196827
196827
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat–Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“SINDROM NEFROTIK”. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo Pati.
Tujuan pembuatan referat ini juga untuk meningkatkan pengetahuan penulis serta
pembaca agar dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Penulis
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
SN primer, umumnya persisten dan memiliki resiko tinggi untuk berkembang
menjadi gagal ginjal. Kurang dari 5% anak dengan SN primer memiliki gambaran
patologi anatomi nefropati membranosa.2-4
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang pada tubuh manusia yang
menjalankan banyak fungsi untuk homeostasis, terutama sebagai organ ekskresi
dan pengatur keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang
ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan tulang vertebra, terletak
retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut
dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (bulibuli/kandung
kemih) dan uretra yang membawa urine ke luar tubuh.5
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding
ginjal kiri, hal ini disebabkan karena adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. Batas atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan
batas atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah
ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 sedangkan kutub bawah ginjal
kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat
bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.2
8
Papilla renalis : menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor
Calix minor : percabangan dari calix major
Calix major : percabangan dari pelvis renalis
Pelvis renalis atau piala ginjal : menghubungkan antara calix major dan
ureter
Ureter : saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria
9
c. 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang berfungsi memperkuat absorpsi kalsium
dari usus dan reabsorbsi fosfat oleh tubulus renalis.
d. Renin yang berfungsi bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan
tekanan vaskuler dan produksi aldosteron.
1) Filtrasi glomerular
Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125
ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal dengan laju
filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke
kapsula bowman disebut filtrat. Tekanan yang menentukan GFR, yaitu tekanan
darah kapiler glomerulus ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus
yang mendorong filtrasi, tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan dari protein
plasma yang tidak terfiltrasi yang melawan filtrasi, dan tekanan hidrostatik
10
kapsula bowman ditimbulkan oleh filtrate dalam kapsula bowman yang melawan
filtrasi. Tekanan filtrasi netto yang merupakan perbedaan tekanan yang
mendorong dan melawan filtrasi yang nantinya akan mendorong filtrasi.6-8
2) Reabsorpsi
3) Sekresi
11
membuang senyawa yang tidak dapat difiltrasi atau membuang senyawa yang
tidak diinginkan, seperti obat, urea, dan asam urat.6-8
Jadi urin terbentuk dalam nefron melalui proses filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi tubular kemudian urin didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter
dari ginjal menuju kandung kemih kemudian dikeluarkan melalui uretra.6,7
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan
prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi.10 Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per
tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.2
2.3.3 Etiologi
12
Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk, membagi
dalam 4 golongan, yaitu :
Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, namun dengan
mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel terpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat Ig G atau imunoglobulin beta-1C pada
dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak
daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dbandingkan dengan golongan lain.
Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Jarang ditemukan pada anak serta prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif
a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, kelainan
ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan
Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis
jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang
lama.
b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)
Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
c. Dengan bulan sabit (crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai
(kapsular) dan viseral. Prognosis buruk.
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah.
e. Lain-lain
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
Glomerulosklerosis fokal segmental
13
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan
atrofi tubulus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-
bulan pertama kehidupan.
Sindrom nefrotik sekunder
Sindrom nefrotik sekunder disebabkan oleh malaria kuartana atau parasit lain,
penyakit kolagen seperti lupus eritomatosus diseminata, purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun otak, air raksa, amiloidosis, penyakit sel sabit, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
Proteinuria
14
negatif, dan perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glumerulus terhadap serum protein.
Hipoalbuminemia
Hiperlipidemia
15
Keadaan hiperkolesterolemi dan trigliseridemia ini disebabkan oleh meningkatnya
sintesis lipoprotein yang dirangsang oleh adanya hipoalbuminemia atau
penurunan tekanan onkotik dan penuruna klirens lipid dari sirkulasi.
Edema
Kelainan glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma ↑
Edema
Sebagai akibat pergeseran cairan, maka volume plasma total dan volume
darah arteri dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif.
Menurunnya volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi
timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai
16
usaha badan untuk menjaga volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal
dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan, yang
secara terus menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan
protein plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan
akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas
memperberat edema sampai terdapat keseimbangan hingga edema stabil.
Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin plasma
dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini ditemukan tidak
pada semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan meningkatnya
volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,
sehingga timbul konsep teori overfilled. Menurut teori ini retensi natrium renal
dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada
stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai
akibat overfilling cairan ke dalam ruang interstisial. Teori overfilled ini dapat
menerangkan adanya volume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan
aldosteron menurun sekunder terhadap hipervolemia.
Kelainan glomerulus
Hipoalbuminuria
Volume plasma ↑
Edema
17
vasokonstriksi perifer dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju
filtrasi glomerulus (LFG) masih baik dengan kadar albumin yang rendah dan
biasanya terdapat pada SNKM. Karakteristik patofisiologi kelompok ini sesuai
dengan teori tradisional underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan
fenomena sekunder. Di pihak lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai
dengan volume plasma tinggi, tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah yang meningkat sesudah persediaan Natrium habis. kelompok
kedua ini dijumpai pada glomerulonefritis kronik dengan LFG yang relatif lebih
rendah dan albumin plasma lebih tinggi dari kelompok pertama. Karakteristik
patofisiologi kelompok kedua ini sesuai dengan teori overfilled pada SN dengan
retensi air dan natrium yang merupakan fenomena primer intrarenal.
18
2.3.5 Manisfestasi klinis
Manifestasi klinis paling sering pada anak adalah edema pitting atau asites.
Anoreksia, malaise, dan nyeri perut seringkali ditemukan, terutama pada anak
dengan asites. Tekanan darah meningkat pada 25% anak sedangkan tubular
nekrosis akut dan hipotensi dapat terjadi pada keadaan hpoalbuminemia dan
hipovolemia yang bermakna. Diare (akibat edema intestinal) dan distres
pernapasan (akibat edema pulmonal atau efusi pleura) dapat ditemukan.
Karakteristik SNKM adalah tidak disertai hematuria, insufisiensi ginjal,
hipertensi, atau hipokomplemenemia.2
19
Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN.
Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini
rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema
submukosa di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan
fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau
keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri di perut yang kadang-kadang berat, dapat
terjadi pada keadaan SN yang kambuh. Kemungkinan adanya abdomen akut atau
peritonitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya.
Bila komplikasi ini tidak ada, kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui
namun dapat disebabkan karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu
makan kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai
akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan
malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan
persisten. Pada keadaan asites terjadi hernia umbilikalis dan prolaps ani.2
Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pelura maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini
dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan obat furosemid.2
20
4. Albumin dan kolesterol serum
5. Kadar komplemen C3, bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-
DNA
6. Biopsi ginjal
Indikasi biopsi ginjal pada sindrom nefrotik anak
Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata,hipertensi, kadar kreatinin dan
ureum dalam plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun
Sindrom nefrotik resisten steroid
Sindrom nefrotik dependen steroid
2.3.8 Diagnosis
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai, atau seluruh tubuh, dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi.
Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+), dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (≤ 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia(> 200 mg/dL), dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali
ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20
eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal).
21
2.3.9 Tatalaksana
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. 2
22
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit Kalium dan Natrium darah. Bila pemberian diuretik tidak
berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau
hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan
dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-
pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi
jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk
memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites
berulang.2
Respon -
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respon -
Respon -
Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per infus dengan kecepatan 0,1-1
mg/kgbb/jam
23
Respon -
A. Terapi Insial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40
mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x
sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak
terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
4 minggu 4 minggu
........................................
Proteinuria (-)
Edema (-)
24
B. Pengobatan Sn Relaps
Pengobatan relaps, yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi
(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada
pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema,
sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi
saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila
kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila
sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps
dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.
SN relaps Remisi AD
FD
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat
penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan
relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien
dapat dibagi dalam beberapa golongan:2
4. Dependen steroid : bagian dari relaps sering yang jumlah relapsnya lebih
banyak dan prognosisnya lebih buruk, tetapi masih lebih baik daripada resisten
steroid.
25
Pasien pada kategori 1 dan 2 mempunyai prognosis paling baik, biasanya
setelah mengalami 2-3 kali relaps tidak akan relaps lagi. Pada kategori 3 dan 4
bila berlangsung lama akan menimbulkan efek samping steroid, antara lain moon
face, hipertensi, striae, dan lain lain. Pasien SN relaps sering dan dependen steroid
sebaiknya dirujuk ke ahli nefrologi anak, atau setidaknya ditata laksana bersama-
sama dengan ahli nefrologi anak.
Dahulu pada SN relaps sering dan dependen steroid segera diberikan pengobatan
steroid alternating bersamaan dengan pemberian siklofosfamid (CPA), tetapi
sekarang dalam litelatur ada 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen
steroid :
Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang
telinga tengah, atau kecacingan.
26
dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB selang sehari
selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan CPA.
1. Terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis selang sehari atau
2. Dosis rumat < 1 mg tetapi disertai efek samping steroid yang berat, pernah
relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia, trombosis, sepsis diberikan
CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12 minggu.
2. Levamisol
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total
kumulatif mencapai ≥200-300 mg/kgBB. Pemberian CPA oral selama 3 bulan
27
mempunyai dosis total 180 mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil
diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kgBB/hari selama minggu. Pengobatan
klorambusil pada SN sensitif steroid sangat terbatas karena efek toksik berupa
kejang dan infeksi.
4. Siklosporin (CyA)
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindroma
nefrotik6,12
28
Resisten steroid (SNRS) : Tidak mengalami remisi setelah pemberian
prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu
Responsif steroid : Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja
Relaps jarang : Relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau kurang dari 4x per tahun
Relaps sering : Relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal ≥ 4x
dalam periode satu tahun
Dependen steroid : Relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
Responder Lambat : Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60mg /
m2 / hari tanpa tambahan terapi lain
Nonresponder awal : Resisten steroid sejak terapi awal
1. Siklofosfamid (CPA)
29
Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat
menimbulkan remisi. Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan
pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena
SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada
pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau
menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.
2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%. Efek samping CyA
adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga bersifat
nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada
pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap :
3. Metilprednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil
prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau
klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000
mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.
30
Minggu Metilprednisolon Jumlah Prednison oral
ke-
31
Gambar . Skema tata laksana sindrom nefrotik
32
merupakan sitokin penting yang berperan pada terjadinya glomerulosklerosis.
Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS,
berarti anak dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai
risiko untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS. Dalam
kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan
hasil penurunan proteinuria lebih banyak.
Pada anak dengan SNRS relaps sering, dependen steroid dan SNRS
dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB,
bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa
digunakan adalah:
• Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5
mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis,26 lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
• Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal
1. INFEKSI
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat
infeksi perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama
adalah selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya
disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu
diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin
generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Infeksi lain
yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran
napas atas karena virus.
33
2. TROMBOSIS
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan
bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat
trombosis pembuluh vaskular paru yang asimtomatik. Bila diagnosis trombosis
telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin
secara subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih.
Pencegahan tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak
dianjurkan.
3. HIPERLIPIDEMIA
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan
VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL
menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik,
sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan progresivitas
glomerulosklerosis.
4. HIPOKALSEMIA
34
5. HIPOVOLEMIA
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan
sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan
cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1
g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila
hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2
mg/kgbb intravena.
6. HIPERTENSI
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
35
Kebanyakan anak dengan SN mengalami remisi. Hampir 80% anak
dengan SNKM mengalami relaps, yang didefinisikan sebagai proteinuria masif
yang menetap selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. Proteinuria transien
(kurang dari 3 hari) dapat terjadi bila terdapat infeksi dan tidak termasuk relaps.
Terapi steroid efektif untuk mengatasi relaps. Pasien yang sensitif steroid berisiko
rendah mengalami gagal ginjal kronik. Pasien dengan GSFS (glomerulonefritis
fokal segmental) mulanya memberikan respons terhadap terapi steroid, namun
kemudian menjadi resisten. Pasien dengan GSFS dapat berkembang menjadi
gagal ginjal terminal. Pada anak yang menjalani transplantasi ginjal, rekurensi
GSFS berkisar 30%.
36
REKAM MEDIS
IDENTITAS PASIEN
Umur : 16 tahun
Pendidikan : SMK/Pelajar
Agama : Islam
ANAMNESIS
Tanggal : 25 Juli 2017 di poli anak dilakukan secara auto dan aloanamnesa
dengan ibu pasien
Pasien datang ke poli anak RSUD RAA Soewondo Pati dengan keluhan
kontrol. Pasien di diagnosa sindrom nefrotik sejak usia 4 bulan yang lalu.
Berdasarkan catatan medis, pasien datang ke UGD RSUD RAA soewondo pati
dengan keluhan bengkak 2 minggu SMRS. Bengkak timbul perlahan-lahan
dimulai dari kedua kelopak mata lalu ke seluruh tubuh. Bengkak sulit kembali
ketika ditekan. Keluhan nyeri, gatal, dan kemerahan pada daerah yang bengkak
disangkal. Demam, riwayat sesak napas saat aktivitas, kebiruan, batuk, dan
konsumsi obat juga disangkal. Riwayat alergi disangkal. Pasien mengaku baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Pada keluarga tidak pernah ada yang
menderita bengkak seperti ini atau kelainan ginjal. Riwayat sakit jantung atau
37
tekanan darah tinggi pada keluarga , dan kontak dengan orang yang batuk lama
disangkal.
38
Riwayat Pengobatan
Obat-obat rutin diminum : sejak 4bulan yang lalu mengonsumsi prednisone, saat
ini pasien sudah tidak minum prednisone sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat Perinatal
Riwayat Imunisasi
Riwayat Pertumbuhan
- BB/TB : 94 % (Normal)
- IMT/U : 84,2 %
PEMERIKSAAN FISIK
39
Tanggal : 27 Juli 2017
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Sistem
40
Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran
Palpasi : Turgor kulit normal, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : Akral dingin (-), edema (-), capillary refill time < 2 detik
- Kulit : sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit normal
- KGB : pembesaran (-)
Pemeriksaan neurologis :
Pemeriksaan Laboratorium
Berat Jenis >1.010 1.015 1.015 1.015 1.015 1.015 1.015 1.015
Protein - - - - - - + -
Bilirubin - - - - - - - -
Nitrit - - - - - - -
Sedimen
Epitel + + ++ + + + ++ ++
41
-Eritrosit 1-2 1-2 2-3 0-1 - - 3-4 3-4
-Kristal - - - - - - - +
amorf
Darah samar - - + +
Bilirubin - - - -
Nitrit - - - -
Sedimen
Epitel + ++ + +
-Kristal - +Ca - -
oxalate
42
Hematologi Nilai rujukan 11/03/17 13/03/17
analyzer
MCV 82 – 92 83 83
HITUNG JENIS
43
KIMIA KLINIK
Ureum 10 – 50 31
EKG 11/3/17 : Irama sinus, R-R 826 107 ms, QRS 86 ms, QT 400 ms, Axis 75
deg > dalam batas normal
RESUME
44
Pada pemeriksaan fisik pada tanggal 21/03/2017 didapatkan oedem pada
kelopak mata dan ekstremitas, tidak kemerahan dan tidak terdapat nyeri
Diagnosa Kerja :
PENGKAJIAN
Clinical Reasoning :
- Bengkak seluruh tubuh sejak 2 minggu yang muncul perlahan dan progresif
dimulai dari kelopak mata
- Urinalisis : protein 4+, leukosit 3-5 LBP, eritrosit 10-15 LPB, dan berwarna agak
keruh.
Diagnosa Banding : -
45
RENCANA TERAPI FARMAKOLOGIS
RENCANA EVALUASI
- Pemantauan urinalisa
- Darah lengkap
- Kolesterol
- Tekanan darah
- Visus dan pemeriksaan fisik mata
- Tinggi badan & berat badan untuk pantau pertumbuhan
EDUKASI
- Istirahat cukup
- Jaga daya tahan tubuh karena pasien dengan sindrom nefrotik mudah terkena
infeksi
- Atur pola makan
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad functionam: dubia
46
ANALISIS KASUS
Teori Kasus
Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis • Protein urin dipstick 4+
yang ditandai dengan gejala: • Hipoalbumin : 1,4 g/dl
• Proteinuria massif (≥40 mg / m2/ LBP / • Edema anasarka
jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio • Hiperkolesterolemia:
protein/kreatinin pada urin sewaktu > kolesterol total 562 mg/dL,
2mg/ mg atau dipstick ≥ 2+) dan trigiliserida 152mg/dL
• Hipoalbuminemia ≤ 2,5g /dL
• Edema
• Hiperkolesterolemia > 200 mg / dL
Epidemiologi
Sindrom nefrotik banyak menyerang pada Pasien laki-laki berusia 17 tahun
anak dengan usia kurang dari 16 tahun, paling
banyak usia 3-5 tahun. Perbandingan anak
lak-laki : perempuan 2 : 1
Faktor resiko
• Sindrom Nefrotik kongenital Sindrom nefrotik idiopatik
• Sindrom Nefrotik primer/ idiopatik
• Sindrom Nefrotik sekunder
Anamnesa dan pemeriksaan fisik
• Edema pada jaringan yang rendah • Bengkak seluruh tubuh sejak 2
(misalnya daerah periorbita skrotum atau minggu SMRS
labia). Akhirnya edema menjadi • Diare
menyeluruh dan masif (anasarka)
• Asites
• Gejala gastrointestinal, seperti diare
• Hipertensi lebih dari 90th persentil umur
• Sesak napas akibat efusi pleura
• Gangguan psikososial
47
Pemeriksaan penunjang
• Urinalisa: proteinuria • Darah Lengkap
• Albumin : hipoalbumin • Kimia darah : hipoalbumin 1,4
• Kolesterol : meningkat • Kolesterol tinggi dan
• Foto torax : efusi pleura kolesterol total meningkat
• USG abdomen : efusi pleura, dan asites 562, trigliserida meningkat
• Darah lengkap 153
• Urinalisis didapatkan protein
positif 4, leukosit 3-5 LBP,
eritrosit 10-15 LPB, dan
berwarna agak keruh
Tata laksana
• Prednison inisial/full dose 80 mg terbagi • Prednison inisial/full dose 5
dalam 3 dosis selama 4 minggu mg dengan dosis total sehari
• Alternate dose 2/3 dari full dose dibagi 80 mg 6-5-5 selama 30 hari
dalam beberapa dosis selama 4 minggu (13 Maret- 11 April 2017)
kemudian tapering off dosis alternate • Lasik 2 x 1 tab selama 11 hari
selama 3 bulan perawatan di RS
• Furosemid • Prednisone alternate dose
• Koreksi albumin jika sudah diberikan pertama dimulai 12 April-16
diuretic tetapi masih edema Mei 2017 selama 35 hari
• Ace Inhibitor dengan dosis sehari 60 mg
• Diet protein seimbang Senin Rabu Jumat 5-4-3
• Diet rendah garam dan lemak • Tapering of Prednison
dimulai 17 Mei 2017, yaitu
Minggu I 43-2, Minggu II 4-2-
1, Minggu III 3-2-1, Minggu
IV : 2-1-0
• Captopril 12,5 tab 2 x 1
selama 39 hari dimulai 11
Maret-18 April 2017
• Furosemid 1-0-1 selama 22
48
hari dimulai 11 April – 2 Mei
2017
• Diet rendah garam&lemak
Prognosis
Prognosis baik jika dapat didiagnosis segera • Ad vitam : Dubia
dan sensitif steroid. Prognosis baik, kecuali • Ad sanactionam: Dubia
menderita untuk pertama kalinya pada umur • Ad fungsionam: Dubia
di bawah 2 tahun, disertai oleh hipertensi,
hematuria nyata, jenis sindrom nefrotik
sekunder dan resisten steroid.
49
BAB 3
KESIMPULAN
50