Fome TB
Fome TB
Kelompok 553-B
Anggota Kelompok:
Adhelia Galuh P. A. G99162142
Febimilany Riadloh G99161042
Irma Kurniawati G99162139
Purnomo Andimas E G99161077
Zaka Jauhar Firdaus G99162138
Pembimbing :
Arsita Eka Prasetyawati, dr., M.Kes.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER TAHAP PROFESI
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PUSKESMAS
KELOMPOK 553-B
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
2
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING FAKULTAS
KELOMPOK 553-B
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Dr. dr. Eti Poncorini Pamungkasari, M.Pd dr. Arsita Eka Prasetyawati, M.Kes
NIP. 19750311 200212 2 002 NIP.19830621 200912 2 003
3
KATA PENGANTAR
1. Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. dr. Eti Poncorini Pamungkasari, M.Pd, selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. dr. Arsita Eka Prasetyawati, M.Kes, selaku pembimbing FOME IKM/FK
UNS.
4. dr. Heri Wijanarko, M.Si, selaku Kepala Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
5. dr. Retnowati, selaku pembimbing FOME di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
6. Seluruh staf di Puskesmas Sangkrah dan seluruh staf bagian IKM FK UNS.
7. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Surakarta, Maret 2018
Kelompok 553-B IKM/FK UNS
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ 2
KATA PENGANTAR .................................................................................. 4
DAFTAR ISI ............................................................................................... 5
DAFTAR TABEL ........................................................................................ 7
DAFTAR GAMBAR................................................................................... 8
5
G. FAKTOR NON PERILAKU YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN ................................. 24
H. IDENTIFIKASI INDOOR DAN OUTDOOR .................. 25
TAHAP IV. DIAGNOSIS HOLISTIK..........................................................26
A. DIAGNOSIS HOLISTIK ................................................. 26
TAHAP V. PEMBAHASAN DAN PENATALAKSANAAN
KOMPREHENSIF .................................................................. 28
A. TUBERKULOSIS............................................................. 28
B. PEMBAHASAN............................................................... 40
C. SARAN KOMPREHENSIF.............................................. 41
D. FLOW SHEET....................................................................43
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 45
A. SIMPULAN ..................................................................... 45
B. SARAN ............................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46
LAMPIRAN ................................................................................................ 48
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah ........... 9
7
DAFTAR GAMBAR
8
TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Kesimpulan :
Keluarga Tn. N (76 tahun) adalah nuclear family yang terdiri atas 2 orang.
Pasien tinggal satu rumah bersama istri yaitu Ny. B (58 tahun).
TAHAP II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
9
Nama : Tn. N
Usia : 76 tahun
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 167 cm
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Kristen
Alamat : Semanggi RT 03 / RW 06, Surakarta
Tanggal Pemeriksaan: 1 Maret 2018
B. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara autoanamnesis saat home visit.
a. Keluhan Utama
Batuk yang tak kunjung sembuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien 3 bulan yang lalu dibawa ke Puskesmas Sangkrah karena
mengeluh batuk yang tak kunjung sembuh. Batuk dirasakan selama 3
minggu. Pasien batuk berdahak dengan disertai dahak berwarna putih.
Selain itu pasien juga mengeluhkan berkeringat saat tidur malam hari
padahal istrinya tidak berkeringat saat tidur. Demam dan batuk berdarah
tidak didapatkan.
Pasien kemudian diperiksa dahaknya di Puskesmas Sangkrah dan
didapatkan hasil positif terdapat bakteri M. tuberculosis. Kemudian oleh
pihak Puskesmas Sangkrah pasien diberikan OAT untuk diminum
selama 1 bulan. Kemudian pasien rutin minum obat tersebut selama 1
bulan, namun karena merasa sudah tidak ada keluhan pasien
menghentikan pengobatannya secara sepihak.
Saat ini pasien tidak mempunyai keluhan dan merasa dirinya sudah
sembuh dari penyakit tersebut. Dari pihak Puskesmas Sangkrah sudah
memberikan edukasi terhadap pasien untuk terus melanjutkan
pengobatannya selama 6 bulan namun pasien tetap tidak mau untuk
10
melanjutkan pengobatan tersebut karena merasa sudah sembuh dari
penyakitnya.
Pasien tidak memiliki keluhan buang air kecil dan buang air besar.
Pasien juga tidak memiliki riwayat trauma.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
e. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : disangkal
f. Riwayat Gizi
Pasien makan 1-2 kali sehari dengan nasi dan sayur. Pasien jarang
mengkonsumsi daging dan buah.
g. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama dengan istrinya. Pasien berobat ke Puskesmas
dengan fasilitas KIS (Kartu Indonesia Sehat). Saat ini pasien tidak
bekerja, istri pasien bekerja sebagai penjual nasi keliling. Menurut
pasien penghasilan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Baik
Derajat Kesadaran : Compos mentis
b. Status gizi : Baik
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 167 cm
IMT : 19,7
11
c. Tanda vital
Suhu : 36,8 oC
Denyut nadi : 90 x/menit
Frekuensi pernapasan : 22 x/menit
Tekanan darah : 140/90 mmHg
d. Kulit
Warna kecoklatan, kelembaban baik, turgor baik.
e. Kepala
Mesocephal, rambut kehitaman, tidak mudah rontok
f. Mata
Cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, konjungtiva pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), oedem palpebra
(-/-), refleks cahaya (+/+).
g. Hidung
Bentuk normal, napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-),
deformitas (-), deep nasal bridge (-).
h. Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), mukosa
basah (+)
i. Tenggorokan
Uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-), pseudomembran
(-)
j. Telinga
Bentuk aurikula dextra et sinistra normal, kelainan liang telinga (-),
serumen (-/-), sekret (-), low-set ears (-).
k. Leher
Bentuk normal, trakhea di tengah, kelenjar thyroid tidak membesar.
l. Limfonodi
Kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis, supraklavikularis,
aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.
m. Thorax
12
Bentuk normochest, retraksi (-) interkostal dan sub sternal, iga
gambang (-), gerakan simetris kanan = kiri
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah :SIC IV linea midclavicularis sinistra
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dekstra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar: Spatium Intercostae (SIC) V
kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler menurun di SIC 2 -3
dextra, ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi
basah halus (-/-)
n. Abdomen :Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
o. Ekstremitas :
akral dingin sianosis oedem
- - - - - -
- - - - - -
13
Capillary Refill Time< 2 detik, A. dorsalis pedis teraba kuat
D. ASSESMENT
Tuberkulosis Paru Kasus Baru
E. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Isoniazid 4 x 150 mg
Rifampisin 4 x 75 mg
Pirazinamid 4 x 400 mg
Etambutol 4 x 275 mg
b. Non Medikamentosa
Edukasi dari Puskesmas :
Ketaatan minum obat
Pemakaian masker selama menjalani pengobatan
Etika batuk yang benar
Menjelaskan dampak yang dapat terjadi jika obat tidak diminum
teratur
Rutin memantau kepatuhan pasien menjalani pengobatan
melalui pengawasan minum obat yaitu Ny. B sebagai istri pasien
F. RESUME
Keluarga Tn. N berbentuk nuclear family dan beranggotakan 2
orang. Didapatkan masalah kesehatan Tn. N usia 76 tahun yaitu
tuberkulosis paru kasus baru. Dari autoanamnesis didapatkan pasien Tn. N
awalnya 3 bulan yang lalu dibawa ke Puskesmas Sangkrah karena
mengeluh batuk yang tak kunjung sembuh. Batuk dirasakan selama 3
minggu. Pasien batuk berdahak dengan disertai dahak berwarna putih.
Selain itu pasien juga mengeluhkan berkeringat saat tidur malam hari
14
padahal istrinya tidak berkeringat saat tidur. Demam dan batuk berdarah
tidak didapatkan.
Pasien kemudian diperiksa dahaknya di Puskesmas Sangkrah dan
didapatkan hasil positif terdapat bakteri M. tuberculosis. Kemudian oleh
pihak Puskesmas Sangkrah pasien diberikan kombinasi OAT untuk
diminum selama 1 bulan. Kemudian pasien rutin minum obat tersebut
selama 1 bulan, namun karena merasa sudah tidak ada keluhan pasien
menghentikan pengobatannya secara sepihak.
Saat ini pasien tidak mempunyai keluhan dan merasa dirinya sudah
sembuh dari penyakit tersebut. Dari pihak Puskesmas Sangkrah sudah
memberikan edukasi terhadap pasien untuk terus melanjutkan
pengobatannya selama 6 bulan namun pasien tetap tidak mau untuk
melanjutkan pengobatan tersebut karena merasa sudah sembuh dari
penyakitnya.
Pasien memiliki frekuensi makan 1-2 kali sehari dengan nasi dan
sayur, pasien juga jarang mengkonsumsi daging dan buah. Status gizi
pasien kesan gizi baik. Pasien tidak rutin berolahraga. Kebiasaan merokok
dan minum alcohol juga disangkal pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, tekanan darah
pasien 140/90 mmHg. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kelainan
pada auskultasi paru yaitu suara dasar vesikuler yang menurun di SIC 2 -3
dextra.
Pasien tinggal bersama dengan istrinya. Pasien berobat ke
Puskesmas fasilitas KIS. Saat ini pasien tidak bekerja, istri pasien bekerja
sebagai penjual nasi keliling. Menurut pasien penghasilan mereka cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
15
TAHAP III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis dan Klinis
Pasien Tn. N tinggal bersama dengan keluarganya yang terdiri dari
istri Ny. B. Tidak ada riwayat penyakit menurun (herediter) dari keluarga
Tn. N.
2. Fungsi Psikologis
16
Hubungan yang terjadi dalam keluarga ini cukup baik. Jarang
timbul masalah diantara tiap anggota keluarga. Apabila ada masalah,
mereka akan berdiskusi bersama, keputusan yang diambil juga diputuskan
bersama agar tidak ada yang merasa diperberat.
3. Fungsi Sosial Budaya
Pasien tidak memiliki kedudukan tertentu dalam masyarakat, hanya
sebagai anggota masyarakat biasa. Meskipun demikian, keluarga Tn. N
cukup aktif berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan seperti arisan,
dan PKK.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Tn. N saat ini sudah tidak bekerja dan Ny. B sebagai seorang
penjual nasi keliling. Selama satu bulan kurang lebih jumlah penghasilan
keduanya adalah Rp. 600.000,00 hingga Rp. 900.000,00. Jumlah ini
dibawah UMR (Upah Minimum Regional) Kota Surakarta Tahun 2018
yaitu Rp. 1.668.000,00. Penghasilan keduanya yang tidak pasti dan
perekonomian yang kurang stabil menyebabkan kendala dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari pasien.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Keputusan penting keluarga tetap dipegang oleh Tn. N selaku
kepala keluarga. Hubungan antar anggota keluarga tergolong harmonis.
Antara anggota satu dengan lainnya dapat saling mendukung dan saling
menyayangi. Selain itu hubungan keluarga Tn. N dengan tetangga dan
masyarakat sekitar juga terjalin dengan baik. Tn. N juga merasa tidak
memiliki kendala dalam beradaptasi dengan masyarakat dan budaya di
sekitar tempat tinggalnya.
Kesimpulan:
Fungsi holistik keluarga Tn. N cukup baik, karena fungsi biologis,
psikologis, sosial budaya, penguasaan masalah, dan adaptasi baik. Hanya
saja saat ini fungsi ekonomi keluarga pasien masih terganggu karena
penghasilan Tn. N dan Ny. B yang tidak menentu.
B. FUNGSI FISIOLOGIS
17
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain. Wawancara hanya dilakukan pada Tn. N karena anggota
keluarga lainnya tidak dapat ditemui, sehingga tidak dapat dinilai.
1. Adaption
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut
beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran
dari anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana
keluarga menjadi tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi
masalah. Fungsi ini dalam keluarga Tn. N sudah berjalan cukup baik karena
sampai saat ini tidak ada masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.
2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut, bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya
bersama-sama. Setiap kali menghadapi masalah ataupun kesulitan, keluarga Tn.
N akan membicarakan masalah tersebut terlebih dahulu. Sekalipun Tn. N
bertindak sebagai kepala keluarga, namun Tn. N tidak serta merta mengambil
keputusan atas masalah dalam keluarganya. Selain itu Tn. N juga selalu
menanyakan kepada setiap anggota keluarganya jika memang sedang terjadi
masalah.
3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut. Dalam keluarga tidak pernah ada bagian
keluarga yang mengatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas dan tanpa solusi
dalam menyelesaikan masalahnya. Istri pasien sangat mendukung ketika Tn. N
harus melakukan pengobatan kontrol rutin ke puskesmas terdekat.
4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar
anggota keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama
18
lain dan saling memberi dukungan serta mengekspresikankasih sayangnya.
Hubungan yang terjalin antar anggota dalam keluarga Tn. N cukup baik. Tn. N
menyatakan mereka saling mengasihi dan menyayangi.
5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan
dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Setiap
permasalahan dalam keluarga Tn. N akan diselesaikn dengan jalan musyawarah
bersama, begitu pula dengan proses penetapan keputusannya
Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Tn. N dapat dilihat pada Tabel 2.
19
Saya merasa puas ketika keluarga saya menghabiskan
R 2
waktu bersama-sama.
Total Nilai APGAR 9
Sumber : Data primer, Maret 2018
Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga Tn. N tergolong baik. Hal ini terlihat dari total
skor APGAR 9. Wawancara hanya dilakukan pada Tn. N karena anggota
keluarga lainnya tidak dapat ditemui, sehingga tidak dapat dinilai.
C. FUNGSI PATOLOGIS
Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga Tn. N menghadapi permasalahan. Fungsi patologis
keluarga Tn. N dapat diamati pada Tabel 3.
Kesimpulan:
Fungsi patologis keluarga Tn. N mengalami gangguan pada area ekonomi.
20
D. GENOGRAM
Keterangan:
= pasien = perempuan
= laki-laki 21
E. Pola Interaksi Keluarga
Tn. N Ny. B
Gambar 2. Pola Interaksi Keluarga Tn. N
Sumber : Data primer, Maret 2018
Keterangan :
: Hubungan harmonis
: Hubungan tidak harmonis
Kesimpulan :
Hubungan antar anggota keluarga Ny. S harmonis dan dekat.
22
untuk mengikuti saran dan anjuran dari dokter untuk memodifikasi diet dan gaya
hidupnya.
23
H. Identifikasi Outdoor dan Indoor
Keterangan:
1. Luas rumah 70 m2, lantai sudah diplester namun di dapur lantai masih
tanah, dinding tembok bata namun tidak diplester, dengan pencahayaan
kurang.
2. Penggunaan PDAM untuk mandi, mencuci, dan memasak.
3. Keadaan dalam rumah kurang rapi, kurang bersih, dan kurang terawat.
4. Lingkungan Outdoor
a. Tidak terdapat pagar pada bagian depan maupun belakang rumah.
b. Jarak ke rumah warga sekitar terlalu dekat.
c. Tidak terdapat tempat pembuangan sampah yang cukup, memiliki
batas seperti bak, namun tidak ada penutup. Sampah biasanya dibakar.
24
TAHAP IV
DIAGNOSTIK HOLISTIK
A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
Pasien berusia 76 tahun dalam nuclear family dengan diagnosis
tuberkulosis paru kasus baru. Dari penilaian aspek personal, didapatkan
pasien tidak mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Dari segi fungsi psikologis, pasien tidak mengalami depresi, ansietas, maupun
stres.
Aspek II: Klinis
Pasien didiagnosis menderita tuberkulosis.
Aspek III: Faktor Internal
Pendidikan keluarga pasien kurang memadai untuk membantu proses
pengobatan pasien. Dukungan keluarga dirasakan kurang karena keluarga
tidak memotivasi pasien untuk rutin kontrol dan menjaga pola makan. Selain
itu, keluarga juga jarang mengingatkan pasien untuk meminum obat sesuai
anjuran dokter.
Aspek IV: Faktor Eksternal
Kondisi sosial keluarga pasien sudah cukup baik. Hubungan yang
terjadi dalam keluarga cukup harmonis. Keluarga bersosialisasi dengan
lingkungan dengan baik. Dari segi ekonomi, penghasilan pasien dan istri tidak
tetap, sehingga perekonomian keluarga pasien tidak stabil. Keadaan
lingkungan indoor maupun outdoor kurang baik dalam hal kurangnya
ventilasi setiap ruangan, kerapian dan kebersihan ruangan.
Aspek V: Derajat Fungsional
Kategori derajat fungsional :
1 : SEHAT tidak butuh bantuan
2 : sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)
3 : sakit sedang
4 : sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)
5 : 100% ADL butuh orang lain
25
derajat fungsional 3.
26
TAHAP V
PEMBAHASAN DAN PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
A. TUBERKULOSIS
I. Definisi
Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang
menular dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai
dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi (Wahid dan
Suprapto, 2014). Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi
dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges,
ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu
setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Alsagaf,
2006; Smeltzer dan Bare, 2002).
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat
hidup terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan
parsial tinggi. Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut
pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab (Depkes RI, 2008) .
27
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya (Price, 2012).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut (Depkes RI, 2008; Kemenkes RI, 2011).
III. Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sepertiga
populasi dunia (2 triliyun manusia ) terinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika,
dan Amerika Latin. Tuberculosis terutama menonjol di populasi yang
mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan yang
kurang dan perpindahan penduduk. Pada tahun 2005 tercatat ada 8,9 juta
pasien TB baru dan 1,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi
pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat
TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan
nifas (WHO, 2004; Green E et al, 2010).
Gambar 1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)
28
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal
tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat (Made Agus Nurjana, 2015).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada
negara sedang berkembang.
Kegagalan program TB selama ini
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan
Dampak pandemi HIV
29
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien
TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi
TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika
terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula
(Aditama et al, 2006; Depkes RI, 2008).
V. Etiologi
Etiologi penyakit tuberculosis yaitu oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis (Price, 2012).
VI. Patogenesis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman
apat tahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian
baru oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan
oleh makrofag keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan
silia dengan sekretnya (Corwin, 2005; Price, 2012; Tabrani, 2010).
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
30
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang atau afek
primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap
bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi
pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan
limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier (Corwin, 2005; Price, 2012;
Tabrani, 2010).
Tuberkulosis Primer
31
Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis
fibrosis, kalsifikasi di hilus
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni
menyebar ke skitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun sebelahnya, c). Secara limfogen, d). Secara
hematogen
VII. Diagnosis
Gejala Klinik
Demam: biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi
kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C, demam hilang
timbul
Batuk, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (sputum).
Keadaan lanjut dapat terjadi batuk darah
Sesak napas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut, yang infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-paru
32
Nyeri dada. Nyeri dada timbul bila infiltrate radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
(Kurnia et al, 2016).
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat
badan menurun. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai
adalah bagian apex paru, bila dicurga adanya infiltrate yang luas, maka
pada perkusi akan didapatkan suara redup, auskultasi bronchial dan suara
tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi
penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi vesicular melemah. Bila
terdapat kavitas yang luas akan ditemukan perkusi hipersonor atau
tympani (Kurnia et al, 2016).
Pemeriksaan Radiologis
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
banyangn terlihat berupa bulatan dengan batas tegas, lesi dikenal sebagai
tuberkuloma
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdiniding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.
Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan bergaris-garis. Pada kalsifikasi
bayangannya terlihat sebagai bercak-bercak pada dengan densitas tinggi.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TB paru adalah
penebalan pleura, efusi pleura, empiema. (Kurnia et al, 2016)
33
Diagnosis Tuberkulosis (TB)
WHO tahun 1991 memberikan criteria :
1) Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
34
VIII. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus (Kemenkes RI, 2011).
2. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).
35
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan (Kemenkes RI, 2011).
IX. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan
kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul
resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja
lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan
kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki
mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan
lambat dibandingkan antibakteri lain (Horsburgh et al, 2015).
36
Pengobatan pasien tuberkulosis menurut buku “Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis” yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan RI tahun 2011 adalah sebagai berikut :
37
X. Komplikasi
38
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Pancet’s arthropathy
Komplikasi lanjut Obstruksi jalan napas SOFT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat
SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier
dan kavitas TB (Alsagaff, 2006; Sudoyo, 2007).
B. PEMBAHASAN
Keluarga Tn. N (76 tahun) adalah nuclear family yang terdiri atas 2
orang. Pasien tinggal satu rumah bersama istri Ny. B. Dalam keluarga
tersebut, terdapat satu orang sakit yaitu Tn. N usia 76 tahun dengan diagnosis
Tuberkulosis Paru Kasus Baru. Saat ini pasien tidak bekerja, istri pasien
bekerja sebagai penjual nasi keliling.
Dari aspek tatalaksana penyakit, pasien seharusnya mendapatkan obat
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang merupakan golongan
obat anti tuberkulosis dengan dosis isoniazid 4 x 150 mg, rifampisin 4 x 75
mg, pirazinamid 4 x 400 mg, dan etambutol 4 x 275 mg. Menurut WHO,
seharusnya tuberkulosis paru kasus baru mendapatkan terapi medikamentosa
kombinasi antara isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang
diberikan selama 2 bulan. Obat anti tuberkulosis tersebut tersedia di
puskesmas dan diberikan secara gratis.
Dari aspek lingkungan fisik, pasien memiliki masalah karena tinggal di
dalam rumah yang kurang bersih dan kurang terawat. Sedangkan dari
lingkungan non fisik pasien tidak ada masalah.
Fungsi holistic keluarga Tn. N cukup baik, karena fungsi biologis,
psikologis, sosial budaya, penguasaan masalah, dan adaptasi baik. Hanya saja
saat ini fungsi ekonomi keluarga pasien masih terganggu karena penghasilan
Tn. N dan Ny. B yang tidak menentu.
39
Fungsi fisiologis keluarga Tn. N tergolong baik. Hal ini terlihat dari total
skor APGAR 9.
Fungsi Patologis keluarga Tn. N terganggu pada bagian ekonomi.
Fungsi ekonomi keluarga Tn. N dapat dikatakan tidak stabil. Penghasilan
keduanya yang tidak pasti dan perekonomian yang kurang stabil
menyebabkan kendala dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kebersihan pribadi juga dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan.
Lingkungan tempat tinggal kurang bersih dan kurang terawat. Beberapa ruang
dalam rumah tampak kurang tertata rapi. Halaman rumah keluarga Tn. N
terhubung dengan halaman rumah tetangga lain, selain itu terdapat tempat
pembuangan sampah yang berada di halaman depan, namun tidak memiliki
batas seperti bak maupun penutup, karena sampah biasanya dibakar saat
sudah terkumpul. Perlu dibangun kesadaran untuk memperbaiki kebersihan
pada lingkungannya.
Mengingat kondisi penyakit pasien yang bersifat kronis dengan
pengobatan yang membutuhkan jangka waktu yang lama, penting untuk
mengetahui manajemen pasien dengan penyakit kronis bagi pihak puskesmas
dan keluarga. Untuk meningkatkan dukungan keluarga terhadap pengobatan
pasien, penting diberikan edukasi kepada keluarga mengenai manajemen
pasien dengan penyakit kronis. Menjalin komunikasi antara dokter dengan
pasien dan mengajak pasien mengikuti kegiatan masyarakat merupakan salah
satu bentuk manajemen pasien dengan penyakit kronis yang baik (Ferris et
al., 2017; Sendall et al., 2017).
C. SARAN KOMPREHENSIF
1. Promotif
a. Puskesmas lebih aktif untuk mempromosikan kepada masyarakat
mengenai tuberkulosis sehingga masyarakat paham mengenai tanda dan
gejala, komplikasi, pengobatan dan cara pencegahan.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik secara langsung dalam
acara khusus maupun disisipkan dalam acara lain seperti rapat
koordinasi, posyandu, program prolanis, hingga pengajian mengenai
40
edukasi tentang gizi dan pola hidup sehat melalui kader, bidan atau
petugas terkait secara berkala
c. Memberikan edukasi kepada anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah mengenai kondisi penderita sehingga dapat mendukung
pengobatan pasien.
d. Keluarga penderita harus lebih meningkatkan perilaku hidup sehat,
dengan meningkatkan asupan gizi, sadar akan kebersihan dan
karakteristik lingkungan yang sehat untuk meningkatkan kesehatan.
2. Preventif
a. Meningkatkan kesadaran untuk mengatur makanan yang dikonsumsi dan
pola hidup sehat.
b. Meningkatkan kesadaran agar rutin meminum obat, mengingat
pengobatan tuberkulosis membutuhkan jangka waktu yang lama.
3. Kuratif
a. Mengatur pola makan.
b. Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga.
c. Mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan.
4. Rehabilitatif
a. Melakukan terapi rutin ke bagian penyakit paru.
41
FLOW SHEET
Nama : Tn. N
Diagnosis : Tuberkulosis Paru
Keluhan/
No Tgl Pemeriksaan Fisik Terapi Planning Target
Kondisi Pasien
1. 01-03- Batuk yang tak Tanda Vital: a. Medikamentosa Pemberian 1. OAT
2018 kunjung sembuh - TD : 140/90 mmHg OAT serta dikonsumsi setiap
Isoniazid 4 x 150 mg
- Nadi: 90 x/menit (reguler, isi kontrol jika hari sesuai dosis
cukup, simetris) Rifampisin 4 x 75 mg ada efek dan cara yang
- Pernafasan: 22 x/menit samping yang benar
- Suhu: 36,80C per axiler Pirazinamid 4 x 400 mg muncul dari 2. Mengerti
Status Gizi : kesan gizi baik Etambutol 4 x 275 mg OAT mengenai TB dari
1. Kepala : dbn faktor risiko,
2. Thoraks : dbn terapi, dan
3. Cor : dbn b. Non Medikamentosa komplikasi
4. Pulmo : : Suara dasar 3. Mengerti etika
vesikuler menurun di SIC 2 -3 Edukasi dari Puskesmas : batuk dan
dextra membuang dahak
Ketaatan minum obat
5. Ekstremitas : dbn yang benar
Pemakaian masker selama
menjalani pengobatan
Etika batuk yang benar
Menjelaskan dampak yang
dapat terjadi jika obat tidak
42
diminum teratur
Rutin memantau kepatuhan
pasien menjalani
pengobatan melalui
pengawasan minum obat
yaitu Ny. B sebagai istri
pasien
43
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Keluarga Tn. N merupakan nuclear family dengan fungsi fisiologis baik dan
fungsi patologis di bidang ekonomi.
2. Fungsi psikologis dan sosialisasi keluarga Tn. N terjalin dengan baik yang
dibuktikan dengan komunikasi yang baik antar anggota keluarga
3. Penyakit pada pasien Tn. N merupakan penyakit yang bersifat kronis dan
pengobatannya membutuhkan jangka waktu yang lama. Perlu adanya
dukungan dari keluarga agar proses terapi bisa diawasi dengan baik.
4. Tn. N dan keluarganya perlu diberikan edukasi lebih lanjut mengenai
tuberkulosis untuk meningkatkan dukungan keluarga dalam pengobatan pasien.
B. SARAN
1. Keluarga Tn. N hendaknya memberikan dukungan dan mengawasi minum obat
pasien.
2. Puskesmas dapat memberdayakan kader kesehatan sebagai perwakilan dari
puskesmas
3. Puskesmas dapat memberikan dukungan untuk rutin kontrol kepada pasien dan
keluarganya karena terapi yang dijalani membutuhkan konsisten.
4. Puskesmas hendaknya meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dengan memaksimalkan kerjasama lintas sektor pada pasien dengan
tuberkulosis di daerah kerja puskesmas untuk meningkatkan deteksi kasus,
memaksimalkan terapi pada pasien dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
5. Kegiatan home visit sebaiknya tetap dilaksanakan secara berkelanjutan untuk
dapat melihat permasalahan kesehatan pasien secara lebih komprehensif
DAFTAR PUSTAKA
44
Alsagaff, H., Mukty, A. (2006). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press.
Green E, Obi CL, Nchabeleng M, de Villiers BE, Sein PP, Letsoalo T, et al.
(2010). Drug-susceptibility patterns of mycobacterium tuberculosis in
Mpumalanga Province, South Africa : Possible guiding design of
retreatment regimen. J. Health Popul Nutr. p;28(1) : 7-13
Made Agus Nurjana . (2015). Faktor Risiko Terjadinya Tuberculosis Paru Usia
Produktif (15-49 Tahun) Di Indonesia. Jakarta : Media Litbangkes
Mubin, Halim. (2007). Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis
dan Terapi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
45
Price, Sylvia A. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Pross Penyakit,
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, W. Aru. et. al. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Lampiran 1. Dokumentasi
46
Keadaan rumah pasien:
47
Ruang Tamu Kamar Mandi
Kamar Tidur
48