Anda di halaman 1dari 8

AMOEBIASIS

Amoebiasis adalah penyebab yang umum dari diare kronik maupun

diare akut. Pengertian dari diare akut sendiri yaitu diare yang menetap lebih

dari 3-5 hari yang disertai oleh nyeri perut, kram perut, demam tidak begitu

tinggi, nyeri pada buang air besar, dan faeses berupa darah disertai lendir.

Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu,

penanganan diare kronik bersifat lebih kompleks dan menyeluruh

dibandingkan diare akut dan mengharuskan rujukan kepada dokter ahli,

penderita juga dapat mengalami kesukaran buang air besar (konstipasi) (

T.Declan Wash, 1997 )

Sifat-sifat yang khas pada disentri amoeba adalah :

1. Volume tinja pada setiap kali buang air besar pada disentri amoeba lebih

banyak

2. Bau tinja yang menyengat

3. Warna tinja umumnya merah tua dengan darah dan lendir tampak

bercampur dengan tinja ( Soedarto, 1990 )

a. Entamoeba histolytica

Diuraikan pertama kali oleh Losch, di Rusia ( 1875 ), dari tinja

seseorang yang terkena disentri. Organisme ini ditemukan di ulkus usus besar

manusia. Namun Losch tidak bisa membuktikan adanya hubungan kausal

antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut (Garcia, Lynne S, 2002)

Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan

26

dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus,


menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri

amoeba.

Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5

tahun. Disentri amoeba ditularkan lewat fekal oral, baik secara langsung

melalui tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan

yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung

kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat

penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara sedang berkembang

dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis

banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim

sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain

amoeba memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup

tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air

minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung,

seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik,

jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang

tercemar.

a). Distribusi Geografik

Amoebiasis terdapat di seluruh dunia, lebih sering di daerah tropis

ataupun subtropis. Namun di frekuensi dingin dengan keadaan sanitasi

buruk, frekuensi penyakitnya setara dengan di daerah tropis (

www.pubmed.gov )

27

b). Morfologi dan Siklus Hidup

Siklus hidup E. histolytica ini sangat sederhana, dimana parasit ini


di dalam usus besar akan memperbanyak diri. Dari sebuah kista akan

terbentuk 8 trofozoit yang apabila tinja dalam usus besarnya padat, maka

trofozoit akan langsung menjadi kista dan dikeluarkan bersama tinja.

Sementara apabila cair, pembentukan kista akan terjadi di luar tubuh.

Dalam siklus hidupnya, Entamoeba histolytica mempunyai 3

stadium, yaitu:

a. Bentuk histolitika

b. Bentuk minuta

c. Bentuk kista

Bentuk histolitika dan minuta merupakan bentuk trofozoit.

Perbedaan dari kedua bentuk trofozoit tersebut yaitu bentuk histolitika

bersifat patogen dan berukuran lebih besar dari minuta. Bentuk histolitika

berukuran 20-40 mikron, mempunyai inti entamoeba yang terdapat di

dalam endoplasma. Pergerakan bentuk histolitika dengan pseudopodium

yang dibentuk dari ektoplasma. Bentuk histolitika ini dapat hidup di

jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit, dan vagina.

Bentuk minuta adalah bentuk pokok. Tanpa bentuk minuta daur

hidup tidak dapat berlangsung. Bentuk minuta berukuran 10-20 mikron.

Inti entamoeba terdapat di endoplasma yang berbutir-butir.

Bentuk kista dibentuk dirongga usus besar. Bentuk kista berukuran

10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista dan

28

ada inti entamoeba. Bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat merupakan

bentuk infektif. Jadi, Entamoeba histolytica tidak selalu menyebabkan

penyakit (Gracia,Lynne S. 2002).


c). Infeksi

Bila kista matang tertelan, kista tersebut sampai di lambung dengan

keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Namun

pada pH netral atau alkali, organisme dalam kista akan aktif, untuk

kemudian berkembang menjadi 4 stadium trofozoit metakistik. Stadium ini

kemudian berkembang lebih lanjut menjadi trofozoit di dalam usus besar.

Di rongga usus halus dinding kista dihancurkan, terjadi eksistasi dan

keluarlah bentuk-bentuk minuta yang masuk ke rongga usus besar. Bentuk

minuta dapat berubah menjadi bentuk histolitika yang patogen dan hidup

di mukosa usus besar dan dapat menimbulkan gejala. Dengan aliran darah,

bentuk histolitika dapat tersebar ke hati, paru dan otak ( L.A,Juni Prianto,

2004 ).

d). Patologi dan Gejala Klinis

Cara kerjanya yaitu sebagai berikut : Bentuk histolitika memasuki

mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim yang dapat

menghancurkan jaringan. Enzim ini yaitu cystein proteinase yang disebut

histolisin. Lalu bentuk histolitika masuk ke submukosa dengan menembus

lapisan muskularis mukosae. Di submukosa ini, bentuk histolitika akan

membuat kerusakan yang lebih besar daripada di mukosa usus. Akibatnya

terjadi luka yang disebut ulkus amoeba. Bila terdapat infeksi sekunder,

29

maka terjadi peradangan. Proses ini dapat meluas di submukosa bahkan

sampai sepanjang sumbu usus. Bentuk histolitika banyak ditemukan di

dasar dan dinding ulkus. Dengan peristaltis usus, bentuk ini dikeluarkan

bersama isi ulkus rongga usus kemudian menyerang lagi mukosa usus
yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja ini disebut disentri, yaitu

tinja yang bercampur lendir dan darah.

Tempat yang sering dihinggapi (predileksi) adalah sekum, rektum,

sigmoid. Seluruh kolon dan rektum akan dihinggapi apabila infeksi sudah

berat.

Disentri amoeba merupakan bentuk dari amoebiasis. Gejala yaitu :

buang air besar berisi darah atau lendir, sakit perut, hilangnya selera

makan, turun berat badan, demam, dan rasa dingin. Yang adakalanya,

infeksi / peradangan dapat menyebar sampai ke bagian lain badan dan

menyebabkan suatu bisul seperti amoba. Salah satu dari organ/bagian

badan yang paling sering terpengaruh adalah hati. Ini dikenal sebagai

hepatic amoebiasis ( Gandahusada S, 2000 )

Bentuk amoebiasis klinis yang biasa dikenal yaitu :

a. Amoebiasis Intestinalis

Sering dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak enak

diperut yang samara-samar. Infeksi menahun dapat menimbulkan kolon

yang “irritable”. Amoebiasis yang akut mempunyai masa tunas 1-14

minggu. Penyakit menahun yang melemahkan ini mengakibatkan

menurunnya berat badan.

30

b. Amoebiasis Ekstra- Intestinalis

Gejalanya tergantung pada lokasi absesnya. Yang paling sering

dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan metastasis dari mukosa

usus melalui aliran system portal. Gejala amoebiasis hati berupa demam

berulang, disertai menggigil, sering ada rasa sakit pada bahu kanan.
Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai batuk dan nyeri tekan

intercostals, dengan demam dan menggigil. Amoebiasis ekstra

intestinalis ini dapat juga dijumpai di penis, vulva, kulit, atau tempat

lain dengan tanda-tanda mudah berdarah ( Gandahusada Srisasi, 2000 ).

e). Diagnosa

1). Amoebiasis Kolon Akut

Pada amoebiasis kolon akut biasanya diagnosisklinis ditetapkan

bila terdapat sindrom disentri disertai sakit perut (mules). Biasanya

gejala diare berlangsung tidak lebih dari 10 kali sehari. Diagnosis

laboratorium ditegakkan dengan manamukan Entamoeba histolytica

bentuk histolitika dalam tinja.

2). Amoebiasis Kolon Menahun

Amoebiasis kolon menahun biasanya terdapat gejala diare yang

ringan diselingi dengan obstipasi. Diagnosis laboratorium ditegakkan

dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk histolitika dalam

tinja. Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja perlu diulang 3

hari berturut-turut. Reaksi serologi perlu dilakukan untuk menunjang

diagnosis.

31

3). Amoebiasis Hati

Diagnosis klinis amoebiasis hati yaitu berat badan menurun,

badan terasa lemah, demam, tidak nafsu makan disertai pembesaran

hati. Pada pemeriksaan radiology biasanya didapatkan peninggian

diafragma. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan

Entamoeba histolytika. Bila amoeba tidak ditemukan, perlu dilakukan


pemeriksaan ulang ( Gandahusada Srisasi, 2000 )

f) Pengobatan

Pengobatan amoebiasis umumnya menggunakan antibiotic :

Mertonidazole

Obat ini efektif terhadap bentuk histolitika dan bentuk kista.

Efek sampingnya ringan, antara lain mual, muntah dan pusing. Dosis

untuk orang dewasa adalah 2 gr sehari selama 3 hari berturut-turut.

Emetin hidroklorida

Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Toksisitasnya

relative tinggi, terutama pada otot jantung. Dosis untuk orang dewasa

adalah 65 mg sehari, untuk anak-anak di bawah 8 th 10 mg sehari.

Lama pengobatan 4-6 hari berturut-turut. Pada orang tua dan orang

yang ounya sakit berat, pemberian harus dikurangi. Tidak dianjurkan

pada wanita hamil, penderita gangguan ginjal dan jantung.

Klorokuin

Obat ini merupakan amebisid jaringan, berkhasiat terhadap

bentuk histolitika. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan,

32

antara lain mual, muntah, diare, dan sakit kepala. Dosis untuk orang

dewasa adalah 1 gr sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari

selama 2-3 minggu. Obat ini juga efektif terhadap amoebiasis hati

(Gandahusada Srisasi, 2000).

g) Pencegahan

Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan dengan bersih

secara menyeluruh menggunakan sabun dan air panas setelah mencuci


anus dan sebelum maka. Menghindari berbagai handuk atau kain wajah.

Kebersihan lingkungan antara lain memasak air minum sampai

mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran atau memasaknya sebelum

dimakan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia

untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan,

membuang sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari

lalat ( Gandahusada Srisasi, 2000 ).

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1). Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis pasti dapat

ditegakkan bila ditemukan trofozoid motil yang mengandung eritrosit

dari sampel tinja segar yang diperiksa 30 menit sejak keluar

2). Pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

3). Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan

fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).

33

4). Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau

parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan

pada penderita diare kronik.

5). Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis

adanya inflamasi mukosa atau keganasan.

6). Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya

72 jam) diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai malasorbsi lemak.

7). Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari 500ml/hari jarang

ditemukan pada sindrom usus iritabel.

Anda mungkin juga menyukai