tanya apa sesungguhnya kebenaran itu?

Kata kebenaran digunakan sebagai kata benda yang kongkrit maupun abstrak.
Apabila subjek mengatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki
kualitas sifat atau karakteristik, hubungan hal yang demikian itu sarana kebenaran
tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri.

Menurut Thomas Aquinas ada kebenaran antologis dan kebenaran logis.


Kebenaran antologis adalah kebenaran yang terdapat dalam kenyataan. Dalam segi
spritual misalnya tentang adanya segala sesuatu sesuai hakikatnya seperti kebenaran
tentang adanya Tuhan. Dan kebenaran logis adalah kebenaran yang terdapat dalam
akal budi manusia dalam bentuk adanya kesesuaian antara akal budi dan kenyataan.
Menurut Thomas Aquinas, hadir dan terlaksanakanya kebenaran dalam pengetahuan
manusia terjadi dalam bentuk pengarahan melalui proses yang tak ada hentinya dan
tidak bisa lepas dari indra.

Kebenaran menurut Plato adalah sebagai suatu kerakter tersembunyi adanya


sesuatu yang tidak dapat dicapai manusia selama hidupnya di dunia ini. Sedangkan
Aritoteles dapat memahami kebenaran lebih memusatkan perhatiannya pada kualitas
pernyataan yang dibuat oleh subjek, ketika ia menegaskan suatu putusan baik secara
afirmatif atau negatif tergantung pada putusan yang bersangkutan sebagai
pengetahuan dalam diri subjek itu sesuai atau tidak dengan kenyataannya.

Ada beberapa teori kebenaran dalam filsafat. Diantaranya adalah teori


Corespondence yang menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu yang benar itu
terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud dengan objek yang dituju
oleh pendapat tersebut.

Menurut konsepsi Ahl al-Sunnah wa al-Jamā‘ah Masalah ilmu dan kebenaran


dalam Islam adalah sesuatu yang tetap dan tidak berubah-ubah. Maka Islam
Kebenaran di mata Al-Kindi

membawa kebenaran melalui kitab suci Al-Quran, yang di dalamnya terkandung


pokok-pokok kebenaran sebagai pedoman hidup manusia. Sebagaimana dalam
firman-Nya:

‫ه‬‫ق‬َ‫ح‬ ْ
‫ِال‬‫ب‬ َ
‫ب‬ ‫ا‬َ
‫ت‬ ِ
‫ك‬ ْ
‫ال‬ َ
‫ل‬َّ
‫ز‬ َ
‫ن‬ َ
‫ه‬
‫ّلل‬‫ا‬ َّ
‫ن‬ َ
‫ِأ‬ ‫ب‬ َ‫ِك‬‫َل‬‫ذ‬
ِ
ِ‫َاب‬ ‫ِت‬ ْ ‫ِي‬
‫الك‬ ‫ْ ف‬ ‫ُوا‬ ََ
‫لف‬ ‫ْت‬‫َ اخ‬ ‫ِين‬‫الذ‬َّ َِّ
‫ن‬ ‫َإ‬‫و‬
‫ِيد‬
ٍ َ ٍ
‫بع‬ ‫َاق‬‫ِق‬ ‫ش‬ ‫ِي‬‫َلف‬
Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa
kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al
Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran). (QS. Al
Baqarah (2): 176)

Dan firman Allah:

‫َق‬
ِ‫ِين‬ ْ ُّ
‫الي‬ ‫َق‬‫ه َلح‬
ُ‫ن‬َِّ
‫َإ‬‫و‬
Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar kebenaran yang diyakini.
(QS. Al Haqqaah (69): 51)

Dalam hal ini kebenaran yang dimaksud adalah yang dihasilkan dari proses
berfilsafat. Untuk itu kita harus mengetahui apa itu arti filsafat. filsafat berarti alam
fikiran atau alam berfikir. Namun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat.
Sidi Gazalba mengartikan berfilsafat berarti mencari kebenaran untuk kebenaran
tentang segala sesuatu yang dimasalahkan.

Menurut Al-Farabi filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Sedangkan menurut Aristoteles (384
SM - 322SM) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di
dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik,
dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).

Dari beberapa pengertian di atas, sudah jelaslah bahwa tujuan utama filsafat
adalah mencari kebenaran. Yang dapat ditemukan melalui proses berfikir. Banyak
para filosof yang mencari dan mengungkapkan kebenaran salah satunya adalah filosof
Kebenaran di mata Al-Kindi

muslim ternama al-Kindi. karena menurut al-Kindi tujuan seorang filosof adalah
mendapatkan kebenaran dan mengamalkannya. Lalu bagaimana konsep kebenaran di
mata al-Kindi?

Dalam buku Teologi Filsafat Tasawuf dalam Islam biografi Al-Kindi diricikan
sebagai berikut:

Al-Kindi (180-260 H / 796-873 M) adalah filosof muslim pertama yang muncul di


zaman klasik Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq al-Kindi.
Ia berasal dari bangsawan arab suku Kindah. Al-Kindi dilahirkan di Kufah,
memperoleh pendidikan di masa kecil di Basrah, dan di masa dewasa hingga
wafatnya berada di Bagdad. Penguasaanya terhadap filsafat telah menempatkan ia
menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajarannya diantara
filosof terkemuka.

Filsafat bagi Al-Kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Di sinilah terdapat
persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar apa
yang baik. Demikian halnya filsafat. Agama menggunakan wahyu dan akal. filsafat
juga menggunakan akal.
Bagian yang paling luhur dari filsafat adalah filsafat pertama, yaitu mengetahui
kebenaran pertama (Tuhan) yang merupakan sebab bagi setiap kebenaran. Selaras
dengan Al-Quran yang menyatakan bahwa Tuhan adalah al-Haqq (Kebenaran), Al-
Kindi menyatakan bahwa segala sesuatu telah dijadikan kebenaran. Tuhan adalah
Kebenaran Pertama, Ia adalah penyebab dari segala kebenaran, Ia adalah penyebab
dari semuanya. Hal ini tertulis dalam pendahuluan karya Al-Kindi On First
Philosophy.
Bahkan Al-Kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat telah
mengingkari kebenaran dan menggolongkannya kepada kafir, karena orang-orang
tersebut telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar.
Karena keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan. Pertama
ilmu agama merupakan bagian dari filsafat. Kedua wahyu yang diturunkan kepada
nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian. Ketiga menurut ilmu, secara logika,
diperintahkan dalam Agama.
Kebenaran di mata Al-Kindi

Inilah yang menjadi perhatian utama Al-Kindi. Ia memulai dengan ajakan untuk
mencari dan menjaga kebenaran dari mana pun sumbernya. Filsafat adalah bangunan
pengetahuan yang bersifat kolektif, jika seseorang mengumpulkan bagian-bagian
terkecil maka ia akan mencapai kebenaran yang hasilnya cukup besar. Kemudian Al-
Kindi berkata dalam On First Philosophy:

Kita tidak harus malu untuk mengagumi kebenaran atau untuk mendapatkan itu dari
mana pun sumbernya. Bahkan jika kebenaran tersebut berasal dari bangsa dan
tradisi asing. Hal ini penting untuk para pencari bahwa kebenaran jauh lebih
penting. Kebenaran tidak bisa direndahkan oleh orang atau suatu bangsa, begitu
pula tidak ada yang direndahkan oleh kebenaran apapun derajatnya.

Lebih lanjut Al-Kindi berkata:

Kita harus waspada terhadap kejahatan penafsiran yang didasarkan untuk


melambungkan ketenaran dari orang yang sebenarnya terasing dari kebenaran.
mereka seolah-olah memahkotai dirinya dengan mahkota kebenaran, karena
sempitnya pemahaman terhadap kebenaran. Hal ini karena rasa iri yang telah
menguasai jiwa binatang mereka, visi pemikirannya tertutup dari cahaya kebenaran.

Hal ini sebagai respon Al-Kindi terhadap para penentang yang dituduhnya
memperdagangkan agama.

Harus dipertimbangkan pula bahwa dalam banyak kasus, bantahan Al-Kindi


tidak hanya dialamatkan kepada para teolog tetapi kepada para pencela tradisi filsafat
Yunani. Inilah sebabnya mengapa Al-Kindi melakukan bantahan setelah memuji
tradisi Yunani dalam mencari kebenaran. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa
tidak ada keharusan untuk menolak memperoleh pengetahuan “kodrat sejati manusia”,
yaitu filsafat. Siapapun yang menyangkal kebutuhan untuk berfilsafat akan
membutuhkan argumen filosofis mengapa filsafat itu tidak perlu. Dengan melontarkan
argumen ini tentu saja mereka akan terlibat dalam filsafat, dan karenanya secara tidak
langsung menyangkal diri mereka sendiri.
Kebenaran di mata Al-Kindi

Al-Kindi menyimpulkan bantahannya yang mungkin merupakan bagian paling


mendapat penekanan dalam setiap karyanya. Hal ini layak untuk dikutip:

Kami memohon kepada Dia yang dapat melihat ke dalam hati—usaha kita adalah
menuju pembentukan bukti keilahian-Nya, mewujudkan pemahaman tentang
kesatuan-Nya, menentang orang-orang yang keras kepala menolak-Nya dan tidak
percaya kepada-Nya dengan mengemukakan bukti-bukti yang membantah
ketidakpercayaan, merobek selubung kebohongan, dan menyatakan secara terbuka
kekurangan mereka—untuk melindungi kita dan siapapun yang mengikuti jalan untuk
terus-menerus mendekati-Nya. Mari kita memfokuskan niat dalam membantu dan
mendukung apa yang benar; Dia akan memberikan jalan kepada kita untuk mencapai
derajat orang-orang yang berniat mengagungkan-Nya, mereka yang menyetujui
tindakan-Nya. Dia akan memberikan kemenangan atas lawan yang tidak percaya
terhadap rahmat-Nya dan orang-orang yang bertentangan dengan jalan kebenaran
yang mengagungkan-Nya.

Apa yang sangat mencolok tentang retorika di atas adalah konteks religiusnya.
Al-Kindi tidak mengatakan bahwa mengejar kebenaran filosofis harus melepaskan
keyakinan terhadap agama. Sebaliknya, Al-Kindi berpendapat bahwa memvonis kafir
(kufr) terhadap orang yang mempelajarinya adalah tuduhan tidak benar.

Al-Kindi mendasarkan pada fakta bahwa penentangnya menolak upaya untuk


menggunakan filsafat dalam mendukung prinsip utama Islam: keesaan Tuhan dan
keilahian. Sejauh filsafat dapat berkontribusi terhadap kebenaran, bila filsafat ditolak
maka dengan sendirinya menolak Islam itu sendiri.

Dengan demikian jelas sekali tujuan On First Philosophy dan arah karya-karya
Al-Kindi. On First Philosophy merupakan upaya penggunaan filsafat untuk
membuktikan kebenaran sentral dogma teologis Islam bahwa Tuhan itu ada dan
Tuhan itu satu.

Sebuah ungkapan al-Kindi yang terkenal adalah “kebenaran dari mana pun berasal
dapat kita terima, karena tiada yang lebih dicintai oleh pencari kebenaran selain
Kebenaran di mata Al-Kindi

kebenaran itu sendiri”. Sebuah ungkapan yang memberi inspirasi banyak ilmuan
untuk terus mencari kebenaran.

Sumber:

Adamson, P., dan Pormann, Peter E. The Philosophical Works of al-Kindi. New York:
Oxford University Press.

Rida, Abu. 1950. Rasa’il al-Kindi al-Falsafiyya, vol. I. Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi.

Aziz Dahlan, Abdul. 2012. Teologi Filsafat Tasawuf dalam Islam. jakarta: Ushul
Press.

Adamson, P. 2003. “Al-Kindi and the Mu’tazila: Divine Attributes, Creation and
Freedom.” Arabic Sciences and Philosophy.

Hamami, Abas. 1980. sekitar masalah ilmu. bina ilmu surabaya.

J. Sudarminta. 2002. Epistimologi dasar. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai